menggunakan feeling
mereka dalam menentukan kejadian alam yang mereka
rasakan saat itu daripada menggunakan informasi yang di sampaikan oleh BMKG.
Nelayan cenderung melihat fenomena seperti pergerakan angin dan awan yang cepat, yang
menandakan terjadinya badai sehingga para nelayan tidak akan melaut. Ketika badai
sedang melanda daerah tersebut, para nelayan biasanya akan beralih pekerjaan untuk
mencari sumber pendapatan yang lain.
Perubahan iklim yang dirasakan oleh nelayan seperti ketika pasang, airnya akan
lebih tinggi dari sebelumnya yang kita ketahui bahwa hal tersebut dikarenakan akibat dari
naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan air laut tersebut menyebabkan
adanya perubahan daerah kumpulnya ikan, karena perubahan panas di laut, sehingga para
nelayan kesulitan mencari dan memprediksi tempat berkumpulnya ikan-ikan.
Kerusakan ekosistem lainnya yang diperkirakan terjadi akibat pemanasan global
di kawasan pesisir adalah pemutihan terumbu karang. Saat tekanan yang dialami komunitas
terumbu karang meningkat, organisme yang hidup di terumbu karang menghilang.
Akibatnya, terumbu karang memutih bleaching. Hal ini akan berdampak serius
bagi kelestarian terumbu karang dan kehidupan biota laut serta masyarakat pesisir.
Perubahan iklim yang dirasakan oleh nelayan ternyata juga ada dampak positifnya.
Seperti pada El Nino yang meningkatkan penakapan ikan tuna karena peningkatan
kondisi garam. Sedangkan ketika La Nina, meningkatkan kandungan air tawar untuk
pembudidayaan ikan tambak dan perikanan darat.
Berbagai kegiatan adaptasi dapat dilakukan, seperti pada:
1. Pemukimanperumahan: a. Relokasi atau mundur dari
pantai; b. Membangun rumah panggung;
c. Perencanaan Wilayah, Zonasi, dan jalur evakuasi;
d. Pembuatan dinding laut dan penguatan pantai;
2. Ekosistem pantai: a. Penyemaian terumbu karang;
b. Perlindungan dan konservasi terumbu karang, mangrove,
rumput laut, dan vegetasi pinggir pantai;
4.4.2 Solusi Terhadap Kerentanan Pangan
Suhu udara berperan dalam proses perkembangan tanaman yang ditunjukkan
melalui perubahan fase-fase tanaman sejak di semai sampai panen. Waktu yang dibutuhkan
oleh tanaman dari semai sampai panen ditentukan oleh akumulasi panas heat unit
yang merupakan fungsi dari selisih antara suhu udara harian dengan suhu dasar tanaman.
Semakin tinggi suhu udara, akumulasi heat unit akan semakin cepat sehingga umur
tanaman manjadi lebih pendek. Peningkatan suhu udara disamping mempercepat
perkembangan dan umur tanaman, juga meningkatkan laju respirasi secara
eksponensial. Respirasi diperlukan tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya,
namun jika lajunya terlalu tinggi, maka akan berakibat pada penurunan hasil.
Tabel 4.4 Respon Petani Terhadap Perubahan
Iklim DNPI, 2009
Provinsi Respon Petani
Kalimantan Selatan
Merubah waktu penanaman Banten
Merubah waktu penanaman Jawa Barat
Merubah waktu penanaman Jawa
Tengah Merubah waktu penanaman
DIY Mengganti varietas tanaman yang
digunakan Jawa
Timur Mengganti varietas tanaman yang
digunakan
Perubahan iklim juga berpanguruh pada pola kalender tanam para petani. Dahulu, pola
tersebut tidak hanya mengacu pada musim atau iklim, tetapi mengacu pada perayaan hari
besar keagamaan atau yang lebih kita kenal dengan hajatan, seperti pernikahan atau
sunatan.
Pola kalender petani juga berpangaruh ketika memasuki waktu lebaran,
karena menurut petani, waktu-waktu tersebut adalah ketika harga barang pokok menjadi
naik, dan keuntungan menjadi lebih besar. Saat ini,perubahan tersebut
dikarenakan pergesaran musim akibat perubahan iklim,
sehingga para petani tidak bisa memprediksi dengan baik kapan tanaman padi bisa ditanam
dan bisa dipanen.
Para petani tidak tinggal diam dengan perubahan iklim yang terjadi saat ini, bahkan
meraka memiliki inisiatif sendiri dalam melakukan
penyesuaian iklim, seperti menyesuaikan kalender tanam, penyesuaian
jenis dan varietas tanaman, varietas unggul, membuat sistem jaringan antar desa, dan
adanya sekolah lapang iklim, dimana mereka disana diajarkan mengenai apa itu perubahan
iklim, cara-cara untuk berdaptasi dan mitigasinya, dengan inovasi tekhnologi,
pengelolaan lahan dan air, pemanfaatan limbah organik, dan ada pula yang datang ke
Jakarta untuk mencari informasi terkait perubahan iklim.
Jika para petani memiliki akses ke informasi dan sarana yang tepat, mereka akan
dapat melakukan sendiri adaptasi yang dibutuhkan. Sebagian dari mereka lebih sulit
melakukan adaptasi, entah itu karena tanah garapan mereka yang tidak subur, pasokan air
tidak memadai, atau karena tidak memiliki modal. Selain itu, mereka juga mungkin
menghadapi berbagai kendala kelembagaan atau kultural. Dalam berbagai kasus seperti ini,
Pemerintah dapat membantu melalui intervensi yang langsung dan terencana, dengan
menyediakan pengetahuan baru atau peralatan baru atau mencarikan teknologi-teknologi
tepat guna yang baru.
Sebenarnya di lapangan, para petani tidak terlalu mengenal istilah ‘adaptasi’, dan banyak
yang telah berpengalaman dalam ‘adaptasi’ ini. Orang-orang yang tinggal di daerah rawan
banjir, sejak dulu sudah membangun rumah panggung. Para petani di wilayah yang sering
mengalami kemarau panjang sudah belajar untuk melakukan diversifikasi pada sumber
pendapatan mereka, misalnya dengan menanam tanaman pangan yang lebih tahan
kekeringan dan dengan mengoptimalkan penggunaan air yang sulit didapat, atau
berimigrasi sementara untuk mencari kerja di tempat lain. Hal yang masih perlu dilakukan
sekarang ini adalah mengevaluasi dan membangun di atas kearifan tradisional yang
sudah ada itu untuk membantu rakyat melindungi dan mengurangi kerentanan
sumber-sumber nafkah mereka. Para petani juga sudah mempertimbangkan berbagai
varietas tanaman, disertai dengan pengelolaan dan cara penyimpanan air yang lebih baik –
ditunjang oleh perkiraan cuaca yang lebih akurat dan dan relevan yang dapat membantu
mereka menentukan awal musim tanam dan panen.
Dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap produksi tanaman pangan,
diperlukan rencana aksi, terutama dalam upaya melakukan adaptasi sektor pertanian
tanaman pangan. arah kebijakan untuk mendukung ketahanan pangan nasional
tersebut dapat melalui upaya: DNPI, 2009. • Perbaikan dan pembangunan
infrastruktur • Penyediaan dan pengembangan
benihbibit unggul adaptif perubahan iklim
• Stabilisasi harga bahan pangan • Peningkatan pemahaman petani akan
pertanian dan variabilitas iklim bagi pertanian terkait waktu dan pola
tanam • Pengembangan Peraturan
Perundang-undangan yang selaras mendukung pelaksanaan
Undang-undang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan.
4.4.3 Solusi Adaptasi Terhadap