2.1 Iklim dan Kerentanan Sebagai
Dampak Perubahan Iklim
Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan
ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi.
Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca yang
dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat ini
menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang
bersifat panas inframerah yang diemisikan oleh permukaan bumi kembali ke permukaan
bumi.
Dampak perubahan iklim semakin nyata dirasakan.
Beberapa kejadian seperti kerusakan dan penurunan kualitas sumber
daya lahan dan air; penurunan produksi dan produktivitas tanaman pangan, semua itu akan
mengancam ketahanan pangan dan akan berimplikasi kepada peningkatan jumlah
kemiskinan.
Dampak tersebut terus bertambah parah seiiring dengan terus
meningkatnya ketergantungan kita pada pemanfaatan sumber energi fosil yang
merupakan penyebab utama peningkatan pemanasan global yang memicu terjadinya
perubahan iklim DNPI, 2009.
Kerentanan perubahan iklim itu sendiri menurut IPCC adalah tingkatan dimana suatu
sistem mudah terpengaruh terhadap, atau tidak mampu menghadapi, efek buruk dari
perubahan iklim, termasuk variabilitas iklim dan iklim ekstrim IPCC, 2007.
2.2 Kerentanan Pangan
Masyarakat Indonesia telah menghadapi berbagai bencana alam yang besar seperti
kekeringan, banjir, perubahan dan penurunan fungsi hutan, gempa bumi, tanah longsor dan
kebakaran hutan. Kuantitas dan kontinuitas produksi komoditas pangan dipengaruhi oleh
banyak faktor, salah satunya adalah kejadian bencana alam karena faktor iklim. Bencana
alam merupakan fenomena alam yang sudah biasa dihadapi oleh masyarakat Indonesia.
Pangan merupakan kebutuhan dasar primer manusia sebagai mahluk hidup yang
membutuhkan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Perubahan iklim berpengaruh pada ketahanan pangan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya dengan perubahan iklim maka akan
terjadi perubahan kapan turunnya hujan, waktu musim tanam, banjir, kekeringan, dan
lain lain. Sementara secara tidak langsung akan berpengaruh terhadapat perubahan harga
karena stok yang berkurang, dan pengaruh ke distribusi makanan. Sebagai contoh di
beberapa wilayah Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur NTT atau Nusa Tenggara
Barat NTB, pengaruh datangnya musim kering yang berubah ternyata berpengaruh
besar pada produksi pertanian yang ada, demikian juga dengan beberapa wilayah lain
di Jawa, seperti musim hujan yang ekstrim menyebabkan areal padi menjadi puso gagal
panen. Pada wilayah pesisir, perubahan iklim berpengaruh pada saat turun ke laut yang
terbatas karena besarnya gelombang yang menyebabkan hasil tangkapan ikan dan hasil
laut lainnya menjadi lebih sedikit.
Kerentanan pangan harus dapat dikelola dengan meminimalisasi besaran kerentanan
sebagai resultan dampak dari faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomik dan
lingkungan hidup. Kerentanan pangan yang dapat dikelola dengan baik akan menjamin
tercapainya ketahanan pangan sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional.
Kerentanan Rawan Pangan KRP di suatu daerah menurut Badan Ketahanan
Pangan BKP dan WFP World Food Programme tahun 2005, antara lain
ditentukan oleh 4 faktor kriteria, yaitu :
a. Persentase luas arealahan
bervegetasi, terutama hutan; b.
Anomali curah hujan terhadap nilai hujan rataan selama 20-30 tahun;
c. Persentase luas areal
pertaniansawah yang puso resiko gagal panen, akibat banjir,
kekeringan dan hama penyakit;
d. Persentase luas areal yang
mengalami resiko degradasi lahan akibat erosi, banjir atau longsor.
Peningkatan intensitas dan frekuensi badai, kekeringan dan banjir, perubahan siklus
hidrologi dan variasi penguapan memiliki implikasi yang besar terhadap produksi bahan
pangan. Dampak perubahan kondisi iklim terhadap produksi pertanian, baik tadah hujan
maupun irigasi, belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, negara-negara berkembang telah
dihadapkan pada masalah pangan yang kronis. Dengan demikian, dampak perubahan iklim
juga harus difahami dan diperhitungkan dalam
sistem produksi pangan. Food and Agriculture Organization FAO Committee on Food
Security, Report of 31st Session 2005 mengungkapkan bahwa 11 dari lahan
pertanian di negara-negara berkembang dipengaruhi oleh perubahan iklim, yang
dampaknya telah mengurangi produksi bahan pangan biji-bijian di 65 negara dan telah
mengakibatkan 16 penurunan Gross Domestic Product GDP. Secara umum,
dampak perubahan iklim dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok:
dampak biofisik biophysic dan dampak sosio-ekonomi WHO, 2001.
Guna mengantisipasi dampak perubahan iklim khususnya ancaman terhadap ketahanan
pangan dan energi, maka diperlukan kajian ilmiah yang memberikan fakta akurat
mengenai hal tersebut guna membantu pemerintah dalam mengeluarkan produk-
produk kebijakan dan melaksanakan aksi nyata baik di tingkat pusat maupun daerah.
Kerentanan sektor pertanian terhadap perubahan iklim dapat didefinisikan sebagai
tingkat kekurangberdayaan suatu sistem usahatani dalam mempertahankan dan
menyelamatkan tingkat produktivitasnya secara optimal dalam menghadapi perubahan
iklim. Pada dasarnya kerentanan bersifat dinamis sejalan dengan kehandalan teknologi,
kondisi sosial-ekonomi, sumberdaya alam dan lingkungan. Kerentanan dipengaruhi oleh
tingkat keterpaparan exposure terhadap bahaya dan kapasitas adaptif serta dinamika
iklim itu sendiri. Dampak adalah tingkat kondisi kerugian, baik secara fisik, produk,
maupun secara sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh ancaman perubahan iklim
DNPI, 2009.
Pertanian, terutama subsektor tanaman pangan, paling rentan terhadap perubahan
iklim terkait tiga faktor utama, yaitu biofisik, genetik, dan manajemen. Hal ini disebabkan
karena tanaman pangan umumnya merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif
terhadap air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan dengan sistem penggunaan lahan
dan sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta
varietas tanaman Las., et al, 2008b. Tiga faktor utama yang terkait dengan perubahan
iklim global, yang berdampak terhadap sektor pertanian adalah: 1 perubahan pola hujan
dan iklim ekstrim banjir dan kekeringan, 2 peningkatan suhu udara, dan 3 peningkatan
muka laut.
Pemerintah pada dasarnya sudah menyadari bahwa aspek perubahan iklim dan
ketahanan pangan akan saling berkaitan dengan jelas. Aspek iklim dan cuaca terkait
dengan segala fenomena yang terjadi dalam kaitan ruang, ini menjadikan pengetahuan
geografi juga menjadi sangat penting dalam perencanaan kegiatan antisipasi ketahanan
pangan dalam menghadapi perubahan iklim. Diteliti lebih dalam lagi bahwa perubahan
iklim terkait erat dengan beberapa aspek, misalnya terjadinya bencana alam seperti
banjir dan longsor melibatkan aspek keruangan yang sangat jelas. Peran ilmu
geografi sangat diperlukan untuk mampu memetakan wilayah-wilayah dengan kondisi
fisiknya seperti kelerengan, iklim, penggunaan tanah. Sesudah itu dapat
dilakukan analisis geografi yang lebih mendalam dengan membuat analisis mengenai
dampak dari perubahan iklim, aktifitas manusia dalam mengelola lingkungan, dll.
Outputnya
dapat digunakan dalam pengambilan keputusan terkait dengan strategi
dalam menjamin adanya ketahanan pangan bagi masyarakat.
2.3 Kerentanan Kesehatan