Sehingga konsep dan prinsip ketauhidan tidak hanya dipahami dari tinjauan teologis tentang keesaan Allah saja namun juga kerangaka berfikir tentang
kesatuan ilmu pengetahuan, penggalian, dan pengembangannya.
375
Lebih detailnya kemampuan mahasiswa yang harus dicapai setelah mata Kuliah PAI diikuti oleh mereka, diantaranya adalah: 1. Literasi, 2.
Numerasi, 3. Pemahaman perkembangan sejarah , 4. Pengertian terhadap pluralitas, 5. Kedewasaan moral, 6. Kedewasaan estetika, 7. Pemahaman
terhadap proses pencarian kebenaran, 8. Kelapangan dada terhadap perbedaan penemu ilmu pengetahuan teknologi. Dengan demikian dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan mahasiswa harus disertai nilai kepercayaan pada kemahakuasaan Tuhan supaya ia tidak
sombong dan merasa unggul setelah kemudian berhasil menjadi ilmuwan atau menjadi penemu atas keberhasilan dalam pengembangan IPTEK.
376
2. Harapan Mahasiswa Berkompetensi dalam Perilaku Akhlak Mulia
Kompetensi akhlak mulia merupakan aspek yang sangat mudah diamati jika dibandingkan dengan aspek ketauhidan, sehingga kompetensi
ini bisa digunakan sebagai tolak ukur sejauh mana kemampuan ketauhidan mahasiswa setelah ikut serta dalam mata kuliah PAI. Pengukuran aspek
akhlak mulia bisa dilakukan melalui perilaku, perkataan, dan tulisan yang spontan oleh mahasiswa kepada dosen dan teman sekelasnya. Lebih jauh
lagi setelah mahasiswa menguasi secara konsep tentang perilaku-perilaku
375
Soedarto, “Tantangan, Kekuatan, dan Kelemahan,” 74-75.
376
Anonim, dalam Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi, ed. FuaduddinCik Hasan Bisri Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, 82.
mulia yang Islami maka mahasiswa diupayakan untuk mewujudkan konsep periaku tersebut pada kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain kompetensi
ini sangat penting untuk dimiliki mahasiswa karena untuk pembedaan secara konkrit dan jelas bagi mahasiswa antara sebelum mengikuti mata kuiah PAI
dengan sesudahnya. Secara spesifik kompetensi akhlak yang dimaksud adalah akhlak
terhadap Allah dan akhlak terhadap mahkluk. Misalnya mahasiswa berperilaku lebih sopan terhadap orang yang lebih tua terutama pada dosen.
Selain itu perilaku yang mulia dapat disimbolkan sebagai perbuatan Islami sudah biasa digunakan, misalnya pada pelaksanaan mata kuliah PAI
mahasiswa terbiasa mengucapkan salam saat masuk ke dalam kelas, mahasiswa perempuan banyak yang memakai jilbab, dan saat pergaulan di
lingkungan kampus dengan lawan jenis. Oleh karena itu dapat disimpulkan adanya keterkaitan antara kompetensi akhlak mulia yang diharapan dengan
bentuk penilaian yang mengutamakan aspek afketif. Perilaku mulia merupakan salah satu aspek yang harus dikuasi oleh
mahasiswa, karena akhlak mulia merupakan bentuk pengimplementasian dari ajaran Islam yang telah disampaikan oleh dosen. Dengan kata lain
kompetensi akhlak mulia merupakan bentuk aktualisasi mahasiswa, sehingga diharapkan tujuan perkuliahan PAI tidak hanya berhenti pada
penguasaan konsep saja namun juga diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan atau perilaku sehari-hari sebagai bentuk kepribadian dan karakter
mahasiswa. Dengan demikian setelah kompetensi ketauhidan sudah dimiliki
oleh mahasiswa pada awal perkuliahan PAI, langkah selanjutnya adalah kompetensi akhlak mulia yang harus mereka miliki. Hal ini supaya dalam
berperilaku mulia seperti sopan santun, ibadah, dan belajar dengan rajin yang dilakukan oleh mahasiswa semata-mata ditujukan untuk Allah SWT
implimentasi konsep ketauhidan. Sebagaimana menurut Nur Kholidah bahwa salah satu pencapain
hasil pembelajaran PAI adalah termanifestasinya perilaku yang didasarkan pada kesanggupan individu dalam pengelolaan diri secara optimal untuk
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada.
377
Dengan kata lain perilaku moral mahasiswa dilandasi oleh keinsyafan dan keteguhan untuk dijadikan
ketentuan atau aturan moral sebagai prinsip hidup. Dengan penekanan bahwa komitmen dan perilaku moral ini dilaksankan bukan karena tekanan,
rasa takut terhadap hukuman, dan pengharapan pujian. Namun benar-benar suatu pilihan otonom yang didasarkan pada kesadaran nilai. Dengan kata
lain bahwa mahasiwa melakukan suatu kebaikan karena ada keyakinan bahwa hal tersebut memang baik, benar, dan mulia bukan karena adanya
faktor tekanan dari dosen.
378
Hal tersebut sebagaimana menurut Satriyo bahwa dalam PAI dikehendaki terwujudnya mahasiswa yang mampu dalam penguasan iptek
sekaligus penerapan perilaku ajaran-ajaran Islam yang dilandaskan pada ketaqwaan dan keimanan pada Allah SWT.
379
Sehingga mahasiswa tidak hanya punya status kesalehan di atas kertas namun juga saleh dalam dunia
377
Kholidah, “Implementasi Strategi Pembelajaran,” 64.
378
Ibid., 64-65.
379
Satryo Soemantri Brodjonegoro, “Strategi Kebijakan Pembinaan,” 11.
nyata. Lebih konkrit sering kali terjadi ketidak sinkronan antara pengembangan dan pengimplementasian Iptek dalam perilaku keseharian
dengan nilai-nilai luhur agama. Artinya belum ada kemampuan dalam pengembangan teori atau konsep keilmuan yang benar-benar murni
bersumber pada ajaran –ajaran atau nilai Islam.
380
Maka dengan demikian PAI pada PTU diharapkan mampu ikut berkiprah dalam penghasilan sarjana yang memiliki jiwa agama religius
dan taat menjalankan perintah agamanya, bukan hanya sebagai penghasil mahasiswa yang hanya berpengetahuan agama tapi tanpa pengamalan.
381
Seperti makna agama menurut Chapps yang dikutip oleh Kholidah bahwa terdapat aspek yang harus diperhatikan yaitu adanya kepercaaan terhadap
sesuatu yang transenden, adanya ritual keagamaan sebagai manifestasi kepercayaanya, adanya ajaran nilai-nilai, dan adanya pola perilaku
keberagaman baik dalam konteks sosiologis mapun kosmologis.
382
Sehingga materi PAI dikampus tidak hanya pada wilayah retorika saja namun pada aspek penerapannya, artinya antara teori dengan aksi tidak
dapat dipisahkan. Karena PAI adalah sebagai alat indikator untuk diketauhi sejauh mana pelaksanaan ajaran agama dengan benar bukan dari segi cara
ibadah tapi melakukan ibadah atau tidak yang telah dilakukan oleh mahasiwa.
383
Sebagaimana menurut Muahimin terjadi banyaknya korupsi di
380
Mastuhu, “Pendidikan Agama Islam,” 30-31.
381
Muhibbin, Pendidikan Agama Islam:, 6.
382
Kholidah, “Implementasi Strategi Pembelajaran,” 50.
383
Azyumardi Azra, dkk., Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, ed. Muharam MarzukiZulmaizarna Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI,
2002, viii.
pemerintahan dan adanya plagiarisme dalam pendidikan tidak selaras dengan PAI sehingga fenomena tersebut menuntut pada mata kuliah PAI
untuk menjadi motivasi bagi mahasiswa sebagai pencetus pembangunan masyarakat yang memiliki nilai amanah turst yang tinggi. Mahasiswa
sebagai genarasi penerus dituntut dalam pembentukan masyarakat madani tersebut, yaitu masyarakat yang memiliki pribadi yang cerdas, berakhlak
mulia, mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain dalam penciptaan masyarakat yang sejahtera dan penuh sikap amanah.
384
Sehingga menjadi sarjana muslim yang mampu dalam pengamalan ilmu dan keterampilannya
sesuai dengan ajaran Islam Q.S Ibrahim: 24-27.
385
3. Harapan Mahasiswa Berkompetensi pada Penggunaan Rasionalitas