masing dosen PAI dan wawasan keagamaan bagi dosen-dosen di bidang lain.
369
Sebagaimana menurut konstitusi bahwa pendidikan agama di perguruan tinggi merupakan rumpun Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian MPK dalam struktur Mata Kuliah Umum MKU yang di
dalamnya ada pemahaman serta dilakukan pengembangan filosofis untuk berkembangnya kepribadian mahasiswa. Dengan kata lain MPK memuat
kaidah-kaidah dengan tingkat filosofis yang cukup tinggi dengan maksud agar timbul
keingintahuan mahasiswa
dalam pemahaman,
penghayatan, pendalaman, dan pengamalan atas ilmunya. Oleh karena itu PAI sebagai salah
satu mata kuliah yang dikatagorikan masuk dalam kurikulum inti diusahakan bisa membentuk karakter, watak, kepribadian, dan sikap serta wawasan
beragama dalam kehidupan sosial. Mata Kuliah PAI diharapkan juga mampu menjadi landasan dan pencerahan bagi mahasiswa dalam pengembangan ilmu
umum yang ditekuninya sesuai dengan program studi yang ia ambil.
370
3. Penggunaan Materi yang Berbasis pada Perbedaan Organisasi
Keagamaan Mahasiswa
Pada kelas dan prodi tertentu mahasiswa yang beragama Islam di UNP Kediri terklasifikasi dalam beberapa organisasi keagamaan yang
mereka ikuti yaitu NU, Muhammadiyah, dan LDII. Sudah menjadi pengetahuan jamak bahwa masalah perbedaan agama di negara Indonesia
adalah masalah yang sangat sensitif dan peka untuk disentuh, dibentuk, atau
369
Mastuhu, “Pendidikan Agama Islam,” 37-38.
370
Nurdin, “Pendidikan Agama, Multikulturalisme,” 179.
dikendalikan. Hal ini juga terjadi pada mahasiswa, apalagi pada mahasiswa semester awal yang masih belum terbuka seluruh nalar ilmu
pengetahuannya. Di mana perbedaan organisasi keagamaan biasanya menjadi penyebab terjadinya pengkotak-kotakan pergaulan mahasiswa,
tindakan ekslusif seperti ini tentu bukanlah tindakan yang didasarkan pada keilmuan ilmiah. Oleh karena itu perlu penanganan khusus oleh dosen
untuk kelas-kelas yang sangat heterogen komunitasnya, sehingga diperlukan pengembangan materi PAI yang tidak menjadi penyebab runcingnya
perbedaan pandangan antar mahasiswa. Misalnya tidak digunakan materi- materi PAI yang mengunggulkan paham organisasi tertentu dan
menyudutkan paham organisasi lain. Penggunaan, penekanan, dan pengembangan materi PAI di UNP
Kediri yang berbasis pada latar belakang organisasi keagamaan mahasiswa berguna sebagai pembelajaran nyata bagi mahasiswa tentang bagaimana
cara menerapkan materi PAI yang diajarkan. Dengan demikian penggunaan materi seperti ini sangat diperlukan untuk penjagaan stabilitas suasana
keagamaan dan pergaulan di kampus. Jika perbedaan organisasi keagamaan mahasiswa di UNP tidak ditangani dengan benar maka berdampak secara
signifikan pada suasana lingkungan kampus hingga berhentinya dinamisasi pola fikir mahasiswa. Misalnya mahasiswa akan cenderung hati-hati dalam
bertanya agar tidak menyinggung perasaan yang beda pemahaman keagamaan atau bahkan sebaliknya mahasiswa secara agresif melakukan
penyerangan secara membabi buta terhadap perbedaan paham organisasi.
Dengan demikian secara berkelanjutan mahasiswa Islam tidak terbiasa berfikir dan bertindak secara ilmiah, yaitu tidak bisa membedakan secara
profesional mana kajian keagamaan konsep umum yang perlu didiskusikan untuk kemajuan umat Islam serta umat manusia dan mana
kajian yang bersifat pribadi dogma organisasi keagamaan yang menjadi hak bagi setiap individu untuk memilihnya.
Dengan demikian kondisi kelas yang semi multikultural seperti ini harus dibedakan dengan kondisi kelas yang lebih cenderung homogen.
Misalnya pada kelas homogen dosen bisa memuat dominasi materi-materi yang sepaham dengan organisasi mahasiswa yang menjadi mayoritas di
dalam kelas dan pada kelas semi multikulutral diberikan materi yang terkandung nilai-nilai filosofi sejarah atau fenomena penyebab terjadinya
perbedaan mazhab,
cara pensikapan
mahasiswa dalam
kondisi multikulturalisme, dan pendalaman terhadap buku-buku tentang Fikih Lima
Mazhab. Dengan kata lain materi-materi yang diajarkan berkaitan tentang tata cara ibadah rukun dan syarat yang menjadi dogma organisasi
keagamaan dipaparkan secara holistik, artinya tidak ada pengunggulan atau pengutamaan pada paham-paham organisasi tertentu. Oleh karena itu secara
umum mata kuliah PAI harus bisa menjadi solusi praktis bagi kenyataan kondisi mahasiswa yang semi multikulturalisme ini. Secara spesifik mata
kuliah PAI harus bisa menjadi pengaruh bagi mahasiswa untuk bersikap secara dewasa dan ilmiah dalam menghadapi kenyataan masyarakat kampus
atau kelas yang semi multikulturalisme.
Sebuah penelitian dari Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kementrian Agama RI pada tahun 2010 pada 7 perguruan tinggi umum negeri yang ternama
di Indonesia yaitu UDAYANA, UNDANA, UNHAS, UI, UNDIP, UNPAD, dan UGM menunjukkan bahwa hasil dari sistem pembelajaran Pendidikan
Agama memiliki pengaruh yang terkecil terhadap toleransi beragama pada mahasiswa dibandingkan dengan komponen lain misalnya adalah lingkungan
pendidikan secara luas memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung yang lebih besar terhadap toleransi beragama.
371
Selain itu juga berdasar hasil penelitian Kasinyo Harto di Universitas Sriwijaya Palembang menunjukkan
bahwa di sana terdapat beberapa organisasi gerakan keagamaan ekstra kampus yang pendekatannya menggunakan kajian keagamaan yang cenderung
bernuansa normatif-doktriner, yaitu suatu pendekatan yang dibangun atas norma-norma keagamaan wahyu dengan pola top down dan deduktif tanpa
melibatkan pertimbangan nalar, konteks historis, sosial, dan kenyataan- kenyataan yang hidup di masyarakat.
372
Sehingga menimbulkan pola fikir dan tindakan yang ekslusif tertutup.
Sebagaiman penejelasan
Abidin Nurdin bahwa Internaliasasi nilai- nilai agama yang bersifat universal pada mata kuliah PAI di PTU harus ada
pendukungan terhadap kerukunan umat beragama. Pada wilayah pengimplementasian digunakan pendekatan multikultural sedang materi atau
kurikulumnya diubahsesuaikan dengan kearifan lokal yang cocok dengan masing-masing daerah di seluruh Inodnesia. Dengan demikian PAI sejatinya
selain dapat menjadi pemberi kepuasan batin dan sosial bagi pemeluknya
371
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama, Toleransi Beragama Mahasiswa, 139.
372
Kasinyo Harto, Islam Fundamentalis di Perguruan, xvii.
juga dalam konteks kemajemukan masyarakat mampu tampil sebagai penyejuk di tengan komunitas yang prular. Sehingga agama berfungsi
sebagai perekat persaudaraan dan kerukunan di antara umat beragama.
373
B.
Kompetensi Mahasiswa yang Diharapkan dalam Kurikulum PAI di UNP Kediri
1.
Harapan Mahasiswa Berkompetensi dalam Ketauhidan Aqidah
Setelah ikut serta dalam mata kuliah PAI maka mahasiswa Islam di UNP Kediri dikehendaki kuat dan mantap dalam beriman pada Allah SWT.
Ini berarti secara linier diharapkan mahasiswa beriman pula pada Kekuatan dan Kekuasaan yang Maha Hebat di luar jangkauan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dihasilkan serta dikembangkan oleh manusia. Dengan kesadaran posisi tersebut maka mahasiswa dikehendaki mampu dalam
pengendalian diri secara proprosional dalam upaya pendalaman ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu secara spesifik harapan dosen
PAI di UNP Kediri tidak hanya berhenti pada kemantapan dan kekukuhan mahasiswa pada kepercayaan tentang adanya Allah SWT dan tidak malu
mengakui Islam sebagai agamanya. Namun juga harapan mahasiswa mampu mewujudkan nilai-nilai tauhid yang dipadukan dengan kemampuan
akademisnya tersebut untuk kesejahteraan dirinya terlebih pada masyarakat. Kemampuan atau penguasaan mahasiswa dalam ketauhidan sangat
penting, yaitu agar mahasiswa tidak sombong bangga diri, tidak mudah terbujuk pada kesenangan sesaat yang semu, terkendali dalam penggunaan
373
Nurdin, “Pendidikan Agama, Multikulturalisme,” 176-177.
logika rasionalitasnya, dan sebagai dasar mahasiswa untuk pengembangan ilmu yang ada di mata kuliah lain. Selain itu pula kompetensi ketauhidan
harus dimiliki oleh mahasiswa sejak awal masa-masa perkuliah PAI, karena ketauhidan menjadi dasar mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah PAI
pada pertemuan-pertemuan selanjutnya sampai akhir perkuliahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi ketauhidan adalah roh atau
unsur terpenting untuk keberhasilan tujuan pembelajaran PAI secara luas yang harus dimilik oleh mahasiswa. Oleh karena itu tidak bisa ditawar-tawar
lagi kompetensi ketaudian harus dimiliki oleh mahasiswa dan biasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dapat disimpulkan bahwa penekanan pada ranah ketauhidan sangat penting bagi mahasiswa hal ini sebagaimana menurut Hasan Langgulung di
mana ia menempatkan tentang ketaudian Keesaan Tuhan di urutan pertama dari dasar-dasar ajaran Islam fundamental doctrines of Islam yang
telah ia rumuskan.
374
Lebih lanjut secara konsep yang lebih detail maka pengaruh ketahudian seharusnya berdampak pada perilaku dan penyikapan
mahasiswa terhadap pola fikir dalam memandang ilmu pengetahuan secara umum. Sebagaimana menurut Malikhah Towaf yang dikutip oleh
Nurcholish Madjid bahwa tantangan internal PAI di perguruan tinggi umum adalah seharusnya mahasiswa sebagai calon ilmuwan Islam punya konsep
filosofi tentang kesatuan ilmu pengetahuan. Artinya antara konsep Ketuhanan ketauhidan dengan konsep ilmu pengetahuan diintregasikan.
374
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam: Suatu Analisa Sosio-Psikologi Jakarta: Pustaka al Husna, 1985, 98.
Sehingga konsep dan prinsip ketauhidan tidak hanya dipahami dari tinjauan teologis tentang keesaan Allah saja namun juga kerangaka berfikir tentang
kesatuan ilmu pengetahuan, penggalian, dan pengembangannya.
375
Lebih detailnya kemampuan mahasiswa yang harus dicapai setelah mata Kuliah PAI diikuti oleh mereka, diantaranya adalah: 1. Literasi, 2.
Numerasi, 3. Pemahaman perkembangan sejarah , 4. Pengertian terhadap pluralitas, 5. Kedewasaan moral, 6. Kedewasaan estetika, 7. Pemahaman
terhadap proses pencarian kebenaran, 8. Kelapangan dada terhadap perbedaan penemu ilmu pengetahuan teknologi. Dengan demikian dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan mahasiswa harus disertai nilai kepercayaan pada kemahakuasaan Tuhan supaya ia tidak
sombong dan merasa unggul setelah kemudian berhasil menjadi ilmuwan atau menjadi penemu atas keberhasilan dalam pengembangan IPTEK.
376
2. Harapan Mahasiswa Berkompetensi dalam Perilaku Akhlak Mulia