19,8 dari jumlah pendapatan. Semakin tinggi derajat ketimpangan maka kurva Lorenz akan semakin melengkung cembung dan semakin mendekati sumbu
horizontal sebelah bawah Todaro,1995. Menurut BPS 2012, selain penggunaan koefisien Gini Gini Ratio yang
dilengkapi dengan kurva Lorenz, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan juga dapat diukur dengan menggunakan kriteria yang ditentukan Bank Dunia World
Bank. Ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur dengan kriteria Bank Dunia World Bank ini diperoleh dengan menghitung persentase jumlah pendapatan dari
40 kelompok penduduk berpendapatan terendah dibandingkan dengan total pendapatan seluruh penduduk. Bank Dunia World Bank mengklasifikasikan
tingkat ketimpangan berdasarkan tiga kategori seperti yang terlihat pada Tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia World Bank.
Klasifikasi Distribusi Pendapatan
Ketimpangan Tinggi 40 penduduk berpendapatan rendah menerima 12
dari total pendapatan Ketimpangan Sedang
40 penduduk berpendapatan rendah menerima 12 –17 dari total pendapatan
Ketimpangan Rendah
40 penduduk berpendapatan rendah menerima 17 dari total pendapatan
Sumber : Badan Pusat Statistik 2012
2.3 Penelitian Sebelumnya
1. Menurut penelitian Rifai 2005, yang dilakukan di desa Kuok kecamatan
Bangkinang Barat kabupaten Kampar, menyatakan bahwa distribusi pendapatan keluarga petani di daerah penelitian pada kategori ketimpangan tinggi dengan
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
koefisien Gini sebesar 0,437. Pendapatan dari sekor pertanian memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap terjadinya ketimpangan pendapatan.
2. Menurut penelitian Prida 2009, yang dilakukan di Lingkungan 9 Kelurahan
Pulo Brayan Kota kecamatan Medan Barat kota Medan, menyatakan bahwa tingkat kemiskinan pengolah ikan rebus di daerah tersebut menurut kriteria
Sayogyo 360 kg beras per orangtahun adalah berada di atas garis kemiskinan dan berdasarkan kriteria Upah Minimum Regional sebesar Rp 1.048.000 adalah
berada dibawah garis kemiskinan. 3.
Menurut penelitian Halim 2012, yang dilakukan di desa Tanjung Beringin kecamatan Sumbul kabupaten Dairi, menyatakan bahwa Pendapatan petani dari
usahatani kopi Arabika mampu memberikan kontribusi terbesar yakni sebesar 65,68. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan petani di daerah tersebut
menurut indikator koefisien Gini Gini Ratio berada dalam kategori menengah dengan nilai Gini Ratio sebesar 0,36. Sedangkan menurut indikator Bank Dunia
World Bank, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan berada dalam kategori rendah sekitar 19,26. Sedangkan menurut kriteria garis kemiskinan Sajogyo
1988, proporsi petani kopi Arabika miskin di desa Tanjung Beringin sebanyak 9 keluarga atau sekitar 21,43. Sementara itu menurut kriteria garis kemiskinan
BPS 2010, proporsi petani kopi Arabika miskin di desa Tanjung Beringin selama 2011 adalah sebanyak 7 keluarga atau sekitar 16,67, sedangkan
selebihnya sebanyak 35 keluarga atau sekitar 83,33 berada dalam kategori tidak miskin.
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
2.4 Kerangka Pemikiran