Perlindungan Hukum terhadap Nasabah sebagai Konsumen Kartu

b Pemegang kartu kredit melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa pada merchant dengan menunjukkan kartu kredit. Kemudian merchant akan memeriksa secara seksama keaslian dari kartu kredit yang bersangkutan. Setelah pemeriksaan oleh merchant selanjutnya pemegang kartu kredit menandatangani struk atau faktur pembelian. c Merchant akan menyerahkan tagihan yang telah ditandatangani pemegang kartu kepada bank penerbit untuk menagih pembayaran atas transaksi penjualan tersebut. Selanjutnya, bank penerbit membayar sejumlah nilai transaksi. d Setelah tenggang waktu tertentu atau tanggal jatuh tempo seperti yang dituangkan dalam perjanjian, bank penerbit akan menagih kepada pemegang kartu sejumlah nilai transaksi.

C. Perlindungan Hukum terhadap Nasabah sebagai Konsumen Kartu

Kredit ditinjau dari UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali karena mati hidupnya dunia perbankan sangat bergantung pada kepercayaan nasabah. Hal ini berarti jika bank tidak dapat menjaga kepercayaan dari masyarakat khususnya nasabah, maka bank tidak dapat memenuhi membayar kewajibannya kepada seluruh nasabah karena bank mendapatkan dana dari simpanan nasabah lainnya. Sering kita lihat dalam kenyataan, nasabah ditempatkan dalam posisi tawar-menawar yang lemah sementara bank adalah pihak yang memiliki posisi kuat sehingga apabila timbul suatu permasalahan maka akan merugikan nasabah . Dalam hal ini, nasabah yang menggunakan jasa pelayanan di bidang perbankan yakni nasabah sebagai konsumen kartu kredit juga memiliki posisi tawar-menawar yang lemah sebagaimana nasabah pada umumnya. Nasabah sering menjadi obyek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya oleh pelaku usaha misalnya melalui promosi atau iklan baik media cetak ataupun elektronik, cara penjualan dan penerapan perjanjian standar atau perjanjian baku. Untuk melindungi kepentingan konsumen diperlukan campur tangan dari negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen yakni dengan dikeluarkannya dan disahkannya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut Undang- Undang Perlindungan Konsumen UUPK dan peraturan yang mengatur hubungan antara bank dan nasabah yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Sebagaimana dalam Penjelasan Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen sangatlah penting mengingat pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi semakin mendukung tumbuhnya dunia yang menghasilkan beraneka ragam produk barang dan jasa yang memiliki kandungan teknologi dan perlunya diimbangi dengan adanya upaya perlindungan konsumen terhadap risiko kemungkinan kerugian akibat penggunaan produk tersebut. Pada Penjelasan Umum bagian Umum Undang – Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa, Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen Pasal 4 angka 6 UUPK. Dengan adanya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian dan kemampuan konsumen, dalam hal ini termasuk juga nasabah perbankan untuk melindungi dirinya dan dapat mengembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab serta dapat diterapkan secara efektif di dalam masyarakat. Ini berarti bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur perlindungan hukum terhadap konsumen sebelum terjadi transaksi. Perlindungan hukum sebelum terjadinya transaksi adalah perlindungan hukum yang diberikan sebelum konsumen memutuskan untuk membeli atau memakai produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha kepada konsumen. 111 Pemberian informasi ini juga harus dilakukan secara transparansi. Selain upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen, perlindungan hukum terhadap konsumen sebelum transaksi dapat terlihat pada saat pelaku usaha yaitu bank melakukan pengenalan akan suatu produk kartu kredit secara langsung kepada calon pemilik kartu. Pengenalan akan suatu produk adalah hal yang wajib dilakukan oleh bank yakni dengan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur akan penggunaan kartu kredit yang dapat dilakukan melalui periklanan baik di media cetak maupun elektronik. Pemberian informasi ini telah diatur dalam Pasal 7 huruf a, b, c dan d dan telah menjadi hak konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 4 angka 3 UUPK. 112 1. Bank wajib menyediakan informasi tertulis dalam bahasa Indonesia secara lengkap dan jelas mengenai karakteristik setiap produk bank. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 dan Pasal 5 PBI No.76PBI2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Menurut ketentuan Pasal 4, transparansi produk bank meliputi : 111 Tesis, “Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen”, Trias Palupi Kurnianingrum, hlm. 140 112 Ibid., hlm. 141 2. Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib disampaikan kepada nasabah secara tertulis atau lisan. 3. Dalam memberikan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan bank dilarang memberikan informasi yang menyesatkan mislead dan tidak etis misconduct. Menurut ketentuan Pasal 5, pemberian informasi tersebut meliputi : 1. Informasi mengenai karakteristik produk bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sekurang-kurangnya meliputi : a. Nama produk bank b. Jenis produk bank c. Manfaat dan risiko yang melekat pada produk bank d. Persyaratan dan tata cara penggunaan produk bank e. Biaya-biaya yang melekat pada produk bank f. Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margain keuntungan g. Jangka waktu berlakunya produk bank h. Penerbit issuer originator produk bank 2. Dalam hal produk bank terkait dengan penghimpun dana, bank wajib memberikan informasi mengenai program penjaminan terhadap produk bank tersebut. Pemberian informasi tidak hanya mengacu pada PBI No.76PBI2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Saat ini Bank Indonesia telah memuat ketentuan mengenai perlindungan nasabah melalui SEBI No. 1417DASP tertanggal 17 Juni 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 1110DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Disebutkan bahwa Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam menyelenggarakan kegiatan APMK yang antara lain dilakukan dengan : a. menyampaikan informasi tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu; dan b. menyediakan sarana dan nomor telepon yang dapat secara mudah digunakan danatau dihubungi oleh calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu dalam rangka melakukan verifikasi kebenaran segala fasilitas yang ditawarkan danatau informasi yang disampaikan oleh Penerbit. Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan informasi tertulis kepada calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu Kredit, yang paling kurang meliputi : a. prosedur dan tata cara penggunaan Kartu Kredit, fasilitas yang melekat pada Kartu Kredit, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu Kredit; b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu Kredit, yang paling kurang meliputi : 1 hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu Kredit dalam penggunaan Kartu Kredit, termasuk segala konsekuensirisiko yang mungkin timbul dari penggunaan Kartu Kredit, misalnya tidak memberikan PIN kepada orang lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi ; 2 hak dan tanggung jawab Pemegang danatau Penerbit Kartu Kredit apabila terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang danatau Penerbit Kartu Kredit, baik yang disebabkan karena adanya pemalsuan Kartu Kredit, kegagalan sistem Penerbit Kartu Kredit, atau sebab lainnya ; 3 jenis dan besarnya biaya yang dikenakan penerbit ; 4 tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu Kredit tidak lagi berkeinginan menjadi Pemegang Kartu Kredit; 5 tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan Kartu Kredit dan perkiraan waktu penyelesaian pengaduan; 6 jenis kualitas kredit dari Kartu Kredit lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, atau macet berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, dan konsekuensi dari masing-masing kualitas kredit tersebut; dan 7 informasi bahwa penagihan dapat dilakukan menggunakan jasa pihak lain di luar Penerbit Kartu Kredit apabila kualitas kredit Pemegang Kartu Kredit termasuk dalam kualitas macet, jika Penerbit Kartu Kredit menggunakan jasa pihak lain ; c. informasi mengenai bunga Kartu Kredit yang paling kurang meliputi: 1 besarnya suku bunga Kartu Kredit, baik suku bunga bulanan maupun suku bunga tahunan; 2 pola, tata cara dan komponen penghitungan bunga Kartu Kredit;dan 3 tata cara serta persyaratan permohonan penghapusan bunga jika terdapat kesalahan dalam pembebanan bunga Kartu Kredit; Informasi tata cara dan dasar penghitungan bunga Kartu Kredit harus dilengkapi dengan contoh atau ilustrasi yang mudah dipahami oleh Pemegang Kartu Kredit; d. informasi mengenai biaya dan denda Kartu Kredit, yang paling kurang meliputi: 1 jenis dan besarnya biaya dan denda Kartu Kredit; 2 komponen dan pola penghitungan biaya dan denda Kartu Kredit; 3 tata cara pengenaan biaya dan denda Kartu Kredit; dan 4 tata cara dan persyaratan permohonan penghapusan biaya dan denda Kartu Kredit apabila terdapat kesalahan dalam pembebanan biaya danatau denda Kartu Kredit; e. informasi tata cara dan persyaratan bagi Pemegang Kartu Kredit untuk mengakhiri danatau menutup fasilitas Kartu Kredit, yang paling kurang memuat informasi: 1 persyaratan pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit; 2 mekanisme pengajuan permohonan pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit; 3 jangka waktu penanganan oleh Penerbit Kartu Kredit terhadap permohonan pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit; dan 4 informasi penting lainnya yang perlu diketahui oleh Pemegang Kartu Kredit. f. ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit yang mencakup informasi transaksi Pemegang Kartu Kredit selama satu tahun berjalan dihitung sejak bulan mulai berlakunya Kartu Kredit, yang paling kurang memuat informasi: 1 total transaksi pembelanjaan selama satu tahun; 2 total transaksi tarik tunai selama satu tahun; 3 total bunga selama satu tahun; 4 total biaya selama satu tahun; 5 total denda selama satu tahun; 6 performa pembayaran Pemegang Kartu Kredit atas tagihan Kartu Kredit selama satu tahun; dan 7 kualitas kredit Pemegang Kartu Kredit posisi terakhir; Pemberian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan dilakukan berdasarkan permohonan Pemegang Kartu Kredit. Penerbit dapat mengenakan biaya atas pemberian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan tersebut ; g. informasi tagihan billing statement Kartu Kredit secara lengkap, akurat, dan informatif, serta dilakukan secara benar dan tepat waktu, yang paling kurang memuat: 1 besarnya tagihan Kartu Kredit; 2 besarnya batas minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu Kredit; 3 penjelasan informasi rincian bunga dan denda, jika ada; 4 plafon kredit dan sisa plafon kredit; 5 kualitas kredit atas penggunaan Kartu Kredit; 6 tanggal transaksi; 7 tanggal pembukuan posting date; 8 besarnya nilai transaksi dalam Rupiah; 9 besarnya nilai transaksi dalam valuta asing dan lawan Rupiah, serta informasi nilai tukar, untuk transaksi yang dilakukan di luar negeri; 10 tanggal cetak tagihan; 11 tanggal jatuh tempo pembayaran; 12 kelonggaran waktu pembayaran apabila tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur; 13 besarnya persentase suku bunga tiap bulan dan persentase efektif suku bunga tiap tahun annualized percentage rate atas transaksi pembelian barang atau jasa, dan penarikan tunai; 14 nominal bunga yang dikenakan; 15 besarnya biaya-biaya; dan 16 besarnya denda atas keterlambatan pembayaran oleh Pemegang Kartu Kredit, jika ada Tata cara penyampaian informasi tertulis yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. informasi tertulis disampaikan oleh Penerbit APMK secara langsung ke alamat calon Pemegang Kartu atau Pemegang Kartu dengan menggunakan media seperti formulir permohonan, welcome pack, brosur, lembar tagihan billing statement danatau surat pemberitahuan; b. dalam hal terjadi perubahan atas substansi dan materi informasi, Penerbit APMK wajib menginformasikan kembali dengan ketentuan dan tata cara penyampaian sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. untuk penyampaian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan wajib dilakukan paling lambat 1 satu bulan terhitung sejak bulan terakhir periode ringkasan transaksi. Contoh penyampaian ringkasan transaksi Pemegang Kartu Kredit secara tahunan mengacu pada contoh 1 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; d. lembar informasi tagihan billing statement, baik dalam bentuk elektronik e-statement atau dalam bentuk fisik hardcopy, harus sudah sampai di alamat Pemegang Kartu Kredit paling lambat 7 tujuh hari kalender sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran due date. Jumlah hari antara tanggal cetak tagihan dengan tanggal jatuh tempo pembayaran due date tidak boleh kurang dari 16 enam belas hari kalender. Contoh penyampaian lembar informasi tagihan billing statement mengacu pada contoh 2 dalam Lampiran. Perlindungan hukum terhadap nasabah tidak hanya diberikan pada saat sebelum melakukan transaksi tetapi juga pada tahap transaksi. Pada tahap ini, konsumen dapat memilih untuk menggunakan suatu produk bank yang dalam hal ini adalah penggunaan kartu kredit. Pada saat konsumen menyatakan keinginannya kepada bank untuk menggunakan kartu kredit, maka nasabah dan bank menandatangani suatu perjanjian yakni perjanjian penerbitan kartu kredit. Perjanjian penerbitan kartu kredit ini biasanya berupa formulir atau aplikasi yang dikeluarkan oleh pihak bank yang didalamnya telah memuat berbagai ketentuan yang harus dipenuhi oleh nasabah. Bentuk perjanjian ini adalah perjanjian baku. Dikatakan bersifat “baku” karena pada perjanjian tersebut tidak ada pilihan bagi salah satu pihak untuk melakukan negosiasi atau tawar-menawar atau sering kita dengar dengan istilah Take it or leave it. 113 Badrulzaman dalam bukunya Lukman Santoso mengartikan bahwa perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang berlaku dan akan mengikat antara pihak yang berkepentingan yang isinya dituangkan dalam suatu bentuk tertentu yang dijadikan tolak ukur oleh pihak yang satu tanpa membicarakan isinya terlebih dahulu dengan pihak yang lain dan para pihak dianggap telah menyetujuinya. 114 Menurut Sudaryatmo, ciri-ciri perjanjian baku adalah : 115 a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisinya dapat lebih kuat b. Pihak yang menjadi debitur sama sekali tidak turut menentukan isi perjanjian 113 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 53 114 Lukman Santoso AZ, Op. Cit., hlm.71 115 Ibid. c. Bentuknya tertulis d. Telah terlebih dahulu dipersiapkan secara missal Melihat kenyataan bahwa posisi nasabah selaku konsumen kartu kredit pada perjanjian ini adalah pihak yang lemah, maka UUPK mengatur beberapa ketentuan tentang perjanjian baku dan atau pencantuman klausula baku dalam setiap dokumen atau perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha. Ketentuan mengenai klausula baku ini diatur dalam Bab V Pasal 18 UUPK. Ada dua macam larangan yang diberlakukan oleh pelaku usaha yakni Pasal 18 ayat 1 UUPK yang mengatur larangan pencantuman klausula baku dan Pasal 18 ayat 2 UUPK yang mengatur “bentuk” atau format, serta penulisan perjanjian baku yang dilarang. 116 a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; Disebutkan dalam Pasal 18 ayat 1 UUPK tentang Ketentuan Pencantuman Klausula Baku bahwa para pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian apabila : b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; 116 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 54 g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat 2 dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Apabila terjadi pelanggaran terhadap Pasal 18 ayat 1 dan 2, Pasal 18 ayat 3 UUPK menyatakan batal demi hukum setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memuat ketentuan yang dilarang dalam Pasal 18 ayat 1 dan 2 tersebut. Adanya konsekuensi tersebut, UUPK mewajibkan pelaku usaha untuk menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan UUPK ini. Hal ini berarti bahwa pada prinsipnya UUPK tidak melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku atas setiap dokumen dan atau perjanjian transaksi usaha perdagangan barang dan atau jasa sepanjang perjanjian baku dan atau klausula baku tersebut tidak mencantumkan ketentuan sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat 1 serta tidak berbentuk sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat 2 UUPK. 117 117 Ibid., hlm. 57 SEBI No. 1417DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu menyebutkan adanya larangan pencantuman klausula baku. Disebutkan bahwa : a. Penerbit Kartu Kredit dilarang mencantumkan klausula dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit yang memberikan peluang diberikannya suatu produk secara otomatis kepada Pemegang Kartu Kredit, danatau diberikannya fasilitas-fasilitas yang berdampak tambahan biaya, tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu Kredit terlebih dahulu. Contoh klausula yang dilarang dicantumkan dalam perjanjian Kartu Kredit mengacu pada contoh 4 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Adapun contoh klausula yang dilarang dalam perjanjian penerbitan kartu kredit adalah : ”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit Kartu Kredit setiap saat dapat memberikan fasilitas atau produk yang biayanya dibebankan secara otomatis kepada Pemegang Kartu Kredit”. ”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh Pemegang Kartu Kredit apabila dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari sejak tanggal penawaran produk ini, Pemegang Kartu Kredit tidak melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”. b. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit bermaksud memperoleh persetujuan Pemegang Kartu Kredit untuk pemberian fasilitas-fasilitas dalam Kartu Kredit yang berdampak tambahan biaya, maka dalam formulir aplikasi danatau perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit wajib mencantumkan format pilihan kepada Pemegang Kartu Kredit untuk menyatakan setuju atau tidak setuju. Contoh format pilihan penawaran fasilitas mengacu pada contoh 5 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Contoh format pilihan penawaran fasilitas : ”Bubuhkan tandatangan Saudara dalam kotak pilihan di bawah ini apabila Saudara setuju atau tidak setuju menerima fasilitas dalam Kartu Kredit berupa ________________________ dengan konsekuensi tambahan biaya”. Setuju Tidak Setuju c. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit bermaksud memperoleh persetujuan Pemegang Kartu Kredit untuk mempergunakan data Pemegang Kartu Kredit dalam rangka cross selling produk danatau fasilitas lainnya dari Penerbit Kartu Kredit, maka dalam formulir aplikasi danatau perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit wajib dicantumkan format pilihan kepada Pemegang Kartu Kredit untuk menyatakan setuju atau tidak setuju sebagaimana contoh format pilihan penawaran fasilitas. d. Dalam hal Penerbit Kartu Kredit memperoleh persetujuan dari Pemegang Kartu Kredit baik untuk pemberian fasilitas Kartu Kredit yang berdampak tambahan biaya atau untuk menggunakan data Pemegang Kartu Kredit dalam rangka cross selling produk danatau fasilitas lainnya, maka Penerbit Kartu Kredit harus menyediakan mekanisme dan sarana yang cepat dan mudah bagi Pemegang Kartu Kredit untuk mengakhiri fasilitas- fasilitas dimaksud. e. Dalam rangka pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit atas permintaan Pemegang Kartu Kredit, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1 permohonan pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit oleh Pemegang Kartu Kredit dilakukan secara tertulis. Termasuk permohonan tertulis dalam hal ini adalah permohonan tertulis yang disampaikan melalui faksimili atau e-mail, serta permohonan melalui pembicaraan telepon yang dituangkan dalam catatan resmi Penerbit Kartu Kredit yang bersangkutan; 2 Penerbit Kartu Kredit dilarang menghambat keinginan Pemegang Kartu Kredit untuk melakukan pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit, antara lain dengan: a memberlakukan persyaratan batas waktu minimal penggunaan Kartu Kredit untuk dapat diakhiri, seperti penetapan persyaratan pengakhiran danatau penutupan penggunaan Kartu Kredit yang hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit setelah Pemegang Kartu Kartu Kredit menggunakan Kartu Kredit paling kurang 3 tiga tahun atau lebih; danatau b menunda proses permohonan pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit yang diajukan Pemegang Kartu Kredit dengan berbagai alasan. 3 Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan pemblokiran Kartu Kredit sejak menerima permohonan pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit yang diajukan Pemegang Kartu Kredit; 4 terhadap Kartu Kredit yang telah diblokir sebagaimana dimaksud pada huruf c, Penerbit dilarang mengenakan biaya dan denda tambahan selain biaya dan denda terkait dengan transaksi yang telah dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit sebelum dilakukannya pemblokiran, atau biaya dan denda terkait dengan kewajiban yang belum dipenuhi oleh Pemegang Kartu Kredit; 5 Penerbit Kartu Kredit harus melakukan pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit dalam jangka waktu paling lama 3 tiga hari kerja terhitung sejak: a tanggal diterimanya permohonan, dalam hal Pemegang Kartu Kredit tidak memiliki kewajiban kepada Penerbit Kartu Kredit; atau b tanggal diterimanya pelunasan seluruh kewajiban Pemegang Kartu Kredit oleh Penerbit Kartu Kredit, dalam hal Pemegang Kartu Kredit masih memiliki kewajiban kepada Penerbit Kartu Kredit. 6 dalam hal terdapat saldo kredit, Penerbit Kartu Kredit harus mengembalikan saldo kredit kepada Pemegang Kartu Kredit paling lambat pada tanggal dilakukannya pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit oleh Penerbit Kartu Kredit. Pengembalian saldo kredit wajib dilakukan melalui transfer ke rekening simpanan Pemegang Kartu yang disepakati. Pengembalian saldo kredit berlaku apabila saldo kredit tersebut berjumlah lebih besar dari biaya transfer pengembalian. Biaya transfer saldo kredit menjadi beban Pemegang Kartu Kredit yang dapat dibebankan pada saldo kredit tersebut; 7 pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit dapat dilakukan untuk kartu utama atau kartu tambahan dengan ketentuan sebagai berikut: a pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit untuk kartu utama dilakukan terhadap kartu utama dan kartu tambahan apabila ada; b pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit untuk kartu tambahan dilakukan hanya terhadap kartu tambahan 8 Penerbit Kartu Kredit dilarang membebankan biaya tambahan dalam rangka pengakhiran fasilitas-fasilitas serta dalam rangka pengakhiran danatau penutupan fasilitas Kartu Kredit. Setelah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen sebelum dan pada saat terjadinya transaksi, UUPK juga memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen setelah terjadinya transaksi. Perlindungan hukum setelah terjadinya transaksi adalah perlindungan hukum yang diberikan untuk melindungi konsumen sesudah adanya sengketa atau konflik dan pengaduan yang menyebabkan konsumen mengalami kerugian. Selama penggunaan kartu kredit muncul berbagai masalah dan keluhan dari konsumen. Sepanjang Januari-Februari 2012 ada 105 laporan masalah kartu kredit yang diterima oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI. 118 118 http:banjarmasin.tribunnews.com20120404keluhan-pengguna-kartu-kredit-kian- menumpuk diakses pada tanggal 25 Juni 2012 Berdasarkan data YLKI, ada 10 masalah kartu kredit misalnya, tagihan kartu kredit, minim informasi dan layanan dari bank, kesalahan sistem, penggunaan jasa pihak ketiga atau debt collector yang tidak sesuai etika, permainan data konsumen, bunga berbunga dan denda, pembobolan kartu kredit, pemblokiran, penutupan kartu kredit yang dipersulit serta penjadwalan ulang. Staf Hukum YLKI, Yani Aryanti Putri menuturkan, masalah paling dominan adalah tagihan dan pembobolan. Masalah tagihan misalnya, ada nasabah yang tidak melakukan registrasi permintaan kartu kredit, tetapi mereka terdaftar dan memiliki tagihan sehingga mereka harus membayar tagihan ini. Masalah lain adalah pembobolan kartu kredit. YLKI menilai, seharusnya perbankan melakukan konfirmasi kepada debitur ketika ada transaksi dengan nilai besar, misalnya Rp 5 juta - Rp 8 juta per hari dan nilai transaksi yang besar itu seharusnya patut dicurigai. 119 a. penghitungan hari bunga atas utang Kartu Kredit didasarkan dan dimulai dari tanggal pembukuan posting Penerbit Kartu Kredit. Tanggal pembukuan posting merupakan tanggal riil Penerbit Kartu Kredit melakukan pembayaran kepada Acquirer atas transaksi pembelanjaan Pemegang Kartu Kredit, atau melakukan pembayaran kepada penyelenggara ATM atas transaksi tarik tunai menggunakan Kartu Kredit; Penetapan besarnya bunga yang dibebankan kepada nasabah juga turut menjadi keluhan nasabah dalam hal penggunaan kartu kredit. Saat ini Bank Indonesia juga telah memberikan perlindungan hukum sehubungan dengan penetapan besarnya bunga kartu kredit melalui SEBI No. 1417DASP. Dalam rangka perlindungan Pemegang Kartu Kredit, perhitungan bunga yang timbul atas transaksi Kartu Kredit wajib dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit dengan ketentuan sebagai berikut: 119 Ibid. b. penghitungan bunga Kartu Kredit untuk tagihan berikutnya dilakukan berdasarkan jumlah sisa tagihan Kartu Kredit atas transaksi pembelanjaan danatau tarik tunai yang belum terbayar outstanding; c. biaya terutang, denda terutang, bunga terutang, dan tagihan yang belum jatuh tempo, dilarang digunakan sebagai komponen penghitungan bunga Kartu Kredit; d. untuk transaksi pembelanjaan, bunga dibebankan apabila Pemegang Kartu Kredit; 1 tidak melakukan pembayaran; 2 melakukan pembayaran kurang dari total tagihan Kartu Kredit pembayaran tidak penuh; atau 3 melakukan pembayaran penuh setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. Bunga dari transaksi pembelanjaan tidak dibebankan apabila Pemegang Kartu Kredit telah melakukan pembayaran penuh paling lambat pada tanggal jatuh tempo, atau pada kelonggaran waktu pembayaran yang diberikan oleh Penerbit Kartu Kredit; e. untuk transaksi tarik tunai, bunga dibebankan dan dihitung mulai dari tanggal pembukuan posting sampai dengan tanggal dilakukannya pembayaran secara penuh oleh Pemegang Kartu Kredit, dengan contoh penghitungan mengacu pada contoh 3 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; f. penetapan bunga harian didasarkan pada perhitungan jumlah hari kalender dalam setahun yaitu 365 tiga ratus enam puluh lima hari. Tidak hanya perhitungan bunga yang timbul atas transaksi Kartu Kredit, SEBI juga mengatur tentang dendan keterlambatan pembayaran yakni : Denda keterlambatan pembayaran dikenakan oleh Penerbit Kartu Kredit apabila Pemegang Kartu Kredit tidak melakukan pembayaran atau melakukan pembayaran setelah tanggal jatuh tempo. Denda keterlambatan dilarang dikenakan oleh Penerbit Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit yang melakukan pembayaran pada masa kelonggaran waktu pembayaran apabila tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur. Nilai denda keterlambatan yang dapat dikenakan kepada Pemegang Kartu Kredit paling banyak 3 tiga persen dari total tagihan dan tidak melebihi Rp150.000,00 seratus lima puluh ribu Rupiah. Apabila hasil perhitungan denda 3 tiga persen tersebut melebihi Rp150.000,00 seratus lima puluh ribu Rupiah, maka nilai denda yang dapat dikenakan paling banyak Rp150.000,00 seratus lima puluh ribu Rupiah. Untuk Kartu Kredit yang memiliki kartu tambahan, maka denda keterlambatan hanya dibebankan kepada Kartu Kredit utama. Pengenaan denda keterlambatan pembayaran wajib dihentikan pada saat Kartu Kredit digolongkan macet sesuai ketentuan Bank Indonesia atau diblokir permanen oleh Penerbit Kartu Kredit. Untuk Kartu Kredit yang bersifat charge card, dendabiaya keterlambatan pembayaran yang dapat dikenakan kepada Pemegang Kartu Kredit tidak boleh melebihi batas maksimum suku bunga Kartu Kredit yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Masalah penagihan kartu kredit juga menjadi keluhan nasabah pengguna kartu kredit. Penagihan kartu kredit juga harus memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Apabila penerbit menggunakan jasa pihak lain debt- collector dalam melakukan penagihan, penagihan dapat dilakukan jika kualitas tagihan kartu kredit telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kriteria dari Bank Indonesia dan dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum. 120 Melihat banyaknya permasalahan yang timbul yang merugikan konsumen, UUPK memberikan perlindungan hukum berupa penyelesaian sengketa Bab X Pasal 45-48 UUPK yang dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan dengan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa Pasal 45 ayat 2 UUPK. Pasal 48 UUPK menyebutkan penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan melalui jalur Pengadilan Negeri PN adalah penyelesaian sengketa yang mengacu pada ketentuan peradilan umum yang berlaku. Sedangkan penyelesaian sengketa diluar pengadilan Pasal 47 UUPK adalah suatu penyelesaian sengketa yang diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Selain itu penyelesaian sengketa konsumen juga tidak menutup kemungkinan penyelesaian secara damai oleh pihak 120 R. Serfianto D.P., Iswi Hariyani, Cita Yustisia Serfiani, Op. Cit., hlm. 159 yang bersengketa. Penyelesaian sengketa secara damai adalah bentuk penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Penjelasan UUPK Pasal 45 ayat 2 . Undang-Undang Perlindungan Konsumen menganut asas lex specialis derogate legi generalis. Asas ini berarti bahwa undang-undang yang bersifat khusus mengeyampingkan undang-undang yang bersifat umum atau dengan kata lain ketentuan-ketentuan di luar UUPK tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UUPK dan atau tidak bertentangan dengan UUPK. 121 Penyelesaian pengaduan nasabah merupakan salah satu bentuk peningkatan terhadap perlindungan nasabah dalam rangka menjamin hak-hak nasabah dalam berhubungan dengan bank. Adapun yang menjadi dasar dikeluarkannya PBI No. 1010PBI2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 77PBI2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah adalah bahwa hak-hak nasabah tidak terlaksana dengan baik dan banyaknya keluhan nasabah terhadap penyelesaian sengketa yang berlarut-larut. Dengan adanya PBI tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah ini, setiap pengaduan nasabah dapat Oleh karena itu penyelesaian sengketa dalam hal ini penyelesaian pengaduan nasabah juga dapat dilakukan dengan mengacu pada PBI No. 1010PBI2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 77PBI2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan PBI No. 101PBI2008 tentang Perubahan atas PBI No. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan. 121 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 26 diselesaikan dengan baik oleh bank. Penyelesaian yang berlarut-larut sangat berisiko pada bank karena dapat menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Pasal 2 PBI No. 1010PBI2008 menyebutkan : a. Bank wajib menyelesaikan setiap pengaduan yang diajukan nasabah dan perwakilan nasabah b. Untuk menyelesaikan pengaduan, bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis yang meliputi : 1 Penerimaan pengaduan 2 Penanganan dan penyelesaian pengaduan 3 Pemantauan penanganan dan penyelesaian pengaduan Setiap pengaduan yang diajukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah, baik secara tertulis maupun lisan yang terkait dengan transaksi keuangan, wajib diterima oleh bank Pasal 6 ayat 1 dan 2 PBI No. 1010PBI2008. Pengaduan yang diajukan secara lisan wajib diselesaikan dalam waktu 2 dua hari kerja Pasal 6 ayat 4 PBI No. 1010PBI2008. Apabila tidak dapat diselesaikan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 maka Bank wajib meminta nasabah dan atau perwakilan nasabah untuk mengajukan pengaduan secara tertulis Pasal 6 ayat 5 PBI No. 1010PBI2008. Penyelesaian pengaduan tertulis wajib diselesaikan oleh bank paling lambat 20 dua puluh hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan tertulis dan dapat diperpanjang sampai dengan paling lama 20 dua puluh hari kerja Pasal 10 ayat 1 dan 2 PBI No. 1010PBI2008. Jika dalam penyelesaian pengaduan nasabah yang dilakukan oleh bank tidak memuaskan nasabah, maka upaya penyelesaian sengketa antara nasabah dapat dilakukan melalui mediasi perbankan. Mediasi perbankan telah diatur dalam PBI No. 101PBI2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 85PBI2006 tentang Mediasi Perbankan. Mediasi Perbankan merupakan proses penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank yang difasilitasi oleh Bank Indonesia, untuk mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela. Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi perbankan memiliki beberapa keunggulan diantaranya dilakukan dengan cara sederhana, murah dan cepat karena : a. Tidak dipungut biaya; b. Jangka waktu proses mediasi paling lama 60 hari kerja; dan c. Proses mediasi dilakukan secara informal fleksibel. Terlaksananya mediasi perbankan sangat tergantung kepada itikad bank apakah suatu sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi perbankan atau dengan cara lain. Hal ini tercermin dari hal-hal berikut : a. Pengajuan penyelesaian sengketa paling lambat 60 hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah Pasal 8 butir 6 PBI No. 85PBI2006. Peda kenyataannya, keluhan-keluhan nasabah umumnya ditanggapi secara lisan oleh pihak bank, atau bahkan tidak ditanggapi sama sekali. Dengan demikian, ketentuan Pasal 8 butir 6 PBI No. 85PBI2006 tersebut mempersulit nasabah perwakilan nasabah untuk mengajukan penyelesaian sengketa ke Lembaga Mediasi Perbankan. b. Proses mediasi dilaksanakan setelah nasabah perwakilan nasabah dan bank menandatangani perjanjian mediasi yang memuat : 1 Kesepakatan untuk memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa 2 Persetujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi yang ditetapkan oleh BI Pasal 19 ayat 1 PBI No. 85PBI2006. Ketentuan ini akan menyulitkan bagi nasabah perwakilan nasabah untuk mengajukan penyelesaian sengketa melalui Lembaga Mediasi Perbankan dalam hal bank tidak mau menandatangani perjanjian mediasi. Oleh karena itu alangkah lebih baik jika sejak awal nasabah dan bank sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi perbankan dengan mencantumkan klausula mediasi dalam perjanjian pokok yang menyebabkan bank maupun nasabah terikat untuk melaksanakannya karena memang telah diperjanjikan asas pacta sunt servanda sesuai Pasal 1338 jo 1320 KUHPerdata. Penerbitan kartu kredit tidak hanya memperhatikan prinsip perlindungan nasabah, tetapi juga harus memperhatikan prinsip kehati-hatian berkaitan dengan penerapan manajemen risiko. Hal-hal baru yang wajib diperhatikan oleh calon pemegang kartu dan penerbit kartu kredit adalah sebagai berikut : a. Batas minimum usia calon pemegang kartu kredit : 1 Kartu Kredit utama adalah 21 dua puluh satu tahun atau telah kawin. 2 Kartu Kredit tambahan adalah 17 tujuh belas tahun atau telah kawin. b. Batas minimum pendapatan tiap bulan calon Pemegang Kartu Kredit Kredit utama adalah Rp 3.000.000,00 tiga juta Rupiah. Pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit dibuktikan dengan bukti pendapatan dari instansi atau perusahaan pemberi kerja tempat calon Pemegang Kartu Kredit bekerja. Dalam hal calon Pemegang Kartu Kredit tidak dapat menunjukkan bukti pendapatan, maka pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit dapat dibuktikan dengan dokumen lainnya seperti bukti setoran pajak. Pendapatan tiap bulan yang dapat dijadikan pertimbangan Penerbit Kartu Kredit adalah pendapatan setelah dikurangi kewajiban antara lain pajak dan pembayaran utang kepada pemberi pekerjaan take home pay. Dalam menganalisis batas minimum pendapatan calon Pemegang Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit dapat memperhitungkan pendapatan lain surrogate income dari calon Pemegang Kartu Kredit. c. Batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan kepada Pemegang Kartu Kredit. Batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan oleh seluruh Penerbit Kartu Kredit secara kumulatif kepada 1 satu Pemegang Kartu Kredit adalah sebesar 3 tiga kali pendapatan tiap bulan. Contoh penghitungan batas maksimum plafon kredit mengacu pada contoh 6 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit Batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit untuk 1 satu Pemegang Kartu Kredit adalah 2 dua Penerbit Kartu Kredit. Pembatasan jumlah Penerbit Kartu Kredit ini tetap berlaku meskipun total plafon kredit dari kedua Penerbit Kartu Kredit belum mencapai batas maksimum plafon kredit yang dapat diterima oleh Pemegang Kartu Kredit. Contoh pembatasan jumlah Penerbit Kartu Kredit dalam pemberian fasilitas Kartu Kredit mengacu pada contoh 7 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. e. Pembatasan sebagaimana dimaksud pada butir c dan butir d tidak berlaku bagi calon Pemegang Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan di atas Rp 10.000.000,00 sepuluh juta Rupiah tiap bulan. f. Penetapan batas maksimum plafon kredit dan jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit bagi calon Pemegang Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan di atas Rp 10.000.000,00 sepuluh juta Rupiah tiap bulan dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit dengan memperhatikan risk appetite masing-masing Penerbit Kartu Kredit. g. Penerbit Kartu Kredit wajib menetapkan persentase minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu Kredit paling kurang sebesar 10 sepuluh persen dari total tagihan. Untuk pembayaran dengan minimum 10 sepuluh persen dari total tagihan atau lebih tetapi tidak penuh, Penerbit Kartu Kredit harus mengalokasikan pembayaran tersebut untuk biaya dan denda apabila ada, dan sisanya paling kurang sebesar 60 enam puluh persen untuk pemenuhan kewajiban pokok transaksi. Contoh penghitungan alokasi pembayaran mengacu pada contoh 8 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing Penerbit APMK dapat melakukan pengelolaan likuiditasnya dengan baik, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: a. batas paling banyak nilai nominal dana untuk penarikan tunai melalui mesin ATM baik menggunakan Kartu ATM atau Kartu Kredit adalah sebesar Rp 10.000.000,00 sepuluh juta Rupiah tiap rekening dalam satu hari. b. batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin ATM adalah sebesar Rp 25.000.000,00 dua puluh lima juta Rupiah tiap rekening dalam satu hari dengan ketentuan sebagai berikut: 1 batas paling banyak nilai nominal dana berlaku untuk transfer dana antar Penerbit melalui mesin ATM dimana rekening pengirim dan rekening penerima berada pada Penerbit yang berbeda; dan 2 batas paling banyak nilai nominal dana tidak berlaku untuk transfer dana intra Penerbit Kartu ATM dimana rekening pengirim dan penerima berada pada Penerbit yang sama. Sebagai peningkatan keamanan dalam menggunakan kartu kredit, Bank Indonesia melalui SEBI tersebut juga telah memuat ketentuan baru yakni Penggunaan teknologi PIN paling kurang 6 enam digit sebagai sarana verifikasi dan autentikasi pada Kartu Kredit. Penerbit Kartu Kredit di Indonesia wajib telah mengimplementasikan teknologi PIN paling kurang 6 enam digit baik untuk Kartu Kredit baru maupun penggantian Kartu Kredit lama renewal paling lambat pada tanggal 31 Desember 2014.

D. Faktor-faktor Penghambat dalam Memberikan Perlindungan Hukum