Kerentanan Kesehatan TINJAUAN PUSTAKA

sistem produksi pangan. Food and Agriculture Organization FAO Committee on Food Security, Report of 31st Session 2005 mengungkapkan bahwa 11 dari lahan pertanian di negara-negara berkembang dipengaruhi oleh perubahan iklim, yang dampaknya telah mengurangi produksi bahan pangan biji-bijian di 65 negara dan telah mengakibatkan 16 penurunan Gross Domestic Product GDP. Secara umum, dampak perubahan iklim dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok: dampak biofisik biophysic dan dampak sosio-ekonomi WHO, 2001. Guna mengantisipasi dampak perubahan iklim khususnya ancaman terhadap ketahanan pangan dan energi, maka diperlukan kajian ilmiah yang memberikan fakta akurat mengenai hal tersebut guna membantu pemerintah dalam mengeluarkan produk- produk kebijakan dan melaksanakan aksi nyata baik di tingkat pusat maupun daerah. Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai tingkat kekurangberdayaan suatu sistem usahatani dalam mempertahankan dan menyelamatkan tingkat produktivitasnya secara optimal dalam menghadapi perubahan iklim. Pada dasarnya kerentanan bersifat dinamis sejalan dengan kehandalan teknologi, kondisi sosial-ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan. Kerentanan dipengaruhi oleh tingkat keterpaparan exposure terhadap bahaya dan kapasitas adaptif serta dinamika iklim itu sendiri. Dampak adalah tingkat kondisi kerugian, baik secara fisik, produk, maupun secara sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh ancaman perubahan iklim DNPI, 2009. Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan terhadap perubahan iklim terkait tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Hal ini disebabkan karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman Las., et al, 2008b. Tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global, yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah: 1 perubahan pola hujan dan iklim ekstrim banjir dan kekeringan, 2 peningkatan suhu udara, dan 3 peningkatan muka laut. Pemerintah pada dasarnya sudah menyadari bahwa aspek perubahan iklim dan ketahanan pangan akan saling berkaitan dengan jelas. Aspek iklim dan cuaca terkait dengan segala fenomena yang terjadi dalam kaitan ruang, ini menjadikan pengetahuan geografi juga menjadi sangat penting dalam perencanaan kegiatan antisipasi ketahanan pangan dalam menghadapi perubahan iklim. Diteliti lebih dalam lagi bahwa perubahan iklim terkait erat dengan beberapa aspek, misalnya terjadinya bencana alam seperti banjir dan longsor melibatkan aspek keruangan yang sangat jelas. Peran ilmu geografi sangat diperlukan untuk mampu memetakan wilayah-wilayah dengan kondisi fisiknya seperti kelerengan, iklim, penggunaan tanah. Sesudah itu dapat dilakukan analisis geografi yang lebih mendalam dengan membuat analisis mengenai dampak dari perubahan iklim, aktifitas manusia dalam mengelola lingkungan, dll. Outputnya dapat digunakan dalam pengambilan keputusan terkait dengan strategi dalam menjamin adanya ketahanan pangan bagi masyarakat.

2.3 Kerentanan Kesehatan

Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni ekfek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung adalah efek yang langsung dirasakan oleh manusia akibat perubahan iklim. Sedangkan efek tidak langsung adalah efek yang dirasakan setelah lama terpapar dengan perubahan iklim. Gambar 2.1 menjelaskan dengan singkat korelasi antara berubahnya iklim, lingkungan, dan dampaknya pada keseatan manusia. Gambar 2.1 Pengaruh Perubahan Iklim, Suhu, Lingkungan, dan Kesehatan IPCC 2007 Dari sekian banyak golongan, masyarakat miskin merupakan objek pertama yang akan terkena dampak akibat perubahan iklim. Hal ini disebabkan masyarakat yang masih berada di bawah garis kemiskinan memiliki infrastruktur dasar yang kurang dari standar semestinya, serta keterbatasan akses sanitasi dan jaringan air bersih. Berpedoman pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1018MenkesPerV2011 tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan Terhadap Dampak Perubahan Iklim, bekerjasama dengan beberapa instansi terkait telah merumuskan sejumlah strategi. Antara lain, melaui sosialisasi dan advokasi, pemetaan populasi dan daerah rentan, meningkatkan sistem tanggap darurat, dan menyiapkan peraturan perundangan. Strategi lainnya adalah meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan, pelatihan adaptasi untuk masyarakat, program pencegahan dan pengendalian, peningkatan kemitraan, pemberdayaan masyarakat, serta meningkatkan surveilans dan sistem nasional. Pencegahan dampak perubahan iklim ini dapat dimulai dari diri sendiri dengan berpedoman pada perilaku hidup bersih dan sehat PHBS serta menjaga kelestarian lingkungan ICCSR, 2010. Fakta terjadinya perubahan iklim dan posisi geografis Indonesia yang berada pada wilayah endemik pertumbuhan nyamuk aedes aegypti dan Anopheles menuntut masyarakat untuk siap menghadapinya. Perubahan Iklim akan mempercepat penyebaran virus Demam Berdarah Dengue DBD, karena dengan berubahnya pola hujan, tingginya frekuensi dan tidak teraturnya kejadian hujan serta suhu yang menghangat akan meningkatkan jumlah nyamuk seiring dengan proses perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti dan Anopheles yang berlangsung lebih cepat. Memperhatikan proyeksi perubahan iklim kedepan berdasarkan kondisi saat ini, maka akan ada lokasi-lokasi yang semakin rentan kesehatannya Dalam rangka mengantisipasi munculnya wabah penyakit perlu dibuat peringatan dini atau proyeksi kerentanan wilayah-wilayah terhadap penyakit sebagai dampak dari perubahan iklim Gambar 2.2. Pentingnya informasi keterkaitan perubahan iklim, sosial kependudukan bisa menjadi acuan untuk masyarakat dalam menekan dampak yang diakibatkannya DNPI, 2009. Gambar 2.2 Peta Potensi Kerentanan DBD Sebagai Dampak Perubahan Iklim di Wilayah DKI Jakarta DNPI, 2009

2.4 Kerentanan Kawasan Pesisir