14 lahan sawah yang besarnya berbanding lurus dengan luas lahan yang
teralihfungsikan. Kerugiannya antara lain penurunan produksi pertanian dan nilainya, pendapatan usahatani, kesempatan kerja pada kegiatan usahatani,
kehilangan manfaat investasi dari lahan teralihfungsikan.
2.5 Produktivitas lahan
Produktivitas dapat diartikan sebagai suatu keluaran dari setiap produk persatuan baik satuan total maupun tambahan terhadap setiap masukan atau
faktor produksi tertentu, misalnya sebagai hasil per satuan benih, tenaga kerja, atau air selain terhadap satuan luas lahan Hildebran, 1987.
Produktivitas lahan sawah menentukan pendapatan petani dari usahataninya. Semakin rendah produktivitas lahan sawah, maka produk yang
dihasilkan oleh lahan sawah tersebut semakin rendah. Rendahnya pendapatan petani yang diakibatkan oleh rendahnya produktivitas lahan sawah akan
menyebabkan petani memutuskan untuk mengalihfungsikan lahan sawahnya dan beralih ke sektor non pertanian. Hal ini dikarenakan pekerjaan di sektor non
pertanian dipandang dapat mengahasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh dari hasil lahan sawah yang mempunyai produktivitas
rendah Utama, 2006.
2.6 Reforma Agraria Land Reform dan Landasan Hukum Kebijakan Alih
Fungsi Lahan
Pengertian reformasi agraria secara luas mencakup pengaturan hubungan manusia dan lahan, termasuk redistribusi pemilikan lahan, konservasi, dan
kelembagaan yang mengatur hubungan manusia dan lahan Norton, 2004. Pada dasarnya tujuan yang ingin dicapai oleh adanya kebijaksanaan adalah pemerataan
kesempatan yang menyangkut pemanfaatan lahan bagi warga masyarakat sehingga masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraannya. Atas dasar tersebut
tujuan kebijaksanaan pertanahan dapat meliputi : 1. Pemerataan pemilikan dan penggarapan lahan. Pemilikan dicegah untuk tidak
terpusat pada segelintir orang, yang menyebabkan menurunnya produktivitas lahan. Program landreform merupakan usaha meningkatkan produktivitas,
usaha distribusi penguasaan lahan serta usaha mengubah landless menjadi
15 pemilik lahan. Dengan demikian, pemerataan ini akan memperbaiki distribusi
pendapatan masyarakat. 2. Penentuan luas penguasaan lahan yang memungkinkan pemiliknya dapat
memaksimumkan manfaatnya skala usaha. 3. Pengaturan hubungan pemilik
‐penggarap UU bagi hasil, dan lain‐lain. 4. Penyebaran informasiperaturan yang menyangkut pertanahan kepada
masyarakat. 5. Pengaturan tentang konservasipelestarian sumberdaya lahan.
6. Pengaturan penggunaan lahan secara tepat untuk pertanian, industri, pemukiman, hutan lindung, dan lain
‐lain. Adapun tujuan dari landreform adalah : 1 penyebaranpemerataan
pemilikan lahan sehingga terjadi pemerataan pendapatan, 2 peningkatan produktivitas pertanian, dan 3 peningkatan pendapatan nasional. Berdasarkan
pengertian dan tujuan dari landreform, dapat dikemukakan beberapa keuntungan dari landreform, yaitu :
1. Pendapatan petani meningkat sehingga daya belinya juga meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut diharapkan dapat merubah status buruh tani
menjadi pemilik tanah. 2. Industri berkembang.
3. Secara multiplier akan meningkatkan Gross National Product GNP. Hal
‐hal di atas perlu menjadi perhatian karena kondisi pengusaan lahan di Indonesia yang diperuntukkan sebagai lahan pertanian mengalami penurunan
luasan yang banyak akibat adanya alih fungsi lahan. Secara konseptual, agraria terdiri dari dua aspek utama yang berbeda, yaitu
aspek “penguasaan dan pemilikan” dan aspek “penggunaan dan pemanfaatan”. Hal ini misalnya terlihat secara tegas dalam batasan tentang reforma agraria yang
terdapat dalam TAP MRP No. 9 tahun 2001 pasal 2, yang menyebutkan bahwa: “pembaharuan agraria mencakup satu proses yang berkesinambungan berkenaan
dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria”. Aspek penguasaan dan pemilikan jelas berbeda dengan
aspek penggunaan dan pemanfaatan. Karena yang pertama berkenaan dengan bagaimana relasi hukum manusia dengan tanah, sedangkan yang kedua berkenaan