Obral Peti Mati Kepribadian

menyebabkan ego tidak mampu menyeimbangkan antara keinginan id tokoh Aku, yaitu keinginan untuk bunuh diri, dengan perasaan berdosa dari super ego. Akhirnya tokoh Aku lebih memilih untuk mati daripada harus hidup susah.

4.1.5 Obral Peti Mati

Cerpen ini menceritakan seorang tokoh Aku yang berprofesi sebagai pembuat dan penjual peti mati di lingkungan tempat tinggalnya. Namun, sudah berbulan-bulan lamanya tidak ada satu peti pun yang terjual. Sementara itu persediaan makanan dalam rumah tokoh Aku semakin menipis dan biaya sekolah anaknya juga sudah menunggak tiga bulan. Hal ini mendorong tokoh Aku melakukan sebuah gagasan yaitu mengobral harga peti matinya sebesar 50. Meskipun istrinya marah-marah dan merasa hal tersebut sangat konyol dan memalukan, tapi demi mendapatkan penghasilan tokoh Aku tetap melaksanakan gagasannya itu. Dalam psikologi Freudian, super ego mewakili aspek-aspek moral dan ideal dari kepribadian serta dikendalikan oleh prinsip-prinsip moralistis dan idealis yang berbeda dari prinsip kesenangan dari id dan prinsip realitas dari ego Feist dan Feist, 2010: 34. Tokoh utama dalam cerpen Obral Peti Mati ini memiliki kepribadian yang didominasi oleh super ego. Tokoh Aku dalam menjalankan perannya sebagai kepala keluarga bekerja dengan giat demi mendapatkan penghasilan untuk anak istrinya. Inilah pekerjaanku selama dua puluh tahun; membuat peti mati dan menjualnya. Sisa-sisa kayu dari peti mati yang kubuat kujual sebagai kayu bakar di pasar, kadang aku juga membantu para tetangga untuk Universitas Sumatera Utara memperbaiki kebocoran di rumah mereka. Tapi akhir-akhir ini tak ada benar-benar kerja yang bisa kulakukan LS, 2006: 126. Dari kutipan di atas terlihat bahwa semua pekerjaan yang dapat ia lakukan akan dikerjakannya. Selama dua puluh tahun pekerjaan tetapnya hanya membuat dan menjual peti mati. Karena peti matinya tidak setiap hari bisa terjual, maka dia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak tetap demi menambah pemasukan untuk kelangsungan hidup keluarganya. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah sudah berbulan-bulan lamanya belum ada peti mati yang terjual, dan tokoh Aku juga tidak mendapatkan pekerjaan sampingan. Tidak adanya pekerjaan sampingan dan peti mati buatanya pun sudah berbulan-bulan belum ada yang terjual, membuat tokoh Aku harus bepikir keras untuk mendapatkan pemasukan. Bisnis peti mati yang ia jalankan mengharuskannya menunggu sampai ada seseorang yang tertimpa kemalangan sampai meninggal dan akhirnya menghuni peti mati buatannya itu. Namun saat itu teknologi dan berbagai macam suplemen kesehatan adalah yang menjadi musuh utamanya. Sayang, sudah berbulan-bulan tidak ada satu petipun yang bergerak. Ini berarti tidak ada kematian yang menghampiri. Aku mengutuki teknologi dan segala suplemen instan, segala yang membuat manusia awet muda dan panjang umur, segala yang membuat rejekiku mampat. Aku membencinya Semua yang membuat aku tak bisa cukup memberi makan anak istri. Lalu aku berpikir keras, apa yang bisa kulakukan? LS, 2006: 127. Seperti halnya id, super ego juga bisa bekerja pada level yang amat primitif. Tuntutan super ego akan kesempurnaan terkadang menjadi tidak realistis. Hal inilah yang dialami oleh tokoh Aku. Keadaan ekonomi yang mendesak membuat tokoh Aku berharap agar ada yang membeli peti matinya. Namun, Universitas Sumatera Utara teknologi yang berkembang serta suplemen-suplemen kesehatan yang membuat manusia awet muda menghambatnya. Tokoh Aku sangat membenci hal itu karena membuatnya tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Akhirnya tokoh Aku menemukan sebuah gagasan agar peti matinya menarik perhatian orang. Ia mengobral peti mati buatannya menjadi setengah harga. Meskipun tampak tidak masuk akal dan istrinya tidak menyukai gagasan itu, tokoh Aku tetap menjalankan gagasannya tersebut dan berharap akan berhasil. Aku meminta sisa cat dan papan tripleks yang sudah tak lagi terpakai dari tetangga, kutuliskan; OBRAL PETI MATI. Walaupun istriku tak habis mengomel, tapi aku melakukan hal konyol ini karena aku ingin mencukupi kebutuhan keluargaku. Tak tanggung-tanggung, aku memberi diskon hingga 50 dari harga normal LS, 2006: 127. Super ego memiliki dua subsistem, suara hati dan ego ideal. Freud tidak membedakan kedua fungsi ini secara jelas, tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan Feist dan Feist, 2010: 34. Dari kutipan di atas terlihat bahwa tokoh Aku memiliki ego ideal dalam super ego-nya. Dia melakukan hal yang terlihat aneh bagi orang-orang demi mendapatkan penghasilan untuk keluarganya. Dia merasa harus mengobral peti mati buatannya untuk mendapatkan penghasilan karena jika tidak kebutuhan hidup keluarganya tidak dapat tercukupi. Jadi, jelas bahwa kepribadian tokoh Aku dalam cerpen ini didominasi oleh super ego. Universitas Sumatera Utara

4.1.6 Buroq