Klasifikasi Gejala Hipertensi Menurut Puspita 2002 hipertensi tidak memberikan gejala atau simptom pada Faktor Resiko

2.2.4 Klasifikasi

Tabel 2.1. Klasifikasi hipertensi menurut WHOISH Klasifikasi Sistolik mmHg Diastolik mmHg Normotensi 140 90 Hipertensi Ringan 140-180 90-105 Hipertensi Perbatasan 140-160 90-95 Hipertensi Sedang dan Berat 180 105 Hipertensi Sistolik Terisolasi 140 90 Hipertensi Sistolik Perbatasan 140-160 90 Arif Mansjoer dkk, 2000 Tabel 2.2. Klasifikasi Pengukuran tekanan darah orang dewasa dengan usia di atas 18 tahun menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik mmHg Normal 120 dan 80 Prehipertensi 120-139 dan 80-89 Hipertensi Stadium I 140-159 dan 90-99 Hipertensi Stadium II 160 dan 100 Hipertensi Stadium III 180 dan 110 Arif Mansjoer dkk, 2000 Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Gejala Hipertensi Menurut Puspita 2002 hipertensi tidak memberikan gejala atau simptom pada

tingkat awal. Kebanyakan orang menganggap bahwa sakit kepala terutama pada pagi hari, pusing, jantung berdebar-debar dan telinga berdengung merupakan gejala dari hipertensi. Namun tanda tersebut sebenarnya dapat terjadi pada tekanan darah normal bahkan sering kali tekanan darah yang relatif tinggi tidak memiliki tanda-tanda atau gejala tersebut. Cara yang tepat untuk meyakinkan seseorang memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan mengukur tekanan darahnya. Hipertensi yang sudah mencapai taraf lanjut, yang berarti telah berlangsung beberapa tahun dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, napas pendek, pandangan mata kabur dan gangguan tidur.

2.2.6 Faktor Resiko

Para ahli membagi dua kelompok faktor resiko pemicu timbulnya hipertensi, yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol. 1. Faktor yang tidak dapat dikontrol a. Keturunan Sekitar 70-80 penderita hipertensi esensial ditemukan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita yang kembar monozigot satu telur apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran dalam terjadinya hipertensi. b. Jenis Kelamin Hipertensi lebih mudah menyerang kaum laki-laki daripada perempuan. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein HDL. Kadar Universitas Sumatera Utara kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. c. Usia Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 14090 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Pada umumnya, hipertensi menyerang pria pada usia di atas 31 tahun, sedangkan pada wanita terjadi setelah usia 45 tahun menopause. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur- angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, Universitas Sumatera Utara sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun. 2. Faktor yang dapat dikontrol a. Kegemukan obesitas Berat badan berlebih akan membuat seseorang susah bergerak dengan bebas. Jantungnya harus bekerja lebih keras untuk memompa darah agar bisa menggerakkan beban berlebihan dari tubuh tersebut. Penelitian membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi dengan berat badan normal. b. Konsumsi garam berlebihan Natrium bersama klorida dalam garam dapur sebenarnya membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun, natrium dalam jumlah berlebih dapat menahan air retensi, sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi naik. Selain itu natrium yang berlebihan akan menggumpal di dinding pembuluh darah dan mengikisnya sehingga terkelupas. Kotoran tersebut akan menyumbat pembuluh darah. WHO merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol sekitar 6 gram atau satu sendok teh perhari. Universitas Sumatera Utara c. Kurang olahraga Olahraga seperti bersepeda, joging, dan aerobik yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Orang yang kurang olahraga cenderung mengalami kegemukan. Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Garam akan keluar dari dalam tubuh bersama keringat. d. Merokok Hasil penelitian menunjukkan bahwa nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah. Selain itu, nikotin juga dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah. e. Konsumsi alkohol Efek dari konsumsi alkohol juga merangsang hipertensi karena adanya peningkatan sintesis katekholamin yang dalam jumlah besar dapat memicu kenaikkan tekanan darah Suheni, 2007.

2.2.7 Tindakan Pencegahan

Dokumen yang terkait

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

13 96 93

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG DIIT HIPERTENSI DENGAN KEKAMBUHAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI Hubungan antara pengetahuan keluarga tentang diit hipertensi dengan kekambuhan hipertensi pada lansia di posyandu Setya Budi desa Reksosari kecamata

0 2 18

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Pada Lansia Di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.

0 0 15

PENDAHULUAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Pada Lansia Di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.

0 4 6

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIPERTENSI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Hipertensi Pada Lansia Di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar.

0 0 18

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

0 0 4

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

0 0 2

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

0 0 5

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

0 0 27

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

0 0 23