22 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional H
dilakukan secara klasikal, dengan rnemanfaatkan interaksi guru-siswa, siswa- guru,dan siswa-siswa secara maksimal.
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional H 23
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 MEMENTASKAN NASKAH DRAMA
A. Tujuan
Setelah mempelajari modul ini, Anda memiliki keterampilan mementaskan naskah drama sederhana Indonesia.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Tabel 3: Peta Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Guru
Indikator Pencapaian Kompetensi
20.7 Mengapresiasi karya sastra secara
reseptif dan produktif 20.7.6
Mementaskan naskah
drama sederhana Indonesia
C. Uraian Materi
1. Hakikat Drama dan Mementaskan Naskah Drama Mengenal Drama
Pengertian tentang drama yang dikenal selama ini menyebutkan bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan
Effendi, 2002:1. Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomi yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya Harymawan,
1988:1. Jadi, kata drama berarti perbuatan atau tindakan. Sebagai suatu genre sastra drama mempunyai kekhususan dibandingkan
dengan genre puisi ataupun genre prosa. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap
pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti diteruskan agar dapat dipertontonkan dalam
suatu penampilan atau pergelaaran. Kekhususan drama inilah yang kemudian menyebabkan pengertian drama sebagai suatu genre sastra
24 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional H
lebih berfokus sebagai suatu karya yang berorientasi kepada seni pertunjukan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Effendi 2002:1.
Menurut Wiyatmi 2006: 43-44 drama berbeda dengan prosa dan puisi, karena drama diciptakan untuk dipentaskan. Pementasan itu memberikan
kepada drama sebuah penafsiran kedua. Sang sutradara dan para pemain menafsirkan teks, sedangkan para penonton menafsirkan versi yang telah
ditafsirkan oleh para pemain. Pembaca yang membaca teks drama tanpa menyaksikan pementasannya, mau tidak mau harus membayangkan alur
peristiwa di atas panggung. Sebagai sebuah karya yang mempunyai dua dimensi, dimensi sastra
sebagai teks dan dimensi seni pertunjukan, maka pementasan drama harus dianggap sebagai penafsiran dari penafsiran yang telah ada yang
dapat ditarik dari suatu karya drama. Dengan kata lain, penafsiran itu memberikan kepada drama sebuah penafsiran kedua Luxemburg,
1984:158 dalam Effendi, 2002:1. Maksud dari pernyataan ini ialah bahwa pementasan baru terwujud jika teks drama telah ditafsirkan oleh sutradara
dan para pemain, untuk kepentingan suatu seni peran yang didukung oleh perangkat panggung seperti tata artistik, tata busana, tata panggung, tata
rias, tata cahaya, dan tata musik. Pada hakikatnya drama dapat dilihat dari 2 dimensi, yaitu drama sebagai
teks dan drama sebagai seni pertunjukan. Teks drama merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa, sedangkan
pementasan drama yakni salah satu jenis kesenian mandiri yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian seperti seni lukis
dekorasi panggung, seni kostum desain busana, seni rias, seni tari, dan lain-lain.
Dalam kaitannya dengan pendidikan karakter, drama diyakini dapat membantu mengembangkan nilai-nilai positif yang ada dalam diri peserta
didik. Drama juga dapat memberikan sumbangan pada pengembangan kepribadian yang kompleks, misalnya ketegaran hati, imajinasi, dan
kreativitas Endraswara, 2005:192.
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional H 25
Drama merupakan cabang seni sastra sekaligus seni pertunjukan yang dapat berbentuk puisi maupun prosa. Dengan demikian, jika kita berbicara
mengenai drama berarti terdapat 2 pengertian, yaitu: 1 drama sebagai seni sastra dan 2 drama sebagai seni pertunjukan.
Drama sebagai seni sastra berbentuk naskah drama. Dengan kata lain, naskah drama sering disebut juga sebagai text play, repertoir, atau pun
closet-drama. Naskah drama berupa bacaan atau karya sastra memerlukan pembaca, serta merupakan milik pribadi pengarangnya.
Sebuah naskah drama membutuhkan penggarapan dengan baik, agar tercipta sebuah pertunjukan yang baik pula.
Apresiasi Drama
Yang dimaksud dengan apresiasi drama ialah kegiatan membaca, menonton, menghayati, memahami, atau menghargai karya drama
Effendi, 2002: 3. Dengan mengapresiasi drama diharapkan kita akan dapat menghayati karakter tokoh-tokoh drama. Dengan menghayati tokoh
dan perkembangan permasalahan dalam drama, pembaca dapat memahami dengan baik keputusan-keputusan yang diambil oleh tokoh
drama, perkembangan karakter tokoh, dan motivasi yang mendorong sang tokoh untuk bertindak sesuatu. Dengan pemahaman seperti inilah, sang
apresiator dapat memberikan penghargaan secara tepat atas karya drama yang dibacanya.
Persiapan Apresiator Drama
Kegiatan mengapresiasi drama akan berlangsung optimal jika apresiator mempunyai bekal yang memadai untuk melakukannya. Semakin lengkap
dan maksimal bekalnya, akan semakin baik kegiatan apresiasi yang dilakukannya. Bekal yang dimaksud ialah bekal: 1 pengetahuan, 2
pengalaman, dan 3 bekal kesiapan diri. Menurut Effendi 2002: 7 seorang apresiator yang memiliki bekal
pengetahuan luas dan mendalam, akan mampu mengapresiasi sebuah karya drama secara mendalam pula. Sebaliknya, seorang apresiator yang
memiliki bekal pengetahuan yang sempit dan terbatas, tentu hanya akan mampu mengapresiasi sebuah karya drama secara dangkal pula. Bekal