Iklim Merauke Tahun 2013 Morfologi Cendrawasih Hibrida

Gambar 18 Morfologi burung cendrawasih P. apoda, P. raggiana Cooper dan Forshaw 1977:177-181 dan burung hibrida. Keterangan a P. apoda memiliki warna bulu kuning, b P. raggiana memiliki warna bulu merah kusam, c Burung hibrida memiliki warna bulu jingga a b c Gambar 19 Variasi burung cendrawasih hibrida Gambar oleh Cooper 1969 dalam Frith dan Beehler 1998:507 Tabel 12 Karakteristik morfologi P. apoda, P. raggiana, dan cendrawasih hibrida No Karakter P. apoda P. raggiana Cendrawasih hibrida Frith dan Beehler 1998; Cooper dan Forshaw 1977; Giliard 1962 Penelitian ini 1 Kepala Beludru Beludru Beludru 2 Tenggorokan Dagu Hijau beludru Hijau beludru Hijau beludru 3 Pipi Warna pipi hijau mengkilat Warna pipi hijau mengkilat diteruskan hampir ke kepala Warna pipi hijau mengkilat diteruskan hampir ke kepala 4 Dada Atas: merah hati- coklat, dilanjutkan warna coklat hitam Merah hati-coklat Atas: merah hati- coklat, dilanjutkan warna coklat hitam 5 Ekor Jingga-kuning Merah muda coklat Bagian atas merah muda coklat dan bagian bawah jingga- kuning 6 Punggung Bagian leher hingga punggung berwarna kuning Bagian leher kuning dilanjutkan merah hati-coklat Bagian leher kuning dilanjutkan merah hati-coklat 7 Kaki Merah muda-coklat Merah muda- coklat sedikit lembayung muda Merah muda-coklat 8 Sayap Jingga-kuning Terdapat garis lateral kuning;bagian bawah berwarna merah hati- coklat Merah hati- coklat Gambar 20 Peta zona hibridisasi antara P. apoda dan P. raggiana Heads 2002

4.2 Perilaku Lek dan Perilaku Harian Burung Cendrawasih Hibrida

Perilaku lek cendrawasih raggiana P. raggiana dan cendrawasih kecil P. Minor sama dengan cendrawasih kuning besar P. apoda, hal inilah yang menyebabkan ketiga spesies ini dapat berhibridisasi dengan baik di alam Mayr 1962. Cendrawasih raggiana P. raggiana memiliki perbedaan lek dengan cendrawasih kuning besar P. apoda yaitu pada tahap dance dan wing pose. P. raggiana pada saat wing pose sayap digerakkan dengan cepat dan kedua sayap saling bersentuhan yang biasa disebut ‘flower pose’, sedangkan P. apoda kedua sayap terbuka dan tidak saling bersentuhan. Pada tahap dance, P. raggiana dalam posisi berdiri tegak, kepala lurus ke atas sayap dibentangkan lurus sejajar dengan tubuh, sedangkan P. apoda sayap dikakukan seakan-akan memeluk dahan Lecroy 1981; Frith dan Beehler 1998; Cooper dan Forshaw 1977. Pada burung cendrawasih hibrida, posisi sayap merupakan kombinasi dari P. apoda dan P. raggiana. Pada tahap wing pose sayap terbuka lebar dan membentang sejajar dengan kepala dan gerakannya beritme, sayap tidak diletakkan di depan tubuh saling bersentuhan seperti P. apoda dan tidak diletakkan di atas kepala seperti pada P. raggiana. Pada tahap ini dis ebut “mixed leks”. Perilaku lek dilakukan dengan beberapa jantan dan sering ditampilkan sendirian di pohon yang berbeda. Tampilan dari “inverted posture” pada hibrida merupakan mekanisme isolasi dari spesies P. raggiana. Pada cendrawasih hibrida terdapat perilaku “inverted posture” yang mirip dengan P. raggiana yaitu bergantungan pada dahan dengan posisi sayap seperti pada tahap wing pose dan sayap dikepakkan. Perilaku ini merupakan mekanisme isolasi dari P. raggiana. Menurut Gilliard 1969 jumlah hibrida intergenerik dan interspesifik diketahui dari alam pada famili Paradisaeidae, hal ini menunjukkan bahwa burung ini jauh lebih erat terkait genetik dari morfologi jantan dan perilaku lek merupakan seleksi yang paling cepat pada spesies ini, terutama pada jantan. Postur display dianggap sebagai mekanisme isolasi yang penting dalam spesies non-pair-bonding. Hal inilah yang menyebabkan banyak variasi perilaku lek dalam genus Paradisaea, dimana dua spesies bertemu pada display untuk mencegah interbreeding. Namun demikian, perilaku “inverted posture” belum sepenuhnya mencegah terjadinya hibridisasi, misalnya terjadi hibridisasi di alam antara P. guilielmi dan P. raggiana, P. guilielmi dan P. minor, dan P. raggiana dan P. rudolphi yang telah diketahui. Kemungkinan induk jantan merupakan superspesies P. apoda dan betina anggota dari spesies dengan “inverted posture” P. raggiana. Betina yang berada di ketinggian yang lebih rendah dari kisaran spesiesnya dan siap untuk kawin sesekali akan menerima tampilan lek dari jantan P. apoda tanpa adanya jantan dari spesies P. raggiana Lecroy 1981. Selama pengamatan display dilakukan sebanyak 31 kali, tetapi mounting tidak pernah terjadi. Hasil penelitian Dinsmore 1970 selama sembilan bulan perilaku lek cendrawasih kuning besar P. apoda di Little Tobago dance dilakukan sebanyak 165 kali, tetapi mounting hanya terjadi enam kali. Perilaku display tidak selalu dimulai dari wing pose, bow dan pump. Belum pernah ada deskripsi yang lebih jelas mengenai mounting pada burung cendrawasih. lek adalah sistem kawin di mana 1 beberapa jantan ditampilkan di arena, 2 jantan tidak memberikan sumber daya untuk betina, 3 betina memilih di antara jantan mereka dikawinkan secara paksa oleh salah satu laki-laki, dan 4 jantan tidak mengambil bagian dalam perawatan juvenil Alcock 2005. Keberhasilan kawin sering berkaitan dengan perbedaan fenotipik antara jantan, misalnya variabilitas perilaku di arena lek atau durasinya. Tinggi vegetasi mempengaruhi terjadinya lek dan ada kemungkinan menghalangi penglihatan betina ketika jantan melakukan display Seth et al 2004. Mounting dilaporkan jarang terjadi pada saat display, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pemilihan pasangan oleh betina female choice, kehadiran manusia, faktor lingkungan dan susunan vegetasi Anderson dan Simons 2006; Prum et al. 1997. Menurut Mackenzie et. al 1994 betina bersedia untuk kawin dengan jantan yang memiliki suara paling merdu, bulu yang indah, dan jantan yang belum pernah kawin dengan betina lain. Kecepatan pada saat display dengan perbedaan puluhan mili detik sangat mempengaruhi keinginan betina untuk melakukan mounting. Pembuatan sarang yang dilakukan oleh betina memberikan indikasi akan dimulainya courtship, ketika sarang belum selesai maka mounting tidak akan terjadi Dudley et al. 1984. Pemilihan pasangan kawin oleh betina dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain intensitas dan durasi courtship, jantan yang memiliki sumber daya lebih banyak akan mengalami kesuksesan kawin lebih tinggi, bertubuh besar, memiliki pertahanan dari predasi yang kuat Bischoff et al. 1984; Nolan dan Hill 2004. Betina yang kawin dengan jantan yang sering melakukan display cenderung menghasilkan lebih banyak keturunan dengan kemampuan bertahan hidup lebih besar Seth et al. 2004. Menurut Payne 1984 betina memilih jantan dilihat dari ukuran wilayah, ciri-ciri morfologi, usia jantan, intensitas tampilan pacaran, ukuran tubuh, suara, dan lebih agresif. Tingkat sirkulasi testoteron pada jantan meningkat sepanjang musim kawin dan mencapai maksimum ketika betina sedang berovulasi. Pada burung jantan keberhasilan reproduksi tergantung pada jumlah betina, sehingga jantan akan mencoba kawin dengan betina sebanyak mungkin. Pada burung betina, akan mencoba untuk memilih jantan yang terbaik untuk investasi telur yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan sperma pada burung jantan Fusani 2008; Ball dan Balthazart 2007. Komponen perilaku lek pada jantan sangat dipengaruhi oleh hormon androgen testoteron yang disekresi testis. Perilaku lek merupakan kumpulan dari beberapa pola perilaku yang berbeda dan dikontrol oleh beberapa hormon yang terpisah. Hormon testosteron meningkat akan mengaktifkan perilaku reprodusi termasuk daerah teritorial dan courtship Wingfield et al. 2001. Dengan demikian, courtship merupakan salah satu indikator bahwa burung telah siap kawin dengan peningkatan sirkulasi hormon testosteron. Tahapan dan postur display wing pose, pump, bow, dan dance pada habitat hutan primer dan habitat kebun tidak berbeda. Faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu adanya rangsangan dari luar lingkungan dan dari dalam tubuh hewan tersebut genetik. Burung cendrawasih dapat meyesuaikan diri di hutan basah tertutup, hutan sekunder, hutan primer, dekat perkampungan, kebun dan tanah pertanian bahkan hutan yang mengalami kerusakan Kartikasari et al. 2012. Perilaku lek merupakan salah satu perilaku yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi dipengaruhi oleh genetik. Kondisi lingkungan baik dari cuaca, kehadiran manusia, dan susunan vegetasi pada dua habitat berbeda. Namun, hal ini hanya berpengaruh terhadap frekuensi dan durasi perilaku lek. Perilaku lek pada habitat hutan primer lebih sering dilakukan dengan durasi yang lama dibandingkan dengan habitat kebun, tetapi tahapan dan postur display pada dua habitat tidak berbeda. Perilaku lek dipengaruhi oleh faktor genetik, perubahan kondisi lingkungan tidak berpengaruh terhadap terbentuknya tingkah laku hewan. Perilaku yang muncul tidak mengalami perubahan stereotipe, walaupun berada pada kondisi yang berbeda McGarty et al. 2002. Perilaku besuara pada saat lek antara P. apoda dan P. raggiana tidak jauh berbeda mulai dari wing pose, pump, bow, dan dance. Pada P. apoda bersuara yang disebut Rising call. in terval sekitar 1 detik “wauks”, suara pertama intensitasnya sama dan berikutnya semakin tinggi dan keras. Perilaku bersuara sering dilakukan di pagi hari dari dan sore hari. Rapid Wauk call, panggilan singkat wauk disertai ketukan sayap, ujung sayap dipindahkan sekitar 2 inci dari sisi burung. Biasanya ketika betina hadir di arena courtship. Wing Pose call, eee- ak melengking, sering diulang beberapa kali. Pump call, panggilan lebih cepat dari “wauk” berlangsung hingga 10 detik sehingga terdengar “wa-wa-wa”. Selain itu suara dikeluarkan keras dari hidung “baa”. Click call, selama courtship, penggilan lambat dan berirama klik dengan interval 1 detik seperti suara ketika seseorang mengklik lidahnya pada langit-langit mulut. Nassal call, setelah courtship , panggilan dari hidung “Baa” perlahan dengan melompat dari satu dahan ke dahan lain. Chugich cal. hanya beberapa kali, agak keras, chug-ich, chug-a, atau chug-a-la. Jantan bersuara ketika meninggalkan arena display dan pindah ke tempat bertengger Dinsmore 1970; Cooper dan Forshaw 1977; Frith dan Beehler 1998. Pada cendrawasih raggiana P. raggiana suara yang sering muncul pada saat lek yaitu advertisement call, suara keras semakin lama semakin keras “wau wau waauu waauu waaauuu”. Hight-pitched call, panggilan lebih cepat dan keras “wok wok wok wok waagh waagh”. Bill-click-call, suara lebih keras dan tegas “kss kss kuss”. Click call, selama courtship, penggilan lambat dan berirama klik dengan interval 1 detik mirip P. apoda Frith dan Beehler 1998; Cooper dan Forshaw 1977. Pada burung hibrida hanya sedikit yang terdeskripsi pada saat pengamatan. Pada saat wing pose suara yang dikelu arkan “waak” interval sekitar 3 detik “wauks”, suara pertama intensitasnya sama dan berikutnya semakin tinggi dan keras. Pump call, p anggilan lebih cepat dari “wauk” berlangsung hingga 10 detik sehingga terdengar “wa-wa-wa”. Pada saat bow suara semakin cepat dan keras dengan badan memutar pada dahan. Pada saat dance penggilan lambat dan berirama klik dengan interval 1 detik dengan suara hentakan kaki burung hibrida pada dahan. Perilaku lek pada habitat hutan primer dilakukan mulai pukul 08.00 sampai 14.00, sedangkan pada habitat kebun hanya dilakukan pada pagi hari. Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya aktivitas penduduk yang kesehariannya berkebun, menghabiskan waktu dari pagi hingga sore hari dikebun. Beberapa tanaman perkebunan milik warga diantaranya kelapa Cocos nucifera, kemiri Aleurites moluccana, bambu Bambosa sp., jambu hutan Syzygium cadiflora, sagu Metroxylon sagu, pisang Musa paradisiaca, dan ubi kayu Manihot utilisima. Selain adanya aktivitas warga, terdapat beberapa populasi burung kakak tua jambul kuning Cacatua sulphurea, kakak tua raja Probosciger aterrimus, dan nuri Lorius lory Beehler et al. 2001. Populasi burung tersebut memiliki jenis yang sama dengan burung cendrawasih yaitu dari ordo Moraceae genus Ficus. Kedua habitat memiliki suhu dan kelembaban yang berbeda. Faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu sangat berpengaruh terhadap perilaku lek. Habitat hutan primer rata-rata suhu pagi hari 24.5 ° C dengan kelembaban 97.7, sedangkan habitat kebun 29.1 ° C kelembaban udara 87.7. Perilaku lek dapat dilakukan sepanjang hari, kegiatan tampilan memuncak sekitar matahari terbit dan terbenam, jarang terjadi pada siang hari Jiguet dan Bretagnolle 2001. Pada pagi dan sore hari beberapa jantan berkumpul untuk mencari makan pada tempat yang sama, sehingga perilaku lek terjadi bersamaan dengan aktivitas makan. Hal tersebut untuk memikat burung betina dan memaksimalkan jumlah energi yang terpakai pada saat display Anegay 1994. Pada siang hari waktu yang tersedia digunakan untuk beristirahat, perawatan tubuh, dan sedikit melakukan aktivitas makan. Pada vertebrata, memiliki insting berupa rangsangan dari luar yaitu sinar mahari, matahari terbit menandakan dimulainya segala aktivitas dan terbenamnya matahari berakhirnya aktivitas Alcock 2005. Perilaku lek dan perilaku harian sering dilakukan pada pagi dan sore hari bertujuan untuk menjaga agar tubuh tetap dalam keadaan homeostatis karena energi yang digunakan untuk mencari makan dan aktivitas lainnya tidak banyak. Pada siang hari suhu bisa mencapai 27°C dan kelembaban 67.7, dengan cuaca yang panas memungkinkan energi yang terbuang lebih banyak sehingga aktivitas yang sering dilakukan adalah istirahat dan menggunakan ruang. Suhu lingkungan yang semakin tinggi mengakibatkan aktivitas burung akan berkurang untuk menyeimbangkan pengeluaran energi Dawson dan Bennet 1980. Burung cendrawasih sebagian besar menghabiskan waktunya untuk makan dengan waktu yang singkat per harinya, konsekuensinya makanan yang dipeoleh harus mencukupi kebutuhannya dengan nutrisi yang cukup tinggi Beehler 1983a. Buah adalah bagian penting dalam pola makan burung cendrawasih walaupun terdapat beberapa genus dari Paradisaea ini yang makan serangga dan biji-bijian Gilliard 1969. Burung cendrawasih mencari makan secara soliter, mereka secara bergantian mengambil buah terdiri dari dua sampai tiga ekor jantan dalam satu pohon. Biji yang telah dikuliti akan dibuang secara vertikal ke tanah, sekali makan cendrawasih dapat menghabiskan dua sampai lima buah kuning Diospyros sp.. Menurut Short 1993 Individu jantan banyak melakukan aktivitas yang memerlukan energi besar, sehingga banyak melakukan aktivitas makan. Jenis penggunaan lahan sangat bervariasi sehubungan dengan komposisi spesies dan distribusi spasial sumber makanan, sehingga waktu yang dihabiskan untuk makan tidak sama antara pada habitat yang berbeda. Perbedaan pola pergerakan antara penggunaan lahan dalam mencari makan tergantung pada sifat dan kepadatan makanan Puttick 1979; Hafner et al. 1982; Pienkowski 1983. Ketersediaan sumber pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya lamanya musim berbuah, pematangan buah, dan ketergantungan penyerbukan terhadap pohon lain Beehler 1983a. Selain tumbuhan F. nodosa, F. benjamina,