Alat dan Bahan Radiasi Matahari Harian di Titik pengukuran

jumlah poton cahaya yang diterima per suatu unit area. Incident PAR adalah sejumlah PAR yang datang pada puncak atmosfer. Telah diketahui sebelumnya bahwa atmosfer tidak meneruskan semua panjang gelombang ke permukaan bumi melainkan hanya pada rentang tertentu saja 0.3-3.5 µm. Namun hampir 48.7 radiasi yang sampai ke permukaan bumi adalah dalam bentuk PAR Guang Zhu 2008. Kondisi atmosfer di atas kanopi seperti kandungan uap air, debu, molekul udara dan keawanan mempengaruhi besarnya PAR yang sampai ke permukaan kanopi. Jumlah PAR yang datang ke puncak kanopi bervariasi tergantung dari letak lintang dan topografi, variasi diurnal akibat perbedaan sudut datang matahari, variasi penutupan awan dan gangguan atmosfer. Intercepted PAR IPAR adalah sejumlah PAR yang ditangkap oleh lapisan kanopi sebagai incident PAR pada kanopi yang terus menembus lapisan kanopi hingga tanah. Absorbed PAR APAR adalah sejumlah PAR yang diserap oleh kanopi sesungguhnya setelah dikurangi PAR yang dipantulkan Reflected PAR. Reflektan pada kanopi tanaman cenderung lebih rendah karena efek multipler daun.

2.4.2 Distribusi Cahaya dalam Kanopi

Distribusi radiasi diantara kanopi tanaman sulit untuk dideskripsikan karena dibutuhkan pengetahuan mengenai arsitektur kanopi, distribusi sudut radiasi matahari yang datang dan sifat optikal tanaman. Secara sederhana dengan asumsi distribusi tegakan horizontal dan seragam sehingga radiasi yang datang ke kanopi tanaman hanya berubah terhadap ketinggian. Secara umum rata-rata radiasi cenderung menurun secara ekponensial dengan meningkatnya kedalaman mengikuti Hukum Beer yang mengasumsikan kanopi adalah penyerap absorber yang homogen. Selain ketinggian, untuk distribusi kanopi yang seragam radiasi transmisi juga dipengaruhi oleh leaf area index LAI dan koefisien pemadaman k. Berikut merupakan persamaan radiasi transmisi menurut Hukum Beer: …………………………….2 Dimana I adalah radiasi yang ditransmisikan melalui tajuk, I adalah radiasi yang sampai ke puncak kanopi, dan k adalah koefisien pemadaman. Persamaan ini valid untuk penutupan kanopi yang seragam dengan distribusi daun acak, sedangkan untuk kanopi yang diskontinu seperti yang ditemukan pada tanaman dengan struktur baris dan pada perkebunan buah-buahan, terdapat clumping factor Ω yang bervariasi antara 0 hingga 1 Campbell and Norman 1998 diacu dalam Oyarz ύn 2010. Koefisien pemadaman dapat menjelaskan hubungan karakteristik kanopi tanaman dan intersepsi radiasi. Monteith 1973 menjelaskan bahwa koefisien pemadaman memberikan hubungan terbalik dengan kandungan klorofil per satuan luas daun dan berkurang dengan bertambahnya reflektivitas daun. Nilai k bervariasi tergantung dari ukuran daun dan arsitektur kanopi. Nilai k total radiasi berkisar antara 0.30-0.45 untuk tanaman yang memiliki daun tegak berbagai jenis serealia sampai nilai 0.8 pada tanaman yang memiliki tipe daun horizontal misal kacang tanah. Dalam komunitas tanaman, besarnya transmisi dan refleksi bergantung pada sudut datang sinar Monteith 1973. Koefisien refleksi dan transmisi untuk sudut datang 0 hingga 50 hampir konstan. Semakin besar sudut datang sinar, koefisien refleksi semakin meningkat dan koefisien transmisi menurun, dimana perubahan tersebut bersifat komplementer sehigga keseluruhan nilai absorbsi yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis besarnya relatif konstan Impron 1999. Ketersedian dan variabilitas cahaya pada skala mikro di lantai hutan dipengaruhi oleh fenologi daun, posisi matahari, kondisi langit, lokasi gaps, ukuran gap, dan tinggi kanopi Anderson 1970; Canham et al. 1990; Baldocchi dan Collineau 1994. III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga Bogor dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Meteorologi Terapan. Penelitian berlangsung mulai bulan Maret 2012 sampai Juli 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Solarimeter 2. Meteran 3. Patok 4. Stopwatch 5. Tripod 6. Thermometer infrared 7. Perangkat lunak Ms Office 2007 Ms. Word 2007, Ms. Excell 2007

3.3 Metode Penelitian

Teknik dan prosedur pengumpulan data yang digunakan dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan dan pengukuran langsung. 3.3.1 Pengukuran Radiasi Pengukuran Radiasi di bawah kanopi menggunakan alat solarimeter. Alat ini diletakkan pada beberapa strata tumbuhan di dalam hutan dan satu di luar hutan sebagai kontrol. Pengambilan data dilakukan di tiga titik di dalam hutan yang dapat mewakili strata hutan yang dapat ditemukan. Ukuran satu petak lokasi adalah 30 x 30 meter. Alat diletakkan di bawah strata tumbuhan seperti di bawah pohon, tiang dan pancang. Data diukur dengan interval 15 menit dari pukul 9 pagi hingga pukul 3 sore. Berikut kriteria untuk tingkat pohon, tiang dan pancang :  Pohon Trees : diameter setinggi dada 1.3 m ≥ 20 cm, bila pohon berbanir diameter di ukur 20 cm di atas banir.  Tiang Poles : pohon muda dengan diameter setinggi dada 1.3 m antara ≥10 sampai 20 cm.  Pancang Sapling : permudaan yang tingginya 1.5 m sampai pohon muda dengan diameter 10 cm. Solarimeter diletakkan di atas tripod dengan ketinggian tripod untuk pengukuran radiasi di bawah pohon adalah 120 cm dan untuk pengukuran radiasi di bawah pancang dan tiang adalah 100 cm. Penggunaan tripod ini dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh tumbuhan semak di lantai hutan. Pengukuran dilakukan di tiga petak lokasi yang berbeda. Pada petak pertama dan kedua dilakukan 4 kali pengukuran pada titik yang sama pada hari yang berbeda selama 6 jam pengamatan, sedangkan pada petak ketiga dilakukan 3 kali pengukuran pada titik yang sama pada hari yang berbeda selama 6 jam pengamatan.

3.3.2 Pengukuran suhu permukaan

Suhu permukaan yang diukur adalah suhu permukaan kanopi, lahan terbuka, badan air dan suhu permukaan tanah di dalam hutan. Alat yang digunakan adalah termometer inframerah. Alat ini mengukur suhu permukaan suatu objek dengan cara ditembakkan kearah objek tersebut. Sebelum menembakkan alat tersebut, kita harus menyesuaikan nilai emisivitas dari objek yang akan diukur temperaturnya. Dalam penelitian ini emisivitas yang digunakan untuk badan air adalah 0.98; lahan terbuka yang wakili oleh lapangan rumput adalah 0.95; kanopi hutan adalah 0.95 dan tanah di dalam hutan adalah 0.92 Weng 2001.

3.3.3 Pengolahan data menggunakan

Microsoft Excel a. Menghitung proporsi radiasi di atas kanopi I , dengan yang ditransmisikan I τ ke bawah pohon, tiang dan pancang. Untuk proporsi radiasi matahari di bawah pohon dilambangkan dengan Q , di bawah tiang dengan Q t dan di bawah pancang dengan Q p. b. Pengkelasan nilai proporsi radiasi transmisi di bawah pohon berdasarkan rentang komponen radiasi di atas kanopi I dan waktu diurnal. c. Menghitung nilai radiasi difus menggunakan persamaan empiris. d. Radiasi difus di atas kanopi diestimasi menggunakan persamaan empiris oleh Erbs et al. 1982. Langkah pertama mencari transmisivitas atmosferik dengan persamaan sebagai berikut : Dimana I = 1367 W m -2 sebagai konstanta. S merupakan radiasi yang diukur di atas kanopi. Dan θ merupakan sudut elevasi matahari. Dalam perhitungan pada penelitian ini sudut elevasi diasumsikan sebagai sudut jam. Persamaan radiasi difus : IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Hutan Penelitian Dramaga merupakan salah satu dari 13 hutan kepemilikan Badan penelitian dan Pengembangan Kehutanan yang terletak di Desa Situ Gede dan Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Lokasi HP Dramaga terletak pada ketinggian 244 m dpl. Secara geografis, HP Dramaga terletak pada 6 33’8” – 6 33’35” LS dan 106 44’50” – 106 105’19” BT . Luas keseluruhan areal HP Dramaga sekitar 57.75 ha dimana sebagian besar 41.6 merupakan hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1954. Berdasarkan data iklim selama 10 tahun 1995-2005 yang direkam oleh Stasiun Klimatologi Dramaga, suhu rata-rata tertinggi pada kawasan ini terjadi pada bulan Juni sebesar 27.5 C dan terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 24 C. Kelembaban relatif rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 81. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari sebesar 1117.2 mm dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 9.8 mm Komara 2008. Menurut sistem klasifikasi iklim Schmidth Ferguson kawasan ini beriklim basah tipe A dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3940 mm Departemen Kehutanan 1994. Sumber : maps.google.com. Gambar 1 Titik lokasi pengambilan data pada Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga Bogor square area : lokasi titik pengukuran yang berukuran 30 m x 30 m.

4.2 Radiasi Matahari Harian di Titik pengukuran

Pengukuran radiasi dilakukan pada tiga titik yang berbeda dengan kerapatan tegakan tiap lokasi juga berbeda. Karakteristik dari ketiga titik lokasi disajikan pada Tabel 1. Radiasi matahari yang diukur di atas kanopi dan di dalam kanopi ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 2, 3, dan 4 dimana pengukuran menggunakan empat solarimeter. Pengukuran radiasi matahari di atas kanopi diasumsikan sama dengan radiasi yang sampai ke permukaan tanah tanpa melalui kanopi. Grafik tersebut menunjukkan 15 menit pengukuran selama enam jam 09.00-15.00 Radiasi di dalam kanopi diwakili oleh pengukuran yang dilakukan di bawah pohon trees, tiang poles, dan pancang sapling. Lokasi 1 diwakili pengukuran pada hari ke 81, 84, 90, 91 2 . Pada hari-hari tersebut cuaca cerah pada siang hari dan cenderung mendung pada sore hari. Radiasi maksimum diatas kanopi pada lokasi satu mencapai 877 Wm -2 . Pada lokasi dua diwakili pengukuran pada hari ke 99, 100, 101, dan 106 3 . Jumlah radiasi maksimum yang sampai di atas kanopi adalah 864 Wm -2 . Sedangkan pada lokasi tiga diwakili pengukuran pada hari ke 111, 113, dan 116 4 dengan jumlah radiasi maksimumnya adalah 723 Wm -2 . Faktor dominan yang mempengaruhi penerimaan radiasi di permukaan bumi adalah keadaan awan. Daerah padang pasir dengan tingkat keawanan rendah akan menerima jumlah radiasi yang besar. Namun, daerah Indonesia dengan curah hujan yang tinggi, radiasi akan lebih banyak dipantulkan oleh awan pada musim hujan sehingga akan lebih sedikit radiasi yang sampai ke permukaan bumi Handoko 1994. Daerah kajian yaitu Bogor merupakan daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi, dengan demikian tingkat keawanan di daerah ini juga cukup tinggi yang akan mempengaruhi penerimaan radiasi surya. 2 81, 84, 90, 91 merupakan Julian date dari tanggal 21, 24, 30, 31 Maret 3 99, 100, 101, 106 merupakan Julian date dari tanggal 8, 9, 10, 15 April 4 111, 113, 116 merupakan Julian date dari tanggal 20, 22, 25 April Tabel 1 Karakteristik area studi Variabel Lokasi Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Tegakan Pohon, Tiang, pancang Pohon, Pancang Pohon, Tiang Kerapatan Tegakan Jarang Tinggi Sedang Dominasi Pohon Hopea bancana Boerl. Van Slooten Coumarouna odorata Anbl. Coumarouna odorata Anbl. Periode Pengukuran 21, 24, 30, 31 Maret 2012 8, 9, 10, 15, April 2012 20, 22, 25, April 2012 Radiasi matahari yang diteruskan ke bawah pohon lebih besar dibanding dengan yang diteruskan ke bawah tiang dan pancang. Namun, untuk radiasi matahari yang diteruskan di bawah tiang dan pancang jumlahnya hampir sama. Meskipun di lokasi 1 terdapat tiga struktur yang diamati yaitu pohon, tiang dan pancang Tabel 1, namun kanopi tiang di lokasi ini tidak menutupi kanopi pancang sehingga radiasi yang ditransmisikan langsung dari kanopi pohon ke tiang, atau dari kanopi pohon ke pancang. Radiasi yang diukur merupakan radiasi global dengan rentang panjang gelombang 0.3-3.5 µm. Sebaran jumlah radiasi yang diterima berbeda-beda dengan rata-rata selama enam jam pengukuran 09.00-15.00 adalah sebesar 429 Wm -2 . Jika radiasi matahari yang sampai di puncak kanopi adalah 100 maka 83 dari radiasi ini akan diteruskan hingga mencapai puncak tiang dan hanya 19 yang sampai ke puncak pancang dan akhirnya hanya 12-14 radiasi yang sampai ke lantai hutan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh beberapa lapisan tajuk menyebabkan berkurangnya radiasi matahari yang dapat mencapai lantai hutan. Berkurangnya jumlah radiasi yang diterima di lantai hutan disebabkan oleh koefisien pemadaman tajuk. Pengaruh yang paling besar terjadi pada lapisan tajuk pancang dimana sudah terjadi penyerapan radiasi pada lapisan tajuk di atasnya yaitu tiang dan kemudian terjadi penyerapan tajuk pada pancang, sehingga jumlah yang ditransmisikan ke lantai hutan menjadi kecil. Gambar 2 Profil radiasi matahari di lokasi 1. Gambar 3 Profil radiasi matahari di lokasi 2. Gambar 4 Profil radiasi matahari di lokasi 3.

4.3 Profil Proporsi Radiasi Transmisi di Titik Pengukuran