Transformasi Algoritma Lyzenga Pemetaan Batimetri

a b c Gambar 7. Persamaan linear antara data kedalaman pemeruman dan nilai digital citra ALOS AVNIR-2 a=kanal biru, b=kanal hijau, c=kanal merah Penentuan model persamaan regresi linier untuk mentransformasi seluruh nilai yang menjadi nilai piksel citra yang menunjukkan kedalaman dugaan ditentukan berdasarkan koefisien korelasi yang tertinggi dari ketiga persamaan regresi tersebut. Transformasi persamaan ini didasarkan pada persamaan linier sederhana dari algoritma Lyzenga. Koefisien korelasi r dan koefisien determinasi R 2 yang dihasilkan dari masing-masing kanal dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Korelasi antara hasil plot kedalaman pemeruman dan nilai digital citra ALOS AVNIR-2. Jenis Kanal Nilai Koefisien Korelasi r Nilai KoefisienDeterminasi R 2 Biru 0.87 0.76 Hijau 0.89 0.79 Merah 0.79 0.62 Penggunaan analisa korelasi bertujuan untuk menentukan besarnya hubungan antara kedalaman hasil pemeruman dengan hasil klasifikasi spektral nilai digital kedalaman dari masing-masing algoritma. Tabel 4 diatas menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi pada kanal hijau adalah sebesar 0.89, nilai tersebut cukup menunjukan keeratan hubungan linear yang terbentuk diantara nilai-nilai kedalaman pada wilyah kajian dengan nilai-nilai reflektansi hasil transformasi citra. Berdasarkan hal tersebut, maka transformasi algoritma Lyzenga yang digunakan untuk mentransformasi citra pada wilayah kajian dituliskan sebagai berikut : Z = 5,35 ln V – VS kanal hijau – 24,83 ………………………………. 12 Nilai koefisien Determinasi R 2 kanal hijau pada wilayah kajian adalah sebesar 0,79; dengan demikian dapat dikatakan bahwa 79 di antara keragaman dalam nilai-nilai kedalaman pada wilyah kajian dapat dijelaksan oleh hubungan linearnya nilai-nilai digital hasil transformasi citra. Sedangkan hasil uji akurasi dari sisi pemetaan dengan menggunakan metode matriks konfusi menunjukkan hasil seperti terlihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Matriks konfusi selang kelas nilai kedalaman pemeruman dan kedalaman dugaan. Pemeruman Citra 1-2 2,01-4 4,01-8 8 ∑ pengamatansampel 1-2 19 27 4 1 51 2,01-4 9 70 34 2 115 4,01-8 2 11 193 27 233 8 4 8 8 20 40 Total kolom 34 116 239 50 439 Overall Accuracy 68,79 User Accuracy Producer Accuracy Kelas Akurasi Kelas Akurasi 1-2 1934 0,56 1-2 1951 0,37 2,01-4 70116 0,60 2,01-4 70115 0,61 4,01-8 193239 0,81 4,01-8 193233 0,83 8 2050 0,4 8 2040 0,50 Rata-rata 0,59 Rata-rata 0,58 Hasil uji akurasi pada pada wilayah kajian Tabel 5 dapat dilihat bahwa ketelitian seluruh hasil klasifikasi Overall Accuracy antara nilai kedalaman pemeruman dan kedalaman dugaan citra adalah 68,79. Nilai tersebut berarti bahwa hubungan antara nilai kedalaman pemeruman dan kedalaman duga kurang baik karena nilai ketelitian yang diharapkan tidak memenuhi syarat yaitu lebih besar dari 70 Purwadi, 2001. Pada User Accuracy dan Producer Accuracy terjadi kesalahan klasifikasi berupa kekurangan jumlah piksel pada kelas kedalaman 1-2 meter dan pada kedalaman 8 meter hal ini di akibatkan masuknya piksel-piksel kelas tersebut ke kelas yang lain.

4.1.2. Peta Batimetri

Transformasi citra untuk ekstraksi informasi kedalaman menggunakan algoritma Lyzenga memberikan informasi untuk mempertegas perbedaan antara obyek pada masing-masing kanal. Pada peneltitian ini peta batimetri dibuat berdasarkan persamaan regresi Nomor 12. Hasil dari transformasi algoritma Lyzenga merupakan nilai kedalaman dan nilai faktor koreksi kedalaman berdasarkan data pasang surut Z+K. Histogram yang dihasilkan dari persamaan regresi yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8 berikut. Gambar 8. Histogram nilai transformasi algoritma Lyzenga. Peta estimasi kedalaman perairan laut dangkal gugusan Pulau Tiga yang dihasilkan dari histogram diatas sebelum dikelaskan ke dalam beberapa kelas baru, dapat dilihat pada Gambar 9 berikut.