b. Konsumen antara yaitu pemakai, pemakai, pengguna danatau pemanfaat danatau jasa
untuk diproduksi menjadi barang danjasa lain untuk memperdagangkannya distributor dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.
c. Konsumen akhir yaitu, pemakai, pemakai, pengguna danatau pemanfaat danatau jasa
untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang dengan jelas diatur perlindungannya
dalam UUPK.
B. Hak- Hak dan kewajiban Konsumen
Istilah “ perlindungan konsumen “ berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang mendapatkan
perlindungan itu bukan sekadar fisik, melainkan terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang
diberikan hukum tentang hak-hak konsumen. Sebagaimana disampaikan Munir Fuadi, kehadiran suatu kaedah hukum legal procept, aturan hukum regulayuris, alat hukum remedium juris
dan ketegakan hukum law enforcement yang menetap adalah dambaan masyarakat Indonesia sekarang, sehingga para konsumen, produsen, bahkan segenap masyarakat akan memetik
hasilnya
17
Secara historis mengenai hak-hak dasar konsumen pertama kali dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat J.F. Kennedy. J.F Kennedy adalah Presiden yang pertama kali
mengangkat martabat konsumen saat menyampaikan pidato revolusioner di depan kongres US Congress pada tanggal 15 Maret 1962 tentang Hak konsumen. Ia berujar, “Menurut definisi,
.
17
Munir Fuadi, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek Buku II, Bandung , PT. Citra Aditya Bakti,1994 hal. 184
konsumen adalah kita semua. Mereka adalah kelompok ekonomi paling besar yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh hampir setiap keputusan ekonomi Publik dan swasta, tetapi
mereka hanya sekelompok penting yang suaranya nyaris tak didengar.” Dalam pesannya kepada Kongres dengan judul A Special Massage of Protection the
Consumer Interest, Presiden J.F. Kennedy menjabarkan empat hak konsumen sebagai berikut: 1.
the right to safety hak atas keamanan; 2.
the right to choose hak untuk memilih; 3.
the right tobe informed hak mendapatkan informasi; 4.
the right tobe heard hak untuk didengar pendapatnya. Selanjutnya dalam perkembangannya hak-hak tersebut dituangkan di dalam Piagam Hak
Konsumen yang juga dikenal dengan Kennedy’s Hill of Right. Kemudian muncul beberapa hak konsumen selain itu, yaitu hak ganti rugi, hak pendidikan konsumen, hak atas pemenuhan
kebutuhan dasar dan hak atas lingkungan yang sehat. Selanjutnya, keempat hak tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi
Manusia yang dicanangkan PBB pada tanggal 10 Desember 1948, masingmasing pada pasal 3, 8, 19, 21 dan pasal 26, yang oleh Organisasi Konsumen Sedunia International Organization of
Consumers Union- IOCU ditambahkan empat hak dasar konsumen lainnya, hak untuk memperoleh kebutuhan hidup, hak untukmemperoleh ganti rugi, hak untuk memperoleh
pendidikan konsumen, hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Masyarakat Eropa Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG juga menyepakati
lima hak dasar konsumen sebagai berikut : 1.
hak perlindungan kesehatan dan keamanan recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid;
2. hak perlindungan kepentingan ekonomi recht op bescherming van zijn economische
belangen; 3.
hak mendapat ganti rugi recht op schadevergoeding; 4.
hak atas penerangan recht op voorlichting en vorming; 5.
hak untuk didengar recht om te worden gehord. Dua dekade kemudian setelah Kennedy menyampaikan pidato, pada tanggal 15 Maret
1983, maka Hari Hak Konsumen dirayakan untuk pertama kali, dan setelah perjalanan panjang gerakan konsumen sejak pidatonya, hak konsumen akhirnya diterima secara prinsip oleh
pemerintah seluruh dunia dalam Sidang Majelis Umum PBB UN General Assembly. Pengakuan hak konsumen dilakukan melalui adopsi UN Guidelines for Consumers Protection.
Di dalam pedoman Perlindungan Bagi Konsumen yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa UN-Guidelines for Consumer Protection melalui Resolusi PBB No. 39248 pada tanggal 9
April 1985, pada Bagian II tentang Prinsip-Prinsip Umum, Nomor 3 dikemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan konsumen yang diharapkan dapat dilindungi oleh setiap Negara di dunia
adalah : 1.
Perlindungan dari barang-barang yang berbahaya bagi kesehatan dan keamanan konsumen;
2. Perlindungan kepentingan-kepentingan ekonomis konsumen;
3. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga mereka dapat memilih sesuatu
yang sesuai dengan kebutuhannya; 4.
Pendidikan konsumen; 5.
Tersedianya ganti rugi bagi konsumen;
6. Kebebasan dalam membentuk lembaga konsumen atau lembaga lain yang sejenis dan
memberikan kesempatan bagi lembaga-lembaga tersebut untuk mengemukakan pandangan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Resolusi ini lahir berkat
perjuangan panjang selama kurang lebih sepuluh tahun dari lembaga-lembaga konsumen di seluruh dunia yang dipimpin oleh International Organization of Consumers Union
IOCU. Lahirnya gerakan perlindungan konsumen di Negara-negara maju, adalah bukti adanya
hak-hak konsumen dijunjung tinggi dan dihargai, demikian juga dalam perkembangannya di Indonesia. Era globalisasi yang ditandai dengan membanjirnya aneka macam produk barang
danatau jasa di pasaran, telah menuntut pula dilindunginya pihak konsumen sebagai pemakai produk tersebut
18
Hak konsumen di Indonesia sebagaimana tertuang dalam pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :
.
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
danatau jasa; Hak ini mengandung arti bahwa konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi, mendapatkan jaminan keamanan dan keselamatannya secara jasnmani maupun rohani. Hak untuk memperoleh
keamanan ini penting ditempatkan pada kedudukan utama karena berabad-abad berkembang suatu falsafah berpikir bahwa konsumen terutama pembeli adalah pihak
yang wajib berhati-hati, bukan pelaku usaha
19
18
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Jakarta, 1988, hal. 191
. Falsafah yang disebut caveat emptor let the buyer beware ini mencapai puncaknya pada abad 19 seiring dengan berkembangnya
19
Abdoel Djamali, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 2006, hal. 3.
paham rasional di Amerika Serikat. Dalam perkembangannya kemudian prinsip yang merugikan konsumen ini telah ditinggalkan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa keamanan dan keselamatan merupakan hal yang utama bagi manusia. Hanya saja disadari atau tidak, penghargaan
orang terhadap hal itu berbeda-beda. Hal ini tergantung pada tingkat pendapatan dan kepedulian konsumen itu sendiri. Dan secara khusus konsumen di negara Dunia Ketiga
termasuk Indonesia karena mayoritas dalam kondisi rentan, maka arti penting dari hak tersebut masih banyak diabaikan. Berangkat dari kondisi konsumen yang masih rentan,
baik secara ekonomi maupun sosial, maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen memandang perlu menggariskan etika dan peraturan yang mewajibkan pelaku usaha
untuk menjamin kemanan dan keselamatan. Untuk implementasinya, selanjutnya diperlukan peranan dari berbagai pihak, khususnya Pemerintah, secara intensif dalam
menyusun suatu peraturan maupun kontrol atas penerapan peraturan tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari dengan mudah dapat dilihat bahwa hak atas
keamanan dan keselamatan masih diabaikan. Kekurang mampuan produk-produk negeri kita menembus pasar internasional adalah suatu bukti dimana produk dari para produsen
dalam negeri relatif masih kurang baik. Dan pasar internasional –dimana tingkat kompetisinya cukup tinggi, jelas akan menyingkirkan produk-produk yang tidak
mempertimbangkan keamanan dan keselamatan konsumen. Dengan demikian, pada dasarnya kepedulian produsen terhadap keamanan dan keselamatan konsumen, justru
akan menguntungkan semua pihak. Sementara kepedulian konsumen akan haknya juga akan menjadi pendorong bagi kebijakankebijakan baik pelaku usaha maupun pemerintah,
sehingga menjadi lebih sempurna. Baik langsung maupun tidak, hal ini akan membantu
penggalangan cinta produksi dalam negeri, serta pemasukan devisa melalui ekspor ke luar negeri
20
b. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; .
Mengkonsumsi suatu barang atau jasa harus berangkat dari kebutuhan dan kecocokan konsumen. Bagi konsumen golongan menengah ke atas yang memiliki
kekuatan materi, mungkin saja tidak mempunyai masalah dengan hak pilih. Namun bagi konsumen golongan bawah, dimana kemampuan daya belinya relative rendah, maka hal
ini menjadi masalah. Ketidakberdayaan konsumen golongan ini umumnya terletak pada pengetahuan mutu suatu barang dan atau jasa. Sekalipun mereka mengetahui adanya
ancaman yang terselip dari barang yang dikonsumsi tersebut, tetap saja konsumen golongan ini akan mengkonsumsi barang jasa tersebut karena sesuai dengan daya
belinya. c.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa;
Menurut Prof Hans. W. Micklitz
21
20
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Jakarta: Grasindo, 2000
, Informasi yang benar serta lengkap dari suatu produk barang jasa harus disertakan oleh produsen. Hal ini sangat penting, karena
kelangkaan ataupun kekeliruan memberikan informasi akan memberikan gambaran yang salah dan membahayakan bagi konsumen. Banyak ragam dan cara pelaku usaha dalam
menyampaikan informasi. Antara lain dapat dilakukan melalui: a. disampaikan secara langsung; b. melalui media komunikasi, seperti iklan; c. dicantumkan dalam label
barang atau jasa.
21
RUUPK di Mata Pakar Jerman, Warta Konsumen Tahun XXIV no. 12 Desember 1998
Dengan demikian tujuan informasi dari suatu produk, baik disampaikan secara langsung atau melalui iklan dan label, bukan semata untuk perluasan pasar saja, tetapi
juga menyangkut masalah informasi secara keseluruhan menyangkut kelebihan dan kekurangan atas produk tersebut, terutama dalam hal keamanan dan keselamatan
konsumen. Pemberian batas kadaluarsa, kandungan bahan serta sejumlah peringatan dan aturan penggunaan lainnya harus disertakan dan diberikan informasi secara benar pada
konsumen. Namun apabila hal-hal tersebut tidak dapat diberikan oleh produsen pedagang, maka konsumen berhak untuk menuntutnya.
Terhadap hak atas informasi ini, konsumen perlu waspada mengingat seringnya pihak produsen pedagang melakukan penyampaian informasi secara berlebihan.
Sehingga, dalam banyak hal, pihak produsen pedagang tanpa tersadari sering mendorong konsumen untuk bertindak tidak lagi rasionil. Untuk itu konsumen perlu selektif terhadap
informasi yang diberikan dan berusaha mencocokkan dengan kenyataan yang ada pada produk tersebut. Tak kalah pentingnya, konsumen pun harus jeli dalam membedakan
mana rayuan, mana promosi dan mana kenyataannya. Hal itu merupakan tindakan yang bijak daripada mengalami kerugian di belakang hari.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan;
Menurut Shidarta, keselamatan dan keamanan yang terancam, serta wujud yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan kenyataan produk yang dijajakan, cukup
banyak terjadi. Hal ini meresahkan serta merugikan konsumen. Untuk semua itu, konsumen berhak mengeluh dan menyampaikan masalah tersebut pada pelaku usaha
bersangkutan.
Sebaliknya, pelaku usaha juga harus bersedia mendengar, menampung dan menyelesaikan perihal yang telah dikeluhkan oleh konsumen tadi. Pada hal yang sama,
hak ini dimaksudkan sebagai jaminan bahwa kepentingan, pendapat, serta keluhan konsumen harus diperhatikan baik oleh pemerintah, produsen maupun pedagang. Hak
untuk didengar dapat diungkapkan oleh konsumen dengan cara mengadu kepada produsen penjual instansi yang terkait. Dan konsumen perlu memanfaatkan hak untuk
didengarnya dengan baik serta optimal. Hal ini dirasa perlu, karena dari pengalaman sehari-hari terlihat, bahwa hak untuk didengar ini belum dimanfaatkan. Contoh yang
paling sederhana misalnya, dalam ikatan transaksi jual beli atau sewa beli, kontrak- kontrak sepihak dan ketentuan-ketentuan yang tercantum pada bon pembelian yang
biasanya hanya menguntungkan produsen pedagang, biasanya karena dipermasalahkan secara terbuka. Kalaupun telah merasakan ketidakseimbangan ketentuan tersebut,
konsumen segan mengajukan usulan yang menjadi haknya. Kedepannya, hal tersebut perlu mendapat perhatian, agar konsumen jangan selamanya berada pada posisi yang
dirugikan. e.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
Bahwasanya di dalam memberikan perlindungan hukum bagi konsumen tercakup juga kewajiban untuk melakukan upaya-upaya peningkatan kesadaran, pengetahuan,
kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri sendiri, sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan harkat dan martabat konsumen, sekaligus
menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha untuk berlaku jujur dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pemberian perlindungan hukum bagi konsumen hendaknya tanpa
merugikan pelaku usaha yang memang berperilaku baik dan jujur. Seyogyanya, antara konsumen dengan pelaku usaha menjadi mitra sejajar dan saling membutuhkan.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
Shidarta menjelaskan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan pendidikan dan ketrampilan, terutama yang menyangkut mutu barang dan layanan agar peluang
seorang konsumen untuk ditipu atau tertipu semakin kecil. Untuk meningkatkan hasil guna dan daya guna dari pendidikan ini, konsumen memang dituntut aktif, seperti
membiasakan untuk membaca label. Dan sebaliknya, sangat diharapkan peran serta pemerintah dan produsen untuk mendistribusikan materi yang diperlukan konsumen.
Upaya pendidikan konsumen tidak selalu harus melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat melewati media massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat
22
Dalam banyak hal, pelaku usaha terikat untuk memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan “ pendidikan konsumen “ ini. Pengertian “ pendidikan “ tidak harus
diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Pada prinsipnya, makin kompleks teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan suatu produk menuntut pula makin
banyak informasi yang harus disampaikan kepada konsumen. Bentuk informasi yang lebih komprehensif dengan tidak semata-mata menonjolkan unsure komersialisasi,
sebenarnya sudah merupakan bagian dari pendidikan konsumen. Produsen mobil misalnya dalam memasarkan produk dapat menyisipkan program-program pendidikan
konsumen yang memiliki kegunaan praktis, seperti tata cara perawatan mesin, pemeliharaan ban, atau penggunaan sabuk pengaman.
.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
22
Shidarta, oop.cit. hal 24-25
Dalam praktek sehari-hari masih banyak dijumpai adanya pelaku usaha yang suka membeda-bedakan pelayanan terhadap seoarang konsumen dengan konsumen lainnya,
antara lain dengan memilah-milah status konsumen. Contohnya, seorang pejabat tidak perlu antri tiket seperti konsumen lainnya, karena pelaku usaha memberikan perlakuan
khusus. Begitu pula halnya ketika tiket kereta api hendak dibeli konsumen dengan harga sebagaiman tarif, oleh si penjual dikatakan telah habis, sementara bagi konsumen yang
berani membelinya diatas tarif, maka tiket tersebut akan dengan mudahnya diperoleh. Kesemuanya ini telah diantisipasi oleh UUPK, dimana konsumen dibekali hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif oleh pelaku usaha
23
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang
danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
.
Ketika UUPK ini dirancang, para perumus RUUPK sangat memperhatikan dasardasar acuan untuk mewujudkan perlindungan konsumen, yaitu pertama, hubungan
hukum antara penjual dengan konsumen secara jujur, kedua hubungan kontrak penjual dan konsumen dirumuskan dengan jelas, ketiga konsumen sebagai pelaku perekonomian,
keempat, konsumen yang menderita kerugian akibat yang cacat mendapat ganti rugi yang memadai, kelima, diberikannya pilihan penyelesaian sengketa kepada para pihak.
Dasar-dasar tersebut telah menekankan pada pentingnya pemberian hak kepada konsumen untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan atau penggantian, apabila
ternyata tidak sesuai dengan yang diperjanjikan mamupun tidak dalam kondisi sebagaimana mestinya. Terlepas adanya unsur ketidaksengajaan dari pihak penjual yang
23
Shidarta, oop.cit. hal 27
mengakibatkan terjadinya cacat barang yang tersembunyi dan sekalipun telah yakin terhadap kejujuran penjual tersebut, maka pada contoh kasus ini telah melekat hak
konsumen untuk mendapatkan ganti rugi. Ganti rugi dimaksud bisa saja dalam bentuk pengembalian pembayaran, mengganti dengan barang baru yang sama, ataupun bentuk
kompensasi lainnya sesuai hasil penyelesaian masalah sengketa i.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Termasuk kedalam hak konsumen yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya, berupa : 1.
Hak Untuk Mendapatkan Lingkungan Hidup Yang Baik dan Sehat Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang
diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas,
dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup meliputi lingkungan hidup dalam arti fisik dan lingkungan non
fisik. Dalam pasal 6 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan
pasal 5 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat ini
dinyatakan secara tegas. Desakan pemenuhan hak konsumen atas lingkungan hidup yang baik dan sehat makin mengemuka akhir-akhir ini. Misalnya
munculnya gerakan konsumerisme hijau green consumerism yang sangat peduli pada kelestarian lingkungan.
Sementara itu, mulai tahun 2000 semua perusahaan yang berkaitan dengan hasil hutan, baru dapat menjual produknya di Negara-negara yang tergabung
dalam The International Tropical Timber Organization ITTO, juga telah memperoleh ecolabeling certificate. Ketentuan demikian sangat penting artinya,
khususnya bagi produsen hasil hutan tropis, seperti Indonesia karena praktis pangsa pasar terbesarnya adalah Negara-negara anggota ITTO. Untuk itu lembaga
Ecolabeling Indonesia LEI pada tahun 1998 mulai melakukan audit atas sejumlah perusahaan perkayuan Indonesia agar dapat diberikan sertifikat
ekolabeling yang disebut SNI 5000. 2.
Hak Untuk Dilindungi Dari Akibat Negatif Persaingan Curang Persaingan curang atau dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 disebut
dengan “ persaingan usaha tidak sehat” dapat terjadi jika seorang pengusaha berusaha menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan
usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya dengan menggunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam
pergaulan perekonomian. Walaupun persaingan terjadi antara pelaku usaha, namun dampak dari
persaingan itu selalu dirasakan oleh konsumen. Jika persaingan sehat, konsumen memperoleh keuntungan. Sebaliknya jika persaingan curang konsumen pula yang
dirugikan. Kerugian itu boleh jadi tidak dirasakan dalam jangka pendek tetapi cepat atau lambat pasti terjadi. Contoh bentuk yang kerap terjadi dalam
persaingan curang adalah permainan harga dumping. Satu produsen yang kuat mencoba mendesak produsen saingannya yang lebih lemah dengan cara
membanting harga produk. Tujuannya untuk merebut pasar, dan produsen saingannya akan berhenti berproduksi. Pada kesempatan berikutnya, dalam pasar
yang monopolistik itulah harga kembali dikendalikan oleh si produsen curang ini. Dalam posisi demikian, konsumen pula yang dirugikan.
Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negatif persaingan curang dapat dikatakan sebagai upaya pre-emptive yang harus dilakukan, khususnya oleh
Pemerintah guna mencegah munculnya akibat-akibat langsung yang merugikan konsumen. Itulah sebabnya, gerakan konsumen sudah selayaknya menaruh
perhatian terhadap keberadaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak ini, seperti yang ada saat ini, yaitu UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam UU No. 5 Tahun 1999 disebutkan adanya 1 perjanjian yang dilarang, dan 2 kegiatan
yang dilarang, antara lain dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Termasuk dalam bentuk perjanjian yang dilarang adalah ologopoli, penetapan harga,
pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertical, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli danatau persaingan tidak sehat. Jika dibandingkan antara hak-hak konsumen sebagaimana dimuat dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan Resolusi PBB, tampaknya tidak ada perbedaan mendasar. Penyebabnya, antara lain adalah bahwa hak-hak
konsumen yang disebut di dalam Resolusi PBB itu adalah rumusan tentang hak- hak konsumen yang diperjuangkan oleh lembaga-lembaga konsumen di dunia,
dan telah sejak lama diperjuangkan di negaranya masing-masing. Hal ini menunjukkan pula bahwa hakhak konsumen bersifat universal.
Lawan dari hak adalah kewajiban. Mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam pasal 5 UUPK, yakni
24
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan; :
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
C. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha