2.  Rerata  kontak  dengan  inang  merupakan  kejadian  acak  antara  individu- individu  kedua    spesies    dengan  demikian  searching  parasitoid  a  secara
random. 3.  Telur parasitoid tidak terbatas
4.  Maka  proporsi inang terparasit  terpaut kepadatan parasitoid. Salah  satu  asumsi  penting  dalam  pemodelan  ini,    bahwa  parasitoid  pro-
ovigenic  parasitoid  yang  pada  saat  pemunculan  telah  memiliki  telur  matang memiliki  keterbatasan  absolut  pada  jumlah  inang  yang  dapat  diparasit,  dan
parasitoid  synovigenik  memiliki  produksi  telur  terus  menerus.  Walaupun memiliki  keterbatasan  jumlah  telur  matang  pada kurun  waktu  tertentu, parasitoid
synovigenik  dibatasi  pertimbangan  parasitoid  betina  untuk  effisiensi  pencarian inang pada kepadatan inang yang tinggi Mills  dan Getz  1996.
B. Spesifikasi  Matematika Model
Simulasi  pemodelan  dinamika  populasi  pada  model  dinamika  populasi KPP  menggunakan  phenology  umur  perkembangan  dalam  insisial  waktu  hari
perkembangan KPP. Persamaan matematika model menggunakan kerangka model Gutierrez    AP  et  al.  1989,  dan  distribusi  Erlang  dalam  Spolia  SK  1980  dan
Hassell  2000. Untuk  memudahkan  dalam  pemodelan  sistem  dinamik  dilakukan  notasi
persamaan  berdasarkan  fase  perkembangan  KPP.  Notasi  tersebut ;  Tlr
i
t,  Craw
i
t, Ninang
i
t, Ninstar3
i
t, PP
i
t, Imago
i
t menyatakan  waktu ke t, dari setiap fase  telur,  instar  1crawler, nimfa  instar  2,  instar  3, pupa  dan  imago  pada  setiap
kohort  pada  hari  ke  i.  Tlr
i
t  menggambarkan  jumlah  telur  yang  menetas  pada waktu ke t. Notasi PP
i.j
t menyatakan jumlah pupa pada waktu t  yang terbentuk dari  nimfa  instar  1  Craw
i.j
.  Demikian  pula  Imago
i.j,k
t  menyatakan  jumlah populasi imago pada hari k dari fase instar 3 dan pupa.
Dalam  pemodelan  ekologi  dan  evolusi  umumnya  menggunakan  fungsi waktu tunda time delay. Hal ini untuk menggambarkan bahwa individu-individu
dalam  populasi  mengalami  rerata  pematangan  pada  setiap  fase  perkembangan berbeda-beda.  Beberapa  proses  biologi  yang  melibatkan  stadium  pertumbuhan,
keadan  lingkungan  yang  berubah-ubah  mengakibatkan  pertumbuhan  akan mengalami  penundaan.  Waktu  tunda  ini  menyebabkan  penurunan  populasi  tetapi
kemudian terjadi peningkatan sehingga terjadi osilasi pada pertumbuhan populasi Hassell  2000.  Kutu  putih  pepaya  atau  P.  marginatus  mengalami  proses
pematangan dari satu fase perkembangan ke fase berikutnya. Untuk mendapatkan keadaan  yang dinamik fluktuasi lingkungan  disimulasikan dengan menambahkan
penyimpangan  acak dari mean  data  lama  perkembangan  δ  dan standar  deviasi
pada  Tabel  6.  Untuk  menentukan  agar  parameter  tetap  konsisten  dengan  fungsi waktu maka dilakukan notasi •:
•  = 0
,
•  = 0 , •  = 0,
•  = 0, •
=0 Argumentasi
komputasi dilakukan
dengan menggunakan
notasi; ,
,
, ,
, merupakan waktu tunda time delay pada setiap fase perkembangan ambang hari  fase  telur, nimpha instar 1crawler, nimfa instar
2,  pupa  dan  imago,  berturut-turut.  Notasi  mean  ambang  perkembangan t
merupakan  notasi  yang digunakan untuk jumlah  hari  yang dibutuhkan setiap fase perkembangan instar KPP. Notasi persamaan matematika model ditampilkan pada
model interaksi inang-parasitoid. Telur  yang  menetas  pada  setiap  selang  kohort  dinyatakan  dengan  persamaan
model Telur
i
t= ∑∑
∈ i,j,k
t
Tabel 5 Simbol dan deskripsi parameter
Simbol Deskripsi
satuan τ
Selang waktu fase perkembangan  pada setiap fase perkembangan
hari δ
Hubungan kerapatan inang dan parasitoid Inangparasitoid
γ Inaktivasi tingkat telur parasitoid per pohon patch
telurparasitoid k
Clumping parameter k -
a Searching parasitoid
- Tt
Ambang perkembangan hari
Waktu tunda pada setiap fase perkembangan KPP; fase tlr = telur, craw = nimfa instar 1, nim = nimfa pp
=pupa, imago=imago -
AP Fly t Parasitoid betina pada t berturut-turut
- cAP
Keperidian Telurparasitoid
t Total jumlah inang yang mati terparasit pada setiap
selang kohort Inangparasitoid
MTRit Rerata mortalitas inang terparasit
Inangparasitoid TNIT
Inang terparasit pada waktu t berturut-turut Inangparasitoid
AP Fly max  Lama hidup parasitoid betina hari
Formulasi Model Interaksi Inang-Parasitoid
Model  simulasi  interaksi  kutu  putih  pepaya  dan  parasitoid    A.  papayae didasarkan  pada  siklus  hidup  kutu  putih  pepaya.  Model  life  table  KPP
dimodifikasi  untuk  mendapatkan  interaksi  yang  dinamis  dengan  life  table parasitoid.  Bentuk  umum  model  adalah  deterministik  dan  stokastik  dengan
menggunakan  distribusi  waktu  tunda  ambang  perkembangan  KPP  Tabel  6. Modifikasi  kerangka model life table dilakukan pada model  life table  inang KPP
untuk melakukan pendekatan pemodelan spasial.
Tabel 6  Parameter Biologi kutu putih pepaya
Fase Perkembangan Lama
Mortalitas survival
Perkembangan alami
Imago  Betina 14,92 ± 0,59
0.49 0.51
Imago jantan 2,74 ± 0,17
0.3 0.7
Telur 7,23 ± 0,18
0.17 0.83
Nimfa Instar 1 5,23 ± 0,12
0.17 0.83
Nimfa Instar 2 betina 6,61 ± 0,33
0.02 0.98
Nimfa Instar 2 jantan 5,09 ± 0,27
0.1 0.9
Nimfa Instar 3 Betina 7,63 ± 0,47
0.2 0.8
Pupa jantan 6,93 ± 0,23
0.3 0.7
Lama Hidup imago betina 33,19 ± 0,67
Nisbah Betina 0.5-0.8
Keperidian Betina 48.5-365
Sumber Maharani 2011 Mortalitas nimfa instar 1 pengaruh CH 0.70
Sektor parasitoid
Model life  table  parasitoid  A.  papayae    tidak  jauh  berbeda  dengan  struktur life  table  pada  kutu  putih  pepaya.  Parasitoid    A.  papayae    termasuk    parasitoid
soliter  koinobion  perbedaan  perkembangan  antar  fase  perkembangan  ditentukan berdasarkan  lama  perkembangan  pradewasa  pada  inang  nimfa  instar  2  KPP
sampai  pemunculan  parasitoid  baru.  Penggunaan  ambang  hari  perkembangan parasitoid digunakan untuk membedakan fase perkembangan life table kutu putih
pepaya. Untuk mendapatkan  keadaan  dinamis  notasi model dilakukan terhadap fase
perkembangan parasitoid terdiri dari telur, larva, pupa dan imago parasoid betina. Mm
i
t,  Pupa
i
t,  AP
i
t  menyatakan  jumlah  hari  pada  waktu  t  setiap  fase perkembangan pada life table parasitoid. Penggunaan  notasi Mumi
i
t, digunakan pada  fase  larva  parasitoid untuk  memudahkan  menentukan  mortalitas  pada  inang
karena terparasit. Keadaan  dinamis  dengan  waktu  tunda  time  delay  didasarkan  pada  model
inang KPP. Notasi ambang perkembangan, t
T
tlr i
,
t T
pupa i
,
t T
ApFly i
berturut-turut pada  waktu  t  menyatakan  ambang  perkembangan  fase  parasitoid.
t mumi
d i
,
t pupa
d i
,
t ApFly
d i
,  menunjukkan  fraksi  mortalitas  larva,  pupa  dan  imago parasitoid  selama  waktu  ke  t.  Notasi
t mumi
m i
,
t pupa
m i
,
t ApFly
m i
, menyatakan  jumlah  populasi  larva,  pupa  dan  parasitoid  yang  survival   pada  fase
perkembangan berikutnya. Untuk  tujuan  notasi  indeks,  seperangkat  notasi  persamaan  serupa  juga
digunakan  pada  model  life  table  KPP,  karena  pemodelan  dinamika  inang- parasitoid merupakan dua keadaan populasi yang sama.
S
mmt
=
{t ,t -1,t -2,…..,
mummi
t 
:
mm mm
T
 mm
mm
T
 mm
mm
T
1 
t
}
S
pupat
=
{t ,t -1,t -2,…..,
pupa
t 
 :
pupa pupa
T
 pupa
pupa
T
 pupa
pupa
T
1 
t
}
S
ap t
=
{t ,t -1,t-2,…..,
ApFly
t
:
AP=
max ApFly
,
t
}
APFly
max
adalah  maksimum  jumlah  waktu  hari  parasitoid  betina  dapat hidup,  hal  ini  untuk  menjamin  parasitoid  tetap  berada  pada  sistem  model  kohort
KPP pada waktu t  berturut-turut.  Sebagai contoh jika mumi yang terbentuk pada fase  larva  pada  ambang  hari  ke  t  akan  terdiskritisasi  pada  keadaan  waktu
mm
. Perkembangan  dalam  hari  kalender  KPP  sebagai  fungsi  waktu  tunda
t merupakan  kronologis  dari  umur  ambang  hari  t-
mm
.  Dengan  demikian  kohort pada  selang  umur  perkembangan  parasitoid  akan  terbentuk  t-
mm
+1  dan  mulai mengalami  pematangan  sebelum  memasuki  fase  pupa.  Dengan  demikian  sistem
notasi  persamaan,  populasi  pada  semua  selang  kohort  parasitoid  dinyatakan dengan persamaan :
Mumi
i
t+1 =
Mumi
i
t x 1- -
Є t•
Pupa
i
t+1 =
pupa
i
t x 1- -
Є t•
AP
i
t+1 =
AP
i
t x 1- ,
Є t•
Untuk  memudahkan  memahami  persamaan  diatas  maka  sebelumnya dilakukan  pendekatan  terhadap  perilaku  parasitoid  soliter  dapat  membedakan
inang  yang  terparasit  dan  tidak  terparasit    pada  keadaan  alami  maka  persamaan model dinotasikan :
Mumi
i
t= ∑
,
∈
Pupa
i
t= ∑
∈
AP
i
t= ∑
∈
pada  persamaan  diatas  menyatakan  rerata  instar  2  betina  terparasit mengkonversi banyaknya jumlah mumi yang terbentuk muminimfa instar 2 dan
,
adalah proporsi jumlah  instar 2 betina Ninang
i
t pada setiap kohor KPP yang  terparasit  pada  waktu  t  berturut-turut.  Persamaan  ini  menunjukkan  jika
parasitisasi terjadi pada semua selang  kohort inang. Rerata mortalitas pada setiap fase  siklus  hidup parasitoid dilakukan  sama  dengan  pada  life  table  KPP    dengan
persamaan :
Mumi
t =
,
t =
AP
t =
Notasi ,
, , adalah rerata mortalitas harian pada setiap
ambang  hari  perkembangan  fase  parasitoid. ,
adalah fungsi  dari  multiflikasi  yang  digunakan  untuk  menyatakan  waktu  yang
dibutuhkan dalam  perkembangan. Lama perkembangan
Rerata  survival  atau  pematangan    umur  parasitoid  merupakan  akumulasi jumlah    hari  perkembangan    inang  pada  nimfa  instar  2  betina  KPP.
dan ,
merupakan  mean  atau  umur  perkembangan  larva  dan  pupa parasitoid  berturut-turut.  Fenologi  umur  pada  setiap  perkembangan  pada  selang
kohort pradewasa parasitoid dinyatakan dengan persamaan
: t     =
+ {0,
−
},
Є
t   =
+ 0,
−
,
Є
Fenologi    umur    menyatakan  jumlah  waktu  hari  yang  dibutuhkan  untuk perkembangan  pada  setiap  fase  perkembangan,  mengikuti  fase  perkembangan
inang termasuk fase metamorfosis sampai fase berikutnya.
Parasitisme
Proporsi inang instar 2 betina pada setiap kohort KPP yang terparasit pada hari ke t dinyatakan dalam persamaan
:
,   =
TNIT t   =
∑
∈
,
Tmumi t = ∑
∈
x OvAP
i
t,
,
menyatakan  proporsi  inang  instar  2  KPP  terparasit  dan  total  jumlah mumi  yang  terbentuk  sebagai  akumulasi  peletakan  telur  parasitoid  betina  pada
waktu ke t. Fungsi dan
merupakan multiflikasi terpaut kepadatan sebagai pengaruh sebaran kepadatan inang
dan kerapatan mumi yang terbentuk
,  berturut-turut.  cAP  menyatakan  keperidian  harian parasitoid,  sedangkan  notasi  SPR  digunakan  untuk  menyatakan  proporsi  inang
terparasit per mumi yang terbentuk per hari satuan: Ninangmumihari.
Cat at an
; TNIT t inang terparasit pada waktu  t  berturut turut.
Pencarian  inang  oleh  individu  parasitoid  betina pada  kondisi
alami akan semakin meningkat dengan kenaikan kerapatan jumlah parasitoid yang terbentuk  pada  kerapatan  inang  yang  tinggi.  Nilai  sex  rasio  parasitoid  ditentukan
berdasarkan  nilai  agregasi  searching  ‘a’  parasitoid  betina  Nicholson  Bailey 1935  dalam  Gutierrez  et  al.  1993  dengan  parameter  ditentukan  oleh  keadaan
≤SE=1- 1.
SE
,   =0.05.  Dengan  demikian  nilai  parameter terpaut
kepadatan  inang
.
Rerata  oviposisi  parasitoid  OvAP
i
t,  pada  kohort imago  parasitoid  AP
i
t  ditentukan  oleh  jumlah  hari  APFly  parasitoid  betina hidup pada keadaan t-i.
Sub Model Inang Kutu Putih Pepaya
Pada  model  life  table  KPP  hanya  nimfa  instar  2  betina  yang  diparasit  oleh parasitoid  A.  papayae,  modifikasi  model  life  table  pada  nimfa  instar  dibutuhkan
untuk  mendapatkan  hubungan  interaksi  inang-parasitoid.  Persamaan  pada modifikasi  model  dibatasi  oleh  sejumlah  argument  persamaan  model  tanpa
melakukan perubahan pada persamaan lainnya. Model Interaksi  inang-parasitoid, di gambarkan oleh persamaan model :
Ninang
i
t+1=N
Inang i
t-MORPAR
i
tx1- t-
t Untuk  setiap  I
Є  Sninang  t,  Mortalitas Terparasit  MORPAR
i
t  adalah  total jumlah  inang  terparasit  pada  cohort,  mortalitas  terparasit  ditentukan  dengan
persamaan :
MORPAR
i
t = ∑
, ,
MTR
i
t    adalah  mortalitas  yang  disebabkan  parasitisasi  parasitoid,  Rerata mortalitas MTR
j
t tergantung pada  jumlah  hari  yang dibutuhkan oleh parasitoid pada  inang  Ninang
i
j  pada  waktu  ke  t.  Dengan  demikian  waktu  tunda    time delay  digunakan  untuk  menyatakan  fungsi  waktu  yang  digunakan  parasitoid
untuk  proses  parasitisasi  kemudian  menyebabkan  mortalitas  pada  inang  karena terparasit.
MTR
j
t=  MRT
i
t,j
MTR
= 0,                            if
t =
if t
Persamaan  diatas  menyatakan  bahwa  tidak  hanya  mortalitas  alami  yang menyebabkan  kematian  pada  inang  tetapi  juga  mortalitas  terparasit.  Jika  inang
tidak terparasit maka akan tetap survive mencapai instar 3 betina dan berkembang menjadi  imago  betina.  Dengan  kata  lain  dinamika  populasi  inang-parasitoid
sebenarnya hanya dibentuk pada persamaan inang instar 2 betina. Lokasi pengumpulan mumi di lapang pada penelitian ini adalah pertanaman
pepaya var. California pada Fakultas Perikanan, IPB.  Lokasi tersebut merupakan lokasi  pertama  kali  parasitoid    A.  papayae  diperoleh  dalam  penelitian  ini.  Luas
lahan  0.25  ha  ±400  pohon  dengan  jarak  tanam  ±3  mx  3  m.  Metode pengumpulan  mumi  selama  penelitian  dilakukan  secara  acak,  2-3  lembar  daun
pepaya yang terserang KPP pada satu blok tanaman pepaya dimasukkan ke dalam kantung plastik kemudian dibawah ke laboratorium untuk identifikasi.
Kalibrasi  dan Hasil Sensitivitas Model
Kalibrasi  model  merupakan  tahapan  untuk  mengetahui  sejauhmana parameter  masukan  pada  model  ketika  dilakukan  perubahan  mampu
menggambarkan  keadaan  data  lapang.  Salah  satu  kesulitan  untuk  menentukan ukuran  populasi  pada  setiap  fase  perkembangan  KPP,  model  dinamika  populasi
KPP  mengikuti  trend  musim  kemarau  selama  penelitian  berlangsung,  sedangkan kerapatan  populasi  ditentukan  oleh  tanaman  inang  dan  faktor  lingkungan,
diantaranya adalah curah hujan dan mortalitas alami lainnya. Demikian pula pada parasitoid, pada bulan Nopember dijumpai parasitoid sekunder Hyperparasitoid
pada  sampel  mumi.  Sensitivitas  pengaruh  hyperparasitoid  ditentukan  dengan pendekatan  data  literatur,  karena  tidak  cukup  data  untuk  menentukan  besaran
mortalitas parasitoid pada penelitian ini. Tabel 7  Parameter sensitivitas model
Deskripsi simbol
Input nilai satuan
sumber Lama hidup Ap
AP Fly 14
Hari Data
Keperidian cAP
3 Telurparasitoid
betina Data
Mortalitas Ap µAP
0.28 Kohort APhari
Guttierez et al. 1993 Nisbah AP
FEM 0.5
konstan Kohort APhari
N. Bailey dalam Gutierrez et al.  1993
Clumping parameter k
K Tak
terhingga 0 dan 1
Mills  Getz 1996
Hasil  sensitivitas  model  Gambar  14,  menunjukkan  bahwa  parasitoid  A. papayae  memiliki  tipe  tanggap  fungsional  berubah-ubah.  Parasitoid  A.  papayae
pada percobaan laboratorium menunjukkan tanggap fungsional tipe II disebabkan percobaan  pada  arena  yang  kecil  dan  tertutup.  Tanggap  fungsional  tipe  III
memiliki  interaksi  inang-parasitoid  yang  lebih  stabil  dibandingkan  dengan  tipe  I dan  II.  Pada  tipe  III,  terdapat  kecenderungan  parasitoid  memarasit  menurun
mengikuti kerapatan inang dengan R
2
= 0.39.
Gambar 14  Model hasil induksi tanggap fungsional KPP dan parasitoid Perubahan  tipe  tanggap  fungsional  dari  satu  tipe  ke  tipe  lainnya  dapat
disebabkan  oleh  perubahan  perilaku  parasitoid  dalam  penerimaan  inang  pada keadaan  lingkungan  yang  berubah,  kemampuan  reproduksi  dan  lama  hidup
parasitoid  betina.  Menurut  Wang    Ferro  1998  fluktuasi  hujan  dan  intensitas cahaya  di  lapang  dapat  mempengaruhi  aktifitas  dan  perilaku  parasitoid  yang
kemudian juga mempengaruhi tingkat parasitisasi.
Keragaman  fisik  dari  suatu  habitat  mempengaruhi  tanggap  fungsional terhadap  kepadatan  inang.  Hal  ini  berkaitan  dengan  habitat  sebagai  tempat
berlindung  dan  sumber  makanan  parasitoid.  Perubahan  bentuk  dan  ukuran tanaman  juga  mempengaruhi  laju  pencarian  dan  kemampuan  bertahan  parasitoid
di  tanaman  tersebut.  Faktor  kimia  seperti  senyawa  kimia  yang  dikeluarkan tanaman dapat menjadi tanda bagi parasitoid dalam menemukan inangnya.
Gambar  15  Grafik  scatterplot  hubungan  antara  kerapatan  inang  dan  parasitoid betina A. papayae
Hasil  analisis  model  dengan  asumsi  pendekatan  teoritis  perkembangan  inang- parasitoid disinkronkan pada setiap generasi perkembangan, menunjukkan bahwa
R² = 0.399
5000 10000
15000 20000
25000
R e
sp o
n f
u n
g si
o n
a l
te r
h a
d a
p
k e
p a
d a
ta n
i n
a n
g
••• KPP ----Parasitoid
-1 -0.5
0.5 1
1.5
-5000 5000
10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000
P a
r a
sit o
id
Kepadatan inang  m
2
tingkat parasitisasi dan pemencaran parasitoid per pohon pepaya dipengaruhi oleh rasio  inang-parasitoid  0.5.  Hal  ini  ditunjukkan  dengan  kemiringan  slope    pada
garis  paralel  -1  dan  koefisien  regresi  -1  Gambar  15.  Realitas  nilai  parameter dan  tidak  adanya  cukup  data  yang  akurat  dari  lapang  menyebabkan  kesulitan
untuk  melakukan  analisis  potensi.  Model  prediksi  sederhana  dengan  pendekatan tanaman  inang  lebih digunakan untuk untukmemahami proses dinamika populasi
inang-parasitoid.  Menurut Berstein  2000,  hasil  model  teoritis  dapat  membantu
untuk  menganalisis  data  kadang-kadang  bertolak  belakang  dengan  sketsa  model teori.
Perpindahan parasitoid di pertanaman dipengaruhi oleh pergerakan angin dan kemampuan terbang. Parasitoid biasanya bergerak secara bebas diantara patch
dalam lingkungan patch, sehingga penting untuk mempertimbangkn waktu yang dihabiskan  parasitoid  dalam  patch  dengan  kepadatan  inang  yang  berbeda.
Berdasarkan pengamatan, terdapat tanaman inang lain yang terserang KPP antara lain  dari  beberapa  famili
seperti  Caricaceae,  Fabaceae,  Solanaceae, Euphorbiaceae, Arecaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae, Moraceae, Rubiaceae, dan
Apocynaceae.  Pada  umumnya  tanaman  yang  terserang  KPP  tumbuh  di  sekitar Tanaman  pepaya  sebagai  tanaman  tumpang  sari  dan  tanaman  pagar.  Sehingga
parasitoid diperkirakan terbang terbatas menuju tempat dimana terdapat inang, pakan dan perlindungan untuk dapat bertahan.
Selain  parasitoid  terdapat  pula  predator  dari  kelompok  kumbang Coleoptera:  Coccinelidae  yaitu,  Scymnus  sp.,  Cryprolaemus  montrouzieri,  dan
Curinus  coeruleus,  larva  Neuroptera  Chrysopha  sp.  dan  Diptera  Syrphidae. Predator  dan  musuh  alami  merupakan  catatan  yang  teramati  di  lapang.  Hasil
survey  Meyerdirk  et  al.  2004  di  Guam,  menyatakan  bahwa  predator  yang dijumpai  berasosiasi  dengan  P.  marginatus  umumnya  merupakan  predator
generalis,  kehadiran  predator  generalis  tampaknya  tidak  mampu  menekan populasi  P.  marginatus.  Hal  ini  disebabkan  predator  generalis  memiliki  jenis
inang  kutu  yang  banyak  selain  P.  marginatus.  Selain  predator,  mortalitas  KPP yang  teramati  pada  sampel  disebabkan  cendawan  Entomophthorales.  Menurut
laporan  akhir  survei  Dadang  et  al.  2008,  musuh  alami  yang  ditemukan  di
pertanaman  pepaya  di  Kota  dan  Kabupaten  Bogor,  Sukabumi,  Cianjur,  dan Tangerang  memiliki  tingkat  infeksi  yang  beragam.  Musuh  alami  tersebut  adalah
Neozygytes fumosa Entomophthorales: Neozygytaceae dengan stadia cendawan yang  tertinggi  yakni  hypal  bodies,  kemudian  stadia  konidiofor,  dan  konidia
primer, dan stadia cendawan saprofitik. Populasi  KPP  berdasarkan  sampling  tentatif  sejak  bulan  oktober  2010
sampai  bulan  Februari  2011,  pada  lokasi  pertanaman  pepaya  ±15  pohon sampling,  menunjukkan  adanya  peningkatan  jumlah  mumi  sejak  penelitian
berlangsung.  Namun  terjadi  penurunan  pada  bulan  Desember,  hal  ini  dapat disebabkan  faktor  curah  hujan,  dan  tidak  adanya  penggunaan  insektisida  oleh
petani pada lokasi pengamatan. Demikian pula pemunculan hyperparasitoid yang teridentifikasi  diantaranya  Marieta  leopardi  Hymenopetara:  Aphelinidae  pada
beberapa  sampel  mumi  dari  lapang  menunjukkan  bahwa  tingkat  parasitisasi parasitoid  A.  papayae  dapat  dipengaruhi  keberadaan  hyperparasitoid  di
lapang.Berdasarkan  hasil  observasi  Muniappan  et  al. 2006 dalam  pengendalian hayati  P.  marginatus  di  Republik  Palau  menyatakan  pengaruh  hyperparasitoid
termasuk  rendah,  diantaranya  hyperparasitoid  Eunotus  sp.  Hymenoptera: Pteromalidae  0.4  and  Procheiloneurus  dactylopii  Hymenoptera:  Encyrtidae
0.8.  Namun  terjadi  peningkatan  retata  jumlah  mumi  pada  sampling  bulan Februari, 3-5 parasitoid A. papayae dapat ditemukan  pada  beberapa  lembar daun
pepaya. Hal ini menunjukkan bahwa secara alami  parasitoid A. papayae memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi serta perilaku pengaturan populasinya sendiri di
lapang. Beberapa  Negara  yang  melakukan  pengendalian  hayati  KPP  dengan
parasitoid  A.  papayae  diantaranya  Republik  Dominika,  Puerto  Rico,  Guam, Florida  dan  Hawai,  dilaporkan  setahun  setelah  pelepasan  mampu  menekan
populasi  kutu  putih  pepaya  hingga  97  Amarasekare  et  al.  2010.  Di  Srilanka setelah  melakukan  introduksi  musuh  alami  dari  Negara  asal  pada  tahun  2009
mampu menekan populasi dan tingkat penyebarannya Muniappan 2010.
Validasi Model
Data hasil pengumpulan mumi selama penelitian yang diperoleh dari lapang digunakan  untuk  pengujian  terhadap  hasil  model.  Namun  demikian  simulasi
model sederhana   ini  hanya untuk menggambarkan potensi parasitoid A. papayae dan  memahami  perilaku  parasitoid  terkait  dengan  pengaturan  populasi  di lapang.
Menurut Driesche  Bellows 1996 validasi model dapat juga dilakukan dengan menggambarkan  pertumbuhan  populasi  hama  tanpa  musuh  alami  dan  adanya
musuh  alami,  dengan  demikian  model  dapat  dikatakan  telah  menangkap  elemen penting  dari  interaksi  biologis  antara  populasi.  Validasi  model  dapat
disempurnakan  lebih  lanjut  dengan  memeriksa  out  put  model  dan  mengevaluasi lebih lanjut terkait struktur model.
KESIMPULAN DAN SARAN
Secara  umum  Acerophagus  papayae  merupakan  parasitoid  soliter.    Namun pada  keadaan  jumlah  inang  yang  terbatas,  parasitoid  dapat  memperlihatkan
superparasitisme.  Nimfa  instar  II  kutu  putih  papaya  lebih  sesuai  bagi  kehidupan parasitoid, yang ditunjukkan oleh masa perkembangan pradewasa parasitoid yang
lebih  singkat  dan  persentase  sintasan  yang  lebih  tinggi.  Parasitoid    A.  papayae memperlihatkan tanggap fungsional tipe II terhadap peningkatan kerapatan inang.
Hasil  simulasi  model  menunjukkan  bahwa  parasitoid  A.  papayae  memiliki
pengaturan populasi inang yang baik di lapang.
Simulasi  pemodelan  berdasarkan  ambang  perkembangan  KPP  merupakan pendekatan  pemodelan  teoritis  inang-parasitoid.  Untuk  memahami  proses
dinamika populasi dan perilaku parasitoid A. papayae dalam pengendalian hayati KPP kiranya perlu dilakukan kajian lebih lanjut.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat
Penelitian  dilaksanakan  di  Laboratorium  Ekologi  Serangga,  Departemen Proteksi  Tanaman,  Fakultas  Pertanian-IPB,  dan  berlangsung  sejak  Juli  sampai
Desember 2010.
Metode Penelitian
Penelitian  ini  dilaksanakan  dalam  dua  tahapan  yaitu  percobaan laboratorium dan dimodelkan secara sederhana dalam sistem dinamik STELLA.
A. Percobaan Laboratorium
1. Pembiakan Kutu  Putih Pepaya
Gambar  1  A-B  Pembiakan kutu putih pepaya, C-D Tanaman jarak pagar kurkas
Kutu  putih  pepaya  dibiakkan  pada  tanaman  jarak  pagar  Jatropa  curcas  L Gamabr  1.  Tanaman  jarak  pagar  kurkas  diperoleh  dari  Dramaga  dan
laboratorium  Kultur  Jaringan  Departemen  Agronomi,  IPB.  Tanaman  jarak  pagar ditanam  dengan  menggunakan  stek  pada  media  tanah  yang  ditempatkan  pada
polibag berdiameter 15 cm  dan pada pot plastik berukuran kecil  diameter 8 cm Gambar  1c.  Penyiraman  dilakukan    dua  hari  sekali.  Infestasi  kutu  putih  pepaya
KPP  dilakukan  dengan  memindahkan  kantung  telur  ovisac  kutu  putih  pepaya dari  tanaman  pepaya  dan  tanaman  jarak  pagar  kurkas  yang  terserang    KPP  ke
media pembiakan. Tanaman jarak pagar kurkas ditempatkan dalam kurungan yang terbuat  dari  kayutriplek  yang    pada  setiap  sisi  dindingnya  ditutup  dengan  kain
2 kasa  dan  plastik  mika.  Kurungan  pembiakan  ditempatkan  di  luar  laboratorium
pada kisaran suhu  antara 25-28 C dan RH 60-70.
2.  Penyiapan Parasitoid di Laboratotium
Gambar 2  Media perbanyakan inang dan penyiapan parasitoid
Parasitoid    A.  papayae    yang  di  gunakan  dalam  penelitian  ini diperoleh  dari  hasil  survei  pada  pertanaman  pepaya  di  Dramaga.  Bagian
tanaman  yang  terserang  kutu  putih  pepaya  dipotong  secukupnya,  kemudian dimasukkan  dalam  kantong  plastik  sampel,  diberi  label  dan  dibawah  ke
laboratorium. Sampel  berupa daun, buah dan  bagian tanaman  yang terserang kutu putih pepaya selanjutnya ditempatkan dalam  wadah  plastik panjang 20
cm,  lebar  20  cm  dan  tinggi  30  cm.  Sampel  kemudian  diamati  dengan menggunakan  mikroskop,  mumimumi  pada  setiap  sampel  kemudian
ditempatkan pada kapsul gelatin sampai muncul parasitoid baru. Pemeliharaan  dan  penyiapan  parasitoid  menggunakan  stek  tanaman
jarak  pagar  yang  ditanam    dengan  sistem  vertikultur  pada  paralon  PVC diameter  25  cm,  tinggi  1  m  dan  ditempatkan  pada  kurungan  berkerangka
kayu ± 60 cm, lebar  50 cm dan tinggi ± 1.60 m di atas  kurungan ±30 cm diberikan  pencahayaan  lampu  neon  70  watt  selama  20  Jam.  Kurungan
ditempatkan  pada  piringan  besi  beroda  dan  setiap  sisi  kurungan  ditutup dengan  menggunakan  kain  organdi  dan  plastik  mika  Gambar  2.    Setiap    4
3 hari  tanaman  jarak  pagar  pada  pembiakan  vertikultur  dikeluarkan  dari
laboratorium  untuk  menghindari  etiolasi  dan  penyiraman  dilakukan  setiap hari.  Pemberian  madu  10  sebagai  makanan  parasitoid  dilakukan  dengan
cara setiap minggu dengan cara dioleskan pada dinding kurungan. Suhu pada laboratorium pemeliharaan  berkisar  antara 25-28
C dan RH 60-80.
3. Pelaksanaan Percobaan
1 Percobaan Kebugaran Parasitoid Acerophagus papayae
Percobaan kebugaran menggunakan nimfa instar 2 dan instar 3 betina muda  dari  pembiakan  kutu  putih  pepaya  pada  tanaman  jarak  pagar  kurkas.
Percobaan  pada  nimfa  instar  2  menggunakan  kepadatan  10  nimfa  sedangkan pada  instar  3  betina  muda  sebanyak  30  nimfa  yang  diberikan  selama  imago
betina  hidup.  Kegiatan  ini  dilakukan    dengan  waktu  terpisah,  namun  sama dalam  metode  pelaksanaan.  Nimfa  yang  diperoleh  dari  perbanyakan  pada
tanaman  jarak  pagar  kurkas  dipindahkan  dengan  menggunakan  kuas  halus dan diletakkan secara perlahan pada arena potongan daun pepaya ±3 cm x 5
cm  yang  sebelumnya  telah  dibersihkan.  Arena  kemudian  diletakkan  pada cawan  petri    yang  dialasi  busa  karet  diameter  ±  7  cm.  Arena  daun  pepaya
berisi  nimfa  kutu  putih  pepaya    diletakkan  pada  nampan  plastik  dan  ditutup dengan  kain  hitam  selama  16  jam.  Nimfa  jantan  yang  nampak  dari  warna
tubuh  berwarna  merah  muda  dan  nimfa  yang  berganti  kulit  dikeluarkan  dari arena.
Sedangkan parasitoid  yang  baru  muncul dari  mumimumi pada kapsul gelatin dipasangkan selama 24 jam pada tabung reaksi berukuran 1.5x 8.5 cm
dan  diberi  pakan  madu  10  yang  dioles  pada  bagian  dalam  tabung menggunakan  jarum  bertangkai.  Bila  parasitoid  jantan  A.  papayae    yang
muncul pertama kali dimasukkan dalam tabung reaksi dan diberi label, 1 hari kemudian  parasitoid  betina  yang  baru  muncul  dimasukkan  dalam  tabung
reaksi  yang  sebelumnya  telah  berisi  parasitoid  jantan.  Parasitoid  betina  yang telah berkopulasi selama 24 jam kemudian dikeluarkan dan dilepaskan dalam
tabung  percobaan.  Percobaan  dilaksanakan  pada  tabung  pyrex  diameter  ±  3