Alih Fungsi Lahan Pertanian di Tingkat Wilayah

66 juga menyebabkan terjadinya perubahan kepemilikan lahan dan penurunan luas lahan sawah yang dimiliki oleh petani. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap hasil produksi dan pendapatan yang dimiliki oleh petani. Dalam jangka panjang, hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan.

6.2. Alih Fungsi Lahan Pertanian di Tingkat Wilayah

Alih fungsi lahan pertanian terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kecamatan Karawang Timur tidak hanya disebabkan oleh faktor mikro yang berasal dari petani sendiri namun faktor makro yang berasal dari tingkat wilayah juga turut mempengaruhinya. Kabupaten Karawang sebagai tingkat wilayah turut mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Kabupaten Karawang yang mengarahkan penataan ruangnya untuk menjadikan pertanian dan industri sebagai basis perekonomiannya ingin mensinergikan keduanya sehingga alih fungsi lahan pertanian tidak terjadi. Namun dalam kenyataannya hal tersebut justru mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah. Alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Karawang pada tahun 2001 – 2010 dipengaruhi berbagai faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penurunan lahan sawah di Kabupaten Karawang adalah laju pertambahan jumlah penduduk, jumlah industri, produktivitas padi sawah, proporsi luas lahan sawah terhadap luas wilayah, dan kebijakan tata ruang wilayah. Analisis dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat wilayah digunakan analisis regresi linear berganda. Data yang digunakan dalam menentukan model tersebut merupakan data time series tahun 2001 – 2010. Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi 67 lahan pertanian ke non-pertanian Industri, permukiman, dan sarana prasarana lainnya dapat dilihat pada Tabel 12 dibawah ini. Tabel 12. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian di Tingkat Wilayah Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas VIF Intersep -141524,521 -4,404 0,012 Laju Pertumbuhan Penduduk 113,619 0,315 0,769 1,328 Jumlah Industri -13,226 -2,794 0,049 5,992 Produktivitas Lahan 88,008 0,054 0,959 4,184 Proporsi Luas Lahan Sawah Terhadap Luas Wilayah Total 2701,764 4,841 0,008 2,169 Kebijakan Pemerintah 1762,822 1,762 0,153 2,059 R-squared 86,6 F-Statistik 5,155 Adj-R-squared 69,8 Prob F-stat 0,069 Durbin-Watson 1,603 Sumber: Data Sekunder diolah Keterangan: nyata pada taraf 10 Hasil estimasi memperlihatkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini baik. Berdasarkan Tabel 12 diperoleh koefisien determinasi R- Squared sebesar 86,60 persen. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman variabel dependen yang dimasukkan ke dalam model dapat diterangkan oleh variabel independen mencapai 86,60 persen dan sisanya 13,40 persen diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adj-R-squared yang diperoleh bernilai 69,8 persen. Nilai peluang uji F statistik yang diperoleh sebesar 0,069 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, yaitu 10 persen memiliki arti bahwa dari hasil estimasi regresi minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Guna melihat signifikan atau tidaknya pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependennya dapat dilihat dari uji-T setiap variabel independennya. Berdasarkan Tabel 12 variabel-variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan luas lahan sawah, yaitu jumlah 68 industri dan proporsi luas lahan sawah terhadap luas lahan total berpengaruh nyata pada taraf α= 10 persen. Sedangkan variabel kebijakan pemerintah, laju pertumbuhan penduduk, dan produktivitas lahan tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas lahan sawah. Dalam membuktikan tidak terjadi multikolinearitas dalam model maka digunakan nilai VIF dengan kriteria apabila nilai VIF yang dihasilkan dibawah 10 maka dapat disimpulkan bahwa didalam model tidak mengalami multikolinearitas yang serius. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh bahwa laju pertumbahan jumlah penduduk, jumlah industri, produktivitas, proporsi luas lahan sawah terhadap luas wilayah dan kebijakan pemerintah masing-masing diperoleh nilai VIF dibawah 10. Dalam menguji tidak terjadinya autokorelasi digunakan uji statistik Durbin-Watson. Berdasarkan hasil pengolahan diperoleh nilai statistik Durbin-Watson sebesar 1,603 yang menunjukkan bahwa tidak terjadinya autokorelasi. Nilai tersebut berada pada kisaran 0 sampai 4, dan nilai tersebut mendekati 2. Artinya, tidak terjadi autokorelasi ordo kesatu. Pemeriksaan asumsi sisaan menyebar normal dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z. Output SPSS 20 dengan melihat Asymp. Sig 2-tailed menunjukkan nilai 0,716. Nilai tersebut berada diatas 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa galat menyebar normal. Berdasarkan hasil penelitian model tidak mengalami heteroskedastisitas dimana dari grafik scatterplots Lampiran 8 terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola apapun. Model hasil estimasi regresi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian tingkat wilayah, sebagai berikut: Y = -141524,521 + 113,619 X 1 – 13,226 X 2 + 88,008 X 3 + 2701,764 X 4 + 1762,822 X 5 + ε .. 6.1 69 Berdasarkan hasil estimasi koefisien laju pertumbuhan jumlah penduduk berpengaruh positif + namun tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan luas lahan pertanian dimana nilai probabilitas 0,769 taraf nyata 10 persen. Hal ini logis dimana adanya peningkatan laju pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan lahan meningkat. Luas lahan yang tetap sedangkan kebutuhan lahan meningkat sehingga menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan terutama lahan pertanian. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya di Kabupaten Karawang. Hal ini berkaitan dengan peningkatan kebutuhan lahan untuk penyediaan pemukiman, sarana dan prasarana. Meningkatnya permintaan lahan tersebut secara otomatis akan meningkatkan permintaan lahan pertanian sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas lahan pertanian. Letak Kabupaten Karawang yang strategis mampu menarik pertambahan jumlah penduduk. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk akan meningkatakan alokasi penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan penduduk seperti perumahan serta sarana dan prasarana untuk menunjang kehidupan penduduk. Pada awalnya, pembangunan menggunakan lahan non-pertanian seperti lahan- lahan tandus, lahan kering, dll, namun seiring permintaan lahan yang terus meningkat terjadilah pergeseran penggunaan lahan ke pertanian khususnya lahan sawah. Alih fungsi lahan sawah ini pada akhirnya menjadi sulit dihindari karena semakin langkanya lahan non-pertanian yang layak untuk dialihfungsikan menjadi perumahan. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan dikembangkan unit- unit perumahan yang mayoritas menggunakan lahan sawah. Berkembangnya 70 kebutuhan perumahan, sejak tahun 2001-2010 sudah ada 317,10 hektar lahan sawah yang dibangun menjadi perumahan di Kabupaten Karawang. Tabel 13. Luas Perubahan Lahan Sawah Menjadi Perumahan Tahun 2001- 2010 No Tahun Luas Lahan Perumahan Ha 1 2001 10,00 2 2002 30,00 3 2003 38,00 4 2004 45,00 5 2005 67,00 6 2006 22,00 7 2007 0,00 8 2008 37,00 9 2009 15,00 10 2010 53,10 Total 317,10 Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karawang diolah Berdasarkan Tabel 13 diatas menunjukkan bahwa terjadinya perubahan peruntukan lahan yang awalnya berupa sawah menjadi perumahan. Peningkatan kebutuhan lahan terutama untuk perumahan terus mengalami peningkatan sehingga terjadi pergeseran ke lahan sawah dalam pembangunannya. Perubahan luas lahan setiap tahun sebesar 31,71 hektar dengan laju 32,13 persen per tahun. Pembangunan perumahan yang cukup pesat terjadi di beberapa kecamatam, diantaranya Kecamatan Karawang Timur, Karawang Barat, dan Teluk Jambe Timur. Variabel jumlah industi berpengaruh negatif - dan signifikan terhadap penurunan luas lahan sawah nilai probabilitas 0,015 lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan 10 persen 0,029 0,10. Hal ini berarti adanya peningkatan jumlah industri terutama industri besar dimana membutuhkan luas lahan lebih besar menyebabkan sedikit penurunan luas lahan sawah. Variabel jumlah industri 71 2000 4000 6000 8000 10000 12000 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10 Tahun L u a s la h a n Luas lahan tegalan dan kebun campuran tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana pada hipotesis awal disebutkan bahwa jumlah industri berpengaruh positif terhadap penurunan luas lahan sawah atau semakin meningkat jumlah industri maka semakin meningkat pula penurunan luas lahan pertanian. Adanya sedikit penurunan luas lahan sawah terhadap peningkatan jumlah industri terutama industri besar mengindikasikan bahwa pembangunan industri tidak hanya dilakukan pada lahan sawah. Pembangunan industri yang ada di Kabupaten Karawang banyak juga dilakukan pada lahan-lahan non-sawah. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Karawang bahwa lahan lahan non-sawah yang digunakan untuk pembangunan industri, yaitu berupa lahan tegalan dan kebun campuran sehingga jumlah industri besar tidak terlalu berpengaruh terhadap penurunan luas lahan sawah. Lahan tegalan dan kebun campuran yang banyak digunakan sebagai industri berada di daerah Kecamatan Pangkalan, Ciampel, dan Klari. Hal ini memang didasarkan bahwa ketiga kecamatan tersebut merupakan kawasan industri yang tertulis dalam Peraturan daerah No 19 Tahun 2004 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Laju perubahan luas lahan tegalan dan kebun campuran dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Sumber : Badan Pusat Statistik diolah Gambar 9. Tren Perubahan Luas Lahan Tegalan dan Kebun Campuran Tahun 2000-2010 72 Berdasarkan Gambar 9 diatas menunjukkan bahwa tren perubahan luas lahan tegalan dan kebun campuran terus mengalami penurunan. Namun, terjadi peningkatan luas lahan pada tahun 2005 dan 2009. Laju rata-rata perubahan luas lahan tegalan dan kebun campuran sebesar 0,52 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan industri tidak hanya menggunakan lahan sawah tetapi juga dilakukan pada lahan-lahan non-sawah, seperti lahan tegalan dan kebun campuran. Produktivitas lahan sawah berpengaruh positif terhadap penurunan lahan sawah. Namun tidak berpengaruh nyata dimana nilai probabilitas 0,959 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan 10 persen 0,9590,10. Semakin tinggi produktivitas lahan sawah maka menunjukkan penurunan lahan sawah yang cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Karawang justru terjadi pada lahan yang memiliki produktivitas tinggi. Dalam lima tahun terakhir menunjukkan bahwa wilayah yang banyak mengalami pembangunan terutama perumahan atau pemukiman berada di Kecamatan Karawang Barat dan Kecamatan Karawang Timur. Kedua kecamatan tersebut memiliki produktivitas yang tinggi sebesar 7,131 Tonhektar dan 6,720 Tonhektar. Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa banyak lahan yang memiliki produktivitas yang tinggi berada di jalan utama. Hal ini menyebabkan lahan memiliki opportunity cost yang tinggi. Para pemilik lahan cenderung untuk mengalihfungsikan lahan yang dimiliki karena walaupun lahan yang mereka punya memiliki produktivitas yang tinggi namun hasil penjualan lahan masih lebih tinggi daripada hasil produksi padi yang mereka peroleh. 73 Koefisien parameter proporsi luas lahan sawah terhadap luas wilayah berpengaruh positif terhadap penurunan luas lahan sawah. Nilai probabilitas yang diperoleh dari hasil estimasi sebesar 0,008 lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan 10 persen yang berarti variabel ini berpengaruh nyata. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal dimana semakin luas lahan sawah maka semakin tinggi penurunan luas lahan sawah. Semakin luas lahan sawah dapat diartikan bahwa luas lahan non-sawah semakin sempit. Hal tersebut mengindikasikan adanya perubahan lahan sawah untuk pembangunan diberbagai sektor yang membutuhkan lahan yang cukup luas seperti sektor industri, perumahan, dan jasa. Kabupaten Karawang yang terkenal sebagai lumbung padi nasional menjadikan wilayah ini sebagian besar merupakan lahan sawah. Hal tersebut mendorong wilayah Kabupaten Karawang untuk terus mempertahankan lahan sawah. Namun, kebutuhan lahan di Kabupaten Karawang untuk pembangunan baik industri, perumahan, dan sarana prasarana juga semakin meningkat. Proporsi luas lahan sawah terhadap luas wilayah yang semakin tinggi dan kebutuhan lahan untuk pembangunan semakin tinggi mendorong terjadinya penurunan luas lahan sawah lebih besar dibandingkan dengan lahan kering ladang, padang rumput, tegalan, hutan, perkebunan, rawa, tambak, kolam, dan lainnya yang jumlahnya lebih sedikit. Pada tahun 2010, proporsi luas lahan sawah sebesar 53,79 persen lebih besar dari setengah luas wilayah, namun terjadi penurunan luas lahan sawah yang cukup tinggi, yaitu sebesar 3.218 hektar. Peubah dummy terhadap kebijakan pemerintah berpengaruh positif terhadap besaran luas lahan sawah yang dialihfungsikan dan tidak berpengaruh nyata. Nilai probabilitas 0,153 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan 5 74 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mempunyai andil yang cukup besar akan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di Kabupaten Karawang. Adanya kebijakan pemerintah mengenai rencana tata ruang wilayah tahun 1999 dan 2004 berpengaruh terhadap meningkatnya alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Karawang. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak terkait BAPPEDA menunjukkan bahwa telah terjadi perluasan dalam pengalokasian penggunaan lahan dalam RTRW tahun 1999 dan RTRW tahun 2004. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan luas lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Karawang.

6.3 Alih Fungsi Lahan Pertanian di Tingkat Petani