Gambaran Umum Kecamatan Ciampea

50 51

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1

Perkembangan dan Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Periode 2002 - 2011 Perkembangan suatu wilayah selalu beririsan dengan pertumbuhan ekonomi serta peningkatan jumlah penduduk di wilayah tersebut. Secara teori, semakin pesatnya jumlah penduduk suatu wilayah maka permintaan sumber daya lahan pun akan semakin meningkat. Namun pada kenyataannya ketersediaan lahan saat ini sangat terbatas. Bahkan akhir-akhir ini di beberapa wilayah di Indonesia terjadi bentrokan warga akibat penggusuran lahan dan kepemilikkan lahan yang tidak jelas. Hal demikian merupakan salah satu dasar terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian yang terjadi akhir-akhir ini. Wilayah Kabupaten Bogor termasuk wilayah yang hingga saat ini terus menerus meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya. Penurunan luas lahan sawah yang terjadi di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini. Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, berbagai terbitan diolah Gambar 5. Luas Lahan Sawah Kabupaten Bogor Tahun 2002-2011 Gambar tersebut menunjukkan luas lahan sawah yang relatif menurun dari tahun 2005-2007 dan tahun 2008-2011, sedangkan sebelumnya mengalami peningkatan ditahun 2004 dan 2008. Terlihat adanya fluktuasi pergerakan luas lahan sawah dari tahun ke tahun. Fluktuasi tersebut mengindikasikan terjadinya 46.500 47.000 47.500 48.000 48.500 49.000 L u as L ah an S aw ah Ha Tahun Luas Lahan Sawah 52 alih fungsi lahan pertanian atau adanya pembukaan lahan pertanian baru. Pembukaan lahan baru tersebut terlihat pada laju luas lahan sawah yang mengalami peningkatan. Menurut Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Bogor pembukaan lahan sawah baru tersebut merupakan hasil pembukaan dari lahan kering seperti kebun, tanah kosong dan hutan Menurut Sumaryo dan Tahlim 2005, ada dua pola alih fungsi lahan pertanian. Pertama, alih fungsi lahan yang dilakukan secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan atau petani, seperti membuat rumah untuk keluarganya atau gudang untuk penyimpanan. Kedua, alih fungsi lahan pertanian yang diawali dengan alih penguasaan lahan. Pemilik lahan pertanian menjual lahan mereka kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha non pertanian. Pemilik lahan secara tidak langsung dianggap mengalihfungsikan lahan pertanian tersebut. Pada studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, umumnya petani tidak mengalihfungsikan lahan secara langsung. Sebagian besar masyarakat membatasi wilayah sawah yang berbatasan dengan pemukiman dengan menggunakan parit atau pagar pepohonan. Sehingga lahan pertanian tidak banyak yang dialihkan menjadi lahan non pertanian. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series selama 10 tahun dari tahun 2002-2011 untuk melihat perkembangan laju alih fungsi lahan ditingkat wilayah Kabupaten Bogor. Alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Bogor selama periode 2002-2011 mengalami pergerakan dari tahun ke tahun. Secara umum lahan sawah di Kabupaten Bogor selama sepuluh tahun terakhir berkurang sebesar 71 hektar atau sekitar 7,1 hektar per tahun. Alih fungsi lahan tersebut menyebabkan luas sawah di Kabupaten Bogor berubah dari luas 48.256 hektar pada tahun 2002 menjadi 48.185 hektar pada akhir tahun 2011. Laju penyusutan luas sawah tiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 14. 53 Tabel 14. Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Bogor Tahun 2002-2011 Tahun Luas Lahan Sawah Ha Pembukaan Lahan Sawah Baru Ha Luas Lahan Sawah Teralihfungsikan Ha Laju Penyusutan Luas Lahan Sawah 2002 48.256 - 2003 48.177 79 -0,16 2004 47.503 674 -1,40 2005 48.598 1095 2,31 2006 48.425 173 -0,36 2007 48.321 104 -0,21 2008 48.849 528 1,09 2009 48.766 83 -0,17 2010 48.484 282 -0,58 2011 48.185 299 -0,62 Total 1623 1694 -0,10 Rata-rata 162,3 169,4 -0,01 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, berrbagai terbitan diolah Berdasarkan Tabel 14 di atas nilai laju penyusutan luas sawah yang bertanda negatif menggambarkan adanya penyusutan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan. Nilai yang bertanda positif menggambarkan adanya pencetakan sawah baru. Luas penyusutan lahan sawah selama sepuluh tahun terakhir di Kabupaten Bogor yaitu sekitar -0,10 persen atau sebesar 1.694 hektar. Artinya selama sepuluh tahun terakhir lahan sawah telah menyusut sebesar 0,10 persen. Penurunan luas lahan dimulai pada tahun 2003 dimana lahan berkurang sebanyak 79 hektar dari 48.256 hektar menjadi 48.177 hektar. Pada tahun tersebut luas sawah menyusut sebesar 0,16 persen, hal ini menandakan adanya alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Bogor. Alih fungsi lahan yang terbesar terjadi pada akhir tahun 2004 dengan luas sebesar 674 hektar atau menyusut sebesar 1,40 persen. Namun, pada tahun 2005 dan 2008 luas lahan sawah sempat bertambah masing-masing sebesar 1095 hektar dan 528 hektar atau meningkat sebesar 2,31 persen dan 1,09 persen, karena adanya pembukaan lahan sawah baru. Pembukaan lahan sawah baru ini karena adanya lahan kering kosong yang tidak digunakan pemiliknya sehingga lahan kosong tersebut dimanfaatkan oleh warga setempat untuk dijadikan sawah. Selain laju alih fungsi lahan secara keseluruhan terdapat pula laju alih fungsi lahan 54 berdasarkan jenis sawah yang dimiliki Kabupaten Bogor. Tabel 15 Berikut ini merupakan nilai rata-rata laju alih fungsi lahan menurut jenis sawah. Tabel 15. Rata –rata Luas Alih Fungsi Lahan Menurut Jenis Lahan Sawah di Kabupaten Bogor Selama Periode 2002 –2011 dalam Hektar Jenis Sawah Sawah Irigasi Teknis Sawah Irigasi ½ Teknis Sawah Irigasi Sederhana Sawah Tadah Hujan Total Jumlah lahan sawah -1.992 1.850 1.791 768 2.417 Rata –rata per tahun -199,2 185 179 76,8 241,7 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, berbagai terbitan diolah Pada Tabel 15 diatas nilai luas lahan sawah yang bertanda negatif menunjukkan luas lahan sawah yang mengalami alih fungsi lahan. Sedangkan nilai luas lahan yang bertanda positif sebaliknya mengalami peningkatan atau adanya pembukaan lahan sawah baru. Berdasarkan pola alih fungsi lahan sawah diatas, maka lahan sawah yang teralihfungsikan yaitu sawah jenis irigasi teknis sebesar 1.992 hektar atau 199,2 hektar per tahun, sedangkan jenis sawah lainnya mengalami peningkatan luas lahan masing-masing yaitu sawah irigasi ½ teknis sebesar 1.850 hektar atau 185 hektar per tahun, sawah tadah hujan sebesar 1791 hektar atau 179,1 hektar per tahun, dan sawah irigasi sederhana sebesar 768 hektar atau 76,8 hektar per tahun.

6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Tingkat

Wilayah Kabupaten Bogor Alih fungsi lahan pertanian di tingkat wilayah Kabupaten Bogor pada tahun 2002-2011 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Variabel tak bebas dependent yang digunakan yaitu luas lahan sawah. Sedangkan variabel bebas independent atau faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perubahan luas lahan sawah tersebut yaitu kepadatan penduduk, produktivitas padi, dan luas bangunan di Kabupaten Bogor. Analisis dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat wilayah yaitu menggunakan analisis linier berganda. Data yang digunakan dalam membuat model tersebut merupakan data time series dari tahun 2002-2011. Data tersebut diolah menggunakan software Eviews 7. 55 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi lahan pertanian di tingkat wilayah Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini. Tabel 16. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian di Tingkat Wilayah Kabupaten Bogor Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas VIF Intersep 11,38109 23,46203 0,0000 Kepadatan Penduduk X1 -0,107466 -2,150102 0,0751 1,774828 Produktivitas X2 0,237015 3,680963 0,0103 2,044927 Luas Bangunan X3 -0,20011 -0,457798 0,6632 1,436319 R-squared 0,710233 F-statistic 4,902098 Adjusted R-squared 0,565350 ProbF-statistic 0,047056 Log Likelihood 34,40385 Durbin – Watson stat 2.334277 Sumber : Data sekunder diolah Keterangan : Nyata pada taraf 10 Hasil estimasi menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini adalah baik. Berdasarkan Tabel 16 di atas diperoleh koefisien determinasi R-squared sebesar 0,710233. Artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor penjelas dalam model sebesar 71,02 persen sedangkan sisanya 29,08 persen dijelaskan oleh faktor-faktor di luar model. Adjusted R-squared yang diperoleh sebesar 55,53 persen. Nilai peluang uji F- statistic Prob f-statistic yang diperoleh sebesar 0,047056 atau sebesar 4,7 persen yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen, hal ini berarti bahwa minimal ada satu variabel bebas independent yang mempengaruhi variabel tak bebasnya dependent. Hasil estiamasi model yang dihasilkan dari regresi linear berganda tersebut cukup baik, karena memenuhi kriteria BLUE Best Linear Unbiased Estimator. BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi klasik, yaitu model tidak memiliki sifat multikolinearitas, normalitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas. Hasil uji asumsi klasik ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Signifikan atau tidaknya pengaruh setiap variabel tak bebas terhadap variabel bebas dapat dilihat dari probabilitas setiap variabel bebas dari model tersebut. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai taraf nyata maka variabel bebas tersebut dapat dinyatakan signifikan. Berdasarkan model di atas, variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan luas lahan sawah, yaitu kepadatan penduduk dan produktivitas padi yang berpengaruh nyata pada taraf α = 10 persen. Sedangkan 56 luas bangunan tidak berpengaruh nyata terhadap luas lahan sawah. Pembuktian multikolinearitas dapat ditunjukkan dengan memperhatikan nilai Variance Inflaction Factors VIF dengan kriteria, apabila nilai VIF yang dihasilkan kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapat multikolinearitas. Dengan menggunakan metode pengubahan variabel bebas ke dalam Ln maka model ini tidak terdapat multikolinearitas. Berdasarkan hasil permodelan di atas, kepadatan penduduk, produktivitas padi sawah, dan luas lahan bangunan memiliki VIF kurang dari 10 atau berkisar antara 0-5 sehingga variabel bebas dalam model tersebut dapat disimpulkan bebas dari masalah multikolinearitas. Pembuktian autokorelasi dapat dilihat dari nilai breusch- Godfrey Serial Correlation LM Test. Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut diperoleh nilai Prob. chi-square sebesar 0,3315 atau sebesar 33,15 persen. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen atau 0,1 0,3315 0,1 sehingga menunjukkan bahwa model tersebut bebas dari masalah autokorelasi. Asumsi normalitas ditunjukkan dengan melihat nilai probabilitas pada histogram of normality test. Berdasarkan model tersebut nilai probabilitas yang diperoleh sebesar 0,811070 atau sebesar 81,10 persen. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen 0,8110 0,1, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model ini residual menyebar secara normal atau tidak terjadi permasalahan normalitas. Pada model ini juga tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas, karena dari hasil uji Glejser diperoleh nilai Prob. chi- square sebesar 0,7063 atau 70,63 persen. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen 0,7063 0,1, sehingga pada model ini tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas. Model hasil estimasi regresi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian tingkat wilayah di Kabupaten Bogor, adalah sebagai berikut : LnY = 11,38109 - 0,107466 LnX 1 + 0,237015 LnX 2 - 0,20011 LnX 3 Berdasarkan hasil estimasi nilai probabilitas dari variabel kepadatan penduduk lebih kecil dari taraf nyata 10 persen 0,07 0,1. Hal ini berarti bahwa kepadatan penduduk berpengaruh nyata terhadap perubahan luas lahan sawah. Koefisien variabel yang bernilai -0,107466 pada tabel menjelaskan bahwa, setiap kenaikan 10 persen kepadatan penduduk maka luas lahan sawah akan berkurang