dan tidak dapat mengendalikan kemarahannya. Dia bertengkar hebat dengan suaminya dan akhirnya suaminya tak pernah lagi kembali ke kamar kos tempat
mereka tinggal. Kemarahan tokoh utama pada suaminya memuncak karena suaminya tega menghianatinya yang rela hidup susah demi suaminya itu.
Hari sudah berganti tanggal, tapi Mas Iwan belum kembali ke rumah ini. Lindung sudah lelap. Aku memandanginya, mengelus rambutnya
lalu duduk di pojok kasur. Kupandangi kamar ini, ada yang tertinggal di kamar ini. Sesuatu. Entah apa itu. Aku menangis lagi membodoh-
bodohi diri sampai jam dua pagi. Aku masih menunggu suamiku pulang tapi dia tak kunjung datang. Aku tak tahan lagi. Aku capek
LS,2006: 103.
Kecemasan yang dialami menguras tenaga dan kekuatan fisik maupun psikis tokoh utama. Ia merasa sudah tidak tahan lagi menghadapi konflik hidupnya.
Akhirnya tokoh utama memilih untuk mengakhiri hidupnya beserta bayi dalam kandungannya yang berusia dua bulan.
4.2.5 Obral Peti Mati
Cerpen ini menunjukkan sebuah bentuk kecemasan yang terjadi pada tokoh utama. Tokoh utama yang bekerja sebagai pembuat dan penjual peti mati
merasa cemas karena ia sebagai kepala keluarga tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Sudah berbulan-bulan peti mati buatannya belum terjual satu pun,
dan sudah lama juga dia tidak mendapat pekerjaan sampingan yang dapat menambah penhasilannya. Akhirnya dia mengobral peti mati buatannya sebesar
setengah harga. Tentu saja hal itu menarik perhatian banyak orang di lingkungan tempat tinggalnya.
Tapi akhir-akhir ini tidak ada benar-benarkerja yang bisa kulakukan. Keluargaku tidak ada pemasukan, sementara persediaan beras menipis,
Universitas Sumatera Utara
istriku mulai berkoar-koar agar aku mencari pekerjaan sampingan, pun anakku mengeluh harus bayar uang sekolah yang sudah tiga bulan
tertunda LS, 2006: 126.
Tokoh utama merasa cemas dengan keadaan ekonomi keluarganya. Persediaan makanan yang sudah menipis dan uang sekolah anaknya yang tertunda
tiga bulan membuatnya merasa bersalah sebagai kepala keluarga. Kecemasan moral merupakan kategori kecemasan yang dialami oleh tokoh utama. Kecemasan
moral merupakan kecemasan yang menganggap dirinya bersalah dan merasa berdosa terhadap yang dilakukannya.Kecemasan moral yang dihadapi tokoh
utama bersifat nyata, artinya bahwa tekanan superego atas ego-nya membuat dia merasa tak berdaya karena tidak bisa berbuat banyak untuk kecukupan hidup
keluarganya. Setiap orang pernah mengalami kecemasan sebab kecemasan merupakan
bagian dari peringatan sistem kepribadian bagi tubuh. Kecemasan membuat ego selalu waspada terhadap tanda-tanda ancaman atau bahaya.
“Anda ditahan atas tuduhan tiga pembunuhan.” Belum sempat aku berkata-kata, mereka langsung memborgolku. Istriku menangis sejadi-
jadinya, menahan aku dari ditahan. Aku berontak. Aku mulai mendengar anakku menangis. Aku tak merasa telah membunuh siapa-
siapa. Mereka bilang bahwa polisi telah mendapat laporan dari salah satu tetangga karena hari ini ada tiga kematian tak wajar yang
disebabkan obral peti matiku. Aku ternganga tak percaya, aku tetap berontak LS, 2006: 130.
Karena obral peti matinya, ada tiga warga yang meninggal dengan tidak wajar. Kerabat orang yang meninggal membeli peti mati obral itu dan wajah orang-orang
yang membeli peti mati obral itu tampak bahagia. Saat peti mati obralnya tinggal satu buah lagi, polisi mendatangi rumahnya. Dia dituduh sebagai pelaku tiga
pembunuhan atas tiga warga yang meninggal hari itu. Hal itu membuatnya kaget
Universitas Sumatera Utara
karena dia tidak merasa telah membunuh siapapun. Dia hanya menjual peti mati secara obral.
Kejadian penangkapan tokoh utama membuat istri dan anaknya menangis. Polisi tidak memberinya kesempatan untuk bicara dan langsung memborgolnya.
Saat polisi mengiringnya untuk masuk ke dalam mobil, anaknya memegang tangannya dan menarik-nariknya. Polisi mencoba melepaskan genggaman tangan
anaknya namun tak berhasil. Akhirnya seorang polisi mendorong anaknya dengan kasar.
Tiba-tiba… polisi mendorong anakku dengankasar hingga ia tersungkur ke aspal lalu bergeming. Aku berteriak memanggil nama
anakku, istriku juga. Kepalanya berdarah, aku spontan meloncat keluar dari mobil, tanganku masih diborgol. Dengan cepat kudekati
anakku, kepalanya bocor. Dia tak juga bangun LS, 2006: 131.
Melihat anaknya jatuh karena dorongan kasar polisi, tokoh aku segera melompat dan mendapati anaknya yang sudah tak bergerak lagi. Kecemasan dapat mengatur
dirinya sendiri dengan penekanan untuk mengurangi ketegangan akibat rasa cemas itu. Tindakan tokoh utama yang langsung melompat dari mobil karena
anaknya tersungkur ke aspal menunjukkan kecemasannya segera bertindak. Tokoh utama segera mendapati anaknya dan berusaha membangunkan anaknya.
Ternyata kepala anaknya bocor dan nadinya tidak berdenyut lagi. Akhirnya tokoh utama tidak jadi ditahan dan polisi membayar peti mati obral yang terakhir untuk
anaknya.
Universitas Sumatera Utara
4.2.6 Buroq