Dinamika Sumberdaya Ikan Karang

5 PEMBAHASAN

5.1 Dinamika Sumberdaya Ikan Karang

Survei visual sensus ikan karang dilakukan pada tahun 2005 di 34 lokasi pengamatan, sedangkan pada tahun 2006, 2007, dan 2009 masing-masing dilakukan di 43 lokasi pengamatan tersebar di perairan Taman Nasional Karimunjawa, selama periode tersebut teridentifikasi sebanyak 385 spesies dari 115 genus dan 40 Famili. Survei hasil tangkapan nelayan pada tahun 2010 dan 2011 teridentifikasi sebanyak 137 spesies dari 68 genus dan 32 famili. Berdasarkan survei sensus visual ikan karang dan hasil tangkapan nelayan ditemukan 74 spesies dari 35 genus dan 20 famili, 3 spesies diantaranya merupakan ikan non komersial yaitu Chelmon rostratus, Hemigymnus melapterus, dan Abudefduf sexfasciatus dan ketiga jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomi yang rendah dengan harga Rp1000 hingga 2000 per kilogram. Biomassa ikan karang tertinggi pada tahun 2005, 2006, dan 2007 adalah ikan ekor kuning Caesio cuning dari Famili Caesionidae masing-masing sebesar 3797,358 kg ha -1 , 4181,666 kg ha -1 , 3310,204 kg ha -1 , sedangkan pada tahun 2009 adalah ikan todak Tylosaurus crocodiles dari Famili Belonidae sebesar 1400,219 kg ha -1 dan ekor kuning sebesar 999,896 kg ha -1 . Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan biomassa ikan ekor kuning dari tahun ke tahun. Ikan ekor kuning merupakan ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang yang paling banyak dimanfaatkan oleh nelayan di Taman Nasional Karimunjawa yakni sebesar 79 Gambar 10. Terdapat 15 spesies dari 74 spesies ikan karang terjadi penurunan biomassa ikan antar tahun pengamatan yaitu Abudefduf sexfasciatus, Caesio cuning, Cheilinus trilobatus, Chelmon rostratus, Chlorurus bowersi, Lutjanus carponotatus, Lutjanus decussatus, Plectropomus areolatus, Plectropomus oligacanthus, Pomacanthus sextriatus, Scarus ghobban, Scarus niger, Scarus rivulatus, Scolopsis margaritifer, dan Siganus virgatus, 2 spesies dari 74 spesies ikan karang terjadi peningkatan biomassa antar tahun pengamatan yaitu ikan 51 napoleon Cheilinus undulatus dan ikan payus Elagatis bipinnulatus dan 57 spesies lainnya terjadi fluktuasi antar tahun pengamatan. Ikan napoleon Cheilinus undulatus dari Famili Labridae merupakan salah satu ikan yang mengalami peningkatan biomassa dan termasuk dalam status spesies rentan vulnerable species pada tahun 1996 Sadovy et al, 2004, statusnya meningkat jadi spesies terancam punah endangered species pada tahun 2011 yang dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources – Redlist of threatened species IUCN Redlist of thereatened species IUCN, 2011 dan resmi masuk dalam daftar Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora CITES Appendiks II dapat diperdagangkan tetapi dengan kontrol yang ketat pada the conference of the parties CoP 13 di Bangkok pada tahun 2004 http:www.cites.orgengappindex.php . Ikan napoleon dan ikan kerapu dari Famili Serranidae seperti Cromileptis altivelis, Plectropomus areolatus, P. maculatus, P. leopardus, dan Epinephelus fuscoguttatus merupakan komoditas utama perdagangan internasional ikan karang hidup. Semakin ketatnya regulasi perdagangan ikan karang hidup di Indonesia, maka sejak tahun 2007 pihak pengelola Taman Nasional Karimunjawa sering melakukan pemeriksaan terhadap keramba-keramba yang ada. Hal ini berdampak terhadap menurunnya minat pedagang lokal untuk membeli atau menampung ikan napoleon dan menurunkan minat nelayan untuk menangkap ikan tersebut sehingga populasi di alam dapat pulih kembali. Berdasarkan nilai indeks musim penangkapan IMP dan consecutive seasonal index CSI jenis ikan diketahui bahwa puncak musim penangkapan ikan berbeda-beda. Ikan yang ada di karimunjawa diduga bersifat musiman, terdapat tiga jenis ikan yang memiliki musim terpanjang yaitu Caesio cuning, Epinephelus ongus dan Scarus prasiognathos dan musim penangkapan dengan rata-rata IMP tertinggi terjadi pada Bulan November sebanyak sembilan jenis ikan, sedangkan jumlah spesies ikan terendah terjadi pada Bulan September hanya satu jenis ikan. Hal itu menunjukkan bahwa pada Bulan November merupakan waktu terjadinya panen ikan dan pada Bulan September merupakan waktu paceklik. Menurut Kartawijaya et al. 2010 terjadi puncak pemijahan ikan jenis kerapu pada Bulan 52 Oktober dan hasil tangkapan ikan kerapu ditemukan pada kondisi matang gonad khususnya pada jenis Plectropomus oligacanthus dan Plectropomus areolatus. Waktu terbaik nelayan melakukan penangkapan ikan kerapu yaitu pada tujuh hari sebelum dan sesudah bulan baru new moon sehingga meningkatkan hasil tangkapan pada bulan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian lain mengenai musim penangkapan ikan yang dilakukan oleh Yanuar et al. 2008 menyatakan bahwa terdapat empat jenis ikan yang merupakan komoditi utama nelayan Karimunjawa yaitu teri Stolephorus sp , tongkol Auxis thazard, tenggiri Scomberomerus sp, dan ekor kuning Caesio cuning. Musim penangkapan ikan ekor kuning terjadi selama enam bulan yaitu pada Bulan Februari, Maret, April, Mei, September, dan Oktober. Musim penangkapan ikan ekor kuning pada penelitian ini terjadi empat kali musim yaitu pada Bulan Januari, Mei, Juli, dan Oktober hingga November. Secara umum terdapat perbedaan waktu musim penangkapan, hal ini disebabkan oleh perbedaan rentang waktu pada kedua penelitian yang cukup panjang 5 tahun sehingga berpengaruh pada perubahan komposisi dan jumlah alat tangkap yang beroperasi khususnya alat tangkap muroami. Jumlah alat tangkap muroami yang beroperasi pada tahun 2001, 2002, 2003, 2004 dan 2005 masing-masing sebanyak 2 unit, 11 unit, 18 unit, 26 unit, dan 38 unit PPP Karimunjawa 2006 dalam Irnawati 2008, sedangkan pada periode penelitian ini jumlah alat tangkap yang beroperasi pada tahun 2010 sebanyak 3 unit dan tahun 2011 terdapat 1 unit. Peningkatan dan penurunan populasi ikan dipengaruhi oleh faktor natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi. Sebagaimana populasi, produktivitas stok ikan di suatu wilayah perikanan juga bersifat dinamis ditentukan oleh pertumbuhan, mortalitas dan rekrutmen Appeldoorn 1996, bertambahnya stok ikan dipengaruhi oleh adanya pertumbuhan dan rekrutmen dan berkurangnya stok ikan dipengaruhi oleh mortalitas alami M dan mortalitas penangkapan F. Perhitungan mortalitas alami pada penelitian ini menggunkan rumus emperis Pauly 1980. Mortalitas penangkapan didapat dari persamaan tingkat eksploitasi E=0,5 dan 0,1. Pada saat E=0,5 maka mortalitas penangkapan sama dengan mortalitas alami, dan diduga melebihi perkiraan MSY dan pada kenyataannya E optimum terjadi pada E mendekati 0,2 dimana mortalitas 53 penangkapan sekitar 13 dari mortalitas alami Beddington and Cooke 1983; Samoilys 1997. Penelitian ini membandingkan dua nilai tingkat eksploitasi yang diusulkan oleh Samoilys 1997 yaitu E=0,5 mewakili tingkat eksploitasi tinggi dan E=0,1 mewakili tingkat eksploitasi rendah. Rata-rata nilai mortalitas penangkapan E=0,1 lebih rendah dibandingkan dengan nilai mortalitas alami dan mortalitas penangkapan E=0,5. Sebaran nilai M, F E=0,5, dan FE=0,1 disajikan pada Gambar 24. Da ta F E=0,1 F E=0,5 M 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Gambar 24 Sebaran nilai M, F E=0,5 dan F E=0,1 sumberdaya ikan karang. Berdasarkan box plot diatas menunjukkan bahwa pada nilai E=0,5 maka nilai mortalitas penangkapan F sama dengan nilai mortalitas alami M menyebar dengan nilai pemusatan 0,68 Q1=0,45 dan Q3=1,04 dengan kurva sebaran miring ke kiri dan pada E=0,1 maka nilai F menyebar dengan nilai pemusatan 0,08 Q1=0,002 dan Q3=0,116 dengan kurva sebaran miring ke kiri. Semakin tinggi nilai total penangkapan Z=F+M mengindikasikan tingginya upaya penangkapan karena F=q.f dimana f adalah upaya trip dan q adalah koefisien daya tangkap. Tingkat pemanfaatan lestari MSY pada masing-masing ikan karang yang dibandingkan dengan biomassa ikan karang pada kondisi tingkat eksploitasi tinggi disajikan pada Gambar 25. Hasil analisis regresi dan korelasi antara biomassa dan MSY ditemukan adanya hubungan erat antara keduanya, 54 ditunjukkan oleh nilai korelasi sebesar 0,985 atau mendekati 1. Koefisien determinasi R 2 adalah 0,969 berarti 96,9 keragaman biomassa ikan karang mampu dijelaskan oleh MSY sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Persamaan linear pada perbandingan tersebut menunjukkan bahwa nilai MSY pada tingkat eksploitasi tinggi berdasarkan data biomassa ikan karang dapat didekati dengan persamaan y = 0,724x + 10,15 dimana y = maximum sustainable yield kg ha -1 dan x = biomassa ikan karang kg ha -1 . Gambar 25 Hubungan linear MSY dan biomassa masing-masing jenis ikan karang pada kondisi tingkat eksploitasi tinggi E=0,5. Tingkat pemanfaatan lestari MSY pada masing-masing ikan karang yang dibandingkan dengan biomassa ikan karang pada kondisi tingkat eksploitasi rendah disajikan pada Gambar 26. Hasil analisis regresi dan korelasi antara biomassa dan MSY ditemukan adanya hubungan erat antara keduanya, ditunjukkan oleh nilai korelasi sebesar 0,984 atau mendekati 1. Koefisien determinasi R 2 adalah 0,969 berarti 96,9 keragaman biomassa ikan karang mampu dijelaskan oleh MSY sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Persamaan linear pada perbandingan tersebut menunjukkan bahwa nilai MSY pada tingkat eksploitasi rendah berdasarkan data biomassa ikan karang dapat didekati dengan persamaan y = 0,383x + 5,375 dimana y = maximum sustainable yield kg ha -1 dan x = biomassa ikan karang kg ha -1 . Sehingga pada kondisi terbatasnya data hasil tangkapan ikan karang maka dapat menggunakan data y = 0.724x + 10.15 R² = 0.969 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 MSY k g ha -1 Biomassa kg ha -1 55 biomassa ikan karang untuk menghitung MSY dengan menggunakan masing- masing pendekatan pada persamaan tersebut. Gambar 26 Hubungan linier MSY dan biomassa masing-masing jenis ikan karang pada kondisi tingkat eksploitasi rendah E=0,1. Berdasarkan hasil penelitian lain mengenai hubungan tingkat pemanfaatan lestari dan biomassa ikan karang yang dilakukan oleh Yulianto 2010, menyatakan bahwa kurva hubungan linier antara MSY dan biomassa ikan karang menghasilkan persamaan y = 0,6084x + 0,1412 dimana y = MSY kg ha -1 dan x = biomassa kg ha -1 . Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herdiana 2012, menyatakan bahwa jumlah tangkapan lestari dan jumlah stok ikan karang menghasilkan persamaan y = 0,652x – 6248 dimana y = MSY ind. dan x = jumlah stok ind.. Nilai yang dihasilkan pada kedua penelitian di atas berada pada kisaran nilai pada penelitian ini yaitu pada skenario kondisi tingkat eksploitasi rendah hingga tinggi bahkan mendekati kondisi tingkat eksploitasi tinggi, hal ini disebabkan perbedaan parameter yang digunakan dalam menghitung aktual maximum sustainalbe yield MSY. Hasil analisis regresi dan korelasi antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan, ditemukan adanya hubungan erat antara keduanya, ditunjukkan oleh nilai korelasi sebesar 0,961 atau mendekati 1. Koefisien determinasi R 2 adalah 0,923 berarti 92,3 keragaman upaya penangkapan mampu dijelaskan oleh hasil y = 0.383x + 5.375 R² = 0.969 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 MSY k g ha -1 Biomassa kg ha -1 56 tangkapan sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain, disajikan pada Gambar 27. Gambar 27 Hubungan linier antara hasil tangkapan kg dan upaya penangkapan trip. Berdasarkan hasil analisis MSY Gambar 7 dan potensi hasil tangkapan potential yields, yang disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa potensi hasil tangkapan pada tahun 2009 berada pada rentang 329,55 ton tahun -1 hingga 2965,94 ton tahun -1 dan berdasarkan pengambilan data contoh sampling total hasil tangkapan pada tahun 2010 sebesar 48248,63 kg atau 48,25 ton dan pada tahun 2011 sebesar 20874,40 atau 20,87 ton Gambar 11, artinya total hasil tangkapan sampling belum menjelaskan produktivitas sesungguhnya dan jauh dibawah tingkat pemanfaatan lestari MSY, hal ini diduga disebabkan oleh kecilnya sampling yang dilakukan atau rendahnya upaya penangkapan pada tahun tersebut. Jika ada penambahan upaya penangkapan sebesar satu satuan maka hasil tangkapan akan meningkat sebesar 411,6 kg Gambar 27, tetapi kita tidak bisa langsung merekomendasikan penambahan upaya penangkapan. Berdasarkan alasan pendekatan kehati-hatian precautionary approach maka hasil perhitungan MSY yang dikembangkan oleh Garcia et al. 1989 diduga berada pada kondisi nilai yang tinggi overestimate sehingga dalam perhitungan MSY perlu mempertimbangkan luasan karang berdasarkan tipe habitat setiap jenis ikan, variabilitas waktu dan spasial, dan meminimalisasi bias pada saat pengambilan y = 304.9x + 106.7 R² = 0.923 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Hasil tangkapan kg Upaya penangkapan trip 57 data ikan karang dengan menggunakan metode underwater visual census. Hal terbaik yang perlu dilakukan dalam pengelolaan perikanan adalah penutupan daerah larang ambil, penutupan secara periodik periodic closure, pembatasan terhadap jenis ikan dan ukuran, pengaturan alat tangkap tertentu specific gear restriction , dan pembatasan upaya penangkapan McClanahan and Cinner 2012 serta penegakan hukum terhadap armadaalat tangkap yang tidak sesuai izin penangkapan ikan. Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang bersifat dinamis, terjadi hubungan langsung maupun tidak langsung antara upaya penangkapan effort dengan hasil tangkapan catch. Bertambah atau berkurangnya effort pada suatu wilayah perikanan akan bergerak dinamis mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi pada sumberdaya alam dan faktor ekternal lainnya. Ada hubungan timbal balik antara biomassa ikan dan upaya penangkapan effort sepanjang waktu. Biomassa ikan dan effort memiliki sifat keseimbangan stable focus dimana keseimbangan sistem akan dicapai melalui penyesuaian antara effort dan biomassa, artinya bahwa peningkatan biomassa hanya bisa dicapai jika effort dikurangi Fauzi dan Anna 2008.

5.2 Dinamika Upaya Penangkapan