Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

(1)

Asfawi, 2004, Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang pada Tingkat Produsen, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Asikin, Zainal dan Amiruddin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Asyhadie, Zaeni, 2014, Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Barkatulah, Abdul Hakim, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, FH. Unlam Pers, Banjarmasin.

Brotosusilo, Agus, 1986, Aspek-Aspek Perlindungan Terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia, YLKI-USAID, Jakarta.

Hartono, Sri Redjeki, 2014, Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta.

Irmaniyanti, Neni Sri dan Syaudi, Husni, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen,

Mandar Maju, Bandung.

Kartaatmadja, 2001, Beberapa Masalah dalam Penerapan ADR di Indonesia dalam Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Kotler, Philip, 1993, Manajemen Pemasaran, Jakarta.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta.

Miru, Ahmadi dan Yodo, Sutarman, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali Pers, Jakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, 1986, Hukum Perjanjian, Bandung.

Nasution, Az, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, CV. Tiagra Utama, Jakarta.

Nieuwenhuis, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Universitas Airlangga, Surabaya.

Nurmadjito, 2000, Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, Mandar Maju, Bandung.


(2)

Purba, A. Zen Umar, 2010, Perlindungan Konsumen : Sendi-Sendi Pokok Pengaturan, Nusa Media, Bandung.

Rahardjo, Satjipto, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, bandung. Sadily, Hasan, 1986, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta.

Shidarta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

Siahaan, 2005, Hukum Konsumen, Pantai Rei, Jakarta.

Sidabalok, Janus, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 1989, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Susanto, Happy, 2008, Hak-Hak Konsumen di Rugikan, Visimedia, Jakarta.

Taufik, Makarao dan Sadar, 2012, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Akademik, Jakarta.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 2003, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta.

Zuriah, Nurul, 2006, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, PT. Bumi Aksara, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Sumber Daya Air

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010/Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum


(3)

Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 49/M-IND/PER/3/2012 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Secara Wajib

WEBSITE

Sumut Berita, “Kadis Tamben Karo Minta PT Tirta Sibayakindo Lebih Cermat

Mengontrol Kualitas Produksinya” melalui

19 Desember 2015.

Sejarah Berdirinya Aqua melalu

JURNAL, SKRIPSI DAN TESIS

Annual Report PT. Tirta Sibayakindo.

Diyah Setiyani, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Pelaksanaan Perjanjian antara Perusahaan Daerah Air Minum Kota Semarang dengan Pelanggan di Kota Semarang”, Tesis Fakultas Hukum Universitas Negeri, Semarang, 2009.


(4)

BAB III

Hubungan Antara Pelaku Usaha dan Konsumen Serta Profil Perusahaan Air Minum Tirta Sibayakindo

A. Hubungan Transaksi antara Pelaku Usaha dengan Konsumen

Hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebutterjadi karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain.

A.Zen Umar Purba dalam menguraikan konsep hubungan pelaku usaha dan konsumen mengemukakaan sebagai berikut :52

Hubungan antara pelaku usaha dan konsumen yang berkelanjutanterjadi sejak proses produksi, distribusi pada pemasaran hingga penawaran.Rangkaian kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan hukum yangmempunyai

“Kunci pokok perlindungan hukum bagi konsumen adalah bahwa konsumen dan pelaku usaha saling membutuhkan. Produksi tidak adaartinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya dan produk yang dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada gilirannya akan merupakan promosi gratis bagi pelaku usaha.”

Pelaku usaha sangat membutuhkan dan sangat bergantung pada dukungan konsumen sebagai pelanggan. Tanpa dukungan konsumen tidak mungkin pelaku usaha dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Sebaliknya kebutuhan konsumen sangat bergantung dari hasil produksi pelaku usaha.


(5)

akibat hukum, baik terhadap semua pihak maupun hanya kepada pihak tertentu saja.

Hal tersebut dimanfaatkan oleh pelaku usaha dalam suatu sistem distribusi dan pemasaran produk barang guna mencapai suatu tingkat produktifitas dan efektifitas tertentu dalam rangka mencapai sasaran usaha. Pada tahap hubungan penyaluran dan distribusi tersebut menghasilkan suatu hubungan yang sifatnya massal.53

1. Pengertian Konsumen, Hak dan Kewajibannya

Dalam peraturan perundangan-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis ditemukan pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan, konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup laindan tidak untuk diperdagangkan”.54

Pengertian konsumen dalam arti umum adalah pemakai, pengguna dan pemanfaat barang dan jasa untuk tujuan tertentu.55

53

Ibid., hlm. 16 54

Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

55

A.Z. Nasution, Perlindungan Hukum Konsumen, (Bandung : Nusa Media, 2010) hlm. 30.

Istilah konsumen berasal dari bahasa consumer (Inggris-Amerika), atau

consument(Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dari posisi mana ia berada. Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah pembeli. Istilah ini dapat ditemui dalam Kitab


(6)

Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian konsumen jelas lebih luas dari pada pembeli. Luasnya pengertian konsumen secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy dengan mengatakan

“Consumers by definition include us all”.56

Berdasarkan pengertian di atas, subyek yang disebut konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan jasa. Istilah orang sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke person atau termasuk juga badan hukum (rechts person). Menurut AZ. Nasution, orang yang dimaksudkan adalah :57

Secara harfiah arti kata konsumen itu adalah setiap orang yang memerlukan, membelanjakan atau menggunakan pemakai atau pembutuh.

“Orang alami bukan badan hukum. Sebab yang memakai, menggunakan dan memanfaatkan barang dan/atau jasa untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain tidak untuk diperdagangkan hanyalah orang alami atau manusia.”

58

Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula kamus


(7)

Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.59

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa (uitendelijke gebruiker van goederen en diensten). Dengan rumusan itu Hondius ingin membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai terakhir.

Konsumen umumnya juga diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pelaku usaha, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan untuk tidak di perdagangkan atau diperjualbelikan lagi.

60

Pengertian konsumen antar negara yang satu dengan yang lain tidak sama, sebagai contoh di Spanyol, konsumen diartikan tidak hanya invidu (orang), tetapi juga suatu perusahaanyang menjadi pembeli atau pemakai terakhir, dan yang menarik konsumen tidak harus terikat dalam jual beli, sehingga dengan sendirinya, konsumen tidak identik dengan pembeli.

Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu sedangkan konsumen dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.

61

59

Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1986), hlm. 124. 60

Shidarta, Op.Cit., hlm. 5. 61

Ibid., hlm. 3.

Namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW Buku IV, Pasal 236), konsumen dinyatakan sebagai orang alamiah. Maksudnya


(8)

ketika mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang mejalankan profesi perusahaan.

Pengertian konsumen di Amerika Serikat dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), kata konsumen yang berasal dari consumer sebenarnya berarti pemakai. Namun, diAmerika Serikat kata ini diartikan lebih luas lagi sebagai korban pemakaian produk yang cacat, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai.62

Dari definisi konsumen menurut Undang-Undang perlindungan Konsumen diatas dapat diperoleh unsur-unsur konsumen antara lain :63

a. Setiap orang

Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang danjasa. Istilah orang sebetulnya menimbulkan keraguan, apakah hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoonatau termasuk juga badan hukum

(rechtspersoon).

Yang paling tepat adalah tidak membatasi pengertian konsumen itu sebatas pada orang perseorangan. Namun, konsumen harus mencakup juga badan usaha, dengan makna lebih luas daripada badan hukum.


(9)

b. Pemakai

Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka 2 UUPK, kata pemakai menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (ultimate consumer). Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut sekalipun menunjukkan barang dan jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jualbeli. Artinya, yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh barang dan jasa. Dengan kata lain, dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak perlu harus kontraktual (the privity of contract). Konsumen memang tidak sekedar pembeli (buyer atau koper), tetapi semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa, termasuk peralihan kenikmatan dalam menggunakannya. Mengartikan konsumen seperti hanya sebagai orang yang mempunyai hubungan kontraktual pribadi (in privity of contract)dengan produsen atau penjual adalah cara pendefinisian konsumen yang paling sederhana. Tetapi dalam perkembangannya konsumen bukan hanya diartikan sebagai pembeli dari suatu barang dan/atau jasa melainkan bukan pemakai langsung, asalkan ia memang dirugikan akibat penggunaan suatu produk.


(10)

c. Barang dan Jasa

Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan. Berkaitan dengan istilah barang dan/atau jasa, sebagai pengganti terminologi tersebut digunakan kata produk yang sekarang ini sudah berkonotasi dengan barang dan/

atau jasa. Menurut Philip Kotler, bahwa produk terdiri dari dua macam, yaitu berupa produk fisik atau barang dan jasa kadang-kadang disebut produk jasa. Yang dimaksud dengan produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan.64

d. Yang Tersedia dalam Masyarakat

Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Dalam perdagangan yang semakin


(11)

kompleks dewasa ini syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh masyarakat konsumen.

Misalnya, perusahaan pengembang (developer) perumahan sudahbiasa mengadakan transaksi terlebih dahulu sebelum bangunannya jadi.

e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain. Unsur yang diletakkan dalam definisi ini mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak sekadar ditujukan untuk dirisendiri, keluarga, tetapi juga barang dan jasa itu diperuntukkan bagi orang lain (di luar diri sendiri dan keluarganya).

f. Barang dan jasa tidak untuk diperdagangkan

Berpijak dari pengertian yang dimaksud sebagai konsumen adalah pemakai terakhir, maka barang dan atau jasa yang digunakan, dipakai, dimanfaatkan tidak untuk tujuan komersil.

Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri atas :65

a) Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna barang dan jasa pemanfaat barang dan jasa untuk tujuan tertentu. b) Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan pemanfaat

barang dan jasa untuk diproduksi (pelaku usaha) menjadi

65


(12)

barang dan jasa lain untuk memperdagangkannya(distributor),

dengan tujuan komersil.

c) Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna barang dan jasa, pemanfaat barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Selanjutnya, pada bab ini akan dibahas hak-hak dan kewajiban Konsumen. Sebagai pemakai barang dan jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak adalah “kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-Undang atau kekuasaanyang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu”, sedangkan Soerjono Soekanto, dan Purnadi Purwacaraka, dalam bukunya “Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum”, hak adalah “peranan atau role yang bersifat fakultatif karena boleh tidak dilaksanakan”.66


(13)

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen adalah sebagai berikut :67

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan penggantian, apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak dasar konsumen tersebut sebenarnya bersumber dari hak-hak dasar umum yang diakui secara internasional. Hak-hak-hak dasar umum tersebut pertama kali dikemukakan oleh John F.Kennedy, mantan Presiden Amerika Serikat (AS), pada tanggal 15 Maret 1962, melalui “A Special Message for the Protection of Consumer Interest” atau yang lebih dikenal dengan istilah “Deklarasi Hak Konsumen” (Declaration of Consumer Right).68

67

Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 68

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 27.


(14)

Bob Widyahartono menyebutkan bahwa deklarasi tersebut menghasilkan empat hak dasar konsumen (the four consumer basic rights)

yang meliputi hak-hak sebagai berikut :69

a. Hak untuk Mendapat atau Memperoleh Keamanan (the right to be secured) Setiap konsumen berhak mendapatkan perlindungan atas barang dan jasa yang dikonsumsi. Misalnya, konsumen merasa aman jika produk makanan atau minuman yang dikonsumsinya dirasa aman bagi kesehatan. Artinya, produk makanan tersebut memenuhi standar kesehatan, gizi dan sanitasi, serta tidak mengandung bahan yang membahayakan bagi jiwa manusia.

b. Hak untuk Memperoleh Informasi (the right to be informed)

Setiap konsumen berhak mendapat informasi yang jelas dan komprehensif tentang suatu produk barang dan jasa yang dibeli (dikonsumsi). Akses terhadap informasi sangat penting karena konsumen bisa mengatahui bagaimana kondisi barang dan/atau jasa yang akan dikonsumsi. Jika suatu saat ada resiko negatif dari produk/jasa yang telah dikonsumsinya, konsumen telah mengetahui hal tersebut sebelumnya. Artinya, konsumen memiliki hak untuk mengetahui ciri negatif dari suatu produk, seperti efek samping dari mengkonsumsi suatu produk atau adanya peringatan dalam label atau kemasan produk.

c. Hak untuk Memilih (the right to choose)

Setiap konsumen berhak memilih produk barang dan/atau jasa dengan harga yang wajar. Artinya, konsumen tidak boleh dalam kondisi tertekan atau paksaan untuk memilih suatu produk tersebut yang mungkin bisa merugikan hak-haknya. Ia harus dalam kondisi bebas dalam menentukan pilihannya terhadap barang dan jasa yang akan dikonsumsi.

d. Hak untuk Didengarkan (the right to be Heard)

Konsumen harus mendapatkan haknya bahwa kebutuhan dan klaimnya bias didengarkan, baik oleh pelaku usaha yang bersangkutan maupun oleh lembaga-lembaga perlindungan konsumen yang memperjuangkan hak-hak konsumen.”

Untuk itu, konsumen perlu memperhatikan hak-hak yang harusdiperjuangkan. Sebagai konsumen kita tidak bisa tinggal diam tanpa bisaberbuat apa-apa ketika hak-hak kita jelas-jelas telah dirugikan.


(15)

Namun, sebagai konsumen kita juga memiliki sejumlah kewajiban yang harus diperhatikan. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan kewajiban konsumen sebagai berikut :70

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan jasa, demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Kewajiban-kewajiban tersebut sangat berguna bagi konsumen agar selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi ekonomi dan hubungan dagang. Dengan cara seperti itu, setidaknya konsumen dapat terlindungi dari kemungkinan-kemungkinan masalah yang bakal menimpangnya. Untuk itulah, perhatian terhadap kewajiban sama pentingnya dengan perhatian terhadap hak-haknya sebagai konsumen.

2. Pengertian Pelaku Usaha, Hak dan Kewajibannya

Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen disebutkan pelaku usaha adalah :

“Setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”

70


(16)

Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.71

Pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen sama dengan cakupan produsen yang dikenal di Belanda karena produsen dapat berupa perorangan atau badan hukum. Dalam pengertian pelaku usaha tersebut, tidaklah mencakup eksportir atau pelaku usaha di luar negeri karena UUPK membatasi orang perseorangan atau

Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen cukup luas karena meliputi grosir, levaransir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha dalam UUPK tersebut memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah pembuat produk jadi

(finished product), penghasil bahan baku, pembuat suku cadang.

Setiap orang yang menampakkan dirinya sebagai produsen dengan jalan mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu atau tanda lain yang membedakan dengan produk asli pada produk tertentu, importir suatu produk dengan maksud untuk diperjualbelikan, disewakan, disewagunakan

(leasing) atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan, pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak dapat ditentukan.


(17)

badan usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia.72 Kajian atas perlindungan terhadap konsumen tidak dapat dipisahkan dari telaah terhadap hak-hak dan kewajiban produsen. Berdasarkan Directive, pengertian produsen meliputi :73

a. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang manufaktur. Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyarakat, termasuk bila kerugian timbul akibat cacatnya barang dalam proses produksinya.

b. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk.

c. Siapa saja, yang dengan membubuhkan nama, merek, ataupun tanda-tanda lain pada produk menampakkan dirinya sebagai produsen dari suatu barang.

Apabila produk yang merugikan konsumen tersebut diproduksi di luar negeri, maka yang digugat adalah importirnya karena Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak mencakup pelaku usaha di luar negeri. Kemudian apabila produsen maupun importir dari suatu produk tidak diketahui, maka yang digugat adalah penjual dari siapa konsumen membeli barang tersebut.74

Hal tersebut hanya diberlakukan jika suatu produk mengalami cacat pada saat di produksi karena kemungkinan barangmengalami

72

Ibid., hlm. 34. 73

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm. 42.

74


(18)

kecacatan pada saat sudah berada di luar kontrol atau di luar kesalahan pelaku usaha yang memproduksi produk tersebut.75

Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, produsen disebut pelaku usaha yang mempunyai hak sebagai berikut:76

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak lain produsen juga dapat ditemukan antara lain pada faktor-faktor yang membebaskan produsen dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen, meskipun kerusakan timbul akibat cacat pada produk yaitu apabila produk tersebut sebenarnya tidak diedarkan, cacat timbul di kemudian hari, cacat timbul setelah produk berada di luar kontrol produsen,barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan produksi, cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.77


(19)

Menyangkut hak pelaku usaha tersebut pada huruf b, c, dan d sesungguhnya merupakan hak-hak yang lebih banyak yang berhubungan dengan pihak aparat pemerintah dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau Pengadilan dalam tugasnya melakukan penyelesaian sengketa. Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen tidak mengabaikan kepentingan pelaku usaha. Kewajiban konsumen dan hak-hak pelaku usaha yang disebutkanpada huruf b,c, dan d tersebut adalah kewajiban konsumen mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan sebelumnya.78

Dalam Pasal 7 Undang-undang No.8 Tahun 1999 diatur kewajiban pelaku usaha sebagai berikut:79

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba barang dan jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi atas barang yang dibuat dan yang diperdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang diperdagangkan.

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

78

Abdul halim Berkatulah, Op.Cit.,hlm. 37. 79


(20)

Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa. Dalam UUPK, itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang diproduksi sampai pada tahap purna penjualan.

Sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa. Hal ini tentu saja disebabkan olehkemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang diproduksi oleh produsen sedangkan bagi konsumen kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen.80

Oleh karena itu, dalam menjamin efisiensi penggunaan suatu produk khususnya minuman yang mana dapat mencegah timbulnya kerugian bagi konsumen maka perlu dicantumkan petunjuk prosedur


(21)

pemakaian produk tersebut yang merupakan kewajiban bagi produsen agar produknya tidak dianggap cacat. Sebaliknya, konsumen berkewajiban untuk membaca atau mengikuti petunjuk prosedur pemakaian atau pemanfaatan produk tersebut demi keamanan dan keselamatan.

3. Pengertian Transaksi Konsumen

Transaksi konsumen adalah proses terjadinya peralihankepemilikan atau penikmatan barang atau jasa dari penyedia barang ataupenyelenggara jasa kepada konsumen.81Peralihan hak terjadi karena adanya suatu hubungan tertentu sebagaimana diatur dalam KUHPerdata atau peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan peralihan hak atau penikmatan barang atau jasa.Peralihan hak dapat terjadi antara lain karena adanya jual beli atau sewa menyewa barang seperti rumah, mebel, mobil, perlengkapan dapur dan sebagainya, atau penyelenggaraan jasa asuransi, konstruksi, perbankan, pariwisata dan sebagainya.82

4. Tahapan Transaksi Konsumen

Barang atau jasa konsumen yang dialihkan kepada konsumen dalam suatu transaksi, dibatasi berupa barang atau jasa yang lazimnya dalam masyarakat digunakan untuk keperluan kehidupan atau rumah tangga dan tidak untuk tujuan komersial, seperti menggunakan barang atau

81

A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum, Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm.37.

82


(22)

jasa itu untuk memproduksi barang atau jasa lain dan memperdagangkannya kembali. Dalam praktik sehari-hari terjadi beberapa transaksi konsumen. Tahap-tahap tersebut adalah :83

a. Tahap Pra Transaksi

Adalah tahapan yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untukmembeli dan memakai produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha.Pada tahap ini, pelaku usaha melakukan penawaran (offer)

kepada konsumen. Penawaran ini dapat dilakukan secara langsung kepadakonsumen (misalnya sales door to door), maupun denganmemanfaatkan berbagai sarana, seperti brosur, spanduk, maupun iklandi media cetak dan elektronik. Dalam proses penawaran ini, pelakuusaha menyediakan informasi agar konsumen tertarik untuk menggunakan barang dan/atau jasa. Informasi yang diberikan tersebutharus dilandasi itikad baik dan tidak disertai dengan kebohongan,sehingga konsumen tidak merasa diperdaya atau ditipu oleh pelakuusaha. Bila dikemudian hari terbukti bahwa konsumen membeli karena paks, kekhilafan atau penipuan, konsumen memiliki hak untukmemmbatalkan transaksi.84


(23)

Bila calon konsumen menerima penawaran, maka terjadilah transaksi atau menurut bahasa hukum terjadi perjanjian. Syarat terjadinya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah :85 1) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

2) kecakapan untuk membuat perikatan 3) ada suatu hal tertentu

4) suatu sebab yang halal

Pada tahap ini para pihak menyepakati apa yang menjadi hak dankewajiban masing-masing pihak. Kesepakatan ini kemudian dapat dituangkan ke dalam suatu perjanjian tertulis. Kata “dapat” berarti kesepakatan tidak harus dituangkan ke dalam bentuk tertulis, kecuali dikehendaki oleh para pihak atau diwajibkan oleh peraturan yang berlaku (misalnya jual beli tanah harus dibuat secara tertulis oleh Perjabat Pembuat Akta Tanah). Keunggulan dari kesepakatan yang dibuat tertulis terletak pada pembuktiannya. Bila nantinya terjadi sengketa, maka kesepakatan yang dibuat secara tertulis mudahdibuktikan dibanding kesepakatan yang tidak dibuat secara tidak tertulis.

c. Tahap Purnatransaksi

Tahap ini merupakan realisasi dari tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak harus melaksanakan semua kewajiban yang telah disepakatisebelumnya. Menurut bahasa hukum, kewajiban yang 85


(24)

harus dipenuhiadalah prestasi, dan pihak yang tidak memenuhi kewajibannyadianggap melakukan wanprestasi. Dengan adanya wanprestasi, pihakyang telah memenuhi kewajibannya memiliki hak untuk menuntutpihak yang melakukan wanprestasi agar melakukan prestasinya.Seringkali pihak memiliki pemahaman berbeda mengenai isiperjanjian. Adanya perbedaan pemahaman akan menimbulkan perbedaan penafsiran, yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik.Penyebab konflik biasanya menyangkut tiga hal, yakni harga, kualitas

dan kegunaan produk, serta layanan purna jual.

Selain harga, kualitas dan kegunaan barang juga dapat memicu konflik. Pemicu konflik ini terbagi menjadi tiga kategori :86

1) Produk tidak cocok dengan kegunaan dan manfaat yangdiharapkan konsumen. Hal ini seringkali disebabkan karena pelaku usaha melakukan tipu daya kepada konsumen. 2) Produk menimbulkan gangguan kesehatan, keamanan

dankeselamatan pada konsumen. Penyebabnya adalah adanya cacattersembunyi pada produk atau tubuh konsumen tidak cocokdengan bahan yang terkandung di dalam produk (seringterdapat pada produk obat-obatan atau makanan yangmengandung seafood).

3) Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan.Konflik ini kerap dikaitkan dengan monopoli atau pemalsuan barang. Sehingga barang yang dibeli nilainya sangat mahaldibanding nilai sebenarnya.

Pemicu konflik yang terakhir adalah layanan purna jual, yang seringdikaitkan dengan hadiah dan garansi. Pemicu konflik ini pun dapatdibedakan menjadi : apa yang dijanjikan tidak ada karena


(25)

pelaku usahatidak jujur, tidak sesuai dengan harapan konsumen karena janji pelakuusaha yang terlalu berlebihan serta halangan di luar kekuasaan pelakuusaha yang menyebabkan janji tidak dapat terpenuhi walaupun pelakuusaha telah berusaha memenuhi apa yang dijanjikannya tersebut(peristiwa ini sering disebut force majeur).

5. Bentuk-Bentuk Transaksi Konsumen

Bentuk transaksi ada yang berasal dari transaksi itu sendiri beserta pendukungnya, tetapi ada juga yang dibuat khusus intern perusahaan.

a. Bentuk Bukti Transaksi Intern

Bukti intern adalah bukti transaksi yang hanya digunakan dan dibuat di dalam perusahaan. Bukti intern contohnya adalah memo. Memo adalah bukti transaksiyang dibuat oleh manager kepada staf bagian akuntansi.

b. Bentuk Bukti Transaksi ekstern

Bukti ekstern adalah bukti transaksi yang yang digunakan di luar perusahaan, baik bukti transaksi yang dibuat oleh perusahaan ataupun oleh pihak di luarperusahaan. Bukti ekstern terdiri dari :

1) Cek

Cek adalah bukti transaksi berupa surat perintah kepada bank untukmenyerahkan sejumlah uang kepada orang yang memegang cek atau kepadaorang yang namanya tercantum dalam cek.


(26)

2) Kuitansi

Kuitansi adalah bukti transaksi penerimaan atau penyerahan uang secara tunai.

3) Faktur

Faktur adalah bukti transaksi penjualan atau pembelian barang secara kredit.

4) Nota

Nota adalah bukti transaksi penjualan atau pembelian barang secara tunai.

5) Nota Debit

Nota debit adalah bukti transaksi pengembalian barang yang dibuat oleh pihak pembeli. Arti nota debit adalah mendebit (mengurangi) utang usaha pembeliyang harus dilunasi.Lembar asli dikirimkan oleh pembeli kepada penjual bersamaan pengiriman kembali barang yang dibeli, sedangkan tembusannya atau copy-nya disimpan olehpembeli sebagai arsip dan bukti pencatatan.

6) Nota Kredit

Nota kredit adalah bukti transaksi pengembalian barang yang dibuat oleh pihak penjual.


(27)

B. Profil Perusahaan Air Minum Tirta Sibayakindo

1. Sejarah Perusahaan

PT Tirta Sibayakindo, berastagi adalah sebuah perusahaan yang berstatus swasta nasional. Perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi air minum yang telah disterilkan dengan merk “AQUA”. PT Tirta Sibayakindo didirikan pada tahun 1992 dan diresmikan pada tanggal 17 Mei 1993. PT Tirta Sibayakindo terletak di Jalan Raya Medan-Berastagi, Km 55, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi perusahaan ini menyangkut tempat perusahaan melakukan aktivitas operasional secara rutin.

Perusahaan ini merupakan pabrik ke delapan dari perusahaan “Aqua Group”. PT Aqua Golden Mississippi yang di pelopori oleh almarhum Tirto Utomo, SH berdasarkan Akte Notaris Ten Thong Kie, SH No.24, tanggal 23 Februari 1973. Akte pendirian ini disyahkan oleh Menteri Kehakiman dalam surat keputusan No. X.A5/213/22 tanggal 19 juni 1973 serta di umumkan dalam berita negara No. 173975 tanggal 9 November 1982.87

Kegiatan fisik PT Aqua Golden Mississippi dimulai pada bulan Agustus Tahun 1973 yang ditandai dengan pembangunan pabrik di kawasan pondok PT Aqua Golden Mississippi memberikan lisensi kepada PT Tirta Sibayakindo pada awal tahun 1992. Pemberian lisensi ini disertai kewajiban perusahaan tersebut untuk menerapkan standart pengenalan mutu yang telah di tentukan oleh perusahaan.

87

Hasil Wawancara dengan Bapak Wirnos selaku Senior Manager pada PT. Tirta Sibayakindo Brastagi pada tanggal 7 September 2015.


(28)

Ungu, Bekasi Jawa Barat. Percobaan produksi dimulai pada bulan Agustus Tahun 1974 dan selanjutnya produksi komersial dilakukan bulan September Tahun 1974 dengan kapasitas produksi 6.000.000 liter setahun. Mesin-mesin produksi untuk pengolahan air minum di perusahaan ini umumnya didatangkan dari luar negeri, seperti Prancis, Jepang dan Italia. PT Aqua Golden Mississippi merupakan perusahaan air minum yang pertama di Indonesia dengan status penanaman modal dalam negri dan dikukuhkan dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT).

Modal pertama untuk mendirikan perusahaan ini adalah sebesar Rp.21,2 Milyar dimana modal ini dimiliki oleh satu orang pemegang saham yang sekaligus merupakan perintis berdirinya perusahaan. Modal tersebut merupakan modal yang tercantum dalam akte pendirian.

Sejak Tahun 1974, PT Aqua Golden Mississippi mulai memperkenalkan dan memasyarakatkan produknya berupa air minum tanpa warna, tanpa bau dan dalam kemasan botol bermerk “AQUA”. Lama-kelamaan masyarakat mulai mengenal dan merasakan manfaatnya sehingga penjualan dapat meningkat dan mencapai titik impas (break even point) pada tahun 1978. Pada tahun 1978 tersebut merupakan mulainya kemajuan Aqua hingga sekarang.

Dikenal merk Aqua oleh masyarakat luas serta pemasarannya yang telah menjangkau seluruh pelosok indonesia, maka perusahaan menunjuk PT Wirabuana Intern sebagai penyalur tunggal untuk kebutuhan dalam


(29)

negri,sedangkan usaha ekspor ke beberapa negara ASEAN ditangani oleh PT Aqua Golden Mississippi.

Sejak tahun 1987, Aqua mulai memasuki pasaran di negara tetangga seperti Singapore, Malaysia, Brunai, dan Taiwan. Di arena Internasional, produk Aqua telah berhasil meraih “AQUA AWARD” yang diberikan oleh IBWA (International Bottled Water Association).88

a) Pasca Akuisisi

Selain itu, Aqua juga menerima “SAHWALI AWARD” yang merupakan penghargaan atas peran sertanya dalam membantu pelestarian lingkungan hidup.

Pada Tanggal 18 November 1987 dengan surat keputusan Menteri Perindustrian RI No. 1359/M/11/1987 produk Aqua memperoleh sertifikat Standart Industri Indonesia (SII) yang pertama untuk air minum dalam kemasan. Sejak saat itu seluruh produk Aqua yang di produksi di seluruh pabrik lainnya juga menyandang SII sebagai jaminan produk berkualitas tinggi.

Dalam menjalankan usahanya, perusahaan berusaha untuk meningkatkan pengendalian mutu karena mutu sangat penting dalam menghadapi persaingan. Untuk itu perusahaan membentuk devisi pengendalian serta dilengkapi dengan peralatan laboratorium yang modern dan canggih serta memungkinkan proses pengawasan yang lebih teliti dan cepat.

1)Tahun 1973

88


(30)

PT Golden Mississippi didirikan sebagai pelopor perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) pertama di Indonesia. Pabrik pertama didirikan di Bekasi.

2) Tahun 1974

Produksi pertama AQUA diluncurkan dalam bentuk kemasan botol kaca ukuran 950 ml dari pabrik di Bekasi. Harga per botol adalah Rp.75,-

3) Tahun 1984

Pabrik AQUA kedua didirikan di Pandaan di Jawa Timur, sebagai upaya agar lebih mendekatkan diri pada konsumen yang berada di wilayah tersebut.

4) Tahun 1985

Pengembangan produk AQUA dalam bentuk kemasan botol PET 220 ml (dua ratus dua puluh milliliter). Pengembangan ini membuat produk AQUA menjadi lebih berkualitas dan lebih aman untuk dikonsumsi. 5) Tahun 1993

AQUA menyelenggarakan program AQUA Peduli (AQUA Cares) dengan melakukan daur ulang botol plastik AQUA menjadi materi plastik yang dapat digunakan kembali.


(31)

AQUA menjadi pabrik air mineral pertama yang menerapkan sistem produksi in line di pabrik Mekarsari. Pemrosesan air dan pembuatan kemasan AQUA dilakukan bersamaan. Hasil sistem in line ini adalah botol AQUA yang baru dibuat dapat segera diisi air bersih di ujung proses produksi, sehingga proses produksi menjadi lebih higienis

7) Tahun 1998

Pada 4 September 1998, AQUA dan grup Danone sepakat untuk bergabung. Langkah ini berdampak pada peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air mineral dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia.

8) Tahun 2000

Bertepatan dengan pergantian milenium, AQUA meluncurkan produk berlabel Danone-AQUA.

9) Tahun 2001

Danone meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40% menjadi 74%, sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas AQUA Group.

10) Tahun 2002

AQUA berhasil memenangkan banyak penghargaan di ajang Indonesian Best Brand Award.AQUA mulai memberlakukan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB 2002 – 2004) kepada para pekerja pada tanggal 1 Juni 2002.


(32)

11)Tahun 2003

Perluasan kegiatan produksi AQUA Group ditindaklanjuti melalui peresmian pabrik baru di Klaten pada awal tahun 2003. Hal ini didukung dengan upaya mengintegrasikan proses kerja perusahaan melalui penerapan SAP (System Application and Products for Data Processing) dan HRIS (Human Resources Information System).

12)Tahun 2005

DANONE membantu korban tsunami di ACEH. Pada tanggal 27 september AQUA memproduksi MIZONE,minuman bernutrisi yang merupakan produk dari DANONE. MIZONE hadir dengan dua rasa, orange lime dan passion fruit.

c. Penghargaan AQUA

Sebagai perusahaan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) Nomor 1 (satu), AQUA berkomitmen meningkatkan kualitas produk, memberikan pelayanan yang prima serta berkontribusi untuk melestarikan lingkungan. Ini merupakan sebuah proses terus menerus yang akhirnya berkembang menjadi semangat perusahaan. Penghargaan atas proses tersebut dipersembahkan AQUA bagi konsumen dan lingkungannya.

Tabel 1

Penghargaan Setiap Tahun Pada PT. Tirta Sibayakindo.


(33)

program "Kesepakatan Kerja Bersama".

2003

Indonesia Customer Satisfaction Award, Indonesian Best Brand Award, Value Creator Award, Charter of Excellence in Primary Education (Piagam Pendidikan Dasar Bermutu).

2004 Superbrand dan Indonesian Best Brand Award.

2005

Packaging Consumer Branding, Indonesian Best Brand dan Indonesian Golden Brand.

2006 Indonesian Best Brand and Indonesian Golden Brand. 2007 Indonesia Platinum Brand Award.

2009

MDGs (Millennium Development Goals) Award sebagai perusahaan yang mendukung pencapaian MDGs, untuk kategori Pelestarian Lingkungan serta Wana Lestari Award dari Kementerian Kehutanan, atas peran Pabrik AQUA Air Madidi di Sulawesi Utara dalam upaya Penghijauan

Gunung Klabat.

2010

MDGs (Millennium Development Goals) Award sebagai perusahaan yang mendukung pencapaian MDGs, untuk kategori Pelestarian Lingkungan

Indonesia Good Design untuk desain tutup botol galon yang inovatif

Packindo Star Award dan Asia Star 2010 Award dalam kategori Consumer Package and Transporation

Package untuk desain tutup botol galon yang inovatif Indonesia Green Awards 2010 oleh majalah Business & CSR untuk dua kategori: Best Indonesia Green CSR tingkatan Gold&Best Indonesia Green

Manufacturing tingkatan Gold

CSR Awards 2010 oleh majalah Business & CSR untuk kategori Kehutanan

Penghargaan Kesetiakawanan Sosial Nasional (KSN) 2010 oleh Kementerian Sosial dan CFCD

2011

Penghargaan Good Design Selection (IGDS) untuk Gold Award Design Terbaik Indonesia 2011 untuk kategori produk industri massal dan telah dipasarkan dari


(34)

Kementrian Perindustrian

Indonesia Green Awards; Penginspirasi Bumi kategori Perusahaan dari La Tofi School of CSR

Pentawards 2011 (Worldwide Packaging Design Competition kategori beverages water (bronze)

Penghargaan (acknowledgment) dari Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia atas kontribusi besar dalam

sosialisasi hidrasi untuk kesehatan dan membangun Pusat Hidrasi untuk Kesehatan Indonesia di Departemen Nutrisi FKUI

Packindo Star 2011 kategori Consumer Pack dari Federasi Pengemasan Indonesia untuk AQUA Reflections, botol gelas premium

2012

Penghargaan Desain Terbaik Indonesia untuk AQUA Reflections

Indonesia Sustainable Business Award dari KADIN dan Global Initiatives and Climate Business, untuk kategori best waste management

Worldstar Packaging Award untuk terobosan di kategori air, untuk inovasi tutup galon dua warna

Certificate of Recognition dari Kementerian Koperasi dan UMKM atas usaha perusahaan dalam memberikan

perhatian pada pelaku usaha mikro dan koperasi Piagam Penghargaan dari Bupati Bogor sebagai Perusahaan Pengembang Investasi Terbaik

Penghargaan Sahabat Pers 2012 dari Serikat Perusahaan Pers (SPS)

2013

Pemenang Penghargaan Indonesia MDG Awards 2012 Kategori Pendidikan untuk School Supporting Program di Kebon Candi, Kecamatan Gondang Wetan, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur

Pemenang Runner Up Penghargaan Indonesia MDG Awards 2012 Kategori Layanan Air Bersih dan Sanitasi untuk Program Akses Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan (Water Access), Sanitation and Hygiene (WASH)


(35)

yang diselenggarakan oleh Majalah pemasaran Indonesia Mix

Special Achievement for Corporate Commitment to Sustainable Environmental & Water Resources dari Majalah Warta Ekonomi

Penghargaan Gold dari GKPM Awards 2013 (Gelar Karya Pemberdayaan Masyarakat) dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat bersama Corporate Forum for Community Development (CFCD )

Penghargaan Industri Hijau 2013 dari Kementerian Perindustrian untuk pabrik Aqua yang beroperasi di Cianjur, Jawa Barat

Penghargaan Lingkungan Raksa Prasadha dari

Pemerintahan Propinsi Jawa Barat untuk pabrik Cianjur

Indonesia Sustainable Business Awards untuk kategori Workforce dan kategori Environmental Disclosure dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Global Initiatives, Beritasatu Media Holding, dan Indonesian Business Council for Sustainable Development (IBCSD).

Penghargaan Indonesia Best Brand Activation for

Public untuk Program: Mizone Niat Baik dari majalah MIX Marketing Communications

2014

Gelar Karya Pemberdayaan Masyarakat (GKPM) Awards 2014, dari Corporate Forum for Community Development (CFCD ) untuk 20 program sosial dan lingkungan AQUA Grup

Indonesia Green Awards 2014, dari The La Tofi School of CSR & didukung Kementerian Kehutanan & Kementerian Perindustrian, untuk Program CSR Pabrik AQUA di Ciherang, Wonosobo, Subang dan Mambal

Penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014 atas kontribusi AQUA Grup dalam Program Penanaman 1 Milyar Pohon

Indonesian CSR Award 2014 untuk 16 Program CSR AQUA serta individu untuk 2 program manager & 1 program officer CSRAQUA

Charta Peduli Indonesia 2014 dari Dhompet Dhuafa Republika untuk kategori TOP CSR-Urban Community


(36)

Clinic Program

Sumber : Berdasarkan Annual Report PT. Tirta Sibayakindo.

d. Visi dan Misi Perusahaan Visi:

1) Membawa hidrasi berkualitas untuk kesehatan yang lebih baik bagi sebanyak mungkin masyarakat Indonesia melalui produk dan layanan.

2) Membangun organisasi yang dinamis, terbuka dan beretika dengan budaya pembelajaran yang memberikan kesempatan berkembang yang unik bagi para karyawan.

3) Menjadi acuan dalam pembangunan berkelanjutan, melindungi sumberdaya airnya untuk melestarikan lingkungan, memberdayakan masyarakat dan mempromosikan serta mendorong masyarakat untuk menjadi lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Misi:

Membawa kesehatan melalui pangan kepada sebanyak mungkin orang.

2. Struktur Organisasi

Dalam sebuah perusahaan, struktur organisasi merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan untuk mencapai sebuah tujuan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan, di mana struktur organisasi menunjukkan pola hubungan di


(37)

Tabel 2

Struktur Organisasi PT. Tirta Sibayakindo.

Sumber : PT. Tirta Sibayakindo Danone Aqua Group2015.

3. Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan

a. Plant Manager

1) Merencanakan, Mempersiapkan dan melaksanakan produksi sesuai dengan target yang ditetapkan.

2) Mengkoordinir semua kepala bagian yang ada di dalam perusahaan di dalam mereka menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

b. Human Resources

Menangani permasalahan terkait Sumber Daya Manusia didalam perusahaan seperti Pelatihan, Penggajian dan Hubungan Industrial.

c. Corporate Social Responsibility

HR CSR MANUFACTURING QA ENG SHE PERFORMANCE LOGISTIC PLANT MANAGER


(38)

Merencanakan,mengembangkan, dan melaksanakan program Pelestarian Lingkungan. Pengembangan Ekonomi Masyarakat dan pengembangan Akses Air Bersih dan Kesehatan Lingkungan.

d. Manufacturing

Bertanggung jawab menangani seluruh kegiatan yang berkaitan dengan produksi sehingga dapat tercapai yang sesuai dengan target.

e. Quality Assurance

1) Mendukung perusahaan dari segi jaminan kualitas.

2) Mengatasi segala permasalahan-permasalahan terkait masalah kualitas produk.

f. Engineering ( Teknik )

Menangani permasalahan terkait dengan perbaikan seluruh peralatan pendukung dan mesin-mesin produksi dan serta perawatan dan perbaikan peralatan listrik dan bangunan

g. Safety Health Environment ( SHE )

Bertanggungjawab terhadap kegiatan kegiatan didalam pabrik yang terkait dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta memastikan pemenuhan ketentuan pemerintah dalam hal K3 dan Lingkungan.

h. Performance


(39)

masukan masukan kepada Plant Manager dan Bagian terkait lainnya untuk perbaikan perbaikan guna meningkatkan produktifitas.

i. Logistik

Memastikan sistem untuk mengawasi proses arus barang dari mulai kedatangan dari vendor , penyimpanan di gudang, pengantaran material untuk digunakan oleh bagian produksi termasuk diantaranya Bahan baku, bahan penolong dan suku cadang untuk mesin mesin produksi dan melakukan penerimaan produk Jadi dari Produksi, Penyimpanan di Gudang Produk Jadi dan Penegiriman ke Distributor.

j. Keuangan

bertanggung jawab untuk merencanakan, menganggarkan, memeriksa, mengelola, dan menyimpan dana yang dimiliki oleh perusahaan, menyiapkan laporan Mingguan dan Bulanan serta analisa keuangan

perusahaan untuk disampaikan kepada Plant Manager dan Direktur


(40)

BAB IV

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN AIR MINUM TERHADAP KONSUMEN DITNJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Pengaturan Terkait Keluhan yang di alami Konsumen pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo

1. Pengaturan mengenai keluhan yang di alami Konsumen pada air minum.

Terkait dengan keluhan konsumen yang telah banyak beredar di media masa akan membuat para konsumen bingung dengan produk apa yang akan mereka pilih, dan mereka akan berhati-hati dalam memilih air minum yang sehat, sehingga air minum yang akan di pasarkan ke masyarakat harus dan telah memenuhi standarisasi kemasan air minum.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berisi :


(41)

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan j aminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan dari hasil wawancara yang telah dilakukan, Perusahaan telah memenuhi hak-hak konsumen yang sudah tertera pada Pasal 4 UUPK, yang diantaranya hak kenyamanan konsumen, Aqua melakukan Produk yang bebas dari unsur-unsur atau zat yang merugikan konsumen, dengan memberikan SNI pada Produk tersebut.

Dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur bahwa “pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar”.

Pada substansi pasal ini tertuju pada dua hal, yaitu larangan memproduksi barang dan jasa, dan larangan memperdagangkan barang dan jasa yang dimaksud. Larangan-larangan yang dimaksudkan ini, hakikatnya menurut Nurmadjito yaitu “untuk mengupayakan agar barang dan jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain : usul-usul, kualitas


(42)

sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan dan lain sebagainya”89

Kemudian pengaturan yang terkait dengan keluhan konsumen pada air minum dapat ditinjau dari Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen bahwa “tanggung jawab pelaku usaha meliputi tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran dan tanggung jawab kerugian atas barang yang diperdagangkan”.

Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggung jawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang di alami konsumen, meskipun barang tersebut mengalami kerusakan bukan dari tangan pelaku usaha, tetapi pelaku usaha wajib mengganti kerusakan yang ada dan bertanggung jawab atas produknya sendiri.

Pada pasal 23 UUPPK tentang Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.


(43)

Berdasarkan hal ini apabila pelaku usaha enggan untuk menanggapi segala keluhan konsumen dan memenuhi ganti rugi, maka pelaku usaha atau pihak perusahaan dapat dituntut ke BPSK (Badan Perlindungan Konsumen).

Pada Pasal 27 Undang-Undang Perlindungan Konsumen tentang Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:

a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan unluk diedarkan;

b. cacat barang timbul pada kemudian hari;

c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang; d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;

e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.

Pengaturan terkait keluhan konsumen juga dapat ditinjau secara umum dari kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1505 KUH Perdata dinyatakan bahwa “pelaku usaha tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat diketahui sendiri oleh pembeli”.

Menurut penjelasan Pasal 1505 KUH Perdata maka konsumen tidak wajib meminta ganti kerugian pada pihak pelaku usaha karena barang yang dibelinya terdapat kerusakan, dan dalam hal ini konsumen harus teliti dengan sendiri atas barang yang dibelinya.

Pasal 1507 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa “pembeli dapat memilih akan mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian atau akan tetap memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian”.


(44)

Menurut Prosedur dan hasil wawancara yang telah dilakukan, apabila ada barang atau produk yang cacat atau rusak maka pihak perusahaan akan mengganti produk tersebut dengan prosedur yang telah ditentukan oleh perusahaan, yaitu apabila ada konsumen yang mengalami kerugian atas produk yang dibeli bisa melaporkan ke Call Center Aqua Menyapa dan nantinya pihak perusahaan akan melihat barang tersebut dan mengganti produk tersebut dengan produk yang baru. Sebagai contoh, apabila produk yang cacat 1 (satu) Cup Aqua maka pihak perusahaan akan menggantinya dengan 1 (satu) kotak Cup Aqua, apabila 1 (satu) gallon yang rusak maka akan diganti dengan 1 (satu) gallon.

Kemudian dalam Pasal 1508 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa :

a. Kalau cacat tersebut dari semula diketahui oleh pihak pelaku usaha, maka pelaku usaha wajib mengembalikan harga penjualan kepada konsumen dan ditambah dengan pembayaran ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian, dan bunga;

b. Kalau cacat ini benar-benar memang tidak diketahui oleh pelaku usaha, maka pelaku usaha hanya berkewajiban mengembalikan harga penjualan serta biaya-biaya (ongkos) yang dikeluarkan pembeli waktu pembelian dan penyerahan barang;

c. Kalau barang yang dibeli musnah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh cacat yang tersembunyi, maka pelaku usaha tetap wajib mengembalikan harga penjualan kepada konsumen.

Dalam Pasal 1509 KUH Perdata dijelaskan bahwa “jika pelaku usaha tidak mengetahui adanya cacat-cacat barang, maka ia hanya wajib mengembalikan uang harga barang pembelian dan mengganti biaya untuk menyelenggarakan pembelian dan penyerahan, sekedar itu dibayar oleh pembeli”.


(45)

Maka menurut penjelasan pasal 1509 KUH Perdata apabila konsumen yang membeli produk yang cacat, maka pihak perusahaan akan mengganti uang konsumen yang telah dikeluarkan untuk membeli produk yang cacat terebut.

Pengaturan Terkait Keluhan Konsumen juga terdapat Pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum menyebutkan bahwa “air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan”.90

90

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

Selanjutnya pada Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 96/M-IND/PER/12/2011 menyebutkan bahwa “Air Minum Dalam Kemasan, yang selanjutnya disebut AMDK adalah air yang telah diproses, tanpa bahan pangan lainnya dan bahan tambahan pangan, dikemas, serta aman untuk diminum”.

Pada Pasal 1 ayat (22) Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 96/M-IND/PER/12/2011 menyebutkan bahwa “persyaratan air minum dalam kemasan juga harus memenuhi tanda SNI (Standar Nasional Indonesia). Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang, kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan SNI”.


(46)

Menurut Bapak Wirnos, standarisasi produk AQUA diedarkan mengacu kepada SNI 01-3553-2006.91

Dengan banyaknya keluhan maka sebaiknya pelayanan pengaduan di permudah. Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo memberikan kemudahan pada konsumen untuk melaporkan keluhan konsumen pada layanan konsumen yang tertera di produk atau kemasan yang mereka beli dengan menghubungi Call Center Aqua Menyapa di 0807-15-88888 atau konsumen dapat mengisi Form Pertanyaan pada web AQUA Menyapa.92

2. Kasus Keluhan Konsumen yang Pernah Terjadi di PT. Tirta Sibayakindo Keluhan konsumen yang telah dilaporkan akan segera ditangani oleh pihak perusahaan.

Berdasarkan hasil yang diterima dari Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo, terkait keluhan yang dialami oleh konsumen pada saat mengkonsumsi air minum sebagai berikut :93

a. Kasus Terdapat Kotoran Hitam

Pada Tanggal 3 Februari 2016, Seorang Konsumen melaporkan sebuah keluhan kepada AQUA menyapa terkait produk yang dibelinya. Konsumen membeli Produk AQUA Cup 240 ml dengan Kode Produksi BB 281217 05:34 KBJ13. Beliau mengeluhkan bahwa Terdapat kotoran hitam di dalam Produk yang dibelinya seperti bintik dan melayang. Produk yang dikeluhkan ada

91

Wawancara dengan Bapak Wirnos, Senior Manager, tanggal 8 September 2015 di PT. Tirta Sibayakindo Berastagi.


(47)

sebanyak 1 (satu) gelas dan sisa air masih penuh (belum dibuka). Beliau menginfokan tidak mengetahui pasti bagaimana awal pembelian karena beliau mendapatkan produk tersebut dari rapat dengan Instansi Pemerintah pada tanggal 3 Februari 2016. Beliau juga menginfokan awalnya mengirimkan produk tersebut ke BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) untuk di uji laboratorium. Beliau memberikan info kepada pihak perusahaan bahwa nomor beliau akan aktif 24 Jam agar pihak perusahaan tidak susah buat menghubunginya, dan beliau juga memberikan alamat kediamannya.

Lalu, Pada Tanggal 5 Februari 2016 Team PT. Tirta Sibayakindo melakukan kunjungan di kediaman beliau, Bapak Marlon Pasaribu di Jalan AR Hakim Gang Pendidikan Lorong Cinta Damai. Disana Team berjumpa dengan Istri beliau dan beliau segera menghubungi Bapak Marlon, Sekitar 20 Menit kemudian bapak Marlon datang dan menyampaikan keluhannya, beliau mengeluhkan Produk AQUA Cup 240 ml dengan KP 281217 KBJ 13, didalam Produk tersebut terdapat kotoran hitam kecil yang mengambang, Beliau mendapatkan Produk tersebut di dalam sebuah acara Rapat.

Setelah beliau memberitahukan keluhannya dan darimana ia mendapatkan produk tersebut, Beliau Mengijinkan produk tersebut untuk di bawa dan beliau mengharapkan kedepannya tidak terjadi lagi karena Produk Aqua telah dikenal dan di percaya oleh masyarakat. Setelah Perbincangan kedua belah pihak selesai, dan Berita Acara Kunjungan Pelanggan (BAKP) pun telah ditandatangani Bapak Marlon.


(48)

Dari kasus di atas, pihak perusahaan akan memeriksa lebih dalam dan menguji kembali produk yang mereka terima dari keluhan konsumen, dan pihak perusahaan PT. Tirta Sibayakindo sebelumnya meminta maaf kepada pihak konsumen yang telah melaporkan keluhannya sehingga pihak perusahaan akan lebih berhati-hati lagi dalam mengedarkan produknya ke masyarakat. Pihak perusahaan juga akan bertanggung jawab sesuai dengan perjanjian perusahaan dan terkait dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimana pihak perusahaan akan melakukan tanggung jawab ganti rugi terhadap konsumen dari segi materil maupun imateriil.

Kemudian pihak Perusahaan akan berdiskusi dengan Konsumen terkait masalah yang dikeluhkan oleh konsumen, apakah ini akan di selesaikan dengan jalan musyawarah (diluar pengadilan) atau didalam pengadilan. Dan pihak konsumen meminta agar diselesaikan secara musyawarah saja, antara pihak Perusahaan dan konsumen (kedua belah pihak yang bersengketa).

b. Kasus Air Berbau Seperti Karat

Pada tanggal 26 Februari 2016, Seorang Konsumen melaporkan sebuah keluhan kepada AQUA menyapa terkait produk yang dibelinya. Beliau membeli Produk AQUA Kemasan 600 ml dengan Kode Produksi BB 030817 10:27 KBJ 11. Beliau mengeluhkan produk yang di dapatkannya terdapat bau seperti karat, awalnya beliau memberitahukan bahwa air AQUA Kemasan 600 ml tersebut terasa seperti mieng, saat pihak Perusahaan menanyakan apa yang dimaksud


(49)

berbau seperti karat. Produk yang dikeluhkan beliau sebanyak 2 botol, masing-masing produk sisa airnya setengah botol dan seperempat botol.

Pada awal pembelian tutup botol dalam keadaan baik, beliau mengatakan pembelian di Kedai Bris, pembeliannya pada tanggal 26 Februari 2016. Beliau juga menginfokan kode produksi pada kedua botol adalah sama. Beliau ini merupakan karyawan dari PT. Bridgestone yang sedang berada di kedai bersama rekannya yang juga mencium air AQUA 600 ml nya yang berbau seperti karat. Beliau mengatakan bahwa adiknya adalah pemilik kedai bernama Kedai Bris dan beliau membeli AQUA kemasan 600 ml yang dikeluhkan tersebut.

Konsumen awalnya menghubungi ke AQUA Menyapa dengan menggunakan nomor telepon milik rekannya yang bernama Bapak Edy. Beliau juga memberikan alamatnya kepada pihak perusahaan dan mengatakanalamatnya mudah dicari semua orang sudah mengetahui alamat tersebut, Patokan alamat beliau arah masuk Ke PT. Bridgestone atau dekat kantor kecamatan Tapian Dolok.

Lalu, Pada Tanggal 27 Februari Team PT. Tirta Sibayakindo melakukan kunjungan di kediaman konsumen yang bernama Bapak Indra Gunawan yang ada di desa Bah Salak, Tapian Dolok Simalungun. Tempat tinggal beliau merupakan area lahan Milik PT Bridgestone. Team berjumpa dengan beliau di sebuah warung kecil milik Ibu Riski tempat dimana beliau membeli Produk 600 ml yang di keluhkan. Produk yang di keluhkan beliau adalah AQUA 600 ml dengan KP 030817 10:27 KBJ11, sebanyak 2 Botol, dan tutup sudah terbuka dan


(50)

volume air setengah. Produk tersebut berbau seperti plastik atau seperti lama terjemur matahari.

Kemudian, pihak perusahaan menanyakan kepada Ibu Riski dimana beliau mendapatkan atau membeli produk tersebut, lalu pemilik warung tersebut menginfokan bahwa ia membeli produk di salah satu Grosir di Kampung Parluasan Siantar. Setelah itu, Team di ijinkan oleh Konsumenuntuk menarik Produk yang di keluhkan dan di ganti dengan Produk AQUA 600ml dalam keadaan Baik 1 (satu) Box, lalu Team Perusahaan juga mengedukasikan kepada pemilik warung terkait Penanganan dan Penempatan Produk dan tidak terpapar langsung sinar matahari.

Dari kasus di atas dan sama dengan kasus lainnya, setelah selesai mengunjungi kediaman konsumen, pihak perusahaan akan memeriksa lebih dalam dan menguji kembali produk yang mereka terima dari keluhan konsumen, dan pihak perusahaan PT. Tirta Sibayakindo sebelumnya meminta maaf kepada pihak konsumen yang telah melaporkan keluhannya sehingga pihak perusahaan akan lebih berhati-hati lagi dalam mengedarkan produknya ke masyarakat. Pihak perusahaan juga akan bertanggung jawab sesuai dengan perjanjian perusahaan dan terkait dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimana pihak perusahaan akan melakukan tanggung jawab ganti rugi terhadap konsumen dari segi materil maupun imateriil.


(51)

jalan musyawarah (diluar pengadilan) atau didalam pengadilan, dan pihak konsumen meminta agar diselesaikan secara musyawarah saja, antara pihak Perusahaan dan konsumen (kedua belah pihak yang bersengketa).

Sama dengan kasus sebelumnya, dan kasus-kasus yang pernah terjadi di Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo penyelesaian sengketa antara Pelaku Usaha dan Konsumen hanya diselesaikan melalui Musyawarah saja (diluar Pengadilan) belum ada kasus tersebut yang sampai ke jalur hukum (didalam Pengadilan).

B. Tanggung Jawab Produk Perusahaan Air Minum Tirta Sibayakindo Terhadap Keluhan yang dialami Konsumen.

Terhadap keluhan konsumen yang pernah terjadi pada Tirta Sibayakindo, konsumen kecewa dan bahkan meminta ganti kerugian baik kerugian materiil maupun imateriil yang diderita konsumen akibat memakai atau mengkonsumsi produk yang cacat yang diperdagangkan pelaku usaha.94

Bentuk pertanggung jawaban pihak Tirta Sibayakindo adalah bertanggung jawab dalam kerugian yang diderita oleh konsumen baik itu materiil maupun imateriil, tetapi sebelum mengganti kerugian tersebut Pihak Tirta Sibayakindo terlebih dahulu memastikan keluhan yang di ajukan konsumen tersebut. Pihak Tirta Sibayakindo akan terjun langsung ke lokasi untuk melihat dan memastikan produk tersebut mengalami kerusakan dan kecacatan. Apabila Produk tersebut benar mengalami kerusakan, maka Pihak Pelaku Usaha meminta maaf kepada

94


(52)

konsumen dan akan memberikan ganti rugi terhadap produk yang rusak tersebut baik secara materiil maupun imateriil.95

a. Mengedukasi konsumen untuk menghancurkan kemasan produk Air Minum Dalam Kemasan guna mencegah AMDK palsu.

Bentuk tanggung jawab Pihak PT. Tirta Sibayakindo terhadap produk yang dipasarkan adalah :

b. Penggantian Air Minum Dalam Kemasan yang sejenis. c. Memperbaharui kemasan AMDK.

d. Pemasangan Segel, Tanggal Kadaluarsa, Kode Produksi dalam Kemasan AMDK.

Bentuk nyata ganti rugi pihak PT. Tirta Sibayakindo yang dapat diberikan terhadap konsumen adalah :

a. Mengganti produk yang rusak atau cacat dengan produk yang baru dengan kemasan yang sejenis.

b. Mengganti uang yang telah dikeluarkan untuk membeli produk yang cacat tersebut.

c. Menanggung biaya pengobatan apabila ada konsumen yang mengalami sakit akibat mengkonsumsi AMDK yang rusak.

Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan :

“kewajiban pelaku usaha menyangkut tanggung jawab pelaku usaha air minum terhadap keluhan konsumen adalah pelaku usaha berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi air minum serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, kemudian pelaku usaha air minum menjamin mutu barang yang diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang, serta berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi, dan/ atau penggantian bila produk yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa “pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap”.


(53)

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa “tanggung jawab pelaku usaha meliputi tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan, tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran, dan tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen”.

Adanya produk barang dan/ atau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggung jawaban pelaku usaha. Hal ini berarti tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. Lebih lanjut dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa “ganti rugi yang diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang atau jasa yang sejenisnya atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan tertentu”.

Waktu pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi sesuai dengan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.96

Secara umum, lingkup tanggung jawab pembayaran ganti rugi yang dialami konsumen sebagai akibat penggunaan produk, baik yang berupa kerugian

Bentuk pertanggung jawaban yang sudah di berikan oleh Perusahaan terhadap produk yang mengalami kerusakan adalah mengganti produk tersebut dengan produk yang baru sesuai dengan produk yang dibelinya dan mengganti uang sesuai dengan yang dikeluarkan untuk membeli produk tersebut.

96


(54)

materi, fisik, maupun jiwa, dapat didasarkan pada beberapa ketentuan yang secara garis besarnya hanya dua kategori, yaitu tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian yang berdasarkan perbuatan melanggar hukum, yaitu :97

1. Tuntutan berdasarkan wanprestasi

Apabila tuntutan ganti kerugian berdasarkan wanprestasi, maka terlebih dahulu tergugat dengan penggugat terikat suatu perjanjian. Ganti kerugian didasarkan pada tidak terpenuhinya prestasi, baik secara keseluruhan ataupun sebagian. Dalam tanggung jawab berdasarkan wanprestasi, kewajiban membayar ganti kerugian tidak lain daripada akibat penerapan klausula dalam perjanjian, yang merupakan ketentuan hukum yang oleh kedua belah pihak secara sukarela tunduk berdasarkan perjanjiannya. Dengan demikian, bukan undang-undang yang menentukan apakah harus dibayar, melainkan kedua belah pihak yang mementukan syarat-syaratnya serta besarnya ganti kerugian yang harus dibayar, dan apa yang telah diperjanjikan tersebut, mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Tuntutan berdasarkan perbuatan melanggar hukum

Tuntutan ganti kerugian yang didasarkan pada perbuatan melanggar hukum tidak perlu didahului dengan perjanjian antara para pihak. Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar dapat menuntut ganti rugi adalah :

a. Perbuatan melanggar hukum

Perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan standar perilaku dalam masyarakat.

b. Kerugian

Ganti kerugian dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya meliputi pengembalian uang atau penggantian barang dan/jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan.

c. Hubungan sebab akibat

Hubungan sebab akibat merupakan pola barang siapa yang melanggar hukum, bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan itu.

d. Kesalahan

Dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian


(55)

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Kesalah memiliki 3 (tiga) unsur, yaitu :

a) Perbuatan yang dilakukan dapat disesalkan;

b) Perbuatan tersebut dapat diduga akibatnya, dimana dalam arti objektif sebagai manusia normal dapat menduga akibatnya dan dalam arti subjektif sebagai seorang ahli dapat menduga akibatnya; c) Dapat dipertanggungjawabkan : debitur dalam keadaan cakap. Tanggung jawab produk, barang dan jasa meletakkan beban tanggung jawab pembuktian produk itu kepada pelaku usaha pembuat produk itu. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur bahwa “pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam perkara ini, menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha”.98

Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum, tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat emptor (konsumen bertanggung jawab) telah ditinggalkan dan kini berlaku caveat venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).99

Dalam hukum tanggung jawab produk, pihak konsumen yang akan menuntut kompensasi pada dasarnya hanya perlu menunjukan 3 (tiga) hal, yaitu :100

1. Produk tersebut telah cacat pada waktu diserahkan oleh produsen;

98

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm.66. 99

Az. Nasution, Op.Cit., hlm.251. 100


(56)

2. Cacat tersebut telah menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian atau kecelakaan;

3. Adanya kerugian.

Namun, juga diakui secara umum bahwa pihak konsumen harus menunjukan bahwa pada waktu terjadinya kerugian, produk tersebut pada prinsipnya berada dalam keadaan seperti waktu diserahkan oleh produsen, artinya tidak ada modifikasi-modifikasi.

Ketentuan mengenai tanggung jawab produk juga ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu apabila Konsumen menderita kerugian dan ingin menuntut pihak produsen, maka konsumen tersebut akan menghadapi beberapa kendala yang akan menyulitkannya untuk memperoleh ganti rugi. Kesulitan tersebut adalah pihak konsumen harus membuktikan ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan kesalahan produsen, maka gugatan konsumen akan gagal. 101

Berdasarkan hal ini, maka produk barang dan jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggung jawaban pelaku usaha. Hal ini berarti tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang di alami konsumen. Berkaitan dengan tanggung jawab Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo terhadap keluhan Konsumen, jika ada produk yang rusak, maka belum sepenuhnya kerusakan produk tersebut dari pelaku usaha karena Perusahaan tidak akan pernah mengedarkan barang atau produk yang cacat ke masyarakat.


(57)

C. Mekanisme penyelesaian sengketa antara konsumen dengan Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo.

Seperti pada umumnya pendapat orang, sesuatu sengketa terjadiapabila terdapat perbedaan pandangan atau pendapat antara para pihak tertentutentang hal tertentu. Satu pihak merasa dirugikan hak-haknya oleh pihak lain,Oleh karena itu batasan sengketakonsumen adalah ”sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha (publik atau privat) tentang produk konsumen, barang dan/atau jasa konsumen tertentu”.102

Berbagai macam keluhan dari rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap produk tertentu dan pelayanan jasa yang tidak memadai atau mengecewakan dapat berkembang menjadi konflik yang dialami dalam hal ini adalah konsumen. Apabila konflik yang dialami oleh konsumen tersebut tidak dapat terselesaikan danperbedaan pendapat tersebut berkembang terus dan berkelanjutan akhirnya akan menjadi sengketa.103

Sengketa dalam pengertian sehari-hari dimaksudkan sebagai suatu keadaan dimana pihak-pihak yang melakukan upaya-upaya perniagaan mempunyai masalahyaitu menghendaki pihak lain untuk berbuat atau

102

Az. Nasution, Op.Cit., hlm. 221. 103

Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung : Nusa Media, 2010), hlm. 74.


(58)

tidakberbuat sesuatu tetapi pihak lainnya menolak atau tidak berlaku demikian.104

Sengketa dapat juga dimaksudkan sebagai adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak terganggu atau dilanggar.105

Adapun bentuk-bentuk kerugian yang dapat dialami konsumen adalah : Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dengan Surat Keputusan Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001,yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah ”sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa”.

106

1. Cacat tubuh (personal injury)

Adalah cacat fisik atau kerugian yang melekat pada diri konsumensebagai akibat mengkonsumsi suatu produk.

2. Cacat fisik (Injury to the Product Itself or Someother Property)

Adalah kerugian yang diderita akibat rusaknya produk atau tidakberfungsinya produk yang sudah dibeli dimana konsumen dirugikanatau dicelakakan akibat kerusakan atau kesalahan dari barang yangdiproduksi oleh pelaku usaha atau produsen.

3. Kerugian ekonomi (Pure Economic Loss)

Adalah kerugian yang langsung berkaitan dengan produk yangdibelinya yang muncul ketika produk itu tidak sesuai dengan tingkatperformance yang diharapkan.

104

Komar Kartaatmadja, Beberapa Masalah dalam Penerapan ADR di Indonesia, dalamProspek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2001),


(59)

Sengketa konsumen adalah sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen.107

1. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Lingkupnya mencakup semua segi hukum, baik keperdataan, pidana maupun tata usaha Negara.

Pihak konsumen yang bersengketa itu haruslah konsumen yang dimaksud dalam UUPK, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk tujuan komersial, Sedangkan produk yang disengketakan haruslah produk konsumen, artinya produk itumerupakan barang dan/atau jasa yang umumnya dipakai, digunakan ataudimanfaatkan bagi memenuhi kepentingan diri, keluarga, dan/atau rumah tangga konsumen.

Dalam Pasal 54 ayat (3) UUPK dikatakan bahwa putusan yang dijatuhkan majelis BPSK bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha dan menyelesaikan sengketanya di peradilan umum.

Dalam bagian ini sengketa konsumen yang dibahas dibatasi pada sengketa perdata. Masuknya suatu sengketa atau perkara ke depan pengadilan bukanlah karena kegiatan sang hakim, melainkan karena inisiatif dari pihak yang bersengketa dalam hal ini penggugat baik itu pelaku usaha ataupun konsumen. konsumen. Pengadilan yang memberikan pemecahan atas hukum perdata

107


(1)

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para pihak yang telah membantu selama pengerjaan skripsi ini sampai selesai, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Syafruddin S. Hasibuan, S.H., M.H., DFM., Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Sinta Uli Pulungan, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Muhammad Husni, S.H., MH., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan sabar dalam memberikan bimbingan, nasehat dan saran kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini. 9. Bapak Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II


(2)

bimbingan, nasehat dan saran kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

10. Bapak Mohammad Eka Putra, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis.

11. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama menjalani masa perkuliahan.

12. Para Staff Pegawai di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang ikut serta dalam proses pendidikan.

13. Teristimewa kepada Keluarga Tercinta, yaitu Ir.Wirnos (Ayah) dan Ernida (Ibu), dan Fariz Hafizhan (Adik) yang telah memberikan dukungan, semangat, doa dan segalanya kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.

14. Kepada seluruh pegawai PT. Tirta Sibayakindo Berastagi yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15. Kepada teman-teman kelompok Klinis Pidana, Klinis Perdata dan Klinis PTUN atas kebersamaanya.

16. Kepada Sahabat Penulis sejak SMA sampai sekarang : Nasrini Mandosari, Astari Yuni, Syarah Ermayanti, Nafirah Yumni, Terimakasih atas Kebersamaannya.

17. Kepada teman-teman Stambuk 2011 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya kepada Vincent Franklin, Nurul Huda


(3)

Pangaribuan, Gracia Febriyanti, Debby Agustin, Suwito Sitorus, Fadhel Muhammad, Meilany Silitonga, Reni Anggraini, Samitha Andimas, Algrant, Isaac Sahala, Desita Natalia, Dheo Michael, Yogi Ar-Chaniago, Imam Barqah, Marshal Sianturi, Yudha Kirana, Thomas, Helbert, Yudifri,, Richard, Deny, Timothy, Kak Netty, Kak Wanda, Kak Nanda yang telah banyak membantu penulis dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

18. Kepada adik kelas penulis yaitu Nadya Putri Karoza, Nanda Lucya, Yunita Octavia, Luthfiya Nazla, Christina Sitorus, Chris Agave, Wkyhee, Yahya Ziqrayang telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

19. Dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas doa dan dukungan kepada penulis.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan.Bila ada kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua masyarakat yang membaca dan membutuhkannya.Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, April 2016 Penulis,


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAK ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10

D. Metode Penelitian ... 11

E. Keaslian Penulisan ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 20

A. Pengaturan Perlindungan Konsumen di Indonesia ... 20

1. Pengertian Perlindungan Konsumen ... 22

2. Asas Perlindungan Konsumen……….... 23

3. Tujuan Perlindungan Konsumen……… 26

B. Prinsip-Prinsip dan Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha ... 27

1. Prinsip-Prinsip Perlindungan Konsumen……….. 28

2. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab ... 31

3. Pertanggung Jawaban Pelaku Usaha………. 35

BAB III HUBUNGAN ANTARA PELAKU USAHA DAN KONSUMEN SERTA PROFIL PERUSAHAAN AIR MINUM………… .. 40

A. Hubungan Transaksi Pelaku Usaha dengan Konsumen……. 40

1. Pengertian Konsumen,Hak dan Kewajibannya………... 41

2. Pengertian Pelaku Usaha, Hak dan Kewajibannya…….. 51

3. Pengertian Transaksi Konsumen……….. 57

4. Tahapan Transaksi Konsumen………. 58

5. Bentuk-Bentuk Transaksi Konsumen……….. 61

B. Profil Perusahaan Air Minum Tirta Sibayakindo ... 63

1. Sejarah Perusahaan ... 63

2. Struktur Organisasi ……….. 73

3. Tugas dan Tanggung Jawab Jabatan……… 74

BAB IV TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN AIR MINUM TERHADAP KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN……… ... 77

A. Pengaturan Terkait Keluhan yang di alami konsumen pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo……… 77


(5)

B. Tanggung Jawab Produk Perusahaan Air Minum Tirta Siba

yakindo Terhadap Keluhan yang di alami Konsumen……... 87

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa antara Konsumen dengan Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo……….. 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

A. Surat Riset dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara B. Surat Riset pada PT. Tirta Sibayakindo Berastagi


(6)

ABSTRAK Wirda Rizky Lestari *)

M.Husni **) Dedi Harianto ***)

Salah satu kebutuhan manusia adalah Air sebagai kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Air merupakan sarana yang sangat vital bagi kelangsungan hidup, baik itu manusia, binatang maupun tumbuhan. Kebutuhan air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi semakin meningkat setiap harinya, sedangkan ketersediaan air layak diminum yang berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Permasalahan yang dibahas yakni Bagaimana Pengaturan Terkait keluhan yang dialami konsumen Pada Perusahaan Air Minum PT. Tirta Sibayakindo, Tanggung Jawab Produk Perusahaan Air Minum PT. Tirta Sibayakindo terhadap keluhan yang dialami konsumen, danMekanisme Penyelesaian Sengketa antara konsumen dengan Perusahaan Air Minum PT. Tirta Sibayakindo.

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Studi kasus skripsi ini dilakukan di Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi yaitu Perusahaan yang bergerak di bidang Air Minum. Penelitian dilaksanakan guna melengkapi penyelesaian skripsi ini.

Kesimpulannya Pengaturan keluhan yang di alami konsumen pada air minum dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pada Pasal 4, Pasal 8 ayat (3), Pasal 19, Pasal 23 dan Pasal 27 UUPK, Pasal 1505, 1507 dan 1508 KUH Perdata, lalu diatur dalam Pada Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Bentuk nyata ganti rugi Pihak Tirta Sibayakindo yang dapat diberikan terhadap konsumen adalah Mengganti produk yang cacat dengan produk yang baru dengan kemasan yang sejenis, Mengganti uang yang telah dikeluarkan untuk membeli produk yang cacat tersebut, Menanggung biaya pengobatan apabila ada konsumen yang mengalami sakit akibat AMDK yang rusak. Penyelesaian sengketanya, berdasarkan data dari Perusahaan PT. Tirta sibayakindo dan BPSK Kota Medan menyatakan bahwa hingga saat ini penyelesaian sengketa diselesaikan secara mediasi (bermusyawarah) dan belum ada kasus yang masuk sampai ke proses pengadilan mengenai keluhan konsumen yang terjadi di Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo.

Kata Kunci : Tanggung jawab perusahaan, Konsumen, Perlindungan Konsumen

*)

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**)

Dosen Pembimbing I

***)


Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Tanggung Jawab Media Penyiar Iklan Terhadap Konsumen Sesuai Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

0 0 126

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 11

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 1

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 19

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 19

Tanggung Jawab Perusahaan Air Minum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Perusahaan PT. Tirta Sibayakindo Berastagi)

0 0 3

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN - Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 1 33

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ATAS DISTRIBUSI AIR PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA PANGKALPINANG DI TINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 14

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB PT POS INDONESIA CABANG SEMARANG TERHADAP KONSUMEN POS EXPRESS DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI

0 1 9