Hasil Analisis yang dilakukan dengan skenario peningkatan 50 cm tinggi muka air
laut, maka Indonesia berpotensi kehilangan luas lahan pertanian sawah sebesar 322.091 ha
atau 4.67. Sedangkan dengan skenario peningkatan 1 m tinggi muka air laut, maka
Indonesia berpotensi kehilangan luas lahan pertanian sawah sebesar 346.850 ha atau
5.03. Potensi kehilangan ini belum termasuk kehilangan lahan pertanian karena alih fungsi
lahan sawah menjadi penggunaan lainnya yang banyak terjadi di Pulau Jawa DNPI,
2009.
Aspek adaptasi akan perubahan iklim menjadi hal yang harus diperhatikan sejalan
dengan meningkatnya permukaan laut. Wilayah-wilayah pantai mengalami
kemunduran garis pantai dan suatu waktu akan menyebabkan wilayah terbangun
tersebut menjadi wilayah tergenang. Para ahli memperkirakan, pemanasan global yang
menyebabkan perubahan iklim akan berdampak pada rusaknya berbagai ekosistem
darat maupun laut. Lebih ekstrim lagi, diperkirakan akibat pemanasan global, pulau-
pulau di Pasifik akan tenggelam. Bagaimana dengan Indonesia yang notabene merupakan
negara kepulauan. Meski tidak sampai menenggelamkan pulau, dampak perubahan
iklim telah terlihat di sebagian besar kawasan di Indonesia, terutama area pesisir.
Salah satu dampak yang terjadi akibat kenaikan muka air laut lainnya adalah di
daratan Banjarmasin yang merupakan salah satu daerah kajian, diproyeksikan akan hilang
karena kenaikan muka laut dan akan berdampak juga pada beberapa sektor
perekonomian di Banjarmasin. Estimasi dampak sosial dan ekonomi yang terjadi
sebagai akibat dari genangan air di Banjarmasin adalah :
• Terganggunya lalu lintas jalan raya. • Munculnya genangan-genangan air di
wilayah perkotaan. • Berkurangnya lahan-lahan produktif
di sektor pertanian. • Bekunya aktifitas-aktifitas industri
dan bisnis diakibatkan kerusakanterganggunya infrastruktur-
infrastruktur. Kerusakan ekosistem lainnya yang
diperkirakan terjadi akibat pemanasan global adalah pemutihan terumbu karang. Saat
tekanan yang dialami komunitas terumbu karang meningkat, organisme yang hidup di
terumbu karang menghilang. Akibatnya, terumbu karang memutih bleaching. Hal ini
akan berdampak serius bagi kelestarian terumbu karang dan kehidupan biota laut serta
masyarakat pesisir. Lebih dari 50 persen sektor perekonomian di Indonesia bertumpu
pada area pesisir. Kota-kota besar rata-rata di daerah pesisir.
4.3.2 Analisis Pengaruh Perubahan Iklim
Terhadap Kerentanan Pangan
Ketahanan pangan suatu negara tergantung pada besarnya bencana yang
dihadapinya dan keberdayaan dari masyarakat terhadap pengendalian bencana tersebut.
Suatu negara yang mengalami kerawanan pangan kronis, situasinya dapat semakin
buruk jika semakin besar bencana yang dialaminya. Suatu negara yang mengalami
bencana dadakan kecepatan pemulihan kearah situasi normal ditempuh dengan beberapa
tahapan. Ini adalah yang telah terjadi di Indonesia, negara yang mengalami
pertumbuhan cepat hingga tahun 1998. Kemudian adanya El Nino tahun 1998
bergabung dengan keterpurukan ekonomi tahun 1998 dan negara masih belum pulih
sepenuhnya keluar dari krisis.
Kerentanan didefinisikan sebagai kondisi- kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor
atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan
kerawanan suatu masyarakat terhadap dampak ancaman bencana. Sementara itu, pangan
merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, danatau pembuatan makanan
atau minuman. Ancaman bencana kekurangan pangan merupakan kondisi yang dapat terjadi
sebagai akibat kerentanan pangan yang tidak dapat dikelola dengan baik.
Ancaman bencana kekurangan pangan akan berdampak secara luas, baik secara
ekonomi, sosial budaya maupun politik. Ini dikarenakan pangan akan terkait dengan
kebutuhan dasar manusia untuk hidup sehingga menjadi penting untuk dapat selalu
tersedia dalam jumlah yang cukup. Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional,
kerentanan pangan food vulnerability menggambarkan kondisi yang terkait dengan
peningkatan kerawanan pangan yang ada bagi
di lingkup daerah maupun nasional yang dapat mengganggu proses pembangunan nasional
menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, faktor-faktor utama kerentanan pangan terkait
dengan faktor fisik dan lingkungan hidup serta faktor sosial ekonomi. Faktor fisik dan
lingkungan hidup saat ini banyak menjadi isu utama terkait dengan perubahan dan degradasi
lingkungan global yang dikhawatirkan berpengaruh terhadap proses penyediaan
bahan pangan melalui sektor pertanian. Isu utama yang dikaitkan dengan kerentanan
pangan saat ini dan menjadi bagian dari pembahasan global adalah isu peningkatan
suhu udara dan perubahan pola serta distribusi curah hujan terkait dengan fenomena
perubahan iklim. Sektor pertanian sepantasnya mendapatkan perhatian yang lebih besar
terkait dengan fenomena perubahan iklim, karena keberhasilan produksi pertanian sangat
tergantung pada kondisi iklim. Ketergantungan terhadap iklim yang tinggi ini
mengakibatkan sektor pertanian memiliki peran penting dalam perdebatan mengenai
adaptasi terhadap perubahan iklim. Dampak perubahan iklim terhadap produksi padi relatif
bervariasi di wilayah studi. Bervariasinya produksi padi ini tidak hanya dipengaruhi oleh
perubahan iklim yang terjadi, akan tetapi masih banyak faktor yang mempengaruhi
produksi padi seperti halnya ketersediaan pupuk, pestisida dan keberadaan irigasi.
Kegiatan pertanian sangat dipengaruhi oleh berbagai fenomena cuaca dan iklim yang
terjadi baik dalam skala temporal singkat menit, jam, hari sampai skala temporal
bulanan musim. Dengan mengasumsikan faktor lain seperti kualitas lahan, benih,
pupuk, dan teknik budidaya dalam kondisi optimal, maka faktor unsur cuaca dan iklim
utama suhu, radiasi, dan curah hujan menjadi penting dalam proses produksi
pertanian untuk menghasilan luas panen dan produktivitas maksimum per satuan lahan.
Perubahan iklim yang terjadi disebabkan oleh peningkatan suhu udara global yang
selanjutnya menyebabkan peningkatan anomali curah hujan dan pergeseran musim.
Untuk sektor pertanian tanaman pangan, dampak perubahan iklim yang terjadi
diantaranya :
1. Awal musim kemarau yang lebih cepat, menyebabkan luas dan
intensitas kekeringan meningkat. 2. Peningkatan curah hujan pada musim
hujan yang menyebabkan intensitas banjir meningkat.
3. Perubahan pola tanam yang menyebabkan peningkatan intensitas
serangan Organisme Pengganggu Tanaman OPT, perubahan status
OPT, dan peningkatan virulensipatogenitas.
4. Menurunnya kapasitas lahan atau tangkapan air untuk keperluan.
Kenaikan suhu akan mempengaruhi dan menurunkan produksi pangan. Tetapi, karena
Indonesia sangat luas dan setiap daerah memiliki pola iklim lokal berbeda, pengaruh
itu tidak dapat disamaratakan untuk seluruh wilayah.
Tabel 4.2 Tren pengurangan luas panen akibat perubahan curah hujan dan periode musim hujan
DNPI, 2009
Provinsi Luas
Panen Awal
Δ CH mm
th Δ CH mmth
Δ Luas Panen ha Δ Luas Panen
0.5 C
1 C
2 C
0.5 C
1 C
2 C
0.5 C
1 C
2 C
Jawa Barat
509.020 -5,6
-77,0 -154,0
-308,0 -13.213
-26.426 -52.853
2,6 5,2
10,4 Jawa
Tengah 395.728
-7,7 -52,9
-105,9 -211,8
-9.084 -18.168
-36.336 2,3
4,6 9,2
DIY 58.894
-1,3 -9,9
-19,7 -39,4
-1.692 -3.385
-6.769 2,9
5,7 11,5
Jawa Timur
434.388 21
- -
- -
- -
- -
- Kalsel
124.737 -
- -
- -
- -
- -
-
Kenaikan suhu yang bervariasi dengan berbagai skenario antara 0,5°C – 2,0°C Tabel
4.2, dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan air tanaman melalui
evapotranspirasi sehingga akan mengurangi luas sawah yang dapat diirigasi. Dengan
demikian, luas panen diduga akan berkurang karena
penurunan pasokan air irigasi dibandingkan dengan total luas sawah yang
ada. Penurunan luas panen total akibat penurunan pasokan air irigasi tersebut diduga
terjadi diseluruh provinsi di Pulau Jawa dan Kalimantan Selatan DNPI, 2009.
Prediksi pengaruh curah hujan terhadap luas panen tanaman padi dilakukan
berdasarkan hubungan antara jumlah curah hujan dengan luas panen tanaman padi ladang
yang keduanya mengandalkan pasokan air dari hujan. Pengaruh periode musim hujan
dianggap telah termasuk dalam hubungan antara curah hujan dengan luas panen.
Perubahan hujan yang terjadi juga dipengaruhi oleh peningkatan suhu udara
sebagai bagian dari perubahan iklim yang terjadi. Suhu udara yang tinggi akan memicu
peningkatan evapotranspirasi potensial. Namun kehilangan evaportranspirasi yang
tinggi tidak selalu diikuti oleh pembentukan awan yang kuat untuk terjadinya hujan. Walau
dengan pertimbangan bahwa luas padi ladang di Indonesia juga relatif kecil, namun
pengurangan sampai 10 dari luas panen tersebut cukup berarti seiring dengan
meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan beras.
Produksi atau hasil panen padi merupakan akhir dari suatu proses konversi
energi radiasi surya melalui proses fotosintesis yang juga merupakan kombinasi dari berbagai
faktor baik fisik maupun non fisik. Faktor iklim merupakan salah satu faktor utama
dengan asumsi berbagai faktor nonfisik seperti teknik budidaya dan lain-lain berada pada
kondisi optimal dan bukan merupakan faktor pembatas. Produksi atau hasil panen padi di
Indonesia merupakan fungsi dari luas panen yang setiap tahun relatif berfluktuasi terkait
dengan berbagai bencana karena pengaruh faktor iklim.
Berbagai faktor fisik dan non fisik akan menentukan hasil produksi per satuan luas
panen yang disebut sebagai produktivitas. Berdasarkan data statistik, produksi atau hasil
panen padi di Indonesia meningkat setiap tahun. Namun peningkatan hasil panen atau
produksi ini terkait dengan peningkatan luas lahan sawah yang ditanami, tidak terkait
langsung dengan kondisi iklim yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
Curah hujan akan menentukan ketersediaan air bagi tanaman yang ditanam,
terutama pada pertanaman padi di lahan tadah hujan. Namun pada lahan beririgasi, anomali
curah hujan juga berdampak pada penyediaan air melalui irigasi. Anomali curah hujan
negatif yang ditunjukkan oleh curah hujan tahunan di bawah rataan 30 tahun dapat
mengidentifikasikan potensi berkurangnya air irigasi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi Ketahanan Pangan adalah aspek
kerentanan vulnerability yang menunjukkan kondisi faktor lingkungan berpotensi
mengalami rawan bencana, sehingga dapat menyebabkan kegagalan panenproduksi
pangan. Rawan pangan merupakan salah satu bencana kemanusiaan yang terjadi akibat daya
dukung lahan dan lingkungan untuk menunjang produksi pangan tidak optimal
serta faktor ekonomi, sosial dan budaya. Faktor-faktor lahan dan kondisi lingkungan
termasuk perubahan iklim yang menurun dapat menyebabkan kerentanan yang
meningkat terhadap bencana ekologis, yaitu kegagalan panen dan produksi pangan,
sehingga menimbulkan kondisi rawan pangan.
Hasil analisis kerentanan pangan akibat dampak perubahan iklim atau dengan
menambahkan faktor lahan sawah yang terdegradasi akibat kenaikan tinggi muka air
laut menyajikan beberapa perubahan peringkat pada indeks kerentanan Lampiran
3, 4, dan 5.
Perubahan iklim yang terjadi tidak mempengaruhi pola tanam petani. Tidak
berubahnya pola tanam akibat perubahan iklim ini disebabkan karena wilayah studi
merupakan daerah yang beririgasi. Dampak perubahan iklim yang terjadi lebih banyak
merubah waktu tanam petani, bukan pola tanamnya Tabel 4.3.
Tabel 4.3 . Perbandingan Pola Tanam di
Daerah Kajian DNPI, 2009
Provinsi Pola tanam
5 Tahun Lalu Sekarang
Kalimantan Selatan
Padi-Padi Padi-Padi
Banten Padi-Padi
Padi-Padi Jawa Barat
Padi-Padi Padi-Padi
Jawa Tengah
Padi-Padi Padi-Padi
DIY Padi-Padi-Jagung
Padi-Padi-Jagung Jawa Timur
Padi-Padi-Padi Padi-Padi-Padi
4.3.3 Analisis Pengaruh Perubahan Iklim