67 Tabel 23. Dampak Terhadap Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi yang Hilang
Akibat Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Bogor Tahun 2002- 2011
Tahun Produkti-
vitas Padi
Sawah tonha
Luas Lahan
Teralih -fungsi-
kan ha Produksi
Padi yang Hilang ton
Nilai Produksi Padi yang Hilang Rp
Nilai Produksi Beras yang Hilang Rp
2002 5,29
2003 5,18
-79 -1.227,90
-2.026.030.050,00 -2.466.765.014,12
2004 5,25
-674 -10.611,46
-18.039.475.200,00 -19.799.784.168,35
2005 5,37
2006 5,40
-173 -2.803,12
-6.587.329.650,00 -8.126.845.772,83
2007 5,74
-104 -1.789,32
-5.033.357.160,00 -6.364.129.197,19
2008 5,91
2009 6,15
-83 -1.531,85
-4.947.869.040,00 -5.190.800.831,52
2010 6,19
-282 -5.236,74
-19.072.207.080,00 -19.700.041.933,30
2011 6,23
-299 -5.589,21
-22.010.297.166,00 -23.536.758.782,72
Total -1694
-28.789,60 -77.716.565.346,00
-85.185.125.700,02 Rata-rata
-169,4 -2878,96
-7.771.656.534,60 -8.518.512.570,00
Sumber : Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor, berbagai terbitan diolah
Berdasarkan Tabel 23 diatas dan asumsi-asumsi yang telah disebutkan sebelumnya, total produksi padi yang hilang selama sepuluh tahun terakhir di
Kabupaten Bogor adalah sebesar 28.789,6 ton. Nilai produksi padi diestimasi menggunakan harga gabah kering giling GKG yang berlaku di Provinsi Jawa
Barat pada masing-masing tahun tersebut Lampiran 6. Jumlah produksi padi yang hilang dikalikan dengan harga pembelian pemerintahnya. Seperti data pada
tahun 2004, jika harga GKG Rp 1.700 per Kg atau Rp 1.700.000 per ton, maka nilai produksi padi yang hilang adalah 10.611,46 ton x Rp 1.700.000 per ton = Rp
18.039.475.200. Selanjutnya, nilai produksi beras yang hilang dapat diestimasi menggunakan harga beras dikalikan dengan jumlah produksi padi yang hilang
dikali dengan besaran konversi gabah ke beras sebesar 62,74 persen. Seperti pada tahun 2004 jika harga beras Rp 2.974 per Kg atau Rp 2.974.000 per ton, maka
nilai produksi beras yang hilang adalah 10.611,46 ton x 62,74 x Rp 2.974.000 per ton = Rp 19.799.784.168,35. Rata-rata nilai produksi padi yang hilang per
tahunnya adalah sebesar Rp 7.771.656.534,60 sedangkan rata-rata nilai produksi beras yang hilang per tahunnya adalah sebesar Rp 8.518.512.570,00.
68 Pada tahun 2005 dan 2008 luas lahan sawah di Kabupaten Bogor sempat
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan adanya indikasi pembukaan lahan sawah baru dari lahan kering yang ada. Pembukaan lahan ini dilakukan untuk
menanggulangi pengalihfungsian lahan yang terjadi. Hal ini menyebabkan adanya surplus produksi padi pada tahun-tahun tersebut. Dengan asumsi yang sama,
perhitungan mengenai surplus tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Dampak Terhadap Surplus Produksi Padi dan Nilai Produksi Padi
Akibat Pembukaan Lahan Sawah Baru di Kabupaten Bogor Tahun 2002-2011
Tahun Produkti-
vitas Padi
Sawah tonha
Pembuka- an sawah
Baru ha Surplus
Produksi Padi ton
Surplus Nilai Produksi Padi Rp
Surplus Nilai Produksi Beras Rp
2002 5,29
2003 5,18
2004 5,25
2005 5,37
1.095 17.627,31 33.491.889.000,00
37.402.803.862,31 2006
5,40 2007
5,74 2008
5,91 528
9.356,69 28.509.828.336,00
29.909.616.930,86 2009
6,15 2010
6,19 2011
6,23 Total
1.623 26.984
62.001.717.336,00 67.312.420.793,17
Sumber : Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor, berbagai terbitan diolah
Berdasarkan Tabel 24, total surplus produksi padi akibat pembukaan lahan sawah baru sebesar 26.984 ton atau dengan nilai sekitar 62 milyar. Surplus ini
tidak menutupi produksi padi yang hilang pada tahun-tahun sebelumnya, karena total pembukaan lahan hanya sebesar 1.623 hektar sedangkan total alih fungsi
lahan sebesar 1.694 hektar. Produksi padi pada sepuluh tahun terakhir masih hilang sekitar 1.805,6 ton atau bernilai sekitar Rp 15.714.848.010,00. Nilai
tersebut diperoleh dari selisih produksi yang hilang dan surplus produksi.
6.7 Implikasi Kebijakan dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah di
Kabupaten Bogor
Implikasi atau keterlibatan kebijakan dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian sangat penting dilakukan. Baik kebijakan yang berasal dari
pemerintahan pusat maupun daerah. Menurut Widjanarko et al 2006 ada tiga
69 kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan
pertanian ke non pertanian adalah: 1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan
Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri
dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. 2. Kebijakan pembangunan pemukiman skala besar dan kota baru. Kebijakan
pemerintah ini sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan, karena memunculkan spekulan yang mendorong minat petani menjual lahannya.
3. Kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal dan perizinan sesuai Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993 memberikan kemudahan dan
penyederhanaan dalam pemrosesan perizinan lokasi. Kebijakan tersebut menyebabkan peningkatan dalam permohonan izin lokasi untuk kawasan
industri, pemukiman, maupun wisata. Permasalahan alih fungsi lahan pertanian ini merupakan masalah serius
yang harus ditangani cepat oleh pemerintah. Sehingga perlunya sinergisitas dari segala pihak dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Selain kebijakan yang
disebutkan di atas, terdapat pula kebijakan lahan abadi dari pencanangan reforma agraria Indonesia. Kebijakan lahan abadi merupakan salah satu bagian dari
Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan RPPK. Dalam RPPK, program pembukaan lahan pertanian dalam lima tahun ke depan diarahkan ke dalam tiga
bentuk, yaitu : 1. Pemanfaatan lahan terlantar lahan alang-alang dan semak belukar dengan
mengembangkan tanaman semusim maupun tahunan, terutama di daerah transmigrasi.
2. Pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Mempertahankan lahan irigasi yang telah menghabiskan investasi besar dalam pencetakkan dan pembangunan
jaringan irigasinya. 3. Perluasan areal sawah dan lahan kering terutama di luar Jawa.
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang perekonomiannya berdaya saing dengan titik berat pada revitalisasi pertanian, sehingga dibutuhkan langkah
kebijakan dalam menyukseskan revitalisasi pertanian tersebut. Penekanan dengan
70 penganekaragaman konsumsi pangan merupakan salah satu kebijakan yang wajib
diterapkan oleh suatu daerah. Berbagai strategi yang terkait dengan upaya penganekaragaman konsumsi pangan antara lain adalah 1 Diversifikasi usaha
rumah tangga diarahkan untuk meningkatkan pendapatan produsen, terutama petani, peternak, dan nelayan kecil melalui pengembangan usahatani terpadu; 2
Diversifikasi usaha atau produksi pangan dan diversifikasi konsumsi pangan melalui pengembangan diversifikasi usahatani terpadu bidang pangan, perkebunan,
peternakan, perikanan; 3 Pengembangan pangan lokal sesuai dengan kearifan dan kekhasan daerah untuk meningkatkan diversifikasi pangan lokal; 4
Pengembangan sumberdaya manusia di bidang pangan dan gizi dilakukan melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan secara komprehensif.
Studi kasus dalam penelitian di Kecamatan Ciampea ini memperlihatkan bahwa sebenarnya pendapatan petani di daerah tersebut cukup menghasilkan
pendapatan. Hasil perhitungan menyatakan rata-rata kepemilikan lahan yang ada di Kecamatan Ciampea adalah sebesar 1 hektar dengan pendapatan sebesar Rp
4.056.738 per musim tanam. Nilai tersebut memang belum memenuhi kriteria hasil yang tinggi bekisar Rp 6.000.000-Rp 7.000.000. Hal ini dikarenakan
karena produktivitas dari lahan sawah yang masih rendah. Masalah tersebut dapat ditanggulangi dengan kebijakan pemberian teknologi memadai secara merata
untuk petani-petani di daerah tersebut. Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk hal ini. Selain itu, fenomena petani miskin yang ada di Indonesia ini tidak hanya
disebabkan dari hal-hal internal penanaman saja namun juga pola pikir para petani. Selama ini, pada masa menunggu hasil panen masih tidak banyak petani yang
memanfaatkan waktunya untuk hal-hal yang lain, padahal bisa saja digunakan untuk berdagang ataupun pekerjaan lainnya. Sehingga pendapatan para petani pun
akan meningkat pula. Petani belum banyak juga yang menyadari pentingnya arti pendidikan sehingga masih banyak anak-anak petani yang memiliki kualitas
pendidikan yang rendah. Padahal pendidikan anak merupakan investasi untuk perubahan nasib mereka yang lebih baik di masa yang akan datang.
Dalam kaitannya dengan alih fungsi lahan ini kebijakan yang tepat selain menekan konsumsi beras masyarakat adalah dengan menekan laju pertumbuhan
penduduk dengan program Keluarga Berencana KB, pembukaan lahan sawah
71 baru, dan penerapan System of Rice Intensification S.R.I.. Dinas Pertanian dan
Kehutanan Distanhut Kabupaten Bogor semenjak tahun 2012 telah melaksanakan program atau kegiatan dalam memenuhi kebutuhan pangan
masyarakatnya. Upaya intensifikasi menjadi pilihan utama untuk usaha peningkatan produksi dan produktivitas pangan. Beberapa kegiatan yang
dilakukan mulai dari on farm sampai off farm. Kegiatan on farm berupa penyediaan sarana dan prasarana produksi, sedangkan off farm berupa penyediaan
peralatan pasca panen sehingga produk pertanian memiliki nilai tambah. Beberapa fasilitas sarana dan prasarana yang diberikan Distanhut kepada
petani yaitu melalui kegiatan pengembangan pembenihanpembibitan padi dan pengembangan Pengelolaan Tanaman Terpadu PTT yang dikenal dengan nama
Gerakan Peningkatan Produksi Padi Berbasis Masyarakat GP3M. Pola yang diterapkan pada kegiatan pengembangan PTT padi ini menggunakan pola yarnen
bayar saat panen. Kegiatan ini ditunjang dengan peralatan usaha tani seperti traktor, bagan warna daun, caplak, gasrok, alat pengendalian hama, penyuluhan
tentang pengendalian hama hingga alat pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Selain itu, adanya program peningkatan produksi beras nasional P2BN dari Kementrian Pertanian, membuat berbagai daerah di Indonesia berkompetisi
untuk mencapai peningkatan produksi beras sebesar 5 persen. Seperti halnya Kabupaten Bogor pada tahun 2013 berhasil meningkatkan produksi beras hingga
7,3 persen melebihi target tersebut. Keberhasilan tersebut didapat dari adanya peningkatan produksi dan produktiviitas, peningkatan adopsi teknologi,
pencapaian target kecukupan pangan dan peningkatan pendapatan dengan melakukan perluasan area tanam serta perbaikan irigasi. Hal tersebut menandakan
betapa penting dan berpengaruhnya kebijakan pemerintah dalam memajukan pertanian Indonesia.