MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
70
tunggal yang banyak kesalahan atau kelalaiannya, atau nampak kefasikannya atau lemah ke-tsiqahan kredibilitasnya.
Silakan lihat kitab Silsilah ad- Dha’îfah Wal Maudhû’ah,
no. 871, at-Targhîb wat Tarhîb, 294 dan Mizânul I’tidâl, 3127.
4. Tidur-nya Orang Berpuasa
“Orang yang berpuasa itu tetap dalam kondisi beribadah meskipun dia tidur di atas kasurnya”. HR Tamâm dari ’Amir
adh-Dhabbi
Sanad hadis ini dha’if, karena dalam sanadnya terdapat
Yahya bin Abdullah bin Zujâj dan Muhammad bin Hârûn bin Muhammad bin Bakar bin Hilâl. Kedua orang ini tidak
ditemukan keterangan tentang jati diri mereka dalam kitab al-
Jarh wat Ta’dil yaitu kitab-kitab yang berisi keterangan tentang cela atau cacat ataupun pujian terhadap para rawi. Ditambah
lagi, dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang bernama Hâsyim bin Abu Hurairah al- Himshi. Dia seorang perawi yang
majhûl tidak diketahui keadaan dirinya, sebagaimana dijelaskan oleh adz-Dzahabi
dalam kitab beliau Mizânul I’tidâl. Imam Uqaili
mengatakan, “Orang ini hadisnya mungkar.”
Ada juga hadis lain yang semakna dengan hadis di atas yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Dailami
dalam kitab Musnad Firdaus melalui jalur Anâs bin Mâlik
dengan lafazh :
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
71
“Orang yang berpuasa itu tetap dalam ibadah meskipun dia tidur di atas kasurnya”.
Sanad hadis ini maudhû’ palsu, karena ada seorang
perawi yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Sahl. Orang ini termasuk pemalsu hadis, sebagaimana diterangkan oleh
Imam adz-Dzahabi dalam kitab adh- Dhu’afa.
Silakan, lihat kitab Silsilah ad- Dha’îfah wal Maudhû’ah,
no. 653 dan kitab Faidhul Qadîr, no. 5125 Ada juga hadis lain yang semakna :
“Tidurnya orang yang sedang berpuasa itu ibadah, diamnya merupakan tasbih, amal perbuatannya akan dibalas dengan
berlipatganda, doa’nya mustajab dan dosanya diampuni”. Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dal
am Syu’abul Imân dan lain-lain dari jalur periwayatan Abdullah bin Abi Aufa.
Sanad hadis ini maudhû’, karena dalam sanadnya
terdapat seorang perawi yang bernama Sulaiman bin Amr an- Nakha’i, seorang pendusta. Lihat, Faidhul Qadîr, no. 9293,
Silsilatud Dha ’ifah, no. 4696.
5. Doa Berbuka Puasa