MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
270 5.1.1. Masalah di Jalur Pertama
Karena ada perawi yang disebut munkarul hadîts bernama Shadaqah bin Yazid al-
Khurasani, atau mu’dhal karena sanadnya
terputus dua orang, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hibban.
5.1.2. Masalah di Jalur Kedua Karena ada perawi yang majhûl atau tidak
diketahui identitasnya, yaitu Musa bin Abdil Aziz.
5.1.3. Masalah di Jalur Ketiga
Karena ada perawi yang dinilai tidak halal untuk meriwayatkan hadis yang bernama
Musa bin Ubaidah. Yang menilai begitu di antaranya Imam Ahmad bin Hanbal.
Selain itu ada Al-Imam asy-Syaukani wafat tahun 1250 hijriyah, beliau termasuk yang
mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis palsu. Kita bisa baca keterangan beliau dalam
kedua kitabnya, Al-Fawâid al-
Majmû’ah Fî al- Ahâdîts al-
Maudhû’ah, dan kitab Tuhfah adz- Dzâkirîn.
5.2. Pendapat Yang Mengatakan Shahih
Namun tuduhan di atas dijawab oleh para pakar hadis yang lain. Apa yang dikatakan sebagai hadis
palsu oleh Ibnul Jauzi ternyata hanya riwayat yang melalui satu pangkal jalur yaitu Ad-Daruquthuny.
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
271
Padahal selain jalur itu, masih banyak jalur lainnya yang tidak ikut dibahas oleh beliau.
Maka para pakar hadis selain beliau ramai-ramai mengkritisi balik apa yang telah disimpulkan oleh
Ibnul Jauzi secara terburu-buru itu. Bahkan beliau juga dituduh orang yang terlalu mudah menjatuhkan
vonis kepalsuan atas suatu hadis tasahhul.
5.2.1. Tuduhan bahwa Shadaqah bin Yazid al- Khurasani sebagai munkarul hadîts memang
benar, namun ternyata salah alamat. Sebab yang meriwayatkan hadis ini ternyata orang
lain yang namanya nyaris mirip, yaitu Shadaqah bin Abdullah Ad-Dimasyqi. Meski
ada yang menilainya lemah dhaif namun dia bukan munkarul hadîts, sehingga tidak bisa
dinilai sebagai hadis palsu. Sebab beberapa kritikus hadis mengatakan bahwa dia shahih.
Kalau Ma’qil bin Yazid Al-Khurasani memang munkarul hadîts, tetapi dia bukanlah orang
yang meriwayatkan hadis ini.
5.2.2. Tuduhan bahwa Musa bin Abdul Aziz adalah orang yang majhul, menurut Az-Zarkasyi tidak
otomatis menjadikan hadis itu palsu. Boleh jadi Ibnul Jauzi memang tidak mengetahui
identitas orang itu. Padahal banyak ulama lain seperti Bisyr bin Hakam, Abdurrahman bin
Bisyr, Ishaq bin Abu Israil, Zaid bin al- Mubarak, yang mengenalnya sebagai orang
yang tidak bermasalah
lâ ba’sa bihi. Imam Ibnu Hibban juga mengatakan bahwa Musa
bin Abdul Aziz sebagai orang yang tsiqah kredibel.
Bahkan al-Imam
al-Bukhari
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
272
meriwayatkan hadis dari beliau juga dalam kitab Adabul Mufrad. Jadi bukanlah Musa bin
Abdil Aziz itu majhûl, tetapi Ibnul Jauzi saja yang memang tidak mempunyai keterangan
tentang perawi itu. Ketidak-tahuan dia atas orang itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan
untuk memvonis bahwa hadis itu palsu.
5.2.3. Tuduhan bahwa Musa bin Ubaidah adalah orang yang tidak halal meriwayatkan hadis
adalah sebatas tuduhan. Sebab Ibnul Araq al- Kannani menegaskan bahwa Musa bin
Ubaidillah bukan pendusta, melainkan dia baru sekadar dituduh sebagai pendusta
muttaham bil kadzib. Ibnu Saad justeru menilai bahwa dia adalah perawi yang tsiqah
kredibel, bukan dhaif.
Selain kedua imam di atas, ternyata hadis tentang shalat tasbih ini malah dikatakan
sebagai hadis shahih, bukan hadis palsu.
Yang menarik, justeru yang mengatakan shahih bukan sembarang orang, sehingga
sanggahan mereka atas tuduhan kepalsuan hadis sangat berarti.
Di antara mereka yang mengatakan bahwa hadis itu shahih adalah: Al-Imam al-Bukhari
Rahimahullah.
Siapa yang tidak kenal beliau? Beliau adalah penulis kitab tershahih kedua setelah al-
Quran al-Karim. Namun hadis ini memang tidak terdapat di dalam kitab shahihnya itu,
melainkan beliau tulis dalam kitab yang lain.
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
273
Kitab itu adalah Qirâtu l Ma’mûm Khalfal
Imâm. Di sana beliau menyatakan bahwa hadis tentang shalat tasbih di atas adalah
hadis yang shahih.
Di samping al-Bukhari, ada dukungan dari Al-
’Allamah Syeikh Nashiruddin Al-Albani.
Beliau adalah pakar hadis dari negeri Suriah yang amat masyhur. Beliau pun juga
termasuk yang mengatakan bahwa hadis tentang shalat tasbih ini shahih.
Kita akan mendapatkan hadis ini dalam kitab karangan beliau, Shahîh Sunan Abî Dâwûd.
Sebuah kitab kritik dan analisa beliau terhadap
kitab susunan
Abu Daud,
khususnya yang berstatus shahih saja.
5.3. Kalangan Yang Berpendapat Ganda dan Tawaqquf