3.3 Teknik Kajian
3.3.1 Jenis Data
Dalam kajian yang dilakukan, data yang digunakan
adalah data kuantitatif dan kualitatif, berupa data primer dan sekunder.
Data kuantitatif merupakan data yang disajikan dalam bentuk angka yang dalam
kajian ini berupa data statistik, literatur, dan laporan atau publikasi lainnya yang berbentuk
angka, sedangkan data kualitatif merupakan pandangan atau pendapat, konsep-konsep,
keterangan, kesan-kesan, tanggapan- tanggapan, dan lain-lain tentang sesuatu
keadaan yang berhubungan dengan kehidupan manusia.
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil survey dalam bentuk kuesioner dan
wawancara, diskusi kelompok, focused group discussion FGD dan lokakarya yang
dilakukan dan diikuti. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data informasi
statistik, literatur, dan laporan kajian atau publikasi serta kegiatan studi kepustakaan
terhadap berbagai dokumen dan arsip serta data pendukung yang ada yang bersumber dari
instansi-instansi terkait.
3.3.2 Cara Pengumpulan Data Kajian
Teknik Pelaksanaan beberapa hasil kajian yang telah dilakukan, melalui pendekatan
yang mencakup:
3.3.2.1 Studi DokumentasiArsip
Studi dokumentasi ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang diperoleh
dengan melakukan studi kepustakaan atau literatur laporan, catatan, serta arsip lainnya
yang bersumber dari instansi-instansi terkait serta data pendukung lainnya mengenai aspek-
aspek yang terkait dengan kerentanan adaptasi perubahan iklim, terutama kerentanan pangan,
kerentana kesehatan, dan kerentanan di kawasan pesisir, serta pengembangannya yang
relevan dengan topik yang sedang dilakukan.
3.3.2.2 Aktifitas Magang di DNPI
3.3.2.2.1 Focus Group Discussion FGD. FGD ketika pengamatan di Makassar dan
Gorontalo terbagi menjadi tiga tahapan. Tahapan pertama dilakukan sebagai pembuka
kegiatan pengamatan kajian, dengan mempresentasikan kepada Pemerintah Daerah
mengenai teknik kajian yang dilakukan, sasaran kajian, dan target hasil dari kajian ini.
FGD kedua dilakukan untuk melaporkan hasil data dan kesimpulan sementara yang telah
didapat, untuk memproyeksikan gambaran keadaan yng nantinya akan didapati. FGD
ketiga adalah untuk mempresentasikan hasil akhir yang terjadi di dearah tersebut, baik
dampak, dan solusi yang mereka harus lakukan untuk dapat mengurangi efek dari
perubahan iklim.
3.3.2.2.2 Wawancara dan Pengisian Kuesioner
Kegiatan survei lapang ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi dari
dampak perubahan iklim yang telah dirasakan langsung oleh masyarakat. Data dan informasi
ini selanjutnya digunakan sebagai bahan klarifikasi, konfirmasi, dan perbandingan dari
hasil analisis data-data sekunder yang meliputi data iklim, dan hasil studi literatur.
Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara dan seorang narasumber dengan
memberikan pertanyaan langsung kepada mereka. Jawaban setiap pertanyaan yang
diberikan dituliskan oleh pewawancara di lembar kuesioner. Hal ini dilakukan untuk
menghindari pemahaman yang berbeda dari masyarakat terkait soal yang diajukan. Sesi
wawancara ini dilakukan dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat, sehingga apa
yang ditanyakan dan dijawab oleh mereka itu sesuai.
3.4 Metode Analisis Kajian
Metode analisis kajian ini terbagi menjadi beberapa bagian:
3.4.1 Identifikasi Hasil Kajian DNPI
Identifikasi ini dilakukan melalui studi dokumentasi dari hasil Kajian DNPI tahun
2009, 2010, dan 2011 yang menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif kegiatan adaptasi
kerentanan perubahan iklim di berbagai sektor terutama terkait sebab dan dampak kerentanan
pangan, kesehatan, dan di kawasan pesisir pada tahuh tersebut di wilayah Indonesia.
3.4.2 Analisis Keterkaitan Perubahan
Iklim dengan Sektor Lain
Hasil identifikasi selanjutnya dianalisis terkait keterkaitan perubahan iklim dengan
kerentanan pangan, kesehatan, dan di kawasan pesisir. Beberapa indikator perubahan iklim
adalah kecenderungan peningkatan suhu udara, perubahan pola distribusi hingga
intensitas curah hujan yang meningkat dan nantinya berpengaruh pada seluruh aspek.
3.4.3 Pengembangan Startegi Adaptasi
Hasil analisis keterkaitan perubahan iklim dan sektor, nantinya akan menghasilkan solusi
adaptasi yang dapat disimpulkan untuk menjadi bagian dari strategi adaptasi
perubahan iklim sehingga dapat
dikembangkan lebih lanjut di kehidupan masyarakat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Iklim di Indonesia
Iklim di Indonesia pada dasarnya
ditentukan oleh sirkulasi monsun Asia dan Australia yang dicirikan oleh sistem angin
dekat permukaan yang berubah arah hampir sekitar setengah tahun sekali. Perubahan
tersebut menyebabkan pula perubahan musim yang utama yakni musim penghujan dan
musim kemarau. Dalam literatur mengenai monsun Asia, dikenal dengan adanya summer
monsoon dalam periode Juni-Juli-Agustus JJA dan winter monsoon dalam periode
Desember-Januari-Februari DJF. Periode ini kurang lebih sama dengan apa yang dikenal
masyarakat awam di Indonesia dengan istilah “Musim Timur“, yang identik dengan musim
kemarau dan “Musim Barat“ untuk musim penghujan khususnya di Pulau Jawa
DNPI, 2009. Iklim di Indonesia telah menjadi lebih
hangat selama abad 20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3
o
C sejak 1900 dengan suhu tahun 1990-an merupakan
dekade terhangat dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat, hampir 1
o
C di atas rata-rata tahun 1961-1990. Peningkatan
kehangatan ini terjadi dalam semua musim di tahun itu. Curah hujan tahunan telah turun
sebesar 2 hingga 3 persen di wilayah Indonesia di abad ini dengan pengurangan
tertinggi terjadi selama perioda Desember- Febuari, yang merupakan musim terbasah
dalam setahun. Curah hujan di beberapa bagian di Indonesia dipengaruhi kuat oleh
kejadian El Nino dan kekeringan umumnya telah terjadi selama kejadian El Nino terakhir
dalam tahun 10821983, 19861987 dan 19971998. Perubahan yang terjadi itulah
yang membuat Indonesia menjadi negara yang sangat rentan terhadap dampak dari perubahan
iklim DNPI, 2009.
Secara umum, fenomena El Nino dicirikan oleh menghangatnya suhu muka laut
seiring dengan melemahnya angin timuran di tengah Pasifik sehingga daerah pertumbuhan
awan dan pembentukan hujan yang biasanya terdapat di Pasifik Barat termasuk wilayah
Indonesia bergeser ke Pasifik Tengah Sebaliknya, La Nina adalah terkait dengan
mendinginnya suhu muka laut seiring dengan menguatnya angin timuran di Pasifik Tengah.
Hal ini menyebabkan peningkatan aktivitas pembentukan awan dan hujan di Pasifik Barat
dan sebagian wilayah di Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara paling rentan terhadap ancaman dan dampak
dari perubahan iklim sehingga harus lebih waspada. Perubahan iklim mengakibatkan
peningkatan frekuensi dan magnitute dari cuaca ekstrim dan meningkatkan potensi
bencana iklim banjir, kekeringan dan anomali curah hujan.
Hasil kajian dan studi literatur menunjukkan bahwa perubahan iklim
menyebabkan peningkatan variabilitas dan peningkatan anomali curah hujan di beberapa
wilayah berupa tren penurunan curah hujan serta pergeseran musim. Perlu dikaji lebih
dalam untuk menentukan tren jangka panjang yang diakibatkan perubahan iklim atau variasi
yang terjadi dalam jangka tahunan. Diprediksi bahwa sampai tahun 2050 peningkatan suhu
udara terkait pemanasan global di Indonesia dapat mencapai 2°C dengan variasi yang
beragam di berbagai wilayah.
Kajian IPCC, organisasi yang dibentuk tahun 1988 oleh Organisasi Meteorologi
Dunia WMO dan Program Lingkungan PBB UNEP, memperkirakan Indonesia akan
mengalami kenaikan suhu 1-4 derajat celsius pada tahun 2050 IPCC, 2007.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak ganda
perubahan iklim. Meskipun kepastian mengenai besarnya bahaya masih belum dapat