20 5.
Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum Law Enforcement
dari peraturan-peraturan yang ada. Menurut Kustiawan 1997 dalam hasil kajiannya menyatakan bahwa ada
faktor yang berpengaruh terhadap proses alih fungsi lahan pertanian sawah, yaitu 1 Faktor Eksternal adalah faktor-faktor dinamika pertumbuhan perkotaan,
demografi maupun ekonomi yang mendorong alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian, 2 Faktor-faktor Internal adalah kondisi sosial
ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan yang mendorong lepasnya kepemilikan lahan, dan 3 Faktor Kebijaksanaan Pemerintah.
Utomo 1992 memaparkan bahwa secara umum masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi antara lain karena pola pemanfaatan lahan masih
sektoral, delineasi antar kawasan belum jelas, kriteria kawasan belum jelas, koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah, dan pelaksanaan UUPA Undang-
undang Pokok Agraria masih lemah dan penegakan hukum yang masih lemah. Menurut Winoto 1996 dalam hasil penelitiannya alih fungsi lahan sawah
ditentukan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan sistem pertanian yang ada seperti halnya perubahan di dalam land tenure system dan perubahan dalam sistem
ekonomi pertanian. Faktor luar sistem pertanian seperti industrialisasi dan faktor- faktor perkotaan menjelaskan 32,17 persen dan faktor demografis hanya
menjelaskan 8,75 persen.
2.5 Peraturan Tentang Alih Fungsi Lahan Pertanian
Dasar kebijaksanaan pertanahan adalah pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang dijabarkan lebih lanjut dalam UU No 5 tahun 1960 mengenai Undang-Undang
Pokok Agraria UUPA. Pada pasal 2 ayat 1 UUPA ditegaskan lagi bahwa bumi,
21 air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Selanjutnya pada ayat 2 pasal yang sama disebutkan bahwa hak menguasai dari negara
memberikan wewenang untuk: 1.
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air, dan ruang angkasa. 3.
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Menurut Widjanarko et al. 2006 ada tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian
ialah: 1.
Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada
pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak
kebijakan ini sangat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan sejak tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari
ketersediaan infrastruktur ekonomi. 2.
Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fungsi lahan pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar
dan kota baru. Akibat penerapan kebijakan ini ialah munculnya spekulan yang mendorong minat petani menjual lahannya.
22 3.
Selain dua kebijakan tersebut, kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal dan perizinan sesuai Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun
1993 memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan perizinan lokasi. Akibat kebijakan ini ialah terjadi peningkatan sangat nyata
dalam hal permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, permukiman skala besar, maupun kawasan pariwisata.
Landasan Hukum dan Kebijakan alih fungsi lahan pertanian selain UUPA, antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan. b.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Undang- undang ini merupakan penggantian dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun
1992 Tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa RTRW mempertimbangkan budidaya tanaman pangan dimana perubahan fungsi ruang
kawasan pertanian menjadi kawasan pertambangan, pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya memerlukan kajian dan penilaian atas perubahan
fungsi ruang tersebut secara lintas sektor, lintas daerah, dan terpusat. c.
Peraturan pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah. d.
Peraturan pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Lahan Terlantar. Pasal 11 ayat 3b yang berbunyi: ” tanah
yang diperoleh dasar penggunaannya oleh orang-perseorangan yang tidak menggunakan tanah tersebut sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan
pemberian haknya atau tidak memelihara dengan baik atau tidak mengambil langkah-langkah pengelolaan bukan karena tidak mampu dari segi ekonomi,
23 maka Kepala Kantor Pertanahan mengusulkan kepada Kepala Kantor Wilayah
agar kepada pemegang hak diberi peringatan agar dalam waktu tertentu sudah menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan
pemberian haknya”. e.
Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1999 Tentang Izin Lokasi. Pasal 6 ayat 1 yang berbunyi: ”izin lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan
mengenai aspek penguasaan tanah dan teknis tata guna tanah meliputi keadaan hak serta penguasaan tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah,
penggunaan tanah, serta kemampuan tanah”.
2.6 Penelitian Terdahulu