Spesifikasi Matematika Model Quantitative analysis of potency of acerophagus papayae noyes & schauff (Hymenoptera: Encyrtidae), parasitoid of the papaya mealybug

2. Rerata kontak dengan inang merupakan kejadian acak antara individu- individu kedua spesies dengan demikian searching parasitoid a secara random. 3. Telur parasitoid tidak terbatas 4. Maka proporsi inang terparasit terpaut kepadatan parasitoid. Salah satu asumsi penting dalam pemodelan ini, bahwa parasitoid pro- ovigenic parasitoid yang pada saat pemunculan telah memiliki telur matang memiliki keterbatasan absolut pada jumlah inang yang dapat diparasit, dan parasitoid synovigenik memiliki produksi telur terus menerus. Walaupun memiliki keterbatasan jumlah telur matang pada kurun waktu tertentu, parasitoid synovigenik dibatasi pertimbangan parasitoid betina untuk effisiensi pencarian inang pada kepadatan inang yang tinggi Mills dan Getz 1996.

B. Spesifikasi Matematika Model

Simulasi pemodelan dinamika populasi pada model dinamika populasi KPP menggunakan phenology umur perkembangan dalam insisial waktu hari perkembangan KPP. Persamaan matematika model menggunakan kerangka model Gutierrez AP et al. 1989, dan distribusi Erlang dalam Spolia SK 1980 dan Hassell 2000. Untuk memudahkan dalam pemodelan sistem dinamik dilakukan notasi persamaan berdasarkan fase perkembangan KPP. Notasi tersebut ; Tlr i t, Craw i t, Ninang i t, Ninstar3 i t, PP i t, Imago i t menyatakan waktu ke t, dari setiap fase telur, instar 1crawler, nimfa instar 2, instar 3, pupa dan imago pada setiap kohort pada hari ke i. Tlr i t menggambarkan jumlah telur yang menetas pada waktu ke t. Notasi PP i.j t menyatakan jumlah pupa pada waktu t yang terbentuk dari nimfa instar 1 Craw i.j . Demikian pula Imago i.j,k t menyatakan jumlah populasi imago pada hari k dari fase instar 3 dan pupa. Dalam pemodelan ekologi dan evolusi umumnya menggunakan fungsi waktu tunda time delay. Hal ini untuk menggambarkan bahwa individu-individu dalam populasi mengalami rerata pematangan pada setiap fase perkembangan berbeda-beda. Beberapa proses biologi yang melibatkan stadium pertumbuhan, keadan lingkungan yang berubah-ubah mengakibatkan pertumbuhan akan mengalami penundaan. Waktu tunda ini menyebabkan penurunan populasi tetapi kemudian terjadi peningkatan sehingga terjadi osilasi pada pertumbuhan populasi Hassell 2000. Kutu putih pepaya atau P. marginatus mengalami proses pematangan dari satu fase perkembangan ke fase berikutnya. Untuk mendapatkan keadaan yang dinamik fluktuasi lingkungan disimulasikan dengan menambahkan penyimpangan acak dari mean data lama perkembangan δ dan standar deviasi pada Tabel 6. Untuk menentukan agar parameter tetap konsisten dengan fungsi waktu maka dilakukan notasi •: • = 0 , • = 0 , • = 0, • = 0, • =0 Argumentasi komputasi dilakukan dengan menggunakan notasi; , , , , , merupakan waktu tunda time delay pada setiap fase perkembangan ambang hari fase telur, nimpha instar 1crawler, nimfa instar 2, pupa dan imago, berturut-turut. Notasi mean ambang perkembangan t merupakan notasi yang digunakan untuk jumlah hari yang dibutuhkan setiap fase perkembangan instar KPP. Notasi persamaan matematika model ditampilkan pada model interaksi inang-parasitoid. Telur yang menetas pada setiap selang kohort dinyatakan dengan persamaan model Telur i t= ∑∑ ∈ i,j,k t Tabel 5 Simbol dan deskripsi parameter Simbol Deskripsi satuan τ Selang waktu fase perkembangan pada setiap fase perkembangan hari δ Hubungan kerapatan inang dan parasitoid Inangparasitoid γ Inaktivasi tingkat telur parasitoid per pohon patch telurparasitoid k Clumping parameter k - a Searching parasitoid - Tt Ambang perkembangan hari Waktu tunda pada setiap fase perkembangan KPP; fase tlr = telur, craw = nimfa instar 1, nim = nimfa pp =pupa, imago=imago - AP Fly t Parasitoid betina pada t berturut-turut - cAP Keperidian Telurparasitoid t Total jumlah inang yang mati terparasit pada setiap selang kohort Inangparasitoid MTRit Rerata mortalitas inang terparasit Inangparasitoid TNIT Inang terparasit pada waktu t berturut-turut Inangparasitoid AP Fly max Lama hidup parasitoid betina hari Formulasi Model Interaksi Inang-Parasitoid Model simulasi interaksi kutu putih pepaya dan parasitoid A. papayae didasarkan pada siklus hidup kutu putih pepaya. Model life table KPP dimodifikasi untuk mendapatkan interaksi yang dinamis dengan life table parasitoid. Bentuk umum model adalah deterministik dan stokastik dengan menggunakan distribusi waktu tunda ambang perkembangan KPP Tabel 6. Modifikasi kerangka model life table dilakukan pada model life table inang KPP untuk melakukan pendekatan pemodelan spasial. Tabel 6 Parameter Biologi kutu putih pepaya Fase Perkembangan Lama Mortalitas survival Perkembangan alami Imago Betina 14,92 ± 0,59 0.49 0.51 Imago jantan 2,74 ± 0,17 0.3 0.7 Telur 7,23 ± 0,18 0.17 0.83 Nimfa Instar 1 5,23 ± 0,12 0.17 0.83 Nimfa Instar 2 betina 6,61 ± 0,33 0.02 0.98 Nimfa Instar 2 jantan 5,09 ± 0,27 0.1 0.9 Nimfa Instar 3 Betina 7,63 ± 0,47 0.2 0.8 Pupa jantan 6,93 ± 0,23 0.3 0.7 Lama Hidup imago betina 33,19 ± 0,67 Nisbah Betina 0.5-0.8 Keperidian Betina 48.5-365 Sumber Maharani 2011 Mortalitas nimfa instar 1 pengaruh CH 0.70 Sektor parasitoid Model life table parasitoid A. papayae tidak jauh berbeda dengan struktur life table pada kutu putih pepaya. Parasitoid A. papayae termasuk parasitoid soliter koinobion perbedaan perkembangan antar fase perkembangan ditentukan berdasarkan lama perkembangan pradewasa pada inang nimfa instar 2 KPP sampai pemunculan parasitoid baru. Penggunaan ambang hari perkembangan parasitoid digunakan untuk membedakan fase perkembangan life table kutu putih pepaya. Untuk mendapatkan keadaan dinamis notasi model dilakukan terhadap fase perkembangan parasitoid terdiri dari telur, larva, pupa dan imago parasoid betina. Mm i t, Pupa i t, AP i t menyatakan jumlah hari pada waktu t setiap fase perkembangan pada life table parasitoid. Penggunaan notasi Mumi i t, digunakan pada fase larva parasitoid untuk memudahkan menentukan mortalitas pada inang karena terparasit. Keadaan dinamis dengan waktu tunda time delay didasarkan pada model inang KPP. Notasi ambang perkembangan, t T tlr i , t T pupa i , t T ApFly i berturut-turut pada waktu t menyatakan ambang perkembangan fase parasitoid. t mumi d i , t pupa d i , t ApFly d i , menunjukkan fraksi mortalitas larva, pupa dan imago parasitoid selama waktu ke t. Notasi t mumi m i , t pupa m i , t ApFly m i , menyatakan jumlah populasi larva, pupa dan parasitoid yang survival pada fase perkembangan berikutnya. Untuk tujuan notasi indeks, seperangkat notasi persamaan serupa juga digunakan pada model life table KPP, karena pemodelan dinamika inang- parasitoid merupakan dua keadaan populasi yang sama. S mmt = {t ,t -1,t -2,….., mummi t   : mm mm T  mm mm T  mm mm T 1   t } S pupat = {t ,t -1,t -2,….., pupa t   : pupa pupa T  pupa pupa T  pupa pupa T 1   t } S ap t = {t ,t -1,t-2,….., ApFly t   :  AP= max ApFly , t } APFly max adalah maksimum jumlah waktu hari parasitoid betina dapat hidup, hal ini untuk menjamin parasitoid tetap berada pada sistem model kohort KPP pada waktu t berturut-turut. Sebagai contoh jika mumi yang terbentuk pada fase larva pada ambang hari ke t akan terdiskritisasi pada keadaan waktu mm . Perkembangan dalam hari kalender KPP sebagai fungsi waktu tunda t merupakan kronologis dari umur ambang hari t- mm . Dengan demikian kohort pada selang umur perkembangan parasitoid akan terbentuk t- mm +1 dan mulai mengalami pematangan sebelum memasuki fase pupa. Dengan demikian sistem notasi persamaan, populasi pada semua selang kohort parasitoid dinyatakan dengan persamaan : Mumi i t+1 = Mumi i t x 1- - Є t• Pupa i t+1 = pupa i t x 1- - Є t• AP i t+1 = AP i t x 1- , Є t• Untuk memudahkan memahami persamaan diatas maka sebelumnya dilakukan pendekatan terhadap perilaku parasitoid soliter dapat membedakan inang yang terparasit dan tidak terparasit pada keadaan alami maka persamaan model dinotasikan : Mumi i t= ∑ , ∈ Pupa i t= ∑ ∈ AP i t= ∑ ∈ pada persamaan diatas menyatakan rerata instar 2 betina terparasit mengkonversi banyaknya jumlah mumi yang terbentuk muminimfa instar 2 dan , adalah proporsi jumlah instar 2 betina Ninang i t pada setiap kohor KPP yang terparasit pada waktu t berturut-turut. Persamaan ini menunjukkan jika parasitisasi terjadi pada semua selang kohort inang. Rerata mortalitas pada setiap fase siklus hidup parasitoid dilakukan sama dengan pada life table KPP dengan persamaan : Mumi t = , t = AP t = Notasi , , , adalah rerata mortalitas harian pada setiap ambang hari perkembangan fase parasitoid. , adalah fungsi dari multiflikasi yang digunakan untuk menyatakan waktu yang dibutuhkan dalam perkembangan. Lama perkembangan Rerata survival atau pematangan umur parasitoid merupakan akumulasi jumlah hari perkembangan inang pada nimfa instar 2 betina KPP. dan , merupakan mean atau umur perkembangan larva dan pupa parasitoid berturut-turut. Fenologi umur pada setiap perkembangan pada selang kohort pradewasa parasitoid dinyatakan dengan persamaan : t = + {0, − }, Є t = + 0, − , Є Fenologi umur menyatakan jumlah waktu hari yang dibutuhkan untuk perkembangan pada setiap fase perkembangan, mengikuti fase perkembangan inang termasuk fase metamorfosis sampai fase berikutnya. Parasitisme Proporsi inang instar 2 betina pada setiap kohort KPP yang terparasit pada hari ke t dinyatakan dalam persamaan : , = TNIT t = ∑ ∈ , Tmumi t = ∑ ∈ x OvAP i t, , menyatakan proporsi inang instar 2 KPP terparasit dan total jumlah mumi yang terbentuk sebagai akumulasi peletakan telur parasitoid betina pada waktu ke t. Fungsi dan merupakan multiflikasi terpaut kepadatan sebagai pengaruh sebaran kepadatan inang dan kerapatan mumi yang terbentuk , berturut-turut. cAP menyatakan keperidian harian parasitoid, sedangkan notasi SPR digunakan untuk menyatakan proporsi inang terparasit per mumi yang terbentuk per hari satuan: Ninangmumihari. Cat at an ; TNIT t inang terparasit pada waktu t berturut turut. Pencarian inang oleh individu parasitoid betina pada kondisi alami akan semakin meningkat dengan kenaikan kerapatan jumlah parasitoid yang terbentuk pada kerapatan inang yang tinggi. Nilai sex rasio parasitoid ditentukan berdasarkan nilai agregasi searching ‘a’ parasitoid betina Nicholson Bailey 1935 dalam Gutierrez et al. 1993 dengan parameter ditentukan oleh keadaan ≤SE=1- 1. SE , =0.05. Dengan demikian nilai parameter terpaut kepadatan inang . Rerata oviposisi parasitoid OvAP i t, pada kohort imago parasitoid AP i t ditentukan oleh jumlah hari APFly parasitoid betina hidup pada keadaan t-i. Sub Model Inang Kutu Putih Pepaya Pada model life table KPP hanya nimfa instar 2 betina yang diparasit oleh parasitoid A. papayae, modifikasi model life table pada nimfa instar dibutuhkan untuk mendapatkan hubungan interaksi inang-parasitoid. Persamaan pada modifikasi model dibatasi oleh sejumlah argument persamaan model tanpa melakukan perubahan pada persamaan lainnya. Model Interaksi inang-parasitoid, di gambarkan oleh persamaan model : Ninang i t+1=N Inang i t-MORPAR i tx1- t- t Untuk setiap I Є Sninang t, Mortalitas Terparasit MORPAR i t adalah total jumlah inang terparasit pada cohort, mortalitas terparasit ditentukan dengan persamaan : MORPAR i t = ∑ , , MTR i t adalah mortalitas yang disebabkan parasitisasi parasitoid, Rerata mortalitas MTR j t tergantung pada jumlah hari yang dibutuhkan oleh parasitoid pada inang Ninang i j pada waktu ke t. Dengan demikian waktu tunda time delay digunakan untuk menyatakan fungsi waktu yang digunakan parasitoid untuk proses parasitisasi kemudian menyebabkan mortalitas pada inang karena terparasit. MTR j t= MRT i t,j MTR = 0, if t = if t Persamaan diatas menyatakan bahwa tidak hanya mortalitas alami yang menyebabkan kematian pada inang tetapi juga mortalitas terparasit. Jika inang tidak terparasit maka akan tetap survive mencapai instar 3 betina dan berkembang menjadi imago betina. Dengan kata lain dinamika populasi inang-parasitoid sebenarnya hanya dibentuk pada persamaan inang instar 2 betina. Lokasi pengumpulan mumi di lapang pada penelitian ini adalah pertanaman pepaya var. California pada Fakultas Perikanan, IPB. Lokasi tersebut merupakan lokasi pertama kali parasitoid A. papayae diperoleh dalam penelitian ini. Luas lahan 0.25 ha ±400 pohon dengan jarak tanam ±3 mx 3 m. Metode pengumpulan mumi selama penelitian dilakukan secara acak, 2-3 lembar daun pepaya yang terserang KPP pada satu blok tanaman pepaya dimasukkan ke dalam kantung plastik kemudian dibawah ke laboratorium untuk identifikasi. Kalibrasi dan Hasil Sensitivitas Model Kalibrasi model merupakan tahapan untuk mengetahui sejauhmana parameter masukan pada model ketika dilakukan perubahan mampu menggambarkan keadaan data lapang. Salah satu kesulitan untuk menentukan ukuran populasi pada setiap fase perkembangan KPP, model dinamika populasi KPP mengikuti trend musim kemarau selama penelitian berlangsung, sedangkan kerapatan populasi ditentukan oleh tanaman inang dan faktor lingkungan, diantaranya adalah curah hujan dan mortalitas alami lainnya. Demikian pula pada parasitoid, pada bulan Nopember dijumpai parasitoid sekunder Hyperparasitoid pada sampel mumi. Sensitivitas pengaruh hyperparasitoid ditentukan dengan pendekatan data literatur, karena tidak cukup data untuk menentukan besaran mortalitas parasitoid pada penelitian ini. Tabel 7 Parameter sensitivitas model Deskripsi simbol Input nilai satuan sumber Lama hidup Ap AP Fly 14 Hari Data Keperidian cAP 3 Telurparasitoid betina Data Mortalitas Ap µAP 0.28 Kohort APhari Guttierez et al. 1993 Nisbah AP FEM 0.5 konstan Kohort APhari N. Bailey dalam Gutierrez et al. 1993 Clumping parameter k K Tak terhingga 0 dan 1 Mills Getz 1996 Hasil sensitivitas model Gambar 14, menunjukkan bahwa parasitoid A. papayae memiliki tipe tanggap fungsional berubah-ubah. Parasitoid A. papayae pada percobaan laboratorium menunjukkan tanggap fungsional tipe II disebabkan percobaan pada arena yang kecil dan tertutup. Tanggap fungsional tipe III memiliki interaksi inang-parasitoid yang lebih stabil dibandingkan dengan tipe I dan II. Pada tipe III, terdapat kecenderungan parasitoid memarasit menurun mengikuti kerapatan inang dengan R 2 = 0.39. Gambar 14 Model hasil induksi tanggap fungsional KPP dan parasitoid Perubahan tipe tanggap fungsional dari satu tipe ke tipe lainnya dapat disebabkan oleh perubahan perilaku parasitoid dalam penerimaan inang pada keadaan lingkungan yang berubah, kemampuan reproduksi dan lama hidup parasitoid betina. Menurut Wang Ferro 1998 fluktuasi hujan dan intensitas cahaya di lapang dapat mempengaruhi aktifitas dan perilaku parasitoid yang kemudian juga mempengaruhi tingkat parasitisasi. Keragaman fisik dari suatu habitat mempengaruhi tanggap fungsional terhadap kepadatan inang. Hal ini berkaitan dengan habitat sebagai tempat berlindung dan sumber makanan parasitoid. Perubahan bentuk dan ukuran tanaman juga mempengaruhi laju pencarian dan kemampuan bertahan parasitoid di tanaman tersebut. Faktor kimia seperti senyawa kimia yang dikeluarkan tanaman dapat menjadi tanda bagi parasitoid dalam menemukan inangnya. Gambar 15 Grafik scatterplot hubungan antara kerapatan inang dan parasitoid betina A. papayae Hasil analisis model dengan asumsi pendekatan teoritis perkembangan inang- parasitoid disinkronkan pada setiap generasi perkembangan, menunjukkan bahwa R² = 0.399 5000 10000 15000 20000 25000 R e sp o n f u n g si o n a l te r h a d a p k e p a d a ta n i n a n g ••• KPP ----Parasitoid -1 -0.5 0.5 1 1.5 -5000 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 P a r a sit o id Kepadatan inang m 2 tingkat parasitisasi dan pemencaran parasitoid per pohon pepaya dipengaruhi oleh rasio inang-parasitoid 0.5. Hal ini ditunjukkan dengan kemiringan slope pada garis paralel -1 dan koefisien regresi -1 Gambar 15. Realitas nilai parameter dan tidak adanya cukup data yang akurat dari lapang menyebabkan kesulitan untuk melakukan analisis potensi. Model prediksi sederhana dengan pendekatan tanaman inang lebih digunakan untuk untukmemahami proses dinamika populasi inang-parasitoid. Menurut Berstein 2000, hasil model teoritis dapat membantu untuk menganalisis data kadang-kadang bertolak belakang dengan sketsa model teori. Perpindahan parasitoid di pertanaman dipengaruhi oleh pergerakan angin dan kemampuan terbang. Parasitoid biasanya bergerak secara bebas diantara patch dalam lingkungan patch, sehingga penting untuk mempertimbangkn waktu yang dihabiskan parasitoid dalam patch dengan kepadatan inang yang berbeda. Berdasarkan pengamatan, terdapat tanaman inang lain yang terserang KPP antara lain dari beberapa famili seperti Caricaceae, Fabaceae, Solanaceae, Euphorbiaceae, Arecaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae, Moraceae, Rubiaceae, dan Apocynaceae. Pada umumnya tanaman yang terserang KPP tumbuh di sekitar Tanaman pepaya sebagai tanaman tumpang sari dan tanaman pagar. Sehingga parasitoid diperkirakan terbang terbatas menuju tempat dimana terdapat inang, pakan dan perlindungan untuk dapat bertahan. Selain parasitoid terdapat pula predator dari kelompok kumbang Coleoptera: Coccinelidae yaitu, Scymnus sp., Cryprolaemus montrouzieri, dan Curinus coeruleus, larva Neuroptera Chrysopha sp. dan Diptera Syrphidae. Predator dan musuh alami merupakan catatan yang teramati di lapang. Hasil survey Meyerdirk et al. 2004 di Guam, menyatakan bahwa predator yang dijumpai berasosiasi dengan P. marginatus umumnya merupakan predator generalis, kehadiran predator generalis tampaknya tidak mampu menekan populasi P. marginatus. Hal ini disebabkan predator generalis memiliki jenis inang kutu yang banyak selain P. marginatus. Selain predator, mortalitas KPP yang teramati pada sampel disebabkan cendawan Entomophthorales. Menurut laporan akhir survei Dadang et al. 2008, musuh alami yang ditemukan di pertanaman pepaya di Kota dan Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan Tangerang memiliki tingkat infeksi yang beragam. Musuh alami tersebut adalah Neozygytes fumosa Entomophthorales: Neozygytaceae dengan stadia cendawan yang tertinggi yakni hypal bodies, kemudian stadia konidiofor, dan konidia primer, dan stadia cendawan saprofitik. Populasi KPP berdasarkan sampling tentatif sejak bulan oktober 2010 sampai bulan Februari 2011, pada lokasi pertanaman pepaya ±15 pohon sampling, menunjukkan adanya peningkatan jumlah mumi sejak penelitian berlangsung. Namun terjadi penurunan pada bulan Desember, hal ini dapat disebabkan faktor curah hujan, dan tidak adanya penggunaan insektisida oleh petani pada lokasi pengamatan. Demikian pula pemunculan hyperparasitoid yang teridentifikasi diantaranya Marieta leopardi Hymenopetara: Aphelinidae pada beberapa sampel mumi dari lapang menunjukkan bahwa tingkat parasitisasi parasitoid A. papayae dapat dipengaruhi keberadaan hyperparasitoid di lapang.Berdasarkan hasil observasi Muniappan et al. 2006 dalam pengendalian hayati P. marginatus di Republik Palau menyatakan pengaruh hyperparasitoid termasuk rendah, diantaranya hyperparasitoid Eunotus sp. Hymenoptera: Pteromalidae 0.4 and Procheiloneurus dactylopii Hymenoptera: Encyrtidae 0.8. Namun terjadi peningkatan retata jumlah mumi pada sampling bulan Februari, 3-5 parasitoid A. papayae dapat ditemukan pada beberapa lembar daun pepaya. Hal ini menunjukkan bahwa secara alami parasitoid A. papayae memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi serta perilaku pengaturan populasinya sendiri di lapang. Beberapa Negara yang melakukan pengendalian hayati KPP dengan parasitoid A. papayae diantaranya Republik Dominika, Puerto Rico, Guam, Florida dan Hawai, dilaporkan setahun setelah pelepasan mampu menekan populasi kutu putih pepaya hingga 97 Amarasekare et al. 2010. Di Srilanka setelah melakukan introduksi musuh alami dari Negara asal pada tahun 2009 mampu menekan populasi dan tingkat penyebarannya Muniappan 2010. Validasi Model Data hasil pengumpulan mumi selama penelitian yang diperoleh dari lapang digunakan untuk pengujian terhadap hasil model. Namun demikian simulasi model sederhana ini hanya untuk menggambarkan potensi parasitoid A. papayae dan memahami perilaku parasitoid terkait dengan pengaturan populasi di lapang. Menurut Driesche Bellows 1996 validasi model dapat juga dilakukan dengan menggambarkan pertumbuhan populasi hama tanpa musuh alami dan adanya musuh alami, dengan demikian model dapat dikatakan telah menangkap elemen penting dari interaksi biologis antara populasi. Validasi model dapat disempurnakan lebih lanjut dengan memeriksa out put model dan mengevaluasi lebih lanjut terkait struktur model. KESIMPULAN DAN SARAN Secara umum Acerophagus papayae merupakan parasitoid soliter. Namun pada keadaan jumlah inang yang terbatas, parasitoid dapat memperlihatkan superparasitisme. Nimfa instar II kutu putih papaya lebih sesuai bagi kehidupan parasitoid, yang ditunjukkan oleh masa perkembangan pradewasa parasitoid yang lebih singkat dan persentase sintasan yang lebih tinggi. Parasitoid A. papayae memperlihatkan tanggap fungsional tipe II terhadap peningkatan kerapatan inang. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa parasitoid A. papayae memiliki pengaturan populasi inang yang baik di lapang. Simulasi pemodelan berdasarkan ambang perkembangan KPP merupakan pendekatan pemodelan teoritis inang-parasitoid. Untuk memahami proses dinamika populasi dan perilaku parasitoid A. papayae dalam pengendalian hayati KPP kiranya perlu dilakukan kajian lebih lanjut. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu percobaan laboratorium dan dimodelkan secara sederhana dalam sistem dinamik STELLA.

A. Percobaan Laboratorium

1. Pembiakan Kutu Putih Pepaya

Gambar 1 A-B Pembiakan kutu putih pepaya, C-D Tanaman jarak pagar kurkas Kutu putih pepaya dibiakkan pada tanaman jarak pagar Jatropa curcas L Gamabr 1. Tanaman jarak pagar kurkas diperoleh dari Dramaga dan laboratorium Kultur Jaringan Departemen Agronomi, IPB. Tanaman jarak pagar ditanam dengan menggunakan stek pada media tanah yang ditempatkan pada polibag berdiameter 15 cm dan pada pot plastik berukuran kecil diameter 8 cm Gambar 1c. Penyiraman dilakukan dua hari sekali. Infestasi kutu putih pepaya KPP dilakukan dengan memindahkan kantung telur ovisac kutu putih pepaya dari tanaman pepaya dan tanaman jarak pagar kurkas yang terserang KPP ke media pembiakan. Tanaman jarak pagar kurkas ditempatkan dalam kurungan yang terbuat dari kayutriplek yang pada setiap sisi dindingnya ditutup dengan kain 2 kasa dan plastik mika. Kurungan pembiakan ditempatkan di luar laboratorium pada kisaran suhu antara 25-28 C dan RH 60-70.

2. Penyiapan Parasitoid di Laboratotium

Gambar 2 Media perbanyakan inang dan penyiapan parasitoid Parasitoid A. papayae yang di gunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil survei pada pertanaman pepaya di Dramaga. Bagian tanaman yang terserang kutu putih pepaya dipotong secukupnya, kemudian dimasukkan dalam kantong plastik sampel, diberi label dan dibawah ke laboratorium. Sampel berupa daun, buah dan bagian tanaman yang terserang kutu putih pepaya selanjutnya ditempatkan dalam wadah plastik panjang 20 cm, lebar 20 cm dan tinggi 30 cm. Sampel kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop, mumimumi pada setiap sampel kemudian ditempatkan pada kapsul gelatin sampai muncul parasitoid baru. Pemeliharaan dan penyiapan parasitoid menggunakan stek tanaman jarak pagar yang ditanam dengan sistem vertikultur pada paralon PVC diameter 25 cm, tinggi 1 m dan ditempatkan pada kurungan berkerangka kayu ± 60 cm, lebar 50 cm dan tinggi ± 1.60 m di atas kurungan ±30 cm diberikan pencahayaan lampu neon 70 watt selama 20 Jam. Kurungan ditempatkan pada piringan besi beroda dan setiap sisi kurungan ditutup dengan menggunakan kain organdi dan plastik mika Gambar 2. Setiap 4 3 hari tanaman jarak pagar pada pembiakan vertikultur dikeluarkan dari laboratorium untuk menghindari etiolasi dan penyiraman dilakukan setiap hari. Pemberian madu 10 sebagai makanan parasitoid dilakukan dengan cara setiap minggu dengan cara dioleskan pada dinding kurungan. Suhu pada laboratorium pemeliharaan berkisar antara 25-28 C dan RH 60-80.

3. Pelaksanaan Percobaan

1 Percobaan Kebugaran Parasitoid Acerophagus papayae Percobaan kebugaran menggunakan nimfa instar 2 dan instar 3 betina muda dari pembiakan kutu putih pepaya pada tanaman jarak pagar kurkas. Percobaan pada nimfa instar 2 menggunakan kepadatan 10 nimfa sedangkan pada instar 3 betina muda sebanyak 30 nimfa yang diberikan selama imago betina hidup. Kegiatan ini dilakukan dengan waktu terpisah, namun sama dalam metode pelaksanaan. Nimfa yang diperoleh dari perbanyakan pada tanaman jarak pagar kurkas dipindahkan dengan menggunakan kuas halus dan diletakkan secara perlahan pada arena potongan daun pepaya ±3 cm x 5 cm yang sebelumnya telah dibersihkan. Arena kemudian diletakkan pada cawan petri yang dialasi busa karet diameter ± 7 cm. Arena daun pepaya berisi nimfa kutu putih pepaya diletakkan pada nampan plastik dan ditutup dengan kain hitam selama 16 jam. Nimfa jantan yang nampak dari warna tubuh berwarna merah muda dan nimfa yang berganti kulit dikeluarkan dari arena. Sedangkan parasitoid yang baru muncul dari mumimumi pada kapsul gelatin dipasangkan selama 24 jam pada tabung reaksi berukuran 1.5x 8.5 cm dan diberi pakan madu 10 yang dioles pada bagian dalam tabung menggunakan jarum bertangkai. Bila parasitoid jantan A. papayae yang muncul pertama kali dimasukkan dalam tabung reaksi dan diberi label, 1 hari kemudian parasitoid betina yang baru muncul dimasukkan dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah berisi parasitoid jantan. Parasitoid betina yang telah berkopulasi selama 24 jam kemudian dikeluarkan dan dilepaskan dalam tabung percobaan. Percobaan dilaksanakan pada tabung pyrex diameter ± 3