Pengaruh LOI IMF Tahun 1997 Dalam Kebijakan Ekonomi Politik

PROGRAM IMF UNTUK NEGARA YANG DIBANTU 77 JENIS PROGRAM LANGKAH-LANGKAH 1. Menciptakan surplus anggaran 2. Penyehatan lembaga finansial 3. Menyeimbangkan Neraca Pembayaran. 4. Memperluas Swastanisasi dan Keterbukaan Ekonomi -Pengurangan dan Penghapusan Subsidi -Pemangkasan proyek Pemerintah dan Swasta -Kenaikan Tarif Pajak -Merger,Akusisi dan Likuidasi Perbankan -Bailout, jika memungkinkan -Meningkatkan Supervisi Sistem Finansial -Peningkatan Ekspor Mengurangi Defisit Transaksi Berjalan -Peningkatan Investasi Berorientasi Ekspor - Mendorong Aliran Modal dan Investasi Sumber : IMF dalam Bisnis Indonesia 1997 Fenomena ketidakmampuan negara berkembang dan miskin untuk mengakumulasi modal ini oleh Nurkse digambarkan dalam teorinya tentang lingkaran perangkap kemiskinan the vicious circles 78

B. Pengaruh LOI IMF Tahun 1997 Dalam Kebijakan Ekonomi Politik

Indonesia Pada Era Orde Baru Pada Kepmenperindag Nomor 402 Masyarakat negara berkembang belum terlalu gemar untuk melakukan investasi atau penanaman modal sehingga perusahaan asing menjadi tuan dalam proyek di Indonesia. 77 Ibid., hal. 173. 78 Ibid ., hal. 10. Tahun 1997 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha Perwakilan Perusahaan Dagang Asing IMF dalam kaitannya dengan kebijakan ekonomi dan politik di Indonesia dapat kita analisis dari bagaimana syarat – syarat ataupun kondisi yang diberlakukan oleh IMF terhadap Indonesia ketika Indonesia memutuskan untuk melakukan kerjasama dengan IMF. IMF jelas mempunyai kepentingan yang selanjutnya harus dipenuhi oleh Indonesia ketika akan melakukan utang luar negeri multilateral. Terlihat dari syarat – syarat yang termuat dalam LoI sperti yang sebelumnya telah dijelaskan bahwa dengan bekerjasama dengan pemerintah dan Bank Indonesia maka IMF memiliki otoritas untuk ikut mengontrol jalannya perekonomian di Indonesia. Pengaruh – pengaruh yang diberlakukan oleh IMF mau tidak mau harus diikuti dan dilaksanakan oleh pemerintah. Keputusan Menteri Perdagangan nomor 402 tahun 1997 yang merupakan amandemen dari Kepmenperindag nomor 78 KP III 78 tentang ketentuan mengenai kegiatan perdagangan terbatas bagi perusahaan produksi dalam penanaman modal jelas merupakan produk undang – undang yang sangat erat kaitannya dengan syarat IMF tentang reformasi struktural yang harus diberlakukan oleh Indonesia. IMF meminta Indonesia untuk membuka jalan untuk transparansi yang lebih luas lagi bagi perusahaan – perusahaan asing yang memiliki kualitas untuk mendukung jalannya proses pembangunan. Dalam pembuatan kebijakan juga pemerintah harus lebih menstimulus perusahaan dalam negeri untuk melakukan kompetisi antar perusahaan serta mendukung restrukturisasi berkelanjutan dalam bidang ekonomi yang diperlukan demi mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang pesat serta tidak mandeg. Melalui syarat IMF ini, pemerintah dan sektor swasata dalam negeri maupun asing menjadi pihak yang membantu berjalannya perekonomian Indonesia. Pemerintah diminta oleh IMF untuk mempercepat reformasi struktural program melalui cara perdagangan yang lebih besar di segala bidang perekonomian di Indonesia. Perubahan kebijakan investasi, dan deregulasi serta privatisasi juga menjadi agenda utama dari syarat – syarat yang diberikan IMF. Menurut IMF, pada saat yang sama pemerintah akan mengurangi kemiskinan yang ada di Indonesia melalui proyek – proyek yang diberlakukan dalam tahap pembangunan di Indonesia. Dalam Kepmenperindag nomor 77 tahun 1978 pemerintah memberikan batasan bagi perusahaan – perusahaan perdagangan asing dalam melakukan penanaman modal dalam negeri. Batasan tersebut berupa operasional bagi perusahaan dagang, jenis – jenis perusahaan dagang yang hanya terbatas pada jenis impor mesin, suku cadang dan bahan baku peralatan dalam bangunan, serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaan perusahaan dagang tersebut. Pemerintah melalui menteri perdagangan masih memiliki kewenangan yang luas untuk menentukan bagaimana perusahaan – perusahaan asing dalam melakukan usahanya. Pemerintah secara objektif melakukan perlindungan terhadap industri dan perdagangan pada saat itu agar perusahaan – perusahaan dalam negeri mampu menjadi faktor utama dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Cara seperti inilah yang pada akhirnya memungkinkan bagi sektor industri dalam negeri untuk dapat bertahan di tengah laju globalisasi baik di bidang ekonomi maupun bidang industri. Bidang – bidang usaha yang seharusnya menjadi bagian dari masyarakat sebagai penunjang untuk kesejahteraan masyarakat di Indonesia itu sendiri. Bagi perusahaan – perusahaan dagang asing, pemerintah memberikan mereka ruang yang terbatas dalam melakukan produksinya. Sektor – sektor penting dalam industri tetap dikuasai oleh pemerintah dan tidak serta – merta diberikan kepada perusahaan asing tersebut. Dengan kata lain, jika memang perusahaan asing masuk ke Indonesia maka mereka bukan determinan dalam perekonomian pada saat itu melainkan hanya faktor pendukung yang akan membantu masyarakat dalam pelaksanaan produksi di sektor industri dan perdagangan. Inilah awal dari terlaksananya Kepmenperindag nomor 78 tahun 1978 dalam proses industri di Indonesia. Pada kebijakan PP nomor 36 tahun 1977 juga telah dijelaskan bahwa pemerintah mencabut izin kegiatan usaha dagang asing dalam bidang perdagangan yang sangat berdampak kepada hubungan Indonesia dengan negara – negara industri besar seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang,dll. Keputusan ini dinilai merugikan banyak perusahaan asing ataupun negara – negara yang ingin melakukan ekspansi ke Indonesia dalam bidang industri dan perdagangan. Kedua bidang inilah yang memang menjadi sasaran utama negara – negara maju untuk dapat mengeksploitasi negara berkembang seperti Indonesia. Selang dari tahun itu kemudian ada perubahan yang signifikan mengenai arah perekonomian dan industri di Indonesia. Pada tahun 1995 pemerintah melalui Keputusan Presiden nomor 75 memberikan ruang bagi warga negara asing untuk melakukan usaha ataupun bekerja di Indonesia. Pemerintah bagi penanam modal dari sektor asing memberikan ruang bagi mereka untuk melakukan usahanya di Indonesia dengan memberikan izin serta legalitas dari usaha yang mereka lakukan. Hal ini tentu saja menjadi cikal bakal bagi perusahaan asing yang berasal dari negara maju untuk melakukan kegiatannya di Indonesia apalagi dalam pasal 2 Keppres tersebut menjelaskan bahwa penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diberikan izin sampai batas waktu tertentu. Yang perlu dikaji dalam hal ini adalah bagaimana posisi tenaga kerja dalam negeri Indonesia jika dibandingkan dengan tenaga kerja asing. Ketika dalam proses pembangunan yang tentu saja memerlukan keahlian ataupun kecakapan dalam bidang usaha, maka masyarakat Indonesia tentu saja mengalami sedikit kesulitan mengingat pada saat itu tingkat pendidikan masyarakat yang belum setara dengan negara – negara maju. Disamping itu, keadaan Indonesia pada tahun 1990 – an belum siap menerima gempuran – gempuran dari tenaga kerja asing ataupun investor – investor asing yang sudah mumpuni di bidang perekonomian dalam sektor industri. Presiden memang mengatur bagaimana komposisi tenaga kerja asing di Indonesia. Dalam pasal 4 ayat 1 keppres itu disebutkan bahwa jabatan direksi pada perusahaan yang bukan termasuk dalam undang – undang penanaman modal maka tenaga kerja asing dapat menempati jabatan tersebut. Presiden juga menjelaskan pada pasal – pasal berikutnya bahwa tenaga kerja asing wajib membayarkan pungutan yang dibayarkan kepada pemerintah dalam setiap melakukan pekerjaanya. Akan tetapi dalam hal ini hal – hal tersebut belum dirasa cukup bagi Indonesia untuk melaksanakan keputusan presiden tersebut. Masyarakat Indonesia harus dibekali kemampuan – kemampuan atau pengetahuan yang sesuai dengan bidang usaha yang dibuka bagi tenaga kerja asing tersebut. Mengingat ada pasal yang yang menyebutkan bahwa tenaga kerja asing mendapat hak untuk memegang jabatan direksi dan tenaga kerja asing diperbolehkan untuk mengisi bagian – bagian atau lowongan yang tidak terkualifikasi bagi tenaga kerja dalam negeri. IMF sebagai organisasi yang bergerak di bidang perekonomian disebut – sebut bahwa tidak jarang mereka juga melakukan persyaratan yang justru tidak langsung berkaitan dengan ekonomi. Jalan yang diberikan melalui syarat – syaratnya semata – mata hanya untuk mempertegas kepentingan negara – negara maju dalam melakukan usaha untuk menunjukkan kekuatannya pada pertarungan perekonomian global. Kemungkinan bagi IMF untuk melakukan apa yang disebut dengan intervensi politik semakin terbuka lebar mengingat bahwa pada bagian – bagian tertentu pada syarat itu IMF seperti ‘menyuruh’ pemerintah untuk mengamandemen seluruh kebijakan yang telah dibuat sebelumnya. Oleh karena itu, lembaga ini tentu menginginkan adanya bentuk imbalan ataupun balas jasa jika hubungan kerjasama dilakukan. Hal ini tentu saja yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi yaitu melakukan restrukturisasi perekonomian domestik untuk mengarah kepada mekanisme pasar dan menghapus segala inefisiensi dan dan distorsi ekonomi yang ada di dalam perekonomian nasional. 79 Selain itu yang perlu dicermati jika akan melakukan kerjasama dengan IMF adalah dengan melihat kondisi kepentingan dari organisasi tersebut. Jika diteliti, bahwa sebagai organisasi IMF justru mengedepankan syarat – syarat yang pada akhirnya membuka peluang bagi mekanisme pasar untuk mendominasi jalannya perekonomian bagi sebuah negara. Sebagai organisasi yang mengurusi masalah ekonomi dan keuangan sepertinya kepentingan tersebut kurang bisa dipahami sebagai kepentingan langsung dari IMF mengingat IMF bukanlah sebuah negara yang ikut dalam persaingan globalisasi perekonomian. IMF menginginkan adanya bentuk timbal – balik yang sesuai dengan bantuan yang mereka berikan terhadap Indonesia. Pihak – pihak yang menjadi dominan dan terlihat seperti ingin memberikan kontribusi lebih kepada negara – negara penerima bantuan tampaknya mudah diidentifikasi atas kepentingan dari kerjasama tersebut. Negara – negara pemodal seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dll tampak menginginkan adanya sebuah tukar tambah yang berarti bagi kepentingan ekonomi mereka. Negara – negara tersebut sepertinya tidak ingin kerjasama dilakukan hanya sekedar memberikan bantuan tanpa ada intervensi baik di bidang ekonomi ataupun politik pada negara kreditur. Pada Kepmenperindag nomor 402 tahun 1997, pemerintah sepertinya mulai menjalankan program ataupun syarat yang diberlakukan oleh IMF. Setelah sebelumnya membuat kebijakan tentang tenaga kerja asing di Indonesia maka pemerintah melelui Kepmenperindag tersebut mulai mengatur sektor – sektor usaha dan industri bagi perusahaan asing. Dalam pasal 1 kebijakan tersebut pemerintah kembali menegaskan bahwa perusahaan asing yang melakukan usaha gabungan ataupun warga negara 79 Ibid., hal. 172. asing yang ditunjuk okeh perusahaan untuk melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Pada pasal ini tidak dijelaskan apakah warga negara asing yang melakukan usaha di Indoesia diperbolehkan dalam rangka penanaman modal asing. Kebijakan tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara asing yang telah mendapat legalitas dari perusahaan asing diizinkan untuk melakukan usaha di Indonesia. Dalam pasal 2 kebijakan tersebut, usaha apa yang diperkenankan dikerjakan oleh perusahaan asing tersebut. Pemerintah mengizinkan dalam pelaksanaan proses penjualan barang, agen pabrik barang, ataupun agen pembelian barang. Dalam bagian ini sepertinya industri yang diberlakukan pemerintah terhadap pihak asing lebih luas mengingat menjadi agen atau distributor semakin meningkatkan proses impor terhadap hasil – hasil industri luar negeri. Berkaitan dengan hal ini, maka butir LoI nomor 39 mengenai perdagangan luar negeri tampak berfungsi dengan tepat. Bahwa pemerintah harus menurunkan tarif atau biaya terhadap masuknya barang – barang ekspor sekitar 40 pada tahun 1995 menjadi hanya sekitar 10 ketika Indonesia menerima bantuan dari IMF. Barang – barang yang terkena tariff tersebut direncanakan adalah bahan manufaktur serta bahan kimia, logam dan baja, juga hasil – hasil produk perikanan, kendaraan bermotor, dan alumunium. Semua produk – produk manufaktur ini merupakan bagian yang tidak terlepas dari industri pokok bagi perekonomian Indonesia. Dalam pasal 3 Kepmenperindag tersebut diatur kegiatan – kegiatan apa saja yang boleh dilakukan oleh oleh perusahaan asing sebagai agen penjualan dan atau agen pabrik. Usaha – usaha tersebut berupa : 1. Kegiatan memperkenalkan dan memajukan pemasaran barang – barang yang dihasilkan oleh perusahaan asing ataupun barang impor dari perusahaan asing ke Indonesia. 2. Perusahaan asing diperkenankan untuk melakukan pengawasan terhadap penjualan barang – barang mereka serta melakukan penelitian pasar terhadap kegiatan usaha mereka. 3. Perusahaan asing tidak diperkenankan melakukan usaha mulai dari tingkat permulaan sampai ke akhir penjualan. Misalnya perusahaan tidak diperkenankan melakukan mengajukan tender, menandatangani kontrak, menyelesaikan klaim dan sejenisnya. Dalam hal ini, pemerintah menyerahkan sepenuhnya kegiatan industri terutama dalam bagian pemasaran kepada perusahaan asing tersebut. Yang pemerintah lakukan sebenarnya akan merugikan perusahaan dalam negeri mengingat bahwa perusahaan asing juga turut serta dalam pengawasan terhadap pasar. Seharusnya pada bagian ini pemerintah memiliki otoritas penuh untuk menjaga kesinambungan antara perusahaan dalam negeri dan asing. Ayat 2 dari pasal ini menjelaskan tugas yang boleh dilakukan oleh perusahaan asing terutama sebagai agen pembelian yaitu melakukan penelitian pasar atas produk yang mereka butuhkan serta menutup kontrak dengan perusahaan dalam negeri yang melakukan ekspor terhadap barang yang mereka butuhkan. Dalam pembahasan bab 4 perusahaan Indonesia barulah mendapat perhatian dari kerjasama asing terkait bidang industri dan usaha. Pemerintah menempatkan perusahaan nasional sebagai agen penjualan atau pembelian untuk produk – produk yang dibuat di luar negeri. Selain itu, produk – produk luar negeri yang dipromosikan haruslah melalui perusahaan nasional yang disetujui oleh perusahaan asing yang memproduksi barang mereka di luar negeri. Pasal 5 kebijakan ini menjelaskan tentang tempat dan kedudukan serta posisi pimpinan bagi perusahaan asing di Indonesia. Perusahaan asing hanya dapat menempatkan satu kantor utama di setiap provinsi di Indonesia dan diikuti oleh pembukaan kantor cabang di semua provinsi selain daripada kantor pusat. Jabatan asisten kepala kantor pusat diberikan seluas – luasnya bagi warga negara asing yang bekerja di Indonesia serta warga negara Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah abai dalam memperhatikan kemungkinan yang bisa saja terjadi melalui bunyi pasal ini. Pemerintah tidak secara langsung menetapkan jumlah ataupun kedudukan warga negara Indonesia dalam perusahaan asing tersebut. Mengingat bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia yang belum bisa menyamai dengan warga negara asing maka ada kemungkinan bagi warga negara asing mendapatkan posisi yang lebih luas. Dalam hal ini semakin terbukti bahwa pemerintah Indonesia memberikan ruang seluas – luasnya bagi perusahaan asing dalam melakukan perdagangan di Indonesia. Butir ke 40 dari LoI bahkan dengan tegas menyebutkan bahwa sektor ritel dan kebijakan kelapa sawit harus lebih bisa mendatangkan investor dari luar negeri ke Indonesia. Dengan wewenang yang telah diatur dalam kebijakan maka kegiatan perusahaan asing semakin mendapatkan akses yang memudahkan mereka dalam melakukan kegiatannya. Selain itu, jenis usaha seperti kelapa sawit menjadi komoditas yang menjanjikan yang dengan mudah diberikan oleh pemerintah kepada asing dalam pengelolaannya. Pemerintah melalui dirjen perdagangan mengawasi kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan asing. Pasal 6 dan 7 merujuk kepada wewenang yang dimiliki oleh dirjen perdagangan untuk memberikan izin bagi perusahaan asing untuk berkegiatan di Indonesia. Selain itu, dirjen perdagangan juga berhak untuk mendapatkan laporan berkala dari pihak perusahaan asing mengenai kegiatan usahanya baik pada kantor pusat dan kantor cabang, keterangan pegawai yang dipekerjakan yaitu warga negara asing ataupun warga negara Indonesia dan juga rotasi ataupun pergantian dari jabatan – jabatan yang diganti oleh perusahaan, serta usaha pendidikan bagi warga negara Indonesia yang bekerja pada sektor asing tersebut. Dalam pasal 8, pemerintah kemudian menetepkan perusahaan asing harus menempatkan 3 tenaga kerja ahli dalam negeri untuk bekerja pada perusahaan tersebut. Akan tetapi tidak ada penjelasan selanjutnya bagian atau jabatan apakah yang harus diterima oleh tenaga kerja Indonesia tersebut. Pada bagian kepala ataukah hanya sekedar pekerja biasa. Hal ini yang menyiratkan bahwa pemerintah kurang cermat terhadap keputusan penempatan ataupun kedudukan warga negara Indonesia di tengah – tengah keterbukaanya terhadap kerjasama luar negeri. Pasal 9 kemudian menjelaskan tentang legalitas dari tenaga kerja asing di Indonesia. Hal tersebut harus mendapat persetujuan dari pihak dirjen perdagangan serta Izin Kerja Tenaga Kerja Asing IKTA Langkah yang diambil ini sebenarnya kurang mengena terhadap permasalahan pokok mengenai pengaturan izin perusahaan asing di Indonesia. Siapa yang memberikan izin IKTA juga tidak dibahas dan menjadi seperti mengambang tanpa ada pengaturan yang lebih signifikan lagi. Dalam pasal 10 membahas tentang syarat – syarat yang harus dilakukan oleh perusahaan asing yaitu : 1. Membuat surat penunjukan yang berisi nama pekerja dalam negeri ataupun asing serta bidang kegiatan yang dikerjakan dan juga jangka waktu yang diperbolehkan setelah surat penunjukan diberlakukan. 2. Membuat surat keterangan mengenai perusahaan asing yaitu bidang usaha yang dilakukan, nama perusahaan, tanggal pendirian perusahaan, kantor perusahaan dan identitas perusahaan lainnya. Dalam surat keterangan ini, perusahaan juga menyatakan bahwa mereka tidak melakukan usaha diluar yang diberikan oleh izin dirjen perdagangan baik untuk industri yang ada di Indonesia maupun perusahaan – perusahaan di luar negeri. 3. Menyerahkan rencana kerja dari perusahaan dan membuat izin tempat perusahaan berdiri dari pemerintah daerah terkait, surat keterangan pajak, membayarkan uang jaminan, dan hal – hal yang terkait dengan pelaksanaan perusahaan tersebut. Pasal – pasal selanjutnya yang terkait mulai dari pasal 11 sampai dengan pasal 15 mengatur tentang formulir yang harus diisi terkait dengan kegiatan perusahaan serta sanksi hukum yang diterima oleh perusahaan jika melanggar keputusan menteri tersebut. Dalam pembuatan kebijaka, pemerintah sepertinya memang memfokuskan isi ataupun pasal – pasal tentang izin perusahaan asing serta warga negara asing yang melakukan pekerjaan di Indonesia. Dalam bagian ini, analisis kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah sekedar dalam proses pemberian wewenang kepada pihak asing terkait dengan usaha – usaha di bidang industri dan perdagangan saja. Peran pemerintah sebagai pengawas belum terlalu terlihat cukup mempengaruhi mengingat bahwa proses terhadap pelaksanaan dari usaha diberikan sepenuhnya dan sebebasnya kepada warga negara asing. Peran pemerintah leih merupakan kepada pihak yang membuat sebuah kebijakan tanpa mempertimbangkan apa yang menjadi kebutuhan ataupun kepentingan dari masyarakat secara umum. Dalam perizinan perusahaan asing di Indonesia posisi warga negara Indonesia hanya mendapatkan porsi yang kurang begitu krusial mengingat bahwa segala sesuatu yang berkaitan denga jabatan ataupun kewenangan dimiliki oleh warga negara asing dengan mendapatkan persetujuan dari pihak dirjen perdagangan. Selain itu, pemerintah juga tidak memberikan jaminan atau akses prioritas bagi warga negara Indonesia dalam pelaksanaan usaha dagang dan industri asing di Indonesia. IMF dalam hal ini menekankan bahwa memang pemerintahan seharusnya membuka kompetisi yang bebas kepada investor asing dalam melakukan usaha di Indonesia. IMF menganggap bahwa dengan adanya persaingan yang ditentukan mekanisme pasar akan semakin membangkitkan keinginan asing untuk datang dan melakukan usahanya di Indonesia. IMF tidak memperhatikan bagaimana prosedural dari pelaksanaan program – program ataupun syarat yang mereka tekankan akan tetapi hanya menitikberatkan pada usaha untuk membangun perekonomian secara makro. Kebijakan makro ekonomi seharusnya menjadi bagian yang harus diperhatikan oleh pemerintahan tanpa mengundang intervensi ataupun pengaruh dari pihak diluar pemerintahan. Pemerintahan Orde Baru sebaliknya malah mendatangkan pihak seperti IMF untuk bukan hanya sekedar membantu Indonesia akan tetapi juga mengatur dan memainkan kepentingan yang dimiliki oleh mayoritas negara – negara besar di IMF. Analisis ekonomi justru disimpulkan oleh IMF untuk selanjutnya diberikan bentuk – bentuk penyelesaian sesuai dengan analisis yang mereka lakukan. Peran pemerintah sebagai pelaksana kebijakan tidak mengikutsertakan masyarakat terutama sebagai objek yang berkenaan langsung dengan permasalahan perekonomian di Indonesia. Pemerintah lebih terbuka kepada pihak asing untuk memberikan saran – saran yang membawa Indonesia keluar dari permasalahan ekonominya. Akses masyarakat yang lebih luas terhadap sumber-sumber ekonomi menjadi tertutup dan pemerintah mengalihkannya kepada sektor swasta asing sehingga proses pemerataan tidak akan diterima oleh masyarakat. Suatu kebijakan yang pada akhirnya menjadi sebuah pernyataan bahwa kepentingan masyarakat bukanlah prioritas dalam usaha untuk memajukan sektor industri dalam perencanaan pembangunan ekonomi yang menjadi isu besar pada masa pemerintahan Orde Baru.

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Peranan Sistem Informasi Akuntansi Bagi Manajemen Dalam Pengambilan Keputusan Pada Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara

4 38 76

Pengaruh Dana Moneter Internasional (IMF) Dalam Kebijakan Ekonomi Politik Indonesia Pada Era Orde Baru (Studi Kasus Pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 402 tahun 1997 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan

5 118 95

Ekonomi Cina Dan Politik Luar Negeri Indonesia (Studi Kasus : Pengaruh Kebangkitan Ekonomi Cina Terhadap Orientasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia Pada Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono)

4 86 151

Pengaruh Pemberdayaan Usaha Kecil Dan Menengah Terhadap Pembangunan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Karo (Studi pada Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karo)

39 304 119

Peranan Hukum Kontrak Internasional Dalam Era Perdagangan Bebas

3 65 8

Format Politik Orde Baru dan Kebijakan Fusi Partai Politik Tahun 1973

0 12 14

Peran Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional (Studi Kasus Gugatan Perdagangan Rokok Indonesia Terhadap Australia Melalui World Trade Organization)

4 40 0

Upaya Hukum Tentang Keberatan Atas Putusan BPSK Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No 350/MPP/KEP/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang BPSK, Dihubungkan Dengan Praktek

2 23 37

Impelentasi Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Di Lingkungan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan kabupaten Cirebon

0 12 74

Pengaruh Koordinasi dan Implementasi Kebijakan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Subang

0 8 1