dan telah sejak lama diperjuangkan di negaranya masing-masing. Hal ini menunjukkan pula bahwa hakhak konsumen bersifat universal.
Lawan dari hak adalah kewajiban. Mengenai kewajiban konsumen dijelaskan dalam pasal 5 UUPK, yakni
24
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan; :
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
C. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Dalam perdagangan pelaku usaha memiliki hak-hak yang harus diberikan dan dihormati oleh pihak-pihak lain dalam perdagangan tersebut, misalnya konsumen. Hak tersebut diimbangi
dengan dibebankannya kewajiban pada pelaku usaha yang harus ditaati dan dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya antara hak dan kewajiban tersebut adalah seimbang.
Adapun hak pelaku usaha sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 UUPK adalah : a.
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan;
b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik; c.
hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
24
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan; e.
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Adapun kewajiban pelaku usaha diatur dalam pasal 7, yakni :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c.
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d.
menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang
danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan; g.
memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha
yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang danatau jasa yang berkualitas.
Oleh karena itu dalam ketentuan Bab IV UUPK pasal 8 sampai dengan 17 menyebutkan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Pada hakikatnya menurut Nurmanjito, larangan-
larangan terhadap pelaku usaha tersebut adalah mengupayakan agar barang danatau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, yang menyangkut asal-usul, kualitas
sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, iklan, dan lain sebagainya
25
Tujuan pengaturan ini menurut Nurmandjito adalah untuk mengupayakan terciptanya tertib perdagangan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat.71 Hal ini sebagai salah
satu bentuk perlindungan konsumen, larangan-larangan tersebut dibuat berupaya untuk memastikan bahwa produk yang diproduksi produsen aman, layak konsumsi bagi konsumen.
Dalam ketentuan pasal 8 UUPK, disebutkan larangan-larangan tentang produksi barang danatau jasa, dan larangan memperdagangkan barang danatau jasa, antara lain :
.70
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa
yang : a.
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya; d.
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau
jasa tersebut;
25
Nurmandjito, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, “ dalam Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, penyunting “ Hukum Perlindungan
Konsumen, Mandar Maju, Bandung:2000, hal. 18
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut; g.
tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
halal yang dicantumkan dalam label; i.
tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasangdibuat;
j. tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud. 3.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarangM
memperdagangkan barang danatau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Dalam ketentuan pasal 10 dan 11 UUPK, berkaitan dengan larangan-larangan representasi yang tertuju pada perilaku pelaku usaha guna memastikan produk yang
diperjualbelikan di masyarakat diproduksi dengan jalan sesuai dengan peraturan yang berlakutidak melanggar hukum. Dalam ketentuan pasal 12 dan 13 ayat 1 UUPK masih
berkaitan dengan larangan yang tertuju pada cara-cara penjualan yang dilakukan melalui sarana penawaran, promosi atau pengiklanan dan larangan untuk mengelabui atau menyesatkan
konsumen. Pelaku usaha dalam menawarkan produknya ke pasaran, dilarang untuk mengingkari untuk memberikan hadiah melalui undian berhadiah kemudian melakukan pengumuman di
media massa terhadap hasil pengundian agar masyarakat mengetahui hasil dari pengundian berhadiah tersebut, hal ini diatur dalam ketentuan pasal 14 UUPK yang menyebutkan :
Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk :
a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan; d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Dalam memasarkan produknya, pelaku usaha dilarang untuk melakukan caracara penjualan dengan cara tidak benar dapat mengganggu secara fisik maupun psikis konsumen. Hal
ini diatur dalam ketentuan pasal 15 UUPK yang bunyinya : Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Adapun hak-hak apoteker sebagai pelaku usaha pelayanan kefarmasian diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beriktikad tidak baik;
b. Melakukan pembelaan diri yang sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen; c.
Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan;
d. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selain itu, sebagai pelayanan kefarmasian kewajiban apoteker juga diatur dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922MenkesSKX2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek dinyatakan bahwa: a.
Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
b. Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generic yang ditulis dalam resep dengan
obat paten. c.
Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
d. Apoteker wajib memberikan informasi:
1. Berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada konsumen.
2. Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, apoteker harus memenuhinya dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Jika apoteker bersalah tidak memenuhi kewajiban itu,
menjadi alasan baginya untuk dituntut secara hukum untuk mengganti segala kerugian yang
timbul sehubungan dengan tidak dipenuhinya kewajiban itu, artinya apoteker harus bertanggung jawab secara hukum atas kesalahan atau kelalaiannya dalam menjalankan kewajibannya.
D. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen