12 dengan menggunakan pendekatan dua variabel, variabel tak bebas yaitu,
penurunan jumlah luas lahan dan variabel bebas yaitu, kepadatan penduduk, produktivitas padi sawah, persentase luas lahan sawah, kontribusi sektor non
pertanian, pertambahan jalan aspal dan proporsi jumlah tenaga kerja sektor non pertanian.
Menurut Winoto 2005 faktor-faktor yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian antara lain :
1. Faktor kependudukan, yaitu peningkatan dan penyebaran penduduk di suatu wilayah. Pesatnya peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan
permintaan tanah. Selain itu, peningkatan taraf hidup masyarakat juga turut berperan menciptakan tambahan permintaan lahan.
2. Faktor ekonomi, yaitu tingginya land rent yang diperoleh aktifitas sektor non pertanian dibandingkan dengan sektor pertanian. Rendahnya insentif untuk
bertani disebabkan tingginya biaya produksi, sementara harga hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. Selain itu karena faktor kebutuhan keluarga
petani yang semakin mendesak menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. 3. Faktor sosial budaya, antara lain keberadaan hukum waris yang menyebabkan
terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga tidak memenuhi batas minimun skala ekonomi usaha yang menguntungkan.
4. Perilaku myopic, yaitu mencari keuntungan jangka pendek namun kurang memperhatikan jangka panjang dan kepentingan nasional secara keseluruhan.
Hal ini tercermin dari rencana tata ruang wilayah RTRW yang cenderung mendorong alih fungsi tanah pertanian untuk penggunaan tanah non pertanian.
5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum dari peraturan yang ada.
Menurut Utomo 1992 secara umum masalah alih fungsi dalam penggunaan lahan terjadi antara lain karena pola pemanfaatan lahan masih
sektoral, delineasi antar kawasan belum jelas, koordinasi pemanfaatan ruang masih lemah, dan pelaksanaan UUPA Undang-Undang Pokok Agraria masih
lemah dan penegakkan hukum yang masih lemah.
13
2.4 Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Menurut Widjanarko et all 2006 dampak negatif akibat alih fungsi lahan, antara lain :
1. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang mengganggu tercapainya swasembada pangan.
2. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke non pertanian, apabila tenaga kerja lokal yang ada tidak
terserap seluruhnya justru akan meninggikan angka penygangguran. Dampak sosial ini akan berkembang dengan meningkatnya kecemburuan sosial
masyarakat setempat terhadap pendatang yang pada gilirannya berpotensi meningkatkan konflik sosial.
3. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pegairan menjadi tidak optimal pemanfaatannya.
4. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan maupun industri sebagai dampak krisis ekonomi atau karena kesalahan perhitungan
mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah yang telah diperoleh sehingga meningkatkan luas lahan tidur yang pada gilirannya akan menimbulkan konflik
sosial seperti penjarahan tanah. 5. Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai utara Pulau Jawa yang
terbaik dan telah terbentuk puluhan tahun, sedangkan pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya di luar Pulau Jawa seperti Kalimantan Tengah,
tidak memuaskan hasilnya. Menurut Firman 2005 alih fungsi lahan yang terjadi menimbulkan
dampak langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung yang diakibatkan oleh alih fungsi lahan berupa hilangnya lahan pertanian subur, hilangnya investasi
dalam infrastruktur irigasi, kerusakan natural lanskap, dan masalah lingkungan. Sedangkan dampak tidak langsung yang ditimbulkan berupa inflasi penduduk dari
wilayah perkotaan ke wilayah tepi kota. Menurut Sibolak 1995, pengalihan fungsi lahan ke penggunaan lain,
secara otomatis mengubah besaran maupun jenis manfaat yang dapat di terima dari penggunaan lahan tersebut. Kerugian akibat alih fungsi lahan petanian ke non
pertanian terutama adalah hilangn ya „peluang‟ memproduksi hasil pertanian di
14 lahan sawah yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahan yang
teralihfungsikan. Kerugiannya antara lain penurunan produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usahatani, kesempatan kerja pada kegiatan usahatani,
kehilangan manfaat investasi dari lahan teralihfungsikan.
2.5 Produktivitas lahan
Produktivitas dapat diartikan sebagai suatu keluaran dari setiap produk persatuan baik satuan total maupun tambahan terhadap setiap masukan atau
faktor produksi tertentu, misalnya sebagai hasil per satuan benih, tenaga kerja, atau air selain terhadap satuan luas lahan Hildebran, 1987.
Produktivitas lahan sawah menentukan pendapatan petani dari usahataninya. Semakin rendah produktivitas lahan sawah, maka produk yang
dihasilkan oleh lahan sawah tersebut semakin rendah. Rendahnya pendapatan petani yang diakibatkan oleh rendahnya produktivitas lahan sawah akan
menyebabkan petani memutuskan untuk mengalihfungsikan lahan sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di sektor non
pertanian dipandang dapat mengahasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai produktivitas
rendah Utama, 2006.
2.6 Reforma Agraria Land Reform dan Landasan Hukum Kebijakan Alih
Fungsi Lahan
Pengertian reformasi agraria secara luas mencakup pengaturan hubungan manusia dan lahan, termasuk redistribusi pemilikan lahan, konservasi, dan
kelembagaan yang mengatur hubungan manusia dan lahan Norton, 2004. Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai oleh adanya kebijaksanaan adalah pemerataan
kesempatan yang menyangkut pemanfaatan lahan bagi warga masyarakat sehingga masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraannya. Atas dasar tersebut
tujuan kebijaksanaan pertanahan dapat meliputi : 1. Pemerataan pemilikan dan penggarapan lahan. Pemilikan dicegah untuk tidak
terpusat pada segelintir orang, yang menyebabkan menurunnya produktivitas lahan. Program landreform merupakan usaha meningkatkan produktivitas,
usaha distribusi penguasaan lahan serta usaha mengubah landless menjadi