Kebijakan IMF Letter of Intent LoI Tahun 1997 Yang Berkaitan

PENGARUH DANA MONETER INTERNASIONAL DALAM KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK INDONESIA PADA ERA ORDE BARU

A. Kebijakan IMF Letter of Intent LoI Tahun 1997 Yang Berkaitan

Dengan Kebijakan Ekonomi Politik Indonesia Dalam proses yang menjelaskan Indonesia pada akhirnya bekerjasama dengan IMF melalui beberapa persetujuan yang harus diikuti oleh Indonesia. Keinginan presiden Suharto tampaknya tidak dapat lagi dibendung untuk melakukan percepatan pembangunan yang terkait dengan masalah ekonomi di Indonesia. Presiden sepertinya sudah mempersiapkan hal – hal yang berkaitan dengan proses persyaratan yang diberlakukan IMF. Indonesia secara terbuka melakukan pinjaman multilateral terhadap IMF. Beberapa peristiwa menunjukkan bahwa Suharto dengan sangat jelas ingin mengundang kedatangan IMF untuk membantu Indonesia. Pada sekitaran tahun 1966, pemerintahan Suharto telah menjalankan program stabilisasi untuk perekonomian Indonesia yang dirumuskan dengan bantuan IMF, dan mencoba untuk menghilangkan upaya menasionalisasi semua perusahaan asing di Indonesia yang digagas oleh pemerintahan Soekarno. Salah satu bentuk program stabilisasi tersebut adalah menghapuskan semua diskriminasi terhadap investasi asing dan perusahaan asing dan semua ketentuan yang mengatur sektor publik. Dengan kata lain bahwa pemerintah mengizinkan pihak asing untuk ikut serta dalam proses pembangunan ekonomi di Indonesia dan mulai memberikan ruang yang terbatas terhadap sektor publik dalam negeri untuk melaksanakan program – programnya. Hal inilah yang disinyalir yang menjadi kepentingan IMF dalam membantu program pembangunan di Indonesia. Jika pemerintah melihat dari awal kepentingan dari IMF ini tentu saja bentuk bantuan apapun yang ditawarkan oleh IMF akan dianalisis terlebih dahulu. Presiden Suharto yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi mungkin menginginkan pembangunan ekonomi yang bertumbuh pesat di Indonesia. Akan tetapi hal ini mengabaikan apa yang menjadi kepentingan masyarakat yang dijadikan sebagai kepentingan nasional sebuah negara. Kepentingan yang direncanakan Suharto lebih mengedepankan kepada kebutuhan – kebutuhan politik Indonesia di tengah arus globalisasi dunia. Pinjaman multilateral yang dilakukan oleh Indonesia dengan IMF merupakan sebuah kegiatan yang berkaitan dengan masalah ekonomi – politik. Banyak diantara negara kreditur menyalurkan dananya ke negara berkembang, terutama bekas daerah jajahannya di masa lalu dengan pertimbangan kemungkinan pengembangan pasar hasil industrinya. 71 Sebuah kerjasama yang juga menguntungkan bagi lembaga ataupun negara yang memberikan bantuan mengingat bahwa utang luar negeri yang dilakukan oleh Presiden Suharto bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan tentu saja hasil industri dari negara – negara maju dibutuhkan untuk mendorong terlaksananya proses pembangunan tersebut. Hal ini menjadi masuknya sektor industri pasar asing ke tengah – tengah Indonesia. Ketika presiden Suharto memutuskan untuk melakukan pinjaman dengan IMF, pembangunan dan pasar asing jelas merupakan dua hal yang saling berkaitan. Suharto mendapatkan bantuan dari asing dalam mengelola sumber daya alam di Indonesia dan kemudian dalam pengelolaanya dibutuhkan industri yang ditawarkan negara – negara maju mengingat Indonesia belum mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan kemajuan industri pada saat itu. Baik dalam segi teknologi alat, maupun dalam kapasitas sumber daya manusia. Sehingga tanpa disadari hubungan yang terkait erat tersebut dapat memicu masalah baru dan dampak negatif akan dirasakan oleh negara 71 Supriyanto, S.E, dkk, Utang Luar Negeri Indonesia : Argumen, Relevansi, dan Implikasinya bagi Pembangunan , Jakarta, Penerbit Jambatan, 1999, hal.48. Indonesia sendiri. Meskipun keterkaitan ini menimbulkan ketergantungan satu sama lain, namun ditinjau dari struktur dasar perekonomian, negara – negara berkembang lebih rapuh terhadap gejolak fluktuasi makro ekonomi, bila dibandingkan dengan negara – negara maju. 72 Peran IMF terhadap pembangunan Indonesia jelas merupakan sebuah faktor determinan yang tidak dapat dipisahkan dengan kebijakan – kebijakan yang berlaku di Indonesia. Banyak kalangan menilai bahwa IMF menjadi penentu dalam pembangunan ekonomi Indonesia mengingat banyaknya bantuan yang dikucurkan oleh IMF. Untuk kasus Indonesia, peran agent of change secara signifikan justru dimainkan oleh aktor eksternal – yakni International Monetary Fund. 73 Dalam pembahasan bab sebelumnya telah dijelaskan bagaimana IMF menjadikan kepentingan mereka dapat dipenuhi oleh negara kreditur. Syarat – syarat yang dibuat oleh IMF sangat kondisional. Kondisional dalam pengertian ini adalah bahwa IMF melihat bagaimana kondisi ekonomi dunia pada saat pinjaman akan dikucurkan untuk kemudian IMF memodifikasi sedemikian rupa syarat – syarat tersebut demi kepentingan dari negara – negara dengan jumlah modal pendonor terbesar. IMF menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyesuaikan kebijakan dengan syarat yang diberlakukan oleh IMF. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa konstalasi politik ikut berperan untuk mendukung IMF dalam memutuskan apakah dia akan membantu negara tersebut atau tidak. Namun, kredit yang tersalur ke negara berkembang tersebut pada umumnya adalah kredit biasa yang diberikan berdasarkan pertimbangan ekonomi belaka tanpa ada pertimbangan politik. 74 72 Ibid . Pada awal merupakan tanggungjawab pemerintah yang ingin melakukan utang luar 73 Indra Ismawan, Catatan Kritis : Dimensi Krisis Ekonomi Indonesia, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo, 1998, hal. 55. 74 Supriyanto, S.E., Op. Cit., hal. 49. negeri multilateral terhadap IMF dengan menganalisis keadaan ekonomi dan mencari solusi terhadap masalah yang menghambat pembangunan tersebut. Dengan melihat syarat Letter Of Intent yang disetujui oleh Indonesia pada tahun 1997 terdapat beberapa bagian syarat yang langsung berkaitan dengan permasalahan ekonomi yang sedang dialami oleh Indonesia pada saat itu. IMF langsung memfokuskan masalah – masalah tersebut ke dalam bentuk kebijakan yang pada akhirnya akan menjawab apakah memang IMF berdampak langsung terhadap kebijakan ekonomi politik di Indonesia. Menteri Keuangan yang pada tahun 1997 dibawah pimpinan Mar’ie Muhammad dan Gubernur Bank Indonesia, J. Sudrajad Djiwandono memohon bantuan terhadap IMF. Utang luar negeri yang dilakukan Indonesia adalah jenis pinjaman komersial dengan jangka waktu yang selama 3 tahun setelah Stand – By Arrangement ditandatangani oleh Indonesia. Jumlah yang pada saat itu dimohon oleh Indonesia adalah senilai 7,3 milyar USD dengan pelaksanaan program dari IMF selama tiga tahun berikutnya. Pinjaman Komersial Commercial Loan, yaitu pinjaman yang diterima dengan syarat – syarat yang ditetapkan berdasarkan kondisi pasar uang dan pasar modal internasional. 75 Dalam ketentuan yang terdapat dalam Stand – By Arrangement IMF, jika utang luar negeri telah jatuh tempo maka Indonesia harus melakukan revisi terhadap nota kesepahaman dengan IMF. Begitu juga sebaliknya IMF, akan melakukan peninjauan kembali terhadap kegagalan pembayaran utang yang jatuh tempo. Tinjauan tersebut berupa apakah negara kreditur berhasil melakukan target – target yang ditetapkan oleh IMF dan apakah syarat – Pinjaman ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan salah satunya adalah untuk membiayai proyek pembangunan yang direncanakan oleh Suharto. Selain itu, jangka waktu yang diberlakukan oleh IMF adalah tidak lebih dari 3 – 5 tahun. 75 Sanuri, “Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Loan Agreement Hingga Restrukturisasi ”, Direktorat Luar Negeri Bagian Ekspor dan Impor, diakses dari http:ptlnkompak.150m.comArtikelPINJAMANLUARNEGERI.pdf , pada tanggal 5 Januari 2013 pukul 23.08. syarat yang tertuang dalam kerangka kebijakan yang diberlakukan oleh IMF dapat dipenuhi oleh negara kreditur. Kerangka kebijakan yang terdapat dalam LoI pada tahun 1997 secara garis besar terbagi atas beberapa kebijakan yakni : 1. Kebijakan ekonomi makro meliputi : kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan nilai tukar, kebijakan dari Bank Dunia dan pembiayaan utang. 2. Restrukturisasi sektor keuangan. 3. Reformasi struktural meliputi : perdagangan luar negeri dan investasi, deregulasi dan privatisasi, masalah lingkungan, dan jaringan pengamanan sosial. Kerangka kebijakan diatas merupakan serangkaian memorandum yang harus disetujui dan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Terlihat dari perumusan kebijakan tersebut bahwa IMF sangat memfokuskan terhadap kebijakan ekonomi di Indonesia. Terlihat bagaimana para peneliti IMF berusaha untuk menindaklanjuti kendala yang dihadapi oleh pemerintah Suharto dalam rangka pembangunannya. Hal ini memungkinkan bagi negara – negara yang memiliki modal terbesar dalam IMF melaksanakan kepentingan nasional mereka di dalam arus perputaran ekonomi dunia. Dalam perkembangan lebih lanjut, peranan utang luar negeri yang semakin dominan ini disebabkan bahwa di sebagian besar negara – negara berkembang berpegang pada prinsip yang sering dijadikan sebagai strategi pembangunannya bahwa pembangunan sarana dan prasarana, proyek – proyek yang besar dan membutuhkan teknologi serta modal yang tinggi, akan dengan sendirinya menciptakan trickle down efect perekonomian dalam negeri,seperti termanfaatnya sumber daya alam, tenaga kerja, terbukanya pasar dalam dan luar negeri, yang muaranya akan meningkatkan nilai tambah dan produktivitas perekonomian dalam negeri, yang pada dasarnya kaya bahkan melebihi apa yang dimiliki oleh negara – negara maju dalam bentuk kekayaan alam. 76 Pada pembahasan kebijakan ekonomi makro, IMF menetapkan tarif – tarif yang berlaku terutama dalam kebijakan fiskal agar sesuai dengan tarif yang berlaku dalam perekonomian dunia. Hal ini bertujuan agar Indonesia dapat meresktruturisasi sektor keuangan terutama yang berkaitan dengan sektor penguatan fiskal. Hal ini dikarenakan terjadinya depresiasi rupiah pada sekitar tahun 1997. Penyesuaian fiskal ini menurut IMF bertujuan agar Indonesia dapat menghemat biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk menutupi biaya pajak barang tertentu dimana anggaran negara terserap cukup besar dalam hal tersebut. Pemerintah diharapkan mampu membuat rencana yang dapat mengurangi anggaran pengeluaran negara terutama yang berkaitan dengan kebijakan fiskal. Proyeksi anggaran berada pada anggaran yang berimbang dan harus mempersiapkan anggaran negara untuk biaya restrukturisasi sektor keuangan. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah yang dimaksud adalah Indonesia harus menyesuaikan harga – harga yang telah ditetapkan untuk produk seperti minyak bumi dan listrik sebelum tahun fiskal dalam penyusunan anggaran berikutnya, Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan subsidi bagi produk minyak bumi tersebut. Pajak yang ditetapkan negara sebesar lima persen dari penjualan bensin akan diperkenalkan pada tanggal 1 April 1998, dan jumlah barang yang terkena pajak penjualan barang mewah akan meningkat sehingga anngaran pemerintah untuk menutupi biaya fiskal semakin berkurang. IMF juga mengatur dalam kebijakan makro pemerintah harus mengatur pengeluaran yang bersumber dari anggaran pembangunan. Tindakan pengeluaran ini akan terkonsentrasi pada pembangunan infrastruktur jalan, transmigrasi, irigasi, dan proyek-proyek energi, akan meningkatkan anggaran 76 Supriyanto, S.E., Op. Cit., hal. 9. pemerintah pusat oleh sekitar ½ persen dari GNP. Maksudnya adalah bahwa fokus pembangunan haruslah berkaitan dengan hal tersebut dan bukan dalam kegiatan pembangunan diluar hal tersebut. Selain itu, penghematan proyek pembangunan dan pengeluaran rutin lainnya akan berjumlah sekitar ¼ persen dari GNP. Pada restrukturisasi sektor keuangan, yang dimaksudkan oleh IMF adalah untuk menyehatkan kembali sistem perbankan akibat dari krisis yang terjadi di Asia Tenggara. Akumulasi dari banyaknya kredit macet mencerminkan tingkat yang signifikan dalam resiko yang terkait dengan pertumbuhan kredit yang pesat, banyaknya pinjaman valuta asing, dan menyoroti sektor properti yang tidak cukup berhasil merupakan indikator bahwa sebuah negara mengalami keuangan yang tidak sehat. Sistem perbankan semakin memburuk dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar, kenaikan suku bunga, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Cara yang mungkin dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menindaktegas sektor – sektor perbankan yang mengalami degradasi dalam melakukan kegiatan perekonomian. Terlihat dengan kegiatan Bank Indonesia dalam melikuidasi bank – bank yang tidak sehat. Kemudian, bank- bank menghentikan semua operasi, dan lisensi mereka telah dicabut. Jika bank tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku mengenai mekanisme likuidasi maka kerugian pemegang saham tidak akan dikompensasi. Bank Indonesia dalam hal ini memiliki kewajiban untuk mengatur dan mengembalikan kompensasi dana yang dimiliki nasabah. Sampai kepada berapa jumlah besaran dana dan kompensasi serta nasabah yang akan dikompensasi IMF mengatur hal tersebut dalam LoI. Bagian kedua dari strategi ini adalah untuk menetapkan prosedur yang tepat dan kebijakan untuk menangani dengan segera lembaga keuangan yang lemah tetapi layak, sehingga mereka dapat ditempatkan dengan cepat dalam rangka menuju pemulihan. Beberapa lembaga akan ditempatkan di bawah pengamatan atau diintensifkan dalam pengawasan Bank Indonesia. Selanjutnya akan diberikan jangka waktu 60 hari untuk mengajukan kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan persetujuan dan rencana rehabilitasi untuk mengatasi kelemahan bank. Rencana bank tersebut jelas akan menentukan: 1. sumber dari setiap dana baru yang akan disuntikkan ke bank yang telah sehat tersebut, 2. perubahan yang diusulkan dalam struktur kepemilikan, manajemen, dewan direksi, dan fokus masa depan kegiatan dan prosedur pelaksanaan bank tersebut dan, 3. jadwal pelaksanaan. Yang menarik dan menjadi fokus utama dari penelitian ini adalah yang terkait dengan butir kebijakan yang terakhir yaitu masalah reformasi struktural dalam kebijakan pemerintah terutama yang berhubungan dengan investasi luar negeri dan privatisasi. Kedua hal ini tentu sangat erat kaitannya dengan masalah perekonomian Indonesia karena menjadi batu loncatan perekonomian di masa depan. Yang terjadi di Indonesia adalah dalam melakukan pembangunan infrastruktur justru investasi asing yang menjadi penentu bagi keberlangsungan modal proyek pembangunan karena Indonesia tidak dapat memenuhi modal yang dibutuhkan. Akibatnya adalah negara Indonesia seperti kembali dijajah oleh negara – negara maju melalui investasi izin terhadap perusahaan asing yang diberikan oleh pemerintah. Program – program yang ditawarkan oleh IMF juga sangat erat kaitannya dengan syarat yang diberlakukan dalam LoI. IMF menempatkan permasalahan ekonomi yang dilakukan pemerintah selama ini kurang terkena dengan yang disebut sistem ekonomi pasar. Pemerintah dianggap terlalu banyak memegang peranan – peranan yang seharusnya diberikan kepada mekanisme pasar untuk kemudian dilakukan apa yang menjadi fokus untuk membangun perekonomian tersebut. Program – program yang ditawarkan oleh IMF dapat dilihat melalui penyajian tabel berikut. PROGRAM IMF UNTUK NEGARA YANG DIBANTU 77 JENIS PROGRAM LANGKAH-LANGKAH 1. Menciptakan surplus anggaran 2. Penyehatan lembaga finansial 3. Menyeimbangkan Neraca Pembayaran. 4. Memperluas Swastanisasi dan Keterbukaan Ekonomi -Pengurangan dan Penghapusan Subsidi -Pemangkasan proyek Pemerintah dan Swasta -Kenaikan Tarif Pajak -Merger,Akusisi dan Likuidasi Perbankan -Bailout, jika memungkinkan -Meningkatkan Supervisi Sistem Finansial -Peningkatan Ekspor Mengurangi Defisit Transaksi Berjalan -Peningkatan Investasi Berorientasi Ekspor - Mendorong Aliran Modal dan Investasi Sumber : IMF dalam Bisnis Indonesia 1997 Fenomena ketidakmampuan negara berkembang dan miskin untuk mengakumulasi modal ini oleh Nurkse digambarkan dalam teorinya tentang lingkaran perangkap kemiskinan the vicious circles 78

B. Pengaruh LOI IMF Tahun 1997 Dalam Kebijakan Ekonomi Politik

Dokumen yang terkait

Peranan Sistem Informasi Akuntansi Bagi Manajemen Dalam Pengambilan Keputusan Pada Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara

4 38 76

Pengaruh Dana Moneter Internasional (IMF) Dalam Kebijakan Ekonomi Politik Indonesia Pada Era Orde Baru (Studi Kasus Pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 402 tahun 1997 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan

5 118 95

Ekonomi Cina Dan Politik Luar Negeri Indonesia (Studi Kasus : Pengaruh Kebangkitan Ekonomi Cina Terhadap Orientasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono)

4 86 151

Pengaruh Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah Terhadap Pembangunan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Karo (Studi pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo)

39 304 119

Peranan Hukum Kontrak Internasional Dalam Era Perdagangan Bebas

3 65 8

Format Politik Orde Baru dan Kebijakan Fusi Partai Politik Tahun 1973

0 12 14

Peran Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional (Studi Kasus Gugatan Perdagangan Rokok Indonesia Terhadap Australia Melalui World Trade Organization)

4 40 0

Upaya Hukum Tentang Keberatan Atas Putusan BPSK Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No 350/MPP/KEP/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang BPSK, Dihubungkan Dengan Praktek

2 23 37

Impelentasi Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Di Lingkungan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan kabupaten Cirebon

0 12 74

Pengaruh Koordinasi dan Implementasi Kebijakan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Subang

0 8 1