Penampilan seorang perawat yang tulus tercermin dari sikapnya yang sederhana, mau mendengarkan keluhan-keluhan pasien tanpa maksud untuk
melecehkannya. Kemampuan perawat dengan memberikan pelayanan yang baik, dan menciptakan komunikasi yang menyenangkan terhadap pasien merupakan faktor
penyebab kepuasan yang akan dirasakan oleh pasien dan mendorong untuk mempercepat kesembuhan. Kepuasan pasien ini dapat tercipta dengan caring perawat
yang baik, yang penuh perhatian, persahabatan, empati dan simpati Dwidiyanti, 2007.
Untuk mewujudkan terlaksananya komunikasi terapeutik secara efektif diperlukan adanya kemauan dan kesadaran diri yang tinggi dari perawat.
Perawat harus mampu menciptakan kondisi yang dapat menimbulkan adanya rasa percaya klien terhadap perawat, klien merasa diperhatikan: diterima, merasa aman,
nyaman, merasa diikutsertakan dalam setiap tindakan yang akan dilakukan untuknya, pelayanan yang diberikan perawat dirasakan tulus, tidak dengan paksaan, informasi
yang dibutuhkan klien harus jelas, klien merasa perawat dapat membantu mengurangi hal-hal yang mengganggu pikirannya dalam menghadapi penyakitnya dan tanpa
memandang siapa klien tersebut sehingga klien merasa puas Purba, 2003.
5.4. Pengaruh Isi Informasi terhadap Kepatuhan Berobat
Kepmenkes No. 1239 Tahun 2001 tentang registrasi dan praktik keperawatan dalam Pasal 16 menyatakan bahwa dalam melaksanakan kewenangannya perawat
berkewajiban untuk memberi informasi kepada pasien terkait proses penyakit dan
pengobatannya. Kemudian diperkuat dengan UU No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dalam Pasal 4, bahwa hak-hak konsumen dalam hal ini
pasien terdiri dari: hak atas kenyamanan, keamanan dan kesehatan, hak memilih, hak atas informasi, hak didengar, hak mendapat advokasi dan upaya perlindungan
konsumen, hak atas pelayananperlakukan yang tidak diskriminatif, hak mendapat ganti rugi, dan lain-lain. Selanjutnya dalam Pasal 55 disebutkan bahwa salah satu
kewajiban konsumen pasien adalah membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur.
Isi informasi dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang harus disampaikan oleh perawat kepada penderita TB paru BTA + yang datang berobat ke
RSUD Sidikalang. Informasi tersebut antara lain tentang penyebab TB paru, cara pencegahan penularan TB, program pengobatan tujuan pengobatan, jadwal
pengambilan obat, jenis obat, cara minum obat, lamanya mengkonsumsi obat, dosis obat, efek samping obat, akibat bila tidak makan obat, jadwal pemeriksaan sputum
ulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 53 responden yang menyatakan isi
informasi baik sebanyak 45 orang 84,9 dan sebanyak 8 orang 15,1 menyatakan isi informasi kurang baik. Kemudian dari 45 responden yang menyatakan
isi informasi baik terdapat sebanyak 38 orang 84,4 patuh berobat, selebihnya tidak patuh berobat yaitu 7 orang 15,6. Hal ini menunjukkan bahwa isi informasi yang
disampaikan oleh perawat penting dalam meningkatkan kepatuhan berobat penderita TB paru.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Bart 1994 yang menyatakan bahwa salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah pemberian informasi,
pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. Dalam hal ini pemberian informasi yang jelas
tentang penggunaan obat secara benar dan proses pengobatan yang harus dijalani penderita TB paru, sehingga penderita dapat paham dan akhirnya patuh terhadap
anjuran pengobatan Niven, 2002. Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat 8 responden 15,1 yang
menyatakan bahwa isi informasi yang disampaikan oleh perawat kurang baik, dan ini berdampak secara langsung terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru, dimana
dari 8 responden yang menyatakan isi informasi kurang baik terdapat 6 orang 75 tidak patuh berobat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena masih kurangnya
sumber-sumber informasi yang dimiliki oleh perawat dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien, seperti buku-buku tentang pengelolaan TB paru dan
kurangnya kemampuan perawat dalam menyusun isipesan agar mudah dipahami dan tepat sasaran.
Selain itu, dalam berkomunikasi dengan pasien, pesan yang disampaikan kadang disalahtafsirkan, terutama ketika menjelaskan tujuan terapi, dan kondisi klien.
Seorang perawat yang menyampaikan pesan dengan kata-kata yang tidak dimengerti dan penyampaian yang terlalu cepat akan mempengaruhi penerimaan pasien terhadap
pesan yang diberikan Mundakir, 2006.
Hasil penelitian juga menunjukkan dari 45 responden yang menyatakan isi informasi baik, 7 responden 15,6 tidak patuh berobat, dan dari 8 responden yang
menyatakan isi informasi kurang baik, 2 responden 25 patuh berobat. Berarti walaupun telah dilakukan pemberian informasi yang baik kepada penderita TB paru
tidak serta merta menyebabkan kepatuhan, dan pemberian informasi yang kurang baik kepada penderita, masih dapat menimbulkan sikap patuh berobat pada penderita,
hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor karakteristik responden, seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, lama menderita penyakit dan lama menjalani pengobatan,
serta dukungan keluarga. Hasil uji chi-square menunjukkan secara statistik variabel isi informasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru p = 0,000, dan hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel isi informasi
yang paling dominan memengaruhi kepatuhan berobat penderita TB paru rawat jalan di RSUD Sidikalang Kabupaten Dairi dengan nilai p = 0,008, dimana nilai p tersebut
paling kecil dari variabel lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik informasi yang disampaikan oleh perawat akan semakin meningkatkan kepatuhan
berobat penderita TB paru, maka akan semakin besar kemungkinan penderita TB paru berhasil dalam pengelolaan penyakitnya sehingga dapat meningkatkan
produktivitasnya. Menurut Niven 2002, kualitas interaksi antara petugas kesehatan dan pasien
merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Meningkatnya interaksi petugas kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk
memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis, dimana pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya, apa
penyebabnya dan apa yang mereka lakukan dengan kondisi tersebut. 5.5.
Pengaruh Teknik Komunikasi terhadap Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Rawat Jalan RSUD Sidikalang Kabupaten Dairi
Teknik komunikasi dalam penelitian ini adalah teknik yang dilakukan oleh perawat selama penyampaian informasi kepada penderita TB paru yang datang
berobat ke RSUD Sidikalang agar komunikasi berjalan dengan lancar dan efektif. Tujuan dalam teknik komunikasi adalah dalam rangka memperoleh hasil atau
efek yang sebesar-besarnya, sifatnya tahan lama bahkan kalau mungkin bersifat abadi. Jika suatu komunikasi berhasil mengubah perilaku kepercayaan dan sikap
seseorang, maka perubahan tersebut diharapkan dapat benar-benar langgeng atau dapat tahan lama Widjaja, 2000.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 37 responden yang menyatakan teknik komunikasi perawat baik, sebanyak 32 orang 86,5 patuh berobat dan
sebanyak 5 orang 13,5 tidak patuh berobat. Kemudian, dari 16 responden yang menyatakan teknik komunikasi perawat kurang baik, sebanyak 8 responden 50,0
patuh berobat dan 8 responden 50,0 tidak patuh berobat. Hal ini menunjukkan bahwa teknik komunikasi yang dilakukan oleh perawat cukup efektif dalam
memberikan pemahaman kepada penderita TB paru sehingga penderita TB paru patuh berobat.
Menurut Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003, proses dalam penyampaian informasi sampai dapat dipahami oleh seseorang tergantung pada
kemahiran intelektualnya. Untuk menangkap rangsangan atau stimulus dari orang lain sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari orang yang bersangkutan. Faktor
karakteristik seseorang digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena
adanya ciri-ciri individu yang berbeda-beda. Oleh sebab itu dalam memberikan informasi hendaknya dilakukan dengan memperhatikan kondisi penerima informasi
dan teknik penyampaian informasi itu sendiri. Hasil uji chi-square menunjukkan secara statistik variabel teknik komunikasi
mempunyai pengaruh signifikan terhadap kepatuhan berobat penderita TB paru p = 0,005. Hal ini mengindikasikan bahwa teknik dan media informasi digunakan dalam
penyampaian informasi serta merta akan meningkatkan pemahaman penderita TB paru tentang penyakit dan prosedur pengobatannya sehingga patuh berobat, hal ini
kemungkinan disebabkan karena teknik atau metode yang digunakan oleh perawat bervariasi sehingga cukup menarik perhatian, juga mungkin perawat tidak terlalu
mendominasi selama pembicaraan berlangsung sehingga pasien cukup mendapat kesempatan untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya. Selain itu, informasi
yang disampaikan perawat melalui media cukup jelas sehingga pasien tidak mengalami salah tafsir terhadap informasi yang tertera pada media.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ley dan Spelman dalam Niven 2002 yang menyatakan bahwa tak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah pesan tentang
intstruksi yang diberikan kepadanya. Ley dan Spelman menemukan bahwa lebih dari 60 yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang
instruksi yang diberikan pada mereka. Sedangkan menurut Sarwono 2007, hal-hal yang dapat menghambat
komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien adalah penggunaan simbol istilah-istilah medis atau ilmiah yang diartikan secara berbeda atau sama sekali tidak
dimengerti oleh pasien; dan pseudo komunikasi tetap berkomunikasi dengan lancar padahal sebenarnya pasien tidak sepenuhnya mengerti atau mempunyai persepsi yang
berbeda tentang apa yang dibicarakan. Seringkali petugas kesehatan memberikan terlalu banyak informasi dan berbicara dengan gaya paternalistik dan merendahkan
pasien, terutama jika si pasien berasal dari tingkat sosialpendidikan yang rendah. Hal-hal ini dapat menimbulkan kerancuan dalam proses komunikasi sehingga pesan
yang disampaikan oleh kedua belah pihak tidak dapat mencapai sasaran seperti yang diharapkan.
Menurut Depkes RI 1999, dalam melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit PKMRS dapat menggunakan metode yang beragam,
seperti ceramah dan konseling serta menggunakan media penyuluhan seperti poster, leaflet, videofilm, dan lain-lain. Metode dan media yang beragam diharapkan dapat
lebih meningkatkan pemahaman sasaran terhadap informasi yang disampaikan. Selain itu, perawat harus berusaha mengerti pasien dengan cara mendengarkan
apa yang disampaikan pasien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi, dengan mendengar perawat mengetahui perasaan pasien. Beri kesempatan lebih
banyak pada pasien untuk berbicara dan menguraikan persepsinya. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Apabila perawat ingin mengerti pasien, maka perawat
harus melihat segala sesuatunya dari perspektif. Pasien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Refleksi menganjurkan pasien untuk
mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri, dengan demikian perawat mengidentifikasi bahwa pendapat klien adalah
berharga dan pasien mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya, untuk membuat keputusan, dan memikirkan dirinya sendiri Morrison, 2009.
Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu memberikan contoh yang kongkret dan mudah dimengerti pasien. Metode ini bertujuan untuk membatasi
bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutuskan pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang
baru. Perawat perlu memberikan umpan balik kepada pasien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan dapat diterima dengan
benar Meidiana, 2008. Selanjutnya, berdasarkan hasil uji regresi logistik ternyata teknik komunikasi
memengaruhi kepatuhan berobat dimana nilai p = 0,009. Besar pengaruh teknik komunikasi dapat dilihat dari nilai Exp B dimana dari hasil terlihat bahwa jika
teknik komunikasi baik maka peluang responden untuk patuh berobat 34,483 kali dibandingkan jika teknik komunikasi kurang atau tidak baik.
Menurut Graef 1996, teknik komunikasi merupakan faktor penting dalam penyampaian pesan. Berbagai metode dan teknik komunikasi dapat dilakukan untuk
menyampaikan pesan agar mudah diterima oleh sasaran. Komunikator dalam hal ini adalah perawat dapat menggunakan media sebagai alat bantu penyampaian pesan
untuk menghindari salah persepsi. Teknik komunikasi menjadi penting karena komunikan dalam hal ini adalah penderita TB paru akan merasa tertarik dengan
informasi yang diberikan apabila didukung dengan teknik komunikasi yang baik dan bervariasi. Jika penderita TB paru sudah merasa tertarik terhadap informasi, harapan
selanjutnya adalah akan timbul keinginan untuk mencoba melakukan seperti yang disampaikan oleh petugas kesehatan. Setelah mencoba dan dirasa bermanfaat,
penderita akan memutuskan untuk merubah perilakunya, yaitu patuh dalam menjalankan pengobatan.
5.6. Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kepatuhan Berobat