Tujuan Ekosistem Hutan Transmisi Radiasi Matahari di Bawah Kanopi Hutan (Studi Kasus Hutan Badan Litbang Kementrian Kehutanan Dramaga Bogor)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radiasi matahari adalah sumber energi penting untuk seluruh vegetasi di permukaan bumi. Hampir seluruh energi di ekosistem hutan tropis berasal dari energi matahari yang diterima oleh kanopi dan permukaan tanah dalam beberapa spektrum gelombang pendek. Radiasi gelombang pendek yang penting untuk fotosintesis tanaman adalah radiasi dengan panjang gelombang 400-700 nm yang dikenal sebagai photosynthesis active radiation PAR. Penilaian kondisi pencahayaan tegakan hutan merupakan informasi yang penting untuk mengetahui pertumbuhan tanaman baik tanaman kayu maupun tumbuhan herba di lantai kanopi. Bahkan perubahan yang kecil pada struktur puncak kanopi dapat menghasilkan perubahan penetrasi radiasi matahari dan juga status iklim mikro yang berpengaruh penting terhadap pertumbuhan dan ketahanan spesies tanaman yang terlibat Whitmore et al. 1993; Brown 1993, 2000; Hale dan Brown 2005; diacu dalam Jarcuska 2008. Cahaya visible light adalah salah satu faktor lingkungan utama yang mengontrol proses ekologi dan biologi di dalam hutan. Jumlah dan kualitas cahaya mengontrol keberhasilan pembentukan dari suatu benih perkecambahan dan pertumbuhan benih pohon di lantai hutan. Toleransi setiap spesies pohon muda bervariasi menurut status suksesinya, semakin toleran suatu spesies maka dapat berkembang baik dan beregenerasi di lantai hutan yang gelap dibanding dengan yang intoleran. Cahaya juga merupakan suatu kunci yang penting dalam regenerasi hutan. Cahaya meningkatkan perkembangan vegetasi di lantai hutan, yang terdiri dari graminoids, forbs 1 , semak dan pohon muda, dimana selain cahaya komposisinya bervariasi bergantung pada kondisi lokasi dan spesies pohon di sekitar lantai hutan. Keragaman jumlah cahaya yang diterima pada hutan bisa disebabkan oleh celah kecil cahaya yang disebut ‘sunflecks’, dimana sunflecks ini masuk melewati celah hutan kanopi. Sunflecks-light terdiri dari cahaya matahari langsung, cahaya yang dipantulkan oleh vegetasi, cahaya difus, dan cahaya difus 1 Graminoids, forbs merupakan kelompok vegetasi herba. Graminoids adalah semua rumput herba dan tanaman rerumputan seperti alang-alang dan tebu. Forbs adalah tanaman herba berdaun lebar seperti bunga matahari. yang diserap oleh vegetasi Morgan dan Smith 1981 dalam Longman 1992. Saat ini terdapat trend dalam pengelolaan hutan dengan beberapa tujuan, khususnya untuk meningkatkan biodiversity dan sustainability. Salah satunya adalah perhatian terhadap vegetasi di bawah kanopi hutan sebagai suatu cara untuk meningkatkan jumlah spesies dan secara tidak langsung untuk mendukung pelestarian fauna serta berperan dalam peningkatan kualitas tanah Balandier 2008. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah hutan tropis yang besar. Kelestarian hutan saat ini semakin menurun dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kemiskinan. Untuk itu diperlukan suatu sistem yang dapat mengoptimalkan fungsi hutan sehingga dapat menengahi kepentingan kelestarian dan kepentingan masyarakat di sekitar hutan. Salah satu caranya adalah dengan pola distribusi tanaman sela di dalam hutan. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan penilaian terhadap energi radiasi matahari di dalam hutan. Perhitungan radiasi melalui celah kanopi radiasi transmisi dapat dilakukan dengan metode pengukuran langsung dan tidak langsung. Metode remote sensing saat ini menjadi alat yang sering digunakan karena kelebihannya secara cakupan wilayah kajian. Untuk itu dibutuhkan suatu koreksi dengan menggunakan data lapangan agar keakuratan pendugaan menggunakan satelit lebih tinggi. Dalam penelitian ini radiasi yang diukur adalah radiasi yang ditransmisikan melalui celah kanopi di beberapa strata tumbuhan di bawah kanopi.

1.2 Tujuan

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu : 1. Mencari fraksi antara radiasi matahari di bawah kanopi dengan radiasi matahari di atas kanopi pada strata tumbuhan pohon, pancang dan tiang. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis transmisi radiasi matahari dan distribusi temporal pada beberapa strata tumbuhan. 3. Membuat kelas sebaran transmisi radiasi matahari secara temporal. 4. Menghitung dan menganalisis radiasi difus dalam hubungannya dengan radiasi transmisi. II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Hutan

Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan yang terletak pada 10 LU hingga 10 LS. Ekosistem hutan hujan tropis terbentuk pada daerah dengan curah hujan 2000-4000 mm per tahun, rata-rata temperatur 25 C dengan perbedaan temperatur yang kecil sepanjang tahun, dan rata-rata kelembaban udara 80. Arief 1994 dalam Indriyanto 2008 mengemukakan bahwa hutan hujan tropis yang telah mencapai klimaks mempunyai tiga stratum tajuk, yaitu stratum A, B, dan C atau bahkan memiliki lebih dari tiga stratum tajuk. Stratifikasi yang terdapat pada hutan hujan tropis dapat dibagi menjadi lima stratum berurutan dari atas ke bawah, yaitu stratum A, stratum B, stratum C, stratum D dan stratum E Arief 1994; Ewusie 1990; Soerianegara dan Indrawan 1982; diacu dalam Indriyanto 2008. Masing-masing stratum diuraikan sebagai berikut : 1. Stratum A A-storey, yaitu lapisan tajuk kanopi hutan paling atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 m. Pada umumnya tajuk pohon pada stratum tersebut lebar, tidak bersentuhan ke arah horizontal dengan tajuk pohon lainnya dalam stratum yang sama, sehingga stratum tajuk itu berbentuk lapisan diskontinu. Pohon pada stratum A umumnya berbatang lurus, batang bebas cabang tinggi, dan bersifat intoleran tidak tahan naungan. Menurut Ewusie 1984 diacu dalam Indriyanto 2008, sifat khas bentuk-bentuk tajuk pohon tersebut sering digunakan untuk identifikasi spesies pohon dalam suatu daerah. 2. Stratum B B-storey, yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 20-30 m. Bentuk tajuk pohon pada stratum B membulat atau memanjang dan tidak melebar seperti pada tajuk pohon di stratum A. Jarak antar pohon lebih dekat sehingga tajuk pohon-pohonnya cenderung membentuk lapisan tajuk yang kontinu. Spesies pohon yang ada, bersifat toleran tahan naungan atau kurang memerlukan cahaya. Batang pohon banyak cabangnya dengan batang bebas cabang tidak begitu tinggi. 3. Stratum C C-storey, yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh pepohonan yang tingginya 4-20 m. Pepohonan pada stratum C mempunyai bentuk tajuk yang berubah-ubah tetapi membentuk suatu lapisan tajuk yang tebal. Selain itu, pepohonannya memiliki banyak percabangan yang tersusun dengan rapat, sehingga tajuk pohon menjadi padat. Pada stratum C pepohonan juga berasosiasi dengan berbagai populasi epifit, tumbuhan memanjat, dan parasit Vickery 1984 diacu dalam Indriyanto 2008. 4. Stratum D D-storey yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 m. Pada stratum itu juga terdapat dan dibentuk oleh spesies pohon yang masih muda atau dalam fase anakan seedling, terdapat palma-palma kecil, herba besar, dan paku-pakuan besar. 5. Stratum E E-storey yaitu tajuk paling bawah lapisan kelima dari atas yang dibentuk oleh spesies-spesies tumbuhan penutup tanah ground cover yang tingginya 0-1 m. Keanekaragaman spesies pada stratum E lebih sedikit dibandingkan dengan stratum lainnya. Klasifikasi pohon dalam suatu tegakan hutan sangat berguna untuk pengelolaan hutan itu sendiri. Menurut Kadri dkk 1992 dalam Indriyanto 2008 klasifikasi pohon dapat didasarkan pada ukuran pohon dan posisi tajuk pohon di dalam hutan. 1. Klasifikasi Pohon Berdasarkan Ukuran a. Semai seedlings, yaitu pohon yang tingginya kurang dari atau sama dengan 1.5 m. b. Sapihan atau pancang saplings, yaitu pohon yang tingginya lebih dari 1.5 m dengan diameter batang kurang dari 10 cm. c. Tiang poles, yaitu pohon dengan diameter batang 10-19 cm. d. Pohon inti Nucleus trees, yaitu pohon dengan diameter 20-49 cm. Pohon besar tress, yaitu pohon dengan diameter batang lebih dari 50 cm. 2. Klasifikasi Pohon Berdasarkan Posisi Tajuk a. Pohon dominan dominant trees, yaitu pohon yang tajuknya menonjol paling atas dalam hutan sehingga mendapat cahaya matahari penuh. Tajuk pohon tumbuh meninggi di atas tingkat kanopi yang umum. Terkadang terdapat pada tegakan seumur meskipun lebih sering terdapat pada tegakan tidak seumur yang kondisinya tidak sempurna. Pohon dominan ukurannya paling besar dibandingkan dengan pohon-pohon lainnya karena kemampuan bersaing dengan pohon lain cukup besar. Banyak percabangan pohon dengan ukuran cabang yang besar sehingga kadang-kadang mendesak dan menekan pohon-pohon lainnya Kadro dkk 1992 diacu dalam Indriyanto 2008. b. Pohon kodominan codominant trees, yaitu pohon yang tidak setinggi pohon dominan, tetapi masih mendapatkan cahaya penuh dari atas meskipun cahaya dari samping terganggu oleh pohon dominan. Pohon kodominan bersama-sama dengan pohon dominan merupakan penyusun kanopi atau tajuk utama dalam suatu tegakan hutan, c. Pohon tengahan intermediate trees, yaitu pohon yang tajuknya menempati posisi lebih rendah dibandingkan pohon dominan dan pohon kodominan. Pohon tersebut masih mendapatkan cahaya matahari dari atas, tetapi tidak lagi mendapatkan cahaya matahari dari arah samping. Dengan demikian, pohon dari kelas tersebut mendapatkan persaingan yang keras terhadap pepohonan lainnya. d. Pohon tertekan suppresed trees, yaitu pohon yang sama sekali ternaungi oleh pepohonan lain dalam suatu tegakan hutan, sehingga tidak mendapatkan cahaya yang cukup baik dari atas maupun dari samping. Pepohonan yang demikian biasanya lemah dan tumbuh lambat. e. Pohon mati dead trees, yaitu pepohonan yang mati atau dalam proses kematian. Pada tegakan hutan yang memiliki permudaan banyak, tetapi tidak dikelola dengan baik, maka lambat laun sejumlah besar pohon akan mengalami tekanan dan akhirnya mati. Seberapa jauh kecepatan terjadinya proses tersebut bergantung pada kualitas tempat tumbuh dan tingkat toleransi pohon.

2.2 Radiasi Surya