Perilaku Lek dan Perilaku Harian Burung Cendrawasih Hibrida

sagu Metroxylon sagu, pisang Musa paradisiaca, dan ubi kayu Manihot utilisima. Selain adanya aktivitas warga, terdapat beberapa populasi burung kakak tua jambul kuning Cacatua sulphurea, kakak tua raja Probosciger aterrimus, dan nuri Lorius lory Beehler et al. 2001. Populasi burung tersebut memiliki jenis yang sama dengan burung cendrawasih yaitu dari ordo Moraceae genus Ficus. Kedua habitat memiliki suhu dan kelembaban yang berbeda. Faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu sangat berpengaruh terhadap perilaku lek. Habitat hutan primer rata-rata suhu pagi hari 24.5 ° C dengan kelembaban 97.7, sedangkan habitat kebun 29.1 ° C kelembaban udara 87.7. Perilaku lek dapat dilakukan sepanjang hari, kegiatan tampilan memuncak sekitar matahari terbit dan terbenam, jarang terjadi pada siang hari Jiguet dan Bretagnolle 2001. Pada pagi dan sore hari beberapa jantan berkumpul untuk mencari makan pada tempat yang sama, sehingga perilaku lek terjadi bersamaan dengan aktivitas makan. Hal tersebut untuk memikat burung betina dan memaksimalkan jumlah energi yang terpakai pada saat display Anegay 1994. Pada siang hari waktu yang tersedia digunakan untuk beristirahat, perawatan tubuh, dan sedikit melakukan aktivitas makan. Pada vertebrata, memiliki insting berupa rangsangan dari luar yaitu sinar mahari, matahari terbit menandakan dimulainya segala aktivitas dan terbenamnya matahari berakhirnya aktivitas Alcock 2005. Perilaku lek dan perilaku harian sering dilakukan pada pagi dan sore hari bertujuan untuk menjaga agar tubuh tetap dalam keadaan homeostatis karena energi yang digunakan untuk mencari makan dan aktivitas lainnya tidak banyak. Pada siang hari suhu bisa mencapai 27°C dan kelembaban 67.7, dengan cuaca yang panas memungkinkan energi yang terbuang lebih banyak sehingga aktivitas yang sering dilakukan adalah istirahat dan menggunakan ruang. Suhu lingkungan yang semakin tinggi mengakibatkan aktivitas burung akan berkurang untuk menyeimbangkan pengeluaran energi Dawson dan Bennet 1980. Burung cendrawasih sebagian besar menghabiskan waktunya untuk makan dengan waktu yang singkat per harinya, konsekuensinya makanan yang dipeoleh harus mencukupi kebutuhannya dengan nutrisi yang cukup tinggi Beehler 1983a. Buah adalah bagian penting dalam pola makan burung cendrawasih walaupun terdapat beberapa genus dari Paradisaea ini yang makan serangga dan biji-bijian Gilliard 1969. Burung cendrawasih mencari makan secara soliter, mereka secara bergantian mengambil buah terdiri dari dua sampai tiga ekor jantan dalam satu pohon. Biji yang telah dikuliti akan dibuang secara vertikal ke tanah, sekali makan cendrawasih dapat menghabiskan dua sampai lima buah kuning Diospyros sp.. Menurut Short 1993 Individu jantan banyak melakukan aktivitas yang memerlukan energi besar, sehingga banyak melakukan aktivitas makan. Jenis penggunaan lahan sangat bervariasi sehubungan dengan komposisi spesies dan distribusi spasial sumber makanan, sehingga waktu yang dihabiskan untuk makan tidak sama antara pada habitat yang berbeda. Perbedaan pola pergerakan antara penggunaan lahan dalam mencari makan tergantung pada sifat dan kepadatan makanan Puttick 1979; Hafner et al. 1982; Pienkowski 1983. Ketersediaan sumber pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya lamanya musim berbuah, pematangan buah, dan ketergantungan penyerbukan terhadap pohon lain Beehler 1983a. Selain tumbuhan F. nodosa, F. benjamina, Ficus sp., ditemukan beberapa jenis pohon yang digunakan untuk makan dan bermain antara lain Acacia auriculiformis., Diosphyros sp., Rhodamnia sp., sedangkan untuk mencari pasangan dan kawin Mangifera gedebe. Menurut Beehler 1983a pada burung yang diamati ketika makan sebagian besar dari mereka menjatuhkan biji hampir vertikal ke tanah kemudian membelok. Pada beberapa kali pengamatan pohon buah kuning Diospyros sp. yang merupakan makanan cendrawasih dimakan juga oleh beberapa spesies burung. Spesies yang berbeda dari burung cendrawasih jarang atau tidak pernah beristirahat dan berpindah dari pohon yang digunakan untuk makan. untuk melakukan aktivitas lainnya mereka selalu pindah pada pohon yang lain. Cendrawasih hibrida biasanya berkumpul pada satu pohon buah. Cendrawasih hibrida mengambil makanannya dengan mematuk buah langsung dari pohonnya, biji diambil dan dikumpulkan pada paruhnya kemudian terbang pada pohon yang lebih dekat, kadang buah utuh yang diambil langsung dari pohon dibawa menggunakan paruh pada pohon terdekat kemudian buah dikupas dengan paruh untuk diambil bijinya. Sering kali biji yang telah dimakan dijatuhkan ke tanah. Burung cendrawasih biasanya makan pada pohon yang letaknya berbeda dengan pohon buah. Habitat hutan primer memiliki beberapa pohon buah yang lebih banyak dan persaingan antar populasi burung yang lain lebih sedikit dibandingkan dengan di habitat kebun. Burung cendrawasih memiliki jenis pakan yang sama dengan jenis burung yang lain. Menurut Beehler 1983b burung cendrawasih lebih suka makan di pohon yang sudah diduduki oleh pemakan buah lainnya. Perilaku perawatan tubuh merupakan aktivitas yang sering dilakukan selain gerak pindah hal ini bertujuan untuk merapikan bulu. Menurut Prijono dan Handini 1998 bulu memiliki peranan penting untuk terbang, penghangat tubuh, dan untuk menarik perhatian pasangannya. Habitat hutan primer merupakan dataran rendah yang masih alami belum terjamah oleh manusia. Pada pagi hari pukul 05.00 WIT belum ada aktivitas burung karena arah datangnya sinar matahari terhalang oleh tutupan hutan. Oleh karena itu, aktivitas cendrawasih di habitat hutan primer lebih sering dilakukan pada pukul 08.00 sampai 11.00 WIT. Habitat hutan primer belum terjamah oleh manusia dan persaingan untuk mendapatkan makanan kecil, sehingga durasi waktu yang digunakan untuk aktivitas lebih lama. Kondisi cuaca mengakibatkan perubahan waktu kawin dan komposisi vegetasi menimbulkan perubahan dalam strategi kawin sehingga mengarah pada modifikasi dalam sistem perkawinan. Pada musim kemarau tumbuhan banyak mengugurkan daun, jumlah buah sedikit bahkan tidak berbuah, kondisi tanah dan air yang kering berdampak pada kebutuhan sumber daya alam yang semakin sedikit. Pada beberapa jantan membutuhkan sumber daya alam untuk menarik perhatian betina Caranza et al. 2011. Papua membentang dari khatulistiwa hingga 12° lintang selatan menyebabkan iklim tropisnya secara musiman dipengaruhi oleh angin musim barat laut dan angin pusat tenggara. Angin pusat tenggara cenderung menghasilkan cuaca sejuk dan kering yang berlangsung bulan April hingga September. Pada burung cendrawasih perilaku lek sering dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober Beehler 1983a; Lecroy 1981.

4.3 Karakteristik Pohon Lek di kedua habitat

Pohon lek pada habitat hutan primer dan kebun memiliki karakteristik yang sama. Pada habitat hutan primer perilaku lek ditampilkan pada pohon dari famili Anacardiaceae yaitu Mangga hutan Mangifera gedebe. Pohon yang tinggi dengan percabangan yang sedikit menjadikan pohon ini disukai oleh cendrawasih. Pada habitat hutan primer display dilakukan pada dua dahan yang saling berdekatan. Dahan yang digunakan untuk lek memiliki tutupan tajuk lebih rapat sehingga mendapatkan cahaya yang optimal dibandingkan di habitat kebun. Pohon lek di habitat kebun merupakan famili Moraceae jenis Ficus nodosa. Jenis Ficus sp. memiliki karakteristik yang disukai burung cendrawasih, karena musim berbuah yang relatif singkat, jumlah buah yang banyak, pohon besar dan lebat, percabangan mendatar Beehler 1983b. Pohon ini digunakan untuk tempat bermain, makan, mencari pasangan dan kawin. Burung cendrawasih ketika display sering berada pada dahan kedua dari permukaan tanah, karena memiliki diameter 8 cm hal ini untuk memudahkan pijakan kaki pada saat display. Perilaku lek sering dilakukan pada pagi hari menunggu datangnya fajar. Daun lebar dan besar memungkinkan gerakan lek dapat dilihat cendrawasih betina dari kejauhan. Pohon Ficus nodosa berbuah lebat dan bergerombol jika musimnya tiba. Buah dari Famili Moraceae merupakan salah satu sumber pakan cendrawasih. Sumber daya pakan yang melimpah merupakan daya tarik tersendiri bagi cendrawasih betina. Pada beberapa jantan akan bertengger pada pohon yang sama dengan sumber daya yang melimpah adalah salah satu strategi untuk menarik pasangannya Alcock 2005. Karakteristik pohon yang digunakan untuk lek yaitu pohonnya tinggi besar, daun lebar dan jarang dengan jumlah cabang sedikit. Hal ini bertujuan agar memudahkan gerakan display dan mudah dilihat oleh pasangan betina dengan jarak yang jauh Lecroy 1981. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa burung cendrawasih terlihat bertengger di atas puncak pepohonan atau pada tajuk-tajuk pohon bagian atas dengan ketinggian 20 m.

4.4 Habitat Cendrawasih Hibrida

Dari hasil analisis indeks kesamaan Jaccard ISj yaitu sebesar 25 , vegetasi dianggap sama jika indeks kesamaannya di atas 80 Sutisna dan Suyatman 1984. Dengan demikian habitat burung cendrawasih dari kedua lokasi berbeda. Keberadaan pohon-pohon dari kedua lokasi dari tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon masih cukup tersedia secara alami apabila tetap terjaga selama tidak ada ancaman yang dapat merusak habitat tersebut. Indeks keanekaragaman spesies merupakan informasi penting tentang suatu komunitas. semakin luas areal sampel dan semakin banyak spesies yang dijumpai, maka nilai indeks keanekaragaman spesies cenderung akan lebih tinggi. Nilai indeks keanekaragaman dapat berkisar antara 0-7, dengan kriteria: 0-2 rendah, 2-3 sedang, dan 3 tinggi Barbour et al. 1987. Dengan demikian indeks keanekaragaman spesies tingkat pohon di dua habitat tergolong rendah. Keanekaragaman tumbuhan pada habitat kebun lebih sedikit dibandingkan habitat kebun. Kedua habitat cendrawasih masih dalam satu kawasan, tetapi keduanya berada dalam ekosistem yang berbeda. Taman Nasional Wasur memiliki sembilan jenis ekosistem salah satunya hutan dataran rendah Kartikasari et al. 2012. Pada habitat hutan primer merupakan hutan dataran rendah yang tersusun atas tumbuhan homogen, jenis tumbuhannya sedikit dan jumlah yang sedikit. Sedangkan pada habitat kebun merupakan hutan heterogen, jenis tumbuhannya banyak dengan jumlah yang lebih banyak. Vegetasi yang menjadi habitat cendrawasih di habitat kebun tampak lebih terbuka karena adanya kegiatan masyarakat berupa pembukaan hutan untuk dijadikan kebun. Habitat burung cendrawasih adalah tempat melakukan segala aktivitas harian mencari makan, bermain, dan bertengger. P. raggiana dan P. apoda merupakan spesies dari genus Paradisaea ditemukan paling banyak pada area yang secara ekologi terganggu dibandingkan ditengah hutan Diamond 1972. Komponen penting flora yang menyusun hutan terdiri dari famili Podocarpaceae, Fagaceae, Moraceae, Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae, Sapin daceae, Euphorbiaceae, Combreta ceae, Sapotaceae, Annonaceae, Clusiaceae, dan Rubiaceae Kartikasari et al. 2012. Semua famili tersebut terdapat pada kedua habitat pengamatan. Tingkat pertumbuhan dan keanekaragaman tumbuhan pada kedua habitat mulai dari semai, pancang, tiang, dan pohon berbeda. Hal ini berpengaruh terhadap perilaku harian dan lamanya perilaku lek berlangsung. Fenomena ini memberikan indikasi bahwa kehadiran spesies yang berbeda pada tingkat ketinggian yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan cenderung berbeda pula. Oleh karenanya spesies tumbuhan dapat digunakan sebagai indikator suatu lingkungan Setiadi 2005. Jenis tumbuhan yang memiliki nilai INP tertinggi pada habitat kebun diantaranya Cocos nucifera, Planchonela, Gahnia aspera. Sedangkan habitat hutan primer sebagian besar tumbuhan yang memiliki nilai INP tertinggi adalah jenis tumbuhan yang digunakan untuk aktivitas cendrawasih yaitu Diospyros sp., Mangifera gedebe, Rhodamnia sp., Fagraea sp., dan Alloxylon sp. Habitat yang tidak mengalami gangguan dari manusia akan memiliki banyak jenis tumbuhan yang digunakan untuk burung beraktivitas dibandingkan habitat yang mengalami gangguan Jankowski et al. 2012. Perbedaan habitat lek burung cendrawasih selain dilihat dari kerapatan vegetasi juga dari jarak terdekat dengan pohon yang lain. Pada habitat kebun jarak antar pohon lebih rapat dibandingkan habitat hutan primer. Perilaku lek salah satunya dipengaruhi oleh tutupan tajuk, semakin rapat tutupannya maka akan semakin sulit pandangan betina untuk melihat display cendrawasih jantan Shekib et al. 1997. Faktor lain yang menentukan kehadiran suatu tumbuhan atau komunitas tumbuhan tidak hanya mencakup kondisi fisik dan kimia, tetapi juga hewan dan manusia yang mempunyai pengaruh besar terhadap tumbuhan Loveless 1983. 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Cendrawasih hibrida di Taman Nasional Wasur Merauke merupakan hasil kawin silang antara P. apoda dan P. raggiana. Cendrawasih hibrida memiliki karakteristik yang merupakan perpaduan antara P. apoda dan P. raggiana. Perilaku lek burung hibrida di habitat hutan primer dan kebun berbeda mulai dari frekuensi, durasi, dan waktu, tetapi tahapan dan postur display wing pose, pump, bow, dan dance sama. Perilaku lek burung hibrida merupakan perpaduan “Mixed leks” antara cendrawasih kuning besar P. apoda dan cendrawasih raggiana P. raggiana. Perilaku lek sering dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 08.00 sampai 11.00 WIT. Frekuensi perilaku harian di habitat hutan primer mulai dari aktivitas yang sering dilakukan antara lain gerak pindah 30, perawatan tubuh 27, penggunaan ruang 17, bersuara 14, makan 11, tidur 0 dan perilaku lek 1. Pada habitat kebun berturut-turut perawatan tubuh 38, gerak pindah 23, penggunaan ruang 18, bersuara 11, makan 9, tidur 1 dan perilaku lek 0. Pohon yang digunakan untuk lek di dua habitat memiliki karakteristik pohonnya tinggi dan memiliki diameter batang yang besar, daun lebar, dahan horizontal dan arah dahan menghadap ke barat daya dan timur laut . Tumbuhan yang digunakan untuk lek dan mencari makan diantaranya Mangifera gedebe, Ficus nodosa, Rhodamnia sp., Ficus nodosa, and Ficus sp. Habitat lek pada hutan primer vegetasinya lebih jarang, jarak antara pohon lek dengan pohon sekitar lebih jarang, didominasi oleh tumbuhan pohon, jumlah dan jenis tumbuhan lebih sedikit. Pada habitat kebun vegetasinya dan jarak antara pohon lek dengan pohon sekitar rapat, didominasi oleh tumbuhan kebun, jumlah dan jenis tumbuhan lebih banyak.

5.2 Saran

1. Penelitian lebih lanjut mengenai filogenetik dan analisis hormon burung hibrida 2. Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan biogeografi yang lebih luas dan jumlah individu yang lebih banyak untuk 3. Pengamatan perilaku lek burung cendrawasih di Taman Nasional Wasur sebaiknya dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober, pada bulan ini adalah akhir dari musim penghujan cenderung menghasilkan cuaca sejuk dan kering. 4. Pengelola Taman Nasional Wasur sebaiknya melakukan monitoring kondisi habitat dan populasi burung cendrawasih 5. Pengelola hendaknya menetapkan jarak pengamatan minimum, hal ini untuk mencegah gangguan yang dapat mengubah perilaku harian dan perilaku lek burung cendrwasih. 6. Penduduk setempat agar idak melakukan perburuan liar terhadap burung cendrawasih di habitat alaminya. DAFTAR PUSTAKA Anegay K. 1994. Diurnal and nocturnal activity patterns of semi-captive Houbara Bustards Chlamydotis Undulata. Sand grouse.16: 41-6. Andersson L, Simmons LW. 2006. Sexual selection and mate choice. J. Elsivier. 21:298-302. Alcock. 2005. Animal Behavior. Eight Edition. Sunderland US:Sinauer Associates. BMKG Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Merauke. 2013. Merauke ID. Ball GF, Balthazart J. 2007. Individual variation and the endocrine regulation of behaviour and physiology in birds: a cellularmolecular perspective. Philosophical Transactions of the Royal Society B. 363:1699-1710. Beehler B. 1983a. Lek behavior of the Lesser Bird of Paradise. J. Ornithology. 100:993-994. Beehler B. 1983b. Frugivory and polygamy in Birds of Paradise. J. Ornithology. 100:4-6. Beehler B, Davis WE. 1994. Nesting behavior od a Raggiana Bird of Paradise. Wilson Buletin.1063:522-530. Beehler B, Pratt TK, Zimberman DA. 2001. Burung Burung di Kawasan Papua. Bogor ID : LIPI Puslitbang Biologi. Bischoff RJ, Gould JL, Rubenstein DI. Tail size and female choice in the guppy Poecilia reticulata. Behavioral Ecology and Sociobiology. 17:253-255. Bookhout TA. 1996. Research and Management Techniques for Wildlife and Habitats. Maryland AU: The wildlife Society Bethesda. Barbour GM, Burk Jk, Pitts WD. 1987. Terrestrial Plant Ecology. New York US: The BenyaminCummings Publishing Company. Carranza J, Hidalgo EJ, Ena V. 2011. Mating system flexibility in the Great Bustard: a comparative study. Bird Study.36:192-198. Conn BJ. 1995. Handbooks of the Flora of Papua New Guinea. Vol ke-3. Australia AU: Melbourne University Pr. Cooper WT, Forshaw JM. 1977. The Birds of Paradise and Bower Birds. Sidney AU: Collins Publishers. Dawson AR, Bennet AF. 1980. Metabolism and thermoregulation in hatchling westren gulls. Cooper Ornithology Society.82:102-105. Desmukh I. 1992. Ecology and Tropical Biology. California US: Blackwell Scientific Publication. Diamond JM. 1972. Avifauna of the Eastern Highlands of New Guinea. New York US: Cambrigde University Pr. Dinsmore JJ. 1970. Courtship behavior of the Greater Bird of Paradise. Auk.87:305-321. Dudley SD, Salisbury RS, Adkins-Regan EK, Weisz J. 1984. Courtship stimulates aromatase activity in preoptic area of brain in male ring doves. Endocri nology. 115:1224 –1226. Fachrul MF. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta ID: Bumi Aksara. Frith BC, Behleer BM. 1998. The Birds of Paradise. Oxford US: Oxford University Press.