Morotai: Kualitas SDM, Persoalan Lahan, dan Data Dasar Kependudukan

39 dibutuhkan industri pengolahan minyak kelapa sawit yang memadai di Kalimantan Timur. Produk turunan dari minyak kelapa sawit berjumlah kurang lebih 300 jenis. Ini sangat mungkin menjadi peluang bagi industri yang akan dibangun di kawasan Maloy nantinya. Dengan begitu Kaltim tidak hanya menjadi wilayah penghasil bahan mentah. Perihal potensi konflik di wilayah tersebut relatif rendah karena penduduk di wilayah ini masih jarang. Potensi konflik yang dimaksud adalah antara sesama kaum urban, yaitu antara para transmigran dan para pekerja kebun sawit. Kondisi sosial yang demikian itu membuat pemerintah tidak terlalu fokus pada masalah- masalah kemasyarakatan, sehingga rencana pembangunan politik di kawasan inipun sepertinya belum terpikirkan. Alasan utama mengapa pemerintah belum memikirkan pembangunan politik di Maloy, karena masih fokus pada pembangunan infrastruktur. Namun satu hal yang perlu mendapat perhatian serius sebelum menjalar di semua tingkatan masyarakat adalah kondisi geografis Maloy yang jauh dari Sangatta justru menjadi salah satu alasan politis bagi elit lokal di daerah sekitar Maloy untuk mewacanakan pemekaran wilayah menjadi kabupaten baru yang lepas dari Kabupaten Kutai Timur. Sekarang, wacana tersebut sedang ramai dibicarakan oleh anggota DPRD dan di media lokal, yang berarti adanya isyarat mengenai berlangsungnya kompetisi di level elit dalam memperebutkan sumber daya ekonomi di wilayah tersebut.

3.5. Morotai: Kualitas SDM, Persoalan Lahan, dan Data Dasar Kependudukan

Morotai merupakan salah satu tujuan wisata yang direkomendasikan di Indonesia. Wilayah ini mempunyai dua daya tarik utama, yaitu: wisata sejarah dan wisata alam khususnya alam bawah laut. Berbagai festival pernah digelar di Morotai, seperti sail Morotai dan festival lobster. Morotai juga merupakan salah satu pulau terluar Indonesia. Kabupaten ini memiliki letak geografis yang sangat strategis. Posisi tersebut telah disadari sejak dulu oleh negara lain, seperti Jepang dan Amerika. Bukti dari strategisnya posisi Morotai adalah peninggalan sejarah di wilayah tersebut berupa sebuah bandara dengan tujuh landasan pacu. Hanya saja 40 kondisi landasannya saat ini tidak terawat dengan baik. Bandara itupun hanya dimanfaatkan oleh TNI dan penerbangan perintis untuk mengangkut logistik. Gambar 3.7: Kondisi salah satu landasan pacu di Morotai yang tidak terawat Selain kondisi tersebut, penting untuk dilihat kondisi masyarakat di kawasan yang akan dikembangkan menjadi KEK berbasis industri pariwisata dengan Jababeka Morotai sebagai pengelola kawasannya. Kabupaten Morotai masih memiliki masalah di berbagai sektor pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya, seperti infrastruktur jalan, listrik, air bersih, pendidikan dan kesehatan. Rumah sakit di Morotai hanya rumah sakit tipe D, fasilitas dan tenaga kesehatan belum memadai. Anggaran pendidikan di Morotai juga belum mencapai 20. Rata-rata masyarakatnya masih berpendidikan rendah, namun sudah dibangun sebuah universitas di Morotai bernama Universitas Pasifik. Berangkat dari kondisi pendidikan yang demikian, maka keluhan utama Jababeka dalam pengembangan kawasan adalah kualitas SDM yang belum cukup memadai. Kondisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah infrastruktur dasar. Karena buruknya infrastruktur di Morotai, ada kecamatan yang tidak terhubung dengan ibu kota kabupaten, namun kondisi itu saat ini telah dapat diatasi. Listrik di kabupaten ini menyala 24 jam hanya di ibu kota kabupaten, sedangkan di wilayah lainnya tidak. Hal yang sama juga terjadi dengan air bersih. Hal tersebut 41 diungkapkan oleh salah seorang nara sumber yang mewakili akadmisi, Asrun Padoma dalam FGD yang diselenggarakan di Morotai. “Listrik di ibukota sudah 24 jam. Tapi di luar Morotai Selatan, listrik itu belum 24 jam. Hal itu menyulitkan pembangunan usaha. “ 22 Dari pernyataan di atas terlihat bahwa masyarakat Morotai masih harus berhadapan dengan permasalahan kebutuhan yang sangat dasar. Selain persalan listrik, air dan jalan, Morotai juga memiliki masalah dengan kemunculan pemukiman kumuh di beberapa wilayah, seperti di wilayah Morotai Selatan. Kemunculan pemukiman kumuh ini mengindikasikan dua hal penting, yakni persoalan lahan dan keberadaan pendatang yang membuat penduduk Morotai cukup heterogen. Persoalan yang dominan terjadi di Morotai adalah persoalan lahan. Di beberapa tempat terjadi sengketa lahan antara masyarakat dan TNI Angkatan Udara, di bagian yang lain, permasalahan lahan terkait dengan lahan KEK. Hingga kini, KEK Morotai masih di tahap pembebasan lahan. Gambar 3.8: Salah satu bidang tanah yang diklaim milik AURI, tapi juga diklaim masyarakat sehingga warga mendirikan rumah di lokasi tersebut. 22 Pernyataan Asrun Padoma perwakilan akademisi tersebut disampaikan dalam FGD yang dilaksanakan di Kantor Bupati Morotai pada tanggal Oktober . 42 “Konflik masyarakat 3 tahun terakhir itu masyarakat dengan AURI. Konflik itu menyangkut penguasaan wilayah dan lahan. Sepertiga wilayah ibukota kabupaten itu dikuasai AURI.” 23 “Sementara Jababeka selama ini terlihat tersendat dalam membangun. Sampai saat ini masih terbatas pembebasan lahan, belum sampai pembangunan infrastruktur.” 24 “Awalnya pemkab Morotai sudah berjanji akan menyediakan lahan, entah itu dengan pendekatan membeli atau menyewa. Jujur saja, Jababeka memilih untuk menyewa, karena banyak sekali masalah dari pembelian lahan. Hanya saja terbentur salah satu pasal dalam aturan KEK, yang mewajibkan pengelola lahan untuk memiliki hak kepemilikan lahan. Sehingga niat baik pemkab Morotai gagal. Mengenai harga, Jababeka sejak awal mengkhawatirkan spekulan. Dan ternyata memang ada.” 25 Persoalan lahan di Morotai menjadi semakin rumit ketika muncul spekulan yang akhirnya memicu permasalahan harga tanah di masyarakat. Persoalan harga tanah ini pernah diadukan masyarakat hingga ke DPRD. Hal tersebut dikemukakan oleh ketua DPRD Morotai dalam diskusi kelompok terarah yang diselenggarakan di Morotai. “Lahan yang akan dijadikan KEK di wilayah selatan barat yang sudah dijual oleh masyarakat, ada yang diadukan ke DPRD. Dalam kasus ini, DPRD tidak tinggal diam. DPRD melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar paham mengenai proses jual beli lahan tersebut untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.” 26 Dari sini kita dapat melihat bahwa DPRD di Morotai merupakan salah satu saluran yang digunakan masyarakat untuk menyelesaikan konflik yang dihadapi. DPRD Morotai juga menindaklanjuti aduan tersebut dengan melakukan langkah sosialisasi. Sosialisasi bukan saja dilaksanakan oleh DPRD, melainkan dilakukan juga oleh Jababeka sebagai pengelola KEK dan juga dilakukan oleh pihak pemerintah. Hanya saja belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Hal itu terlihat dari pernyataan perwakilan masyarakat dan FGD yang masih mempertanyakan mengenai apa itu KEK. Hal lain yang mungkin dapat menjadi permasalahan di masa yang akan datang di Morotai adalah persoalan kependudukan. Saat ini masalah lahan sudah menjadi masalah yang hadir secara nyata di tengah masyarakat, lalu diikuti oleh kemunculan pemukiman kumuh. Pemukiman itu didirikan kebanyakan oleh warga 23 Ibid. 24 Ibid. 25 Pernyataan Nizar wakil dari PT Jababeka tersebut disampaikan dalam FGD yang dilaksanakan di Kantor Bupati Morotai pada tanggal Oktober . 26 Pernyataan Ketua DPRD Morotai tersebut disampaikan dalam FGD yang dilaksanakan di Kantor Bupati Morotai pada tanggal Oktober . 43 pendatang yang dulunya adalah transmigran ke wilayah tersebut. Masalah lainnya yang berpotensi muncul adalah gesekan antar kelompok. Saat ini 60 penduduk Morotai memeluk agama Kristen, namun mayoritas penduduk di ibu kota Kabupaten adalah pemeluk Muslim. Potensi kerawanan seperti ini belum dipetakan dan belum direncanakan. Hal tersebut terungkap dalam wawancara mendalam dengan, Darmono dari Jababeka Morotai. Berikut adalah pernyataan Darmono terkait dengan perencanaan pembangunan sosial dan pemetaan sosial di Morotai. “Semua kayak begitu. Ga usah dipeta-petakan. Capek-capek.” 27 Akibat dari hal ini adalah sulitnya memastikan kondisi masyarakat yang ada di Morotai. Pihak Jababeka menyatakan mayoritas penduduk di Morotai adalah Muslim, sedangkan ketua FKUB Morotai mengatakan mayoritas penduduk di Morotai adalah Kristen 60. “Kira-kira begitu. Dan kebanyakan ya Islam. Pecinannya ada, kecil. Dan banyak yang kabur dulu jaman huru-hara Ambon dulu itu.” 28 “Oh, Kristen. Kristen sekitar 60.” 29 Ketiadaan peta sosial itu sangat membingungkan. Perencanaan sosial juga sulit dilakukan tanpa peta sosial. Jababeka sebagai pengelola juga nampaknya belum berpikir mengenai aspek pembangunan sosial dan pembangunan politik di kawasan itu.

7.6. Mandalika: Kesiapan Masyarakat dan Peran Tuan Guru