ANTASIDA, RANITIDIN DAN OMEPRAZOL

 Disertai penyakit lain seperti diabetes melitus, alkoholisme, keganasan, penyakit jantung serta penyakit imunosupresi: fluorokuinolon moksifloksasin, gemifloksasin atau levofloksasin atau beta-laktam dengan macrolide. Alternatif lainnya adalah ceftriakson dan doksisiklin sebagai pengganti macrolide. - Fisioterapi chest therapy dengan spirometri, inhalasi ritmik dan menepuk-nepuk dada.

3. ANTASIDA, RANITIDIN DAN OMEPRAZOL

Ulserasi dan erosi pada permukaan traktus gastrointestinal merupakan hal yang sering terjadi. Beberapa obat digunakan untuk penyakit tersebut, meliputi antasida, ranitidin, omperazol, dan lain- lainnya Trevor dkk, 2005. 3.1. ANTASIDA 3.1.1. Farmakodinamik Antasida bekerja dengan menetralkan asam lambung, tidak mengurangi volume asam lambung yang disekresikan, tapi peninggian pH akan menurunkan aktifitas pepsin. Antasida yang mengandung alumunium hidroksida juga mempunyai efek proteksi terhadap mukosa lambung, diduga menghambat pepsin secara langsung. Universitas Sumatera Utara AlOH 3 + 3HCl AlCl 3 + 3H 2 O Antasida yang paling sering digunakan ialah alumunium hidroksida AlOH 3 dan magnesium hidroksida MgOH 2 . Obat ini tersedia dalam bentuk kombinasi keduanya. Senyawa alumunium hidroksida basa lemah sukar untuk meninggikan pH di atas 4, sedangkan basa yang lebih kuat seperti magnesium hidroksida dapat meninggikan pH sampai 9 Arif dkk, 2007.

3.1.2. Farmakokinetik

Antasida diabsorpsi pada keadaan perut kosong 20 – 60 menit, sedangkan 1 jam setelah makan sampai 3 jam. Ekskresi alumunium hidroksida yang diabsorpsi melalui urin 0,1 – 0,5 mg dari aluminium yang ada dalam antasida diabsorpsi, yang tidak diabsorpsi diekskresikan melalui feses. Magnesium hidroksida yang diabsorpsi 30 akan dibuang melalui urin, sisanya melalui feses Wehbi dkk, 2013.

3.1.3. Dosis

Antasida tersedia dalam bentuk tablet 400 mg atau suspensi 400 mg 5 ml AlOH 3 200 mg dan MgOH 2 200 mg. Dosis yang diberikan 1- 2 tablet 3 – 4 kali sehari. Universitas Sumatera Utara 3.2. RANITIDIN 3.2.1. Farmakodinamik Ranitidin menghambat reseptor histamin 2 H 2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H 2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pemberian ranitidin akan sekresi asam lambung dihambat. Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin juga menurun. Ranitidin 300 mg per hari menyebabkan penurunan 70 sekresi asam lambung Sjamsudin dkk, 2007.

3.2.2. Farmakokinetik

Bioavaibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50 dan meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira – kira 1,7 – 3 jam pada orang dewasa dan memanjang pada pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa paruh juga memanjang meskipun tidak sebesar gagal pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam 1 – 3 jam setelah penggunaan ranitidin 150 mg secara oral, dan yang terikat protein plasma hanya 15. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70 dari ranitidin Universitas Sumatera Utara yang diberikan intravena dan 30 dari yang diberikan secara oral diekskresikan dalam urin dalam bentuk asal Sjamsudin dkk, 2007.

3.2.3. Dosis

Ranitidin tersedia dalam dalam bentuk tablet 150 mg dan larutan suntik 25 mgml, dengan dosis 50 mg intramuskular atau intravena tiap 8 – 12 jam. Dosis yang dianjurkan dua kali 150 mg per hari Sjamsudin dkk, 2007 3.3. OMEPRAZOL 3.3.1. Farmakodinamik Omeprazol merupakan basa lemah yang terkumpul dan mengalami aktifasi di kanalikuli sekretoar. Bentuk aktifnya berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+K+ ATPase enzim ini dikenal sebagai pompa proton dan berada di membran apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung praktis terhenti 90 setelah penghambatan pompa proton tersebut Arif dkk, 2007.

3.3.2. Farmakokinetik

Omeprazol sebaiknya diberikan sebaiknya sebagai tablet salut enterik. Sedian ini tidak mengalami aktifasi di lambung, sehingga bioavaibilitasnya lebih baik. Tablet Universitas Sumatera Utara yang pecah di lambung mengalami aktifasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Omeprazol mengalami metabolisme lengkap di hati dengan waktu paruh 1 – 2 jam dan durasi kerja lebih kurang 24 jam. Tidak ditemukan omeprazol dalam bentuk asal di urin, 20 dari obat ini ditemukan dalam tinja Arif dkk, 2007; Trevor dkk, 2005.

3.3.3. Dosis

Dosis omeprazol 20 mg sehari, kecuali untuk pasien Zollinger-Ellison yang memerlukan 60 – 70 mg hari Arif dkk, 2007. Universitas Sumatera Utara Gambar 4: Mekanisme Kerja Antasida, Ranitidin dan Omeprazol. Dikutip dari: Lullmann H, Mohr K, Ziegler A, Bieger D. 2000. Color Atlas of Pharmacology. 2nd Edition. Thieme Stuttgart. New York. Universitas Sumatera Utara

4. KERANGKA TEORI