48
BAB IV ANALISIS
Satu-satunya cara bagi ‘negara-negara sedang berkembang’, seperti Indonesia, Vietnam, dan Thaliand yang ingin berubah menjadi ‘negara-negara
berkembang’, seperti Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan atau menjadi ‘negara-negara maju’, seperti Amerika, Inggris, Jerman, dan Jepang adalah
melakukan pembangunan. Namun pehamam umum yang diterima ‘negara-negara sedang berkembang’ mengenai pelaksanaan pembangunan, hanya terfokus pada
dua hal: 1 pembangunan sudah pasti membutuhkan modal, dan 2 pembangunan identik dengan industrialisasi dan modernisasi. Dipihak lain,
persoalan utama yang dihadapi ‘negara-negara sedang berkembang’ adalah tiadanya atau terbatasnya modal untuk membangun. Padahal syarat utama
pembangunan bagi ‘negara-negara sedang berkembang’ adalah tersedianya modal yang cukup.
Konsekuensi dari pemahaman pembangunan seperti itu adalah ‘negara- negara sedang berkembang’ tidak hanya menjadikan ‘negara-negara berkembang
dan ‘negara-negara maju’ sebagai “kiblat” dalam merancang peradabannya. Lebih dari sekedar itu, ‘negara-negara sedang berkembang’ juga menjadikan ‘negara-
negara berkembang dan maju” sebagai “dewa penolong” dalam mewujudkan pembangunannya. Didesak oleh keinginannya untuk melaksanakan pembangunan,
‘negara-negara sedang berkembang’ terpaksa harus memohon bantuan modal kepada ‘negara-negara berkembang dan maju’ dalam bentuk pinjaman uang
utang dan investasi industri. Namun sejumlah kasus menunjukkan penerapan konsep pembangunan yang
sangat berciri ekonomi ekonomi mainded itu justru membuat ‘negara-negara sedang berkembang’, seperti umumnya negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika
Latin jatuh ke dalam jurang keterbelakangan underdepeloment, ketergantungan dependecy
, dan penjajahan baru neo kolonialisme imperialisme. Hasil pembangunan yang berciri ekonomi itu: poduksi industri dan pasar kapital:
permintaan dan penawaran justru hanya menguntungkan ‘negara-negara berkembang’ dan ‘negara-negara maju’. Melalui kebijakan pasar bebas dan
penamanan modal asing investasi, serta eskpor dan impor, ‘negara-negara
49 berkembang’ dan ‘negara-negara maju’ justru menarik keuntungan sebesar-
besarnya dari ‘negara-negara berkembang’. Tragisnya lagi, ‘negara-negara berkembang’ harus pula menangggung berbagai beban sosial, politik, ekonomi,
budaya, agama berupa konflik akut baik vertikal maupun horizonal yang bersifat laten dan permanen yang nantinya akan memberi kontribusi terhadap lemahnya
pertahanan, keamanan, dan tabilitas politiknya. Menggunakan defenisi pembangunan dan dengan kategori yang dibuat Peter
S. Chen, Indonesia ternyata dapat dimasukkan ke dalam kategori negara dengan masyarakat tradisional yang ditandai oleh rendahnya tingkat perkembangan
industrialisasi dan modernisasi di dalam masyarakat. Meningkat dari kategori itu negara Indonesia mungkin bisa dimasukkan ke dalam kategori negara dengan
masyarakat tidak berkembang yang ditandai oleh moderninasi yang tinggi namun tetap didampingi oleh tingkat industrialisasi yang rendah dalam masyakarat.
Hanya saja keberatan tetap muncul bila dikaitkan dengan fakta rendahanya tingkat produksi dan tarap kehidupan masyarakat. Padahal pembangunan menurut Peter
S. Chen adalah proses perubahan masyarakat yang terjadi karena penerapan ide dan penemuan baru untuk meningkatkan produksi dan tarap kehidupan melalui
metode produksi modern dan perbaikan organisasi masyarakat.
35
4.1. Masalah Pembangunan Politik dan Pembangunan Ekonomi di Pusat-
Pusat Pertumbuhan Baru
Seperti telah disebutkan pada Bab I, tujuan kajian ini adalah mencari permasalahan yang muncul dan potensi masalah di pusat-pusat pertumbuhan baru,
serta mencari kemungkinan solusi berdasarkan kondisi daerah tersebut. Data penelitian tehadap pusat-pusat pertumbuhan baru: wilayah yang sudah tumbuh
dan wilayah yang akan tumbuh sebagai pusat pertumbuhan baru memperlihatkan persamaan dan perbedaan permasalahan yang dihadapi masing-masing wilayah,
seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 4.1. Baik di daerah yang sudah tumbuh, seperti Batam dan Bontang maupun di
daerah yang akan tumbuh, seperti Bitung, Maloy, Morotai, dan Mandalika
35
Lihat Peter S. Chen, ”The Cultural implication of Industrialization and Modernization in Southeast Asia”
dalam Hans Dieter and Evers ed, ”Sociology of South-East Asia,” Kualumpur: Oxford University Press, hal. 238.
50 memperlihatkan kecenderungan masalah yang hampir sama yang akibat langsung
dan tidak langsung dari industrialiasi dan moderniasi, seperti urban politik terutama buruh migran dengan berbagai kompleksitasnya, konflik lahan, dan lain-
lain. Penyebab utamanya adalah pembangunan politik dan pembangunan ekonomi tidak dirancang direncakan dan dilaksanakan secara bersamaan dan sinkron.
Dengan bahasa yang agak panjang dapat disebutkan bahwa penyebab utama munculnya masalah-masalah pembangunan di semua daerah yang mewakili pusat-
pusat pertumbuhan itu karena pengertian pembangunan politik belum dilihat sebagai salah satu fungsi pembangunan ekonomi, yang seharusnya menjadi salah
satu landasan utama bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, serta sebagai upaya untuk menegakkan kemandirian ekonomi bangsa dan negara. Padahal
unsur-unsur pembangunan politik menurut Lucien W. Pye juga mencakup modernisasi politik, proses politik yang meliputi bangsa, perkembangan hukum
dan administrasi, partisipasi dan mobilisasi massa, penumbuhan demokrasi, stabilitas dan perubahan yang teratur, mobiliasi dan kekuasaan, serta perubahan
masyarakat yang multidimensi.
36
Dari data yang ditunjukkan Tabel 4.1, dapat kemukakan tiga hal pokok terkait pembangunan politik menurut Peter S. Chen dan aspek-aspek
pembangunan politik yang disebutkan Pye, yaitu: 1 masyarakat tradisonal yang ditandai oleh rendahnya tingkat perkembangan industrialisasi dan modernisasi di
dalam masyarakat pada daerah pusat-pusat pertumbuhan baru; 2 tingginya angka komsumsi dan rendahnya angka produksi, seperti dalam kasus Batam
menunjukkan gejala kegagalan industrialisasi; 3 semua masalah sosial, politik, budaya, ekonomi, agama, dan keamanan yang muncul dan potensi masalah yang
tersimpan di dalamnya disebabkan oleh pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang tidak saling mendukung; 4 semua konflik yang muncul dan yang
potensial muncul yang disebabkan oleh masalah-masalah pembangunan —sebagai ‘produk samping dari kebijakan pembangunan ekonomi’, umumnya diselesaian
Menurut Lucien W. Pye unsur‐unsur pembangunan politik mencakup pembangunan ekonomi, masyarakat industri, modernisasi politik, proses politik yang meliputi bangsa,
perkembangan hukum dan administrasi, partisipasi dan mobilisasi massa, penumbuhan demokrasi, stabilitas dan perubahan yang teratur, mobiliasi dan kekuasaan, serta perubahan
masyarakat yang multidimensi. Lihat Lucien W. Pye, Aspects of Political Development, Boston: Little, Brown and Company,
, hal. ‐ .
51 oleh aspek pembangunan politik yang sudah ada dan terus tumbuh-bekembang.
Misalnya konflik primordial agama yang diselasaikan dan dicegah melalui Forum Kerukunan antar Uumat Beragama FKUB dan konflik primordial etnis yang
diselasaikan dan dicegah melalui Forum Kebangsaan. Pelembangaan politik dalam bentuk diferensiasi struktural dan fungsional, serta spesialisasi struktur dan
fungsi dari lembaga-lembaga demokrasi harus diakui telah membantu sebagian besar masalah yang muncul di pusat-pusat pertumbuhan; 5 diperlukan susulan
aspek pembangunan politik lainnya dalam perencanaan pembangunan ekonomi, seperti aspek proses politik, perkembangan hukum dan administrasi, partisipasi
dan mobilisasi massa, penumbuhan demokrasi, stabilitas dan perubahan yang teratur, dan perubahan masyarakat yang multidimensi yang meliputi seluruh
wilayah pertumbuhan untuk menyelesaikan dan mengantisipasi masalah yang belum terselesaikan dan yang potensial muncul.
Tabel 4.1 Perbandingan Kondisi Antar Lokus
No. Item
Perbandi- ngan
Batam Bontang
Bitung Maloy
Morotai Mandalika
1. Perencanaan
Pembanguna n Sosial dan
Politik Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada
2. Saluran
Demokrasi Pers ada
Memiliki Ormas, namun
hanya untuk mengakomodir
kepentingan kelompok.
Demonstrasi, mengenai
masalah tanah dan UMK
Pers ada, namun tidak
terlalu aktif dikarenakan
masyarakat sipil sebagai
partner tidak mandiri
Ormas dan LSM relatif
banyak tapi dibawah
kooptasi pemerintah
dan perusahaan.
Pers berperan aktif
Forum dan tokoh agama
berperan dalam sosialisasi KEK
dan dalam mengelola
hubungan antar umat beragama
Pers ada, namun belum terlalu
aktif menjangkau
daerah sekitar KEK
Ormas belum ada
Ada pers Tokoh agama
berperan dalam
mengelola kerukunan
umat beragama
Demonstrasi terjadi
beberapa kali isu tanah dan
pergantian bupati
Saluran demokrasi
tradisional melalui ‘tuan
guru’