MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
47
Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusiapun pada hari ini. [QS Maryam19: 26].
Adapun secara istilah syari ialah: menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai
terbenam matahari dengan disertai niat.
B. Amalan-Amalan yang Berhubungan dengan Puasa
1. Niat
Jika telah masuk bulan Ramadhan, wajib bagi setiap muslim untuk berniat puasa pada malam harinya,
karena Rasulullah s.a.w. bersabda:
Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tiada baginya puasa itu. [Riwayat Abu Dawud,
Ibnu Khuzaimah, dan al-Baihaqi, dari Hafshah binti Umar]
Niat itu, tempatnya berada di hati. Sedangkan melafalkannya, tidak ada dasar hukumya baik di dalam
al-Quran maupun Hadis. Berniat puasa pada malam hari, ini khusus untuk puasa wajib saja.
2.
Qiyâm ar-Ramadhân
a. Qiyâm ar-Ramadhân Disyariatkan Dengan
Berjamaah
Dalam melaksanakan Qiyâm ar-Ramadhân shalat tarawih disyariatkan berjamaah, meskipun
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
48
bukan berarti merupakan kewajiban. Bahkan berjamaah
itu lebih
utama dibandingkan
mengerjakannya sendirian, karena Rasulullah s.a.w. telah melakukan hal tersebut dan menjelaskan
keutamaannya. Tersebut dalam hadis Abu Dzar:
Kami berpuasa Ramadhan bersama Rasulullah. Beliau tidak mengimami shalat tarawih kami selama
bulan itu, kecuali sampai tinggal tujuh hari. Saat itu, Beliau mengimami kami shalat tarawih sampai
berlalu sepertiga malam. Pada hari keenam tinggal 6 hari, Beliau tidak shalat bersama kami. Baru
kemudian pada hari kelima tinggal 5 hari, Beliau mengimami kami shalat tarawih sampai berlalu
separoh malam. Saat itu kami berkata kepada Beliau: Wahai Rasulullah. Sudikah engkau menambah shalat
pada malam ini. Beliau menjawab,Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imamnya sampai
selesai, niscaya ditulis baginya pahala shalat satu malam. Lalu pada malam keempat tinggal 4 hari,
kembali Beliau tidak mengimami shalat kami. Dan pada malam ketiga tinggal 3 hari, Beliau kumpulkan
keluarga dan isteri-isterinya serta orang-orang, lalu mengimami kami pada malam tersebut sampai kami
takut kehilangan kemenangan. Aku perawi dari Abu Dzar berkata: Aku bertanya, Apa kemenangan itu?.
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
49 Beliau Abu Dzar menjawab, Sahur. [HR At-
Tirmidzi].
Demikianlah shalat tarawih atau qiyâm ar- ramadhân tidak dilaksanakan dengan berjamaah
pada masa Rasulullah s.a.w. dan pada masa Abu Bakar, sampai pada masa kekhalifahan Umar bin
Khaththab. Rasulullah s.a.w. tidak melakukannya secara berjamaah secara terus-menerus, sebab
beliau khawatir hal itu akan dianggap sebagai kewajiban bagi kaum Muslimin, sehingga umatnya
mengalami
kesulitan untuk
mengerjakannya. Disebutkan dalam hadis ’Aisyah dalam Shahîhain,
Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim: Bahwasanya Rasulullah s.a.w. keluar pada suatu malam, lalu
mengerjakan shalat di masjid, dan beberapa orang ikut shalat bersamanya. Pagi harinya, orang-orang
pun membicarakan hal itu. Maka berkumpullah orang lebih banyak dari mereka, lalu Rasulullah s.a.w.
melaksanakan shalat dan orang-orang tersebut shalat bersamanya. Pada keesokan harinya, orang-orang
pun membicarakan hal itu. Maka pada malam ke tiga, jamaah semakin banyak, lalu Rasulullah s.a.w. keluar
dan shalat bersama mereka. Ketika malam ke empat masjid tidak dapat menampung jamaah namun
Beliau tidak keluar, sehingga Beliau keluar untuk shalat Subuh; ketika selesai shalat Subuh, Beliau
menghadap jamaah, lalu membaca syahadat dan bersabda: Amma badu. Aku sudah mengetahui sikap
kalian. Akan tetapi, aku khawatir shalat ini diwajibkan kepada
kalian, lalu
kalian tidak
mampu melaksanakannya. Lalu setelah beberapa waktu
Rasulullah sa.w. wafat, dan perkara tersebut qiyâm ar-ramadhân tetap dalam dilaksanakan dalam
MUTIARA RAMADHAN: ”MENGGAPAI KEBAHAGIAN BERSAMA ALLAH”
e-mail: arfiz.mgmail.com – blog: http:muhsinharstaff.umy.ac.id -
http:www.slideshare.netMuhsinHariyanto
50
keadaan tidak berjamaah. [HR al-Bukhari dan Muslim].
Jadi, sebab shalat ini tidak dilaksanakan secara berjamaah secara terus-menerus pada masa
Rasulullah s.a.w. adalah karena kekhawatiran beliau Nabi s.a.w. kalau-kalau shalat ini diwajibkan atas
umatnya. Dan sebab ini telah hilang dengan wafatnya beliau s.a.w.. karena dengan wafat beliau berarti
agama ini telah disempurnakan oleh Allah
’Azza wa Jalla, tidak mungkin lagi ada penambahan. Dengan
demikian, tinggallah
hukum disyariatkannya
berjamaah dalam qiyam Ramadhan baca tarawih -- yang hal itu -- dihidupkan oleh Umar bin al-Khaththab
pada masa kekhalifaannya.
b. Jumlah Rakaatnya