Batimetri Pemanfaatan Citra Satelit Untuk Pemetaan Perairan Laut Dangkal

ke perairan dengan pemberat. Namun sekarang ini metode pengukuran kedalaman telah berkembang yaitu dengan menggunakan sistem foto udara atau penginderaan jarak jauh dengan citra satelit.

2.1.2. Pemetaan batimetri perairan laut dangkal

Hidrografi adalah ilmu yang mempelajari dan membahas tentang deskripsi serta pengukuran fisik laut, danau, sungai dan kaitannya dengan wilayah pantai BSNI, 2010. Informasi yang diperoleh dari kegiatan ini bermanfaat dalam pengelolaan dan pembangunan sumberdaya laut dalam industri kelautan. Informasi-informasi tersebut salah satunya dapat berupa kedalaman perairan. Pemetaan dasar perairan ini juga sangat penting untuk menunjang pengembangan wilayah pantai dan pesisir sehingga dapat diketahui tempat-tempat yang rawan, seperti topografi yang curam yang dekat dengan garis pantai. Peta batimetri sekarang ini telah banyak diproduksi oleh beberapa instansi kelautan, tetapi kebanyakan peta batimetri tersebut memetakan kedalaman pada perairan dalam yang digunakan untuk keperluan navigasi. Pemetaan kedalaman perairan telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dengan menggunakan citra satelit. Citra satelit yang umum digunakan untuk memetakan batimetri perairan terutama perairan dangkal shallow water, yaitu citra Landsat TM dan Landsat MSS, SPOT XS, dan Airborne MSS Green et al ., 2000. Umumnya pemetaan batimetri ini dilakukan dengan beberapa persyaratan kondisi perairan, seperti kecerahan air yang cukup penting perannya pada saat satelit merekam data. Perairan yang jernih memungkinkan sensor satelit untuk merekam data hingga ke kedalaman lebih dari 30 m Green et al., 2000. Hal ini berhubungan dengan atenuasi cahaya pada perairan, dimana sensor satelit dengan cahaya biru dan hijau yang mampu menembus hingga ke dasar perairan, sedangkan cahaya merah umumnya akan diserap atau dihamburkan di kolom perairan sehingga tidak mampu menembus lebih jauh lagi ke dasar perairan. Oleh karena itu, dalam memetakan kedalaman perairan dangkal juga memerlukan data lain, seperti turbiditas air yang mempengaruhi penetrasi kedalaman. Ada beberapa metode yang dikenal untuk memetakan batimetri, seperti metode Benny dan Dawson, metode Jupp, dan metode Lyzenga Green et al., 2000. Metode-metode pemetaan batimetri ini umumnya mengasumsikan 3 hal, yaitu i atenuasi cahaya merupakan fungsi eksponensial untuk kedalaman, ii kualitas air yang tidak tampak berbeda pada citra, iii albedo penampakan warna dari substrat adalah konstan. Biasanya metode satu dengan yang lain merupakan metode yang dikembangkan dari metode sebelumnya, seperti metode Jupp merupakan pengembangan dari metode Lyzenga. Sedangkan metode yang paling modern yang lebih tinggi tingkat teknologinya adalah metode Airborne Lidar Bathymetry Selamat dan Nababan, 2009. Metode yang digunakan untuk menduga batimetri melalui citra juga dapat menimbulkan permasalahan apabila terjadi variasi pemantulan yang signifikan pada karakteristik substrat dasar sehingga perlu dilakukan validasi data kedalaman yang biasanya menggunakan metode pemeruman. Oleh karena itu dibutuhkan suatu uji akurasi atau validasi data yang berfungsi untuk menguji ketelitian dari data atau informasi yang dihasilkan dari pengolahan citra. Pada umumnya uji akurasi ini dilakukan untuk membandingkan antara kedua data atau informasi, yaitu data dari peta hasil analisis penginderaan jauh dan data dari hasil