Dapat disimpulkan bahwa keteladanan dosen bisa menjadi acuan yang sangat bernilai sehingga sangat layak untuk ditirukan oleh mahasiswa
dalam pengembangan ilmu dan berperlikaku. Sebagaimana menurut Kohlberg seperti yang dikutip Kholidah menyampaikan bahwa
perkembangan pemikiran nilai dan moral pada mahasiswa dicirikan dengan mulai semakin tumbuh kesadaran tentang kewajiban dalam upaya
mempertahankan nilai dan pranata yang ada karena dianggap sebagai sesutu yang bernilai.
394
Oleh karena itu pembentukan sebuah nilai yang diakui oleh seluruh komunitas kampus perlu dibentuk menjadi sebuah
tatanan atau sistem yang mapan. Di sinilah fungsi dan peran keteladan dari dosen dan pejabat kampus sangat penting bagi terbentuknya suasana yang
religius di kampus.
3. Strategi Pembelajaran yang Kontekstual
Pembelajaran yang diadakan oleh dosen PAI di UNP Kediri dilaksanakan secara kondisional dan luwes. Artinya, strategi yang
digunakan dalam pemberian tindakan dan pengambilan sikap dosen saat proses pembelajaran di kelas didasarkan pada situasi dan kondisi kelas
maupun lingkungan masyarakat secara luas. Dengan kata lain pembelajaran PAI UNP Kediri untuk kemenarikan dan bernilai guna
secara nyata digunakan strategi pembelajaran kontekstual, yaitu pengaitan tema-tema atau materi PAI yang tekstual dengan kenyataan yang ada di
masyarakat. Misalnya mahasiswa lebih cenderung biasa diajak untuk
394
Lilik Nur Kholidah, “Implementasi Strategi Pembelajaran,” 61.
belajar dan berfikir secara kontekstual dengan metode diskusi maupuan ceramah. Strategi ini dilakukan untuk menghindari mahasiswa bosan
dengan materi-materi yang kaku dan dogmatis yang cenderung banyak kandugan bahasa arabnya, hal ini karena mahasiswa banyak yang kurang
menguasai bahasa arab. Dengan kata lain strategi dapat menjadi penghindar kecemasan mahasiswa terhadap mata kuliah PAI. Selain juga
tentu untuk mengasah atau melatih kemampuan mahasiswa dalam menelaah permasalahan terkini. Walaupun pada penerapannya strategi
pembelajaran kontekstual dibutukan daya rasional mahasiswa untuk menganalisis konteks-konteks permasalah terbaru yang sedang terjadi di
masyarakat. Sebagaiman menurut Rohmat Wahab ada dua macam pendekatan
PAI di PTU, yaitu pendekatan holistik dan kontekstual. Pendekatan holistik adalah cara pandang tentang subjek bahwa organisme atau satu
keseluruhan yang terpadu itu punya realitas yang mandiri dan lebih besar dari sekedar kumpulan bagian-bagiannya. Oleh karena itu masalah, gejala,
atau masyarakat dipandang oleh pendekatan ini sebagai suatu kesatuan organis. Dengan kata lain adalah terjadinya pembinaan mahasiswa yang
berkepribadian Muslim secara utuh, sehingga perlu pemahaman dan penghayatan ajaran Islam secara utuh pula. Dengan demikian keutuhan
antara perngetahuan, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama perlu diwujudkan dalam proses perkuliahan sehingga pribadi mahasiswa
berproses menuju kepribadian muslim yang utuh pula. Sedangkan
pendakatan kontekstual adalah keterkatian seluruh situasi, latar belakang, atau lingkungan yang relevan dengan beberapa kejadian dan kepribadian.
Pendekatan ini digunakan agar mahasiswa punya wawasan komperhensif dan integral dalam pengambilan sikap terhadap masalah kehidupan seperti
sosial, ekonomi, politik, pertahanan, keamanan, dan kebudayaan.
395
Dengan demikian dapat disimpulkan PAI diharapkan tidak hanya sebagai ladang moralitas semata yang semakin diacuhkan oleh masyarakat
umum karena adanya pergesaran budaya, namun juga sebagai cara berinvestasi untuk kepentingan dunia. Artinya didasarkan pada prinsip
teori human capital bahwa PAI tidak hanya bisa dijangkau oleh mahasiswa yang sudah memiliki kesadaran dalam beragama dan mempelajarinya
namun juga diminati oleh mahasiswa lain yang lebih cenderung pada pola fikir pragmatis. Oleh karena itu fungsi PAI dengan fungsi mata kuliah lain
sama yaitu sebagai alat investasi bagai mahasiswa dan masyarakat.
396
Keadaan lain menurut Kholid Fathoni yang menjadikan pembelajaran kontekstual itu penting adalah bahwa pembelajaran PAI
yang waktunya sangat minim perminggunya sering kali bagi sebagian mahasiswa mengalami kurang mendalamnya pemahaman materi. Sehingga
mahasiswa bisa dihadapkan pada suasana yang berbeda bahkan cenderung berlawanan dengan materi-materi agama yang disampaikan dalam mata
kuliah. Oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu oleh dosen PAI
395
Rochmat Wahab, “Pembelajaran PAI di PTU; Strategi Pengembangan Kegiatan Kokuler dan Ekstra Kurikuler,” dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. FuaduddinCik
Hasan Bisri Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, 168-169.
396
Ahmad Watik Pratiknya, “Pengembangan Pendidikan Agama,” 88.
kepada mahasiswa tentang penyebab dan alasan terjadinya disparitas suasana antara materi kuliah dengan kenyataan. Penjelasan ini terutama
diberikan kepada mahasiswa baru yang belum terlatih untuk menggunakan rasionalnya untuk berlogika sebagaimana mahasiswa lama. Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan PAI tidak hanya berhenti di bangku ruang kuliah saja namun di luarnya harus terdapat sistem kegiatan lain yang
mendukung tercapainya proses pembelajaran PAI.
397
Sedang menurut Mastuhu bahwa kontekstualisasi PAI yang dikaitan dengan kondisi mahasiswa setidaknya didasarkan pada muatan
sebagai berikut: 1.
Konsep tentang manusia adalah makhluk yang berkebutuhan dan berkeinginan. Kebutuhan jasmani adalah sifat mutlak makhluk hidup
yaitu bernafas, makan, dan minum. Sedang kebutuhan psikologis adalah kebutuhan yang hanya dimiliki manusia yaitu pendidikan, pengakuan
sosial, dan kebutuhan agama yang salah satu tujuannya adalah untuk pencapaian ketenangan.
2. Konsep tentang manusia selalu diahadapkan pada dua pilihan, yaitu
beragama atau tidak beragama. Meskipun ada manusia yang tidak memilih keduanya maka secara otomatis telah memilih salah satu di
antara keduanya, sebab tidak ada alternatif di luarnya. Pemilihan tersebut didasarkan melalui keputusan intuisi yaitu pelibatan keputusan
yang melampaui batas kekuasaan manasia.
397
Fathoni, Pendidikan Islam dan, 42.
3. Konsep tentang manusia secara fitrah terlahir suci dan sakral. Namun
manusia dalam kelahirannya dimiliki juga pembawaan „kegelapan‟ yang berpotensi berkembang secara besar jika tidak ada pendidikan
yang terarah. Oleh karena itu, pendidikan Islam diupayakan mampu meredam potensi „kegelapan tersebut sehingga yang berkembang
adalah potensi „cahaya‟ yang dimilikinya seoptimal mungkin. 4.
Konsep tentang corak dan muatan mata kuliah agama berbeda dengan ata kuliah lain yang sekuler cendurung hanya untuk tujuan duniawi.
Secara spesifik mata kuliah sekuler tidak ada penjelasan bagaimana sebuah kehidupan itu dikontruksi supaya lebih mudah diantisipasi oleh
kekuatan manusia yang serba terbatas dan spekulatif. Namun sebaliknya materi mata kuliah agama selain berdimensi muatan iptek
juga mampu dalam penjelasan hakekat dan makna hidup yang secara transendental. Oleh karena itu wajar jika di dalam pendidikan agama
terdapat muatan-muatan doktrin dan nilai-nilai spirtual normatif yang absolut sekaligus relatif. Sehingga mata kuliah agama harus mampu
dalam penjangkauan kedua sisi tersebut secara simultan, seimbang, dan dinamis.
398
4. Pemberian Kesempatan Mahasiswa dalam Berlogika Rasional