MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
569
KHA. Dahlan memahami bahwa al-Quran adalah sumber utama yang menjadi rujukan baku untuk siapa pun, di
mana pun dan kapan pun dalam ber-agama-Islam. Konsep normatif Islam sudah tersedia secara utuh di dalamnya al-
Quran dan sebegitu rinci dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w. di dalam sunnahnya, baik yang bersifat
qaulî, fi’lî dan taqrîrî. Hanya saja apa yang dikerjakan oleh Rasulullah s.a.w. perlu
diterjemahkan ke dalam konteks yang berbeda-beda, dan oleh karenanya “memerlukan ijtihad”.
Ijtihad dalam ber-agama-Islam bagi KHA. Dahlan adalah “harga mati”. Yang perlu dicatat bahwa Dia
menganjurkan umat Islam untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah secara kritis. Ia menyayangkan sikap taqlid umat
Islam terhadap apa dan siapa pun yang pada akhirnya menghilangkan sikap kritis. Ia sangat menganjurkan umat
Islam agar memiliki keberanian untuk berijtihad dengan segenap kemampuan dan kesungguhannya, dan dengan
semangat untuk kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah ia pun ingin merombak sikap taqlid menjadi
– minimal – menjadi sikap
ittiba’. Sehingga muncullah kolaborasi antara para Mujtahid dan
Muttabi’ yang secara sinergis membangun Islam Masa Depan, bukan Islam Masa Sekarang yang stagnant
jumud, berhenti pada kepuasaan terhadap apa yang sudah diperoleh, apalagi Islam Masa Lalu yang sudah lapuk dimakan
zaman
. Semangatnya mirip dengan Muhammad Abduh: “al- Muh
âfadhah ‘Alâ al-Qadîm ash-Shâlih wa al-Akhdzu bi al- Jadîd al-Ashlah
” .
1. Prinsip-prinsip Utama Pemahaman Agama Islam
Muhammadiyah memerkenalkan dua prinsip utama pemahaman agama Islam:
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
570
1. Ajaran agama Islam yang otentik sesungguhnya
adalah apa yang terkandung di dalam al-Quran dan as-Sunnah dan bersifat absolut. Oleh karena itu,
semua orang Islam harus memahaminya.
2. Hasil pemahaman terhadap al-Quran dan as-Sunnah
yang kemudian disusun dan dirumuskan menjadi kitab ajaran-ajaran agama Islam bersifat relatif.
Dari kedua prinsip utama tersebut, pendapat-pendapat Muhammadiyah tentang apa yang disebut doktrin agama yang
dirujuk dari al-Quran dan as-Sunnah selalu dapat berubah- ubah selaras dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan
zaman. Hal ini bukan berarti Muhammadiyah tidak bersikap istiqamah dalam beragama, tetapi justeru memahami arti
pentingnya ijtihad dalam menyusun dan merumuskan kembali pemahaman agama Islam sebagaimana yang diisyaratkan
oleh al-Quran dan as-Sunnah. Dipahami oleh Muhammadiyah bahwa al-Quran dan as-Sunnah bersifat tetap, sedang
interpretasinya bisa berubah-ubah. Itulah konsekuensi keberagamaan umat Islam yang memahami arti universalitas
kebenaran ajaran agama yang tidak akan pernah usang dimakan zaman dan selalu selaras untuk diterapkan di mana
pun, kapan pun dan oleh siapa pun.
2. Mengamalkan al-Quran
Untuk memahami al-Quran – menurut Muhammadiyah –
diperlukan seperangkat instrumen yang menandai kesiapan orang untuk menafsirkannya dan mengamalkannya dalam
kehidupan nyata. Semangatnya sama dengan ketika seseorang berkeinginan untuk memahami Islam, yaitu:
“ijtihad”.
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
571
Kandungan al-Quran hanya akan dapat dipahami oleh orang yang memiliki kemauan dan kemampuan yang
memadai untuk melakukan eksplorasi dan penyimpulan yang tepat terhadap al-Quran. Keikhlasan dan kerja
keras seorang mufassir menjadi syarat utama bagi setiap orang yang ingin secara tepat memahami al-Quran.
Meskipun semua orang harus sadar, bahwa sehebat apa pun seseorang, ia tidak akan dapat menemukan
kebenaran
sejati, kecuali
sekadar menemukan
‘kemungkinan-kemungkinan’ kebenaran absolut al-Quran yang pada akhirnya bernilai “relatif”. Akhirnya, kita pun
dapat memahami dengan jelas sebenar apa pun hasil pemahaman orang terhadap al-Quran, tafsir atasnya al-
Quran tidak akan menyamai “kebenaran” al-Quran itu sendiri. Karena al-
Quran adalah “kebenaran ilahiah”, sedang “tafsir atas al-Quran” adalah “kebenaran
insaniah ”. Akankah kita menyatakan bahwa Manusia
akan “sebenar” Tuhan? Jawaban tepatnya: “mustahil”. Oleh karena itu, yang dituntut oleh Allah kepada setiap
muslim hanyalah berusaha sekuat kemampuannya untuk menemukan kebenaran absolut al-
Quran, bukan “harus menghasilkan kebenaran absolut”, karena kenisbian akal
manusia tidak akan pernah menggapai kemutlakan kebenaran sejati dari Allah:
”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala [dari
kebajikan] yang diusahakannya dan ia mendapat siksa [dari kejahatan] yang dikerjakannya...
” QS al- Baqarah, 2: 286
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
572
Akhirnya, kita pun harus sadar bahwa tidak akan ada pendapat hasil pemahaman al-Quran yang pasti benar.
Tetapi sekadar “mungkin benar”.
3. Mengamalkan Ajaran Islam Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah