3. Konsep tentang manusia secara fitrah terlahir suci dan sakral. Namun
manusia dalam kelahirannya dimiliki juga pembawaan „kegelapan‟ yang berpotensi berkembang secara besar jika tidak ada pendidikan
yang terarah. Oleh karena itu, pendidikan Islam diupayakan mampu meredam potensi „kegelapan tersebut sehingga yang berkembang
adalah potensi „cahaya‟ yang dimilikinya seoptimal mungkin. 4.
Konsep tentang corak dan muatan mata kuliah agama berbeda dengan ata kuliah lain yang sekuler cendurung hanya untuk tujuan duniawi.
Secara spesifik mata kuliah sekuler tidak ada penjelasan bagaimana sebuah kehidupan itu dikontruksi supaya lebih mudah diantisipasi oleh
kekuatan manusia yang serba terbatas dan spekulatif. Namun sebaliknya materi mata kuliah agama selain berdimensi muatan iptek
juga mampu dalam penjelasan hakekat dan makna hidup yang secara transendental. Oleh karena itu wajar jika di dalam pendidikan agama
terdapat muatan-muatan doktrin dan nilai-nilai spirtual normatif yang absolut sekaligus relatif. Sehingga mata kuliah agama harus mampu
dalam penjangkauan kedua sisi tersebut secara simultan, seimbang, dan dinamis.
398
4. Pemberian Kesempatan Mahasiswa dalam Berlogika Rasional
Di UNP Kediri mata kuliah PAI secara umum diajarkan pada semester awal, sehingga hal ini berakibat pada kondisi mahasiswa yang
belum benar- benar „menjadi‟ mahasiswa. Artinya pola fikir, logika, atau
398
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam Jakarta: Logos, 1999, 69-74.
daya nalar mahasiswa belum terasah karena masih belum terlatih dan masih ada pengaruh dari kebiasaan-kebiasaan pembelajaran di masa pendidikan
sebelumnya jenjang menengah. Dengan demikian dalam mata kuliah PAI mahasiswa harus dilatih untuk pembiasaan dalam pengguanaan logika dan
rasional sebagai ciri khas pendalaman keilmuan. Lebih spesifik dosen PAI UNP Kediri cenderung memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk
pengapresiasian pendapatnya, penyampaian hasil analisisnya, dan pemberian kesempatan untuk berlogika dengan daya rasionalitasnya baik
melalui tulisan maupun saat mahasiswa berdiskusi. Strategi pemberian kesempatan untuk berlogika kepada mahasiswa
sangat penting diterapkan yaitu sebagai instrumen pengembangan PAI bagi dosen yang disesuaikan dengan minat dan bakat berdasarkan dari hasil
diskusi atau masukan mahasiswa melalui logika atau rasionalitas yang telah mereka sampaikan. Dengan demikian mata kuliah PAI dengan strategi
pembelajaran yang memberikan kesempatan bagi mahasiswanya untuk berlogika diharapkan mampu menjadikan mereka lebih semangat, tergugah,
dan aktif dalam pembelajaran. Dengan kata lain ini merupakan salah satu bentuk penghargaan atau pengakuan dosen kepada mahasiswa untuk
pengaktualisasian diri dan sebagai wadah bagi mahasiswa menyampaikan pendapat-pendapatnya.
Sebagaiamana menurut Keputusan Dirjen Dikti No. 34Dikti2006 bahwa: “Pembelajaran yang diselenggarakan merupakan proses yang
mendidik, yang di dalam-nya terjadi pembahasan kritis, analitis, induktif,
deduktif, dan reflektif melalui dialog kreatif partisipatori untuk mencapai pemahaman tentang kebenaran substansi dasar kajian, berkarya nyata, dan
untuk menumbuhkan motivasi belajar sepanjang hayat. ”
399
Secara aplikatif menurut Agus M. Hardjana menyatakan semua pengarahan dan masukan dari dosen kepada mahasiswa sebaiknya diolah
dan dikaji penuh pendalaman klarifikasi, serta mahasiswa seharusnya tidak sangat tergantung dan total dipengaruhi oleh pengarahan dan pemikiran
dosen.
400
Hal yang beresensi sama disampaikan oleh E. P Hutabarat bahwa mahasiswa harus mengkritisi bahan atau materi pembelajaran ilmu
pengetahuan umum yang disajikan oleh dosen yang mana bahan pembelajaran merupakan sebuah „fakta‟ yang masih bisa berubah karena
sebuah materi tersebut dilahirkan berdasarkan dari penelitian. Oleh karena itu dosen bukan sekedar penyampai informasi namum juga melakukan
penyampaian dan pemeriksaan terhadap dasar serta alasan kepada mahasiswa kenapa harus mempercayai informasi tersebut. Dengan asumsi
mahasiswa harus aktif dalam pencarian referensi atau sumber ilmu lain yang berperan dalam peningkatan keilmuan. Namun demikian seharusnya sikap
kritis dan rasional mahasiswa ini tidak menjadi sebuah ancaman bagi dosen PAI, malah sebaliknya menjadi sebuah tantangan bagi dosen PAI dalam
399
Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 43DIKTIKep2006, Pasal 5 ayat 2 dan 3.
400
Agus M. Hardjana, Kiat Sukses Studi di Perguruan Tinggi Yogyakarta: Kanisius, 1994, 34.
pengembangan materi PAI sehingga bisa menjadi kajian keilmuan yang menarik seperti halnya ilmu pengetahuan umum.
401
Hal ini diperkuatan oleh Mastuhu bahwa konsep ideal seharusnya materi perkuliahan agama Islam adalah pada aspek rasional yang dikaitkan
erat relevansinya dengan kebutuhan-kebutuhan modernitas yang menjadi konsekuen bersama. Namun pada kenyataannya materi agama Islam masih
lebih banyak menyentuh sapek tradisional yang dogmatis dan aspek ritualnya. Oleh karena itu kehadiran mata kuliah PAI dianggap menjadi
kajian membosankan, tidak hidup, dan tidak menantang. Padalah hasil atau kompetensi yang dicapai dari aspek tradisional tersebut tidak dapat dinilai
atau dijelaskan dengan kata-kata atau tulisan, namun hanya dapat dijelaskan dengan perbuatan dan amalan.
402
D. Evaluasi Pembelajaran PAI di UNP Kediri