Komersialisasi Pesta Pernikahan dan Identitas Status Sosial Ekonomi Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun
LAMPIRAN FOTO
Gambar 2: menunjukkan perubahan pakain pernikahan pada upacara pernikahan Etnis Jawa dusun Purwosari Bawah. Pada saat ini pakain pernikahan telah mengikuti gaya pakain pernikahan barat
(2)
Gambar 3 : merupakan papan bunga, yang merupakan fenomena baru dalam pernkahan etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah, semakin banyak papan bunga yang dipajang, maka semakin tinggi pula status sosial yang dimiliki penyelenggara pesta pernikahan
Gambar 4 : merupakan gambar keyboard gondang dalam pesta pernikahan. Hharga untuk keyboar gondang yaitu 1,8 juta. Keyboard gondang, merupakan hiburan yang berasal dari kebudayaan batak. Dimainkan hiburan keyboard
(3)
Gambar 5 : adalah makanan yang dipersiapkan dalam pesta perkawinan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah
Gambar 6 : merupakan bentuk sumbangan uang yang diberikan oleh para tamu kepada penyelenggara pesta pernikahan.
(4)
Gambar 7 : adalah gambar saat masyarakat menyaksikan keyboard gondang pada malam hari.
Gambar 8: catatan orang pesta mengenai daftar orang yang member sumbangan
(5)
Gambar 9 : suasana saat para tamu undangan duduk bersantai menikmati pesta pernikahan
(6)
Tabel1
Perbedaan Konsumsi Simbol Sebelum Penyelenggaraan Pesta kategori sebelum
pernikahan Rendah Menengah Tinggi
Uang seserahan < 1 juta 1-5 juta >5 juta Perlengkapan rumah tangga < 1 juta 1-5 juta >5 juta
Undangan 300 orang 300-600 orang > 1000 0rang
harga Undangan 5 00 500-1000 2000
(sumber: wawancara dengan penyelenggara pesta dan penjual perlengkapan pernikahan)
Tabel2
Perbedaan Konsumsi Simbol pada saat Penyelenggaraan Pesta Kategori saat
pernikahan Rendah Menengah Tinggi
Tratak 1,5 juta 2,5 juta 3 juta
Pelaminan 1,3 juta 2, 1 juta 7 juta Hiburan < 1 juta 1- 2 juta > 2 juta Papan bunga --- 1 buah > 1 buah Paket foto 125 ribu 600 ribu > 1 juta
(7)
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. 2008. Metodologi penelitian Sosial. Medan: Fisip Usu Pers Buku Cetak
Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia
Bungin, Burhan.2007.Penelitian Kualitatif. Jakarta:Kencana
Damsar.2009. sosiologi ekonomi, cet ke-3. Jakarta:kencana
Featherstone, Mike.2005. Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Geertz, Hildred. 1982. Keluarga Jawa, terj. Jakarta:Grafiti Pers
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Baru. Jakarta:PT Rineka Cipta
Lury, Celia. 1996. Budaya Konsumen, terj. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia
Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2010. Sosiologi teks pengantar dan terapan, edisi ke-3. Jakarta: Kencana
Polomo, Margareth M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta:Rajawali Pers
Ritzer, George.1992.Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:Rajawali
(8)
Salamun, dkk.2002. Budaya Masyarakat Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Wonosobo Propinsi Jawa Tengah. Yogyakarta:BPKP
Soekanto, Soerjono.2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Perss
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi, edisi Revisi. Jakarta: LPFEUI
Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta
Shadily, Hasan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia.Jakarta:Rhineka Cipta
Wisadirana, Darsono. 2004. Sosiologi pedesaan: kajian Kultural dan Struktural Masyarakat Pedesaan. Malang : UMM
Yasraf, Amir Pilliang.2006. Dunia yang Dilipat. Yogyakarta:Jalan Sutra
_________________.2012.Semiotika dan Hipersemiotika. Bandung: Jalan Sutra Sumber lain
Kristiani, Lusi, Toni Mantowo, dkk .2012.Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012 Etnik JawaDesa Gading Sari,Kecamatan Sanden ,Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta:Kanisus (diakses pada tanggal 18 Juli 2013, pada pukul 10.00 WIB)
Buku online
Bondan, Molly. 2008. A sparning revolution: Kisah Mohammad Bondan, Eks digulis dan Pergerakan Nasional Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
(9)
17.00 WIB
Susanto, Budi. 2003. Identitas dan Postkolonialitas. Yogyakarta: Kanisus.
diakes pada tanggal 19 juli 2013, pada pukul 20.30 WIB)
Husain, ST. Muttia.2012. Proses dalam Tradisi Perkawinan Masyarakat Bugis di Desa Pakkasalo kecamatan Sibulue Kabupaten Bone. Skripsi. Makassar: Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,Universitas Hasanuddin.http:// Repository. Unhas. Ac.id (diakses pada tanggal 17 juli 2013, pada pukul 10.00 WIB)
Skripsi Intenet
J, Paskah.2009. Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kalasan di Desa Si Onom Hudon Turuan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan. skripsi. Medan: Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politi, Universitas Sumatera Utara.http://repository.usu.ac.id. (diakses pada tanggal 20 juli 2013, pada pukul 13.08 WIB)
Putri, Sri Novika.2012.Resiprositas Tradisi Nyumbang (kajian Antropologi tentang Mempertahankan Eksistensi Tradisi Nyumbang Hajatan pada Masyarakat Jawa di Desa Rawang Pasar IV Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan.Skripsi. Medan:Depatemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sumatera Utardiakes pada tanggal 20 juli 2013, pada pukul 13.17 WIB)
(10)
Zainy, Mariatul Qibtiyah.2008. Pandangan Masyarkat terhadap Tradisi Perkawinan di Desa Kilensari. Skripsi. Malang.: Fakultas Syari’ah, UIN.http://Lib.UIN.Malang.ac.id. (Diakses pada tanggal 20 juli 2013 diakses pada pukul 13.45 WIB)
Darmawan, Yusran, (2010). Heboh Pernikahan Miliaran Dian Sasr
Website Internet
Pukul 23.45 WIB.)
Maulana, Kurnia (2009). Realitas Tradisi Mbecek dan jalinan Kemiskinan di Ngraju
Purworogo.
Oktober 2013 pada pukul 03.00 WIB)
Mudana, Wayan (2012).Industrialisasi karya seni lukis dan perspektif bisnis antara peluang dan tantangan bisnis..http://www.google.co.id. (diakses pada tanggal 07 September 2013 pada pukul 09.17 WIB)
(11)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menghasilksan deskripsi yang lengkap dari hal yang diteliti, dalam arti menghasilkan gambaran yang jelas antara variabel (Arif, 2008). Dalam hal ini, penelitian ini ingin menggambarkan lebih jelas mengenai komersialisasi pesta perkawinan. Dimana pada masyarakat Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, pesta pernikahan telah menjadi media untuk menunjukkan identitas status sosial seseorang melalui komersialisasi pesta pernikahan.
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok BatuNanggar, Kabupaten Simalungun. Alasan pemilihan lokasi adalah
1. Merupakan suatu daerah yang penduduknya didominasi oleh mayoritas suku Jawa. Dimana suku jawa di daerah tersebut berasal dari Jawa Tengah dan jawa Timur.
(12)
2. Daerah tersebut tidak jauh dari kediaman peneliti, sehingga akan mempermudah peneliti untuk mengambil data apabila ada data yang diperlukan dalam penelitian.
3.3. Unit Analisis Dan Informan 3.3.1. Unit Analisis
Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi suatu subjek penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Unit analisis dalam penelitian ini adalah adalah semua warga Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun yang berjumlah 1265 orang, yang terdiri dari orang yang pernah dan akan menyelenggarakan pesta pernikahan.
3.3.2. Informan
Informan adalah orang yang mengetahui mengenai secara pasti mengenai masalah yang hendak diteliti peneliti. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan informan dilakukan dengan dua cara yang pertama menggunakan purposive sampling kemudian diteruskan dengan snowball sampling. Purposive samping adalah teknik yang digunakan memilih sampling sesuai dengan kriteria dan tujuan penelitian. Adapun kriteria dalam pengambilan sampel yaitu:
1. Masyarakat yang pernah dan akan menyelenggarakan pesta pernikahan 2. Informan terbagi 3 yaitu informan kaya, menengah dan miskin.
(13)
1) Indikator kaya yang ditetapkan peneliti yaitu: memiliki penghasilan di atas 3 juta dan luas tanah memiliki tanah di atas 8 rante, bentuk rumah yang besar, berdinding beton dan berlantai keramik.
2) Indikator informan yang menengah yang ditetapkan oleh peneliti yaitu: penghasilan di atas 1 juta sampai 3 juta dan memiliki kebun di atas 2 rante sampai dengan 8rante, bentuk rumah berdinding beton, lantainya rumahnya setengah berkeramik dan setengah lagi semen biasa
3) Indikator informan miskin yang ditetapkan oleh peneliti yaitu: penghasilan di bawah 1 juta dan luas kebun tidak lebih dari 2 rante, rumahnya berdinding kayu, lantai rumahnya masih tanah.
Kemudian berdasarkan kriteria di atas, maka peneliti menetapkan satu informan, dari keterangan informan tersebut peneliti kemudian memilih informan selanjutnya yang telah ditunjukkan oleh informan sebelumnya. Dalam hal ini, penelitian ini, informan berjumlah 13 orang, yang terdiri dari 3 informan kaya, 6 informan kelas menengah dan 3 informan kelas bawah yang pernah dan akan menyelenggarakan pesta pernikahan
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:
(14)
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian artinya disini peniliti ikut terjun ke lapangan untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mengamati pesta pernikahan yang terjadi di dusun Purwosari Bawah. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, prilaku, tindakan orang secara keseluruhan interaksi personal dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam catatan lapangan.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu metode yang penting dalam memperoleh data di lapangan. Wawancara merupakan proses tanya jawab antara peneliti dengan informan yang ada di lapangan. Dimana tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari lapangan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan interview guide yaitu panduan yang digunakan peneliti berupa daftar pertanyaan yang tujuannya untuk mempermudah melakukan wawancara dengan informan sehingga wawancara yang dilakukan tetap pada konteks yang ingin diteliti.Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 13 informan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang secara tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, melalui dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dokumen disini dapat berupa surat kabar, majalah, internet,
(15)
jurnal dan bentuk dokumen lainnya yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini, dokumen yang digunakan peneliti adalah dokumen yang berhubungan dengan penyelenggaraan pesta pernikahan di masyarakat, misalnya kartu undangan pernikahan, video pernikahan, foto pernikahan.
3.5. Interprestasi Data
Menurut Bungin (2008), analisis data adalah proses menganalisis suatu fenomena sosial dan memperoleh gambaran yang tuntas terhadap fenomena yang diteliti dan kemudian menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses suatu fenomena sosial.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data teknik. Menurut Sugiyono (2010), triangulasi data teknik yaitu peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama, Data yang diperoleh dari Observasi, wawancara dan juga dokumentasi tersebut, kemudian diolah, dipelajari, dan ditelaah kemudian tahap selanjutnya adalah mereduksi data melalui pembuatan abstraksi, yang merupakan usaha membuat rangkuman inti. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu, kemudian dikategorikan. Berbagai kategori tersebut, dikaitkan satu dengan yang lainnya dan diinterprestasikan secara kualitatif, yaitu proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti, kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan fenomena yang di lapangan.
(16)
3.6. Jadwal Kegiatan
Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian
No Jenis Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi
2 Penyusunan Proposal Penelitian √ √
3 Seminar Penelitian √
4 Revisi Proposal Penelitian √
5
Penyerahan Hasil Seminar
Proposal √
6 Operasional Penelitian √ √ √ √
7 Bimbingan √
8 Penulisan Laporan Akhir √
(17)
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI DAN INFORMAN PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Dusun Puwosari Bawah
4.1.1. Sejarah Dusun Purwosari Bawah
Dari segi asal usul nama, kata purwosari berasal dari nama desa yang terletak di daerah pulau Jawa, yang mana oleh penduduk Jawa yang bermigrasi di daerah ini, kemudian memberi nama Purwosari untuk mengingatkan kepada nama kampung halamannya di Pulau Jawa. Sedangkan kata bawah berasal dari letak dari Dusun Purwosari Bawah yang berada di daerah turunan, sehingga muncul nama dusun Purwosari Bawah. (sumber: data Kependudukan desa Padang Mainu).
4.1.2. Letak dan Luas Dusun Purwosari Bawah
Purwosari bawah merupakan sebuah dusun yang terletak di Desa Padang Mainu kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun. Secara Geografi Dusun Purwosari bawah terletak di dalam wilayah Desa Padang Mainu kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan dengan:
1. Sebelah utara berbatasan dengan dusun 3 Padang Mainu 2. Sebelah timur berbatasan dengan pondok Afdeling V 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Dolok Mainu 4. Sebelah barat berbatasan dengan dusun Purwosari Atas
(18)
Letak Dusun Purwosari Bawah yang berada di tengah-tengah daerah lain, memudahkan masyarakat Dusun Purwosari Bawah untuk melakukan mobilitas ekonomi ke daerah lain, seperti berdagang keliling.
Jarak Dusun Purwosari Bawah dengan Ibukota Kecamatan (Serbelawan) yaitu 8 Km, apabila mengendarai sepeda motor butuh ½ jam untuk sampai di Kecamatan, dan jika berjalan kaki butuh waktu 1 ½ jam untuk sampai di Kecamatan, dengan kondisi jalan yang tidak bagus. Banyak lubang-lubang kecil di jalan, dan apabila hujanlubang ini akan digenangi air. Kondisi jalan yang tidak bagus menghambat mobilitas ekonomi dari Dusun Purwosari Bawah ke Kecamatan Dolok Batunanggar.
Luas wilayah Dusun Purwosari Bawah yang terlatak di Desa padang Mainu yaitu 535 Ha, dimana 65% berupa daratan untuk pemukiman penduduk, dan 35 % daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian perkebunan rakyat palawija, akibat adanya potensi lahan pertanian yang luas juga berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk sehari-hari, yaitu bekerja sebagai petani.
Dari segi Adminstratif pemerintah, secara keseluruhan jumlah dusun yang terletak di Desa Padang Mainu ada 4 dusun, dan ada 2 nama dusun Purwosari Bawah di Desa Padang Mainu yaitu Dusun 1 dan Dusun 2 Purwosari bawah. Setiap dusun akan dipimpin oleh kepala dusun yang memiliki tanggung Jawab kepada Kepala Desa. Desa Padang Mainu, itu sendiri baru terbentuk pada tahun 2003, akibat adanya pemekaran wilayah desa di kabupaten Simalungun. Dengan adanya pemekaran tersebut, Desa Padang Mainu yang sebelumnya merupakan suatu wilayah yang terletak
(19)
di Desa Dolok Mainu, membentuk wilayah Desa sendiri yang terdiri dari Dusun Purwosari Bawah dan Dusun Padang Mainu.Akibat dari pemekaran itu juga, Dusun Purwosari Bawah terpisah dari Dusun Purwosari Atas.(sumber: Data Kependudukan Desa Padang Mainu 2013)
4.1.2. Keadaan Penduduk Dusun Purwosari Bawah
Penduduk asli Dusun Purwosari Bawah adalah Etnis Batak Simalungun, namun sekarang mayoritas Penduduk yang tinggal diDusun Purwosari Bawah adalah Etnis Jawa, keberadaan orang Jawa di daerah Simalungun itu sendiri tidak terlepas pada saat penjajahan Belanda di Indonesia, dimana banyak orang Jawa yang dipaksa datang ke Sumatera Utara untuk bekerja di perkebunan milik Belanda. Hal ini terbukti dengan keberadaan 2 Perkebunan Besar yang ada di dekat Dusun Purwosari Bawah yaitu Perkebunan Bridgestone dan PTPN IV Nusantara, hal ini juga berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk di daerah tersebut, yaitu menjadi pekerja perkebunan.Selain dari suku dan mata pencaharian, karekteristik penduduk yang tinggal di Dusun Purwosari Bawah dapat diklasifikasikan dari segi Jenis Kelamin, Agama dan pendidikan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
(20)
4.1.2.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No KATEGORI JUMLAH
1 Jumlah Laki-laki 636
2 Jumlah Perempuan 629
TOTAL 1265
Sumber:Data kependukan Desa Padang Mainu 2013
Penggolongan penduduk berdasarkan jenis kelamin merupakan sesuatu yang sangat penting, dengan mengetahui perbandingan komposisi penduduk laki-laki dan perempuan, kita dapat mengetahui sex ratio di Dusun Purwori Bawah. Berdasarkan sex ratio penduduk di Dusun Purwosari Bawah, setiap 100 pria terdapat 99 wanita, dapat diartikan bahwa perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan relatif sama.
4.1.2.2.Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Berdasarkan data kependudukan Desa Padang Mainu, didapatkan bahwa 100 % penduduk yang tinggal di Dusun Purwosari bawah yang berjumlah 1265 adalah beragama Islam.Dengan demikian hal ini kemudian menimbulkan corak kehidupan yang khas bagi masyarakat di Dusun Purwosari Bawah.Kegiatan keagamaan banyak dijumpai di Dusun Purwosari Bawah, mulai dari pengajian dan juga perwiritan yang dilakukan secara rutin seminggu sekali yaitu pada hari Kamis.Selain itu, mayoritas penduduk Islam dapat dilihat dari banyaknya bangunan Masjid dan Mushola yang
(21)
banyak berdiri di Dusun Purwosari Bawah yang digunakan oleh masyarakat di Dusun Purwosari bawah sebagai tempat peribadatan.
4.1.2.3.Komposisi Penduduk berdasarkan Etnis Tabel 4.2.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis
NO ETNIS JUMLAH
1 Melayu 6
2 Jawa 1194
3 Simalungun 47
4 Mandailing 15
JUMLAH 1265
Sumber: data kependudukan desa Padang Mainu Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas, kita dapat melihat bahwa komposisi penduduk berdasarkan etnis yang tinggal di Dusun Purwosari Bawah Beragam, terdiri dari suku melayu 6 orang, Jawa 1194 orang, Simalungun 47 orang dan Mandailing 15 orang. Kita dapat melihat bahwa walaupun Dusun Purwosari Bawah terletak di daerah Simalungun, namun penduduk mayoritas yang tinggal di daerah tersebut adalah orang Jawa, sehingga kita dapat melihat tradisi Jawayang menyangkut daur hidup, seperti kehamilan :tingkeban,kelahiran, khitanan, pernikahan dan juga peringatan 7 hari sampai 1000 hari setelah kematian. Selain itu, keberadaan Etnis yang beragam di Dusun Purwosari Bawah, menunjukkan kehidupan harmonis antar suku di daerah tersebut.
(22)
4.1.2.4.Komposisi penduduk berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.3.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan JUMLAH
1 Petani 38
2 Buruh Tani 67
3 PNS 2
4 Pengrajin Industri 328
5 Pedagang 490
6 Montir 4
7 Bidan Swasta 2
8 ABRI 1
9 Karyawan Perkebunan 91
10 Pensiunan 39
11 Pengangguran 203
JUMLAH 1265
Sumber: data kependudukan Desa Padang Mainu 2013
Penggolongan penduduk berdasarkan mata pencaharian di suatu wilayah merupakan data yang penting. Hal ini disebabkan data tersebut memberikan informasi mengenai jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya dari beraneka maca pekerjaan, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pembangunan Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu yang akan datang.
Berdasarkan tabel di atas, komposisi penduduk yang paling banyak berdasarkan kategori pekerjaan yaitu sebagai pengrajin Industri, yaitu kerajinan membuat anyaman bambu dan juga membuat emping melinjo. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Dusun Purwosari bawah menganggap pekerjaan sebagai pengrajin Industri merupakan sesuatu yang sangat efektif untuk menambah pemasukan keluarga,
(23)
bahkan kerajinan bambu dari Dusun Purwosari bawah telah dijual sampai provinsi lain, yaitu Riau
4.1.2.5.Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Penggolongan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat mengindikasikan kedudukan sosial penduduk dan dapat mencerminkan kualitas seseorang, dengan demikian dapat digunakan untuk mengetahui potensi penduduk secara umum.
Tabel 4.4.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan No Tingkat Pendidikan JUMLAH
1 Pra sekolah 60
2 SD 648
3 SMP 228
4 SMA 240
4 Akademi Kebidanan 8
5 Perguruan Tinggi 17
6 Tidak Sekolah 64
JUMLAH 1265
Sumber: Data Kependudukan desa Padang mainu 2013
Berdasarkan tabel di atas, kita dapat melihat bahwa masyarakat lebih banyak yang lulus SD, hal ini dapat dikarenakan di Dusun Purwosari Bawah hanya ada Sekolah Dasar, sedangkan untuk SMP dan juga SMA, warga dusun harus menempuh jarak 8 Km menuju ibukota Kecamatan, yaitu Serbelawan, sedangkan untuk universitas, warga dusun harus pergi ke Kabupaten bahkan sampai Ibukota Provinsi
(24)
yaitu Medan. Selain itu dari total penduduk yang berjumlah 1265 orang, hanya 1201 orang yang pernah mengecap pendidikan, sedangkan 64 orang warga dusun Purwosari Bawah tidak pernah duduk di bangku sekolah. Hal ini menunjukkan kualitas pendidikan yang masih rendah di Dusun Purwosari Bawah.
4.1.3. Sarana dan prasarana Dusun Purwosari Bawah
Sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk pencapain tujuan suatu program atau kegiatan pembangunan. Suatu rencana yang disusun dengan baik, tanpa didukung dengan sarana dan prasarana yang baik, maka dapat mengakibatkan program yang telah disusun tidak berjalan dengan baik, sehingga sasaran yang ingin dicapai tidak tidat terwujud
Untuk mendukung tugas pelayanan kepada masyarakat desa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka di Dusun Purwosari Bawah tersedia berbagai sarana dan prasarana, seperti sarana beribadah, sarana pendidikan, sarana olahraga dan juga Kesehatan. Adapun keterangan berbagai sarana dan prasana adalah sebagai berikut:
4.1.3.1.Sarana Pemerintah Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu
Pusat pemerintahan desa Padang Mainu terletak di dusun Purwosari Bawah.Dalam hal ini, sarana Pemerintahan Desa Padang Mainu belum cukup baik, hanya terdapat 1 kantor kepala desa yang terletak di dusun Purwosari Bawah, sedangkan sarana lain seperti balai pertemuan tidak ada. Sarana dan prasarana pemerintahan yang belum lengkap dapat mengganggu proses pemerintahan pada
(25)
masyarakat Desa Padang Mainu, khususnya dusun Purwosari Bawah, sehingga pemerintah Desa tidak dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi penduduk Dusun Purwosari Bawah. (sumber: data kependudukan Desa Padang Mainu 2013)
4.1.3.2.Sarana dan Prasarana Beribadah
Dalam hal keagamaan, sarana peribadatan yang ada di Dusun Purwosari bawah dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5.
Keadaan Sarana Ibadah
Sumber: data kependudukan desa Padang Mainu
Berdasarkan tabel di atas, kita dapat melihat bahwa di Dusun Purwosari Bawah terdapat banyak sarana beribadah. Hal ini juga diakibatkan oleh penduduk Dusun yang 100 % beragama Islam, sarana beribadah ini banyak digunakan oleh penduduk yang berasal dari dalam maupun luar dusun. Pada saat hari besar keagamaan, seperti hari raya, masjid ini akan dipenuhi oleh masyarakat yang ingin menyelenggarakan Shalat Ied, sedangkan pada hari biasa masjid ini lebih banyak digunakan beribadah pada saat shalat subuh, maghrib dan juga isya, dengan jema’ah paling banyak adalah laki-laki.
4.1.3.3.Sarana dan Prasarana Pendidikan
Dalam hal menunjang sarana pendidikan formal di Dusun Purwosari Bawah dapat dilihat pada tabel berikut:
NO KATEGORI JUMLAH
1 Masjid 2
(26)
Tabel 4.6.
Keadaan Sarana Pendidikan
NO KATEGORI JUMLAH
1
PAUD
1 2
Madrasah
1
3 SD 1
Sumber:data kependudukan desa Padang Mainu 2013
Berdasarkan tabel di atas, kita dapat melihat bahwa Lembaga Pendidikan yang ada di Dusun Purwosari Bawah belum cukup baik. Lembaga pendidikan Formal yang ada di Dusun Purwosari Bawah adalah Sekolah Dasar, hal ini berakibat bahwa kebanyakan masyarakat di Dusun Purwosari Bawah hanya lulusan Sekolah Menegah Dasar, sedangkan untuk SMP dan SMA, masyarakat Dusun Purwosari Bawah harus menempuh jarak 8 km untuk sampai ke Ibukota Kecamatan. Pendidikan yang masih tergolong rendah pada masyarakat di Dusun Purwosari Bawah, mengakibatkan banyak masyarakat yang bekerja di sektor non formal, seperti pengrajin Industri.
4.1.3.4.Sarana dan Prasarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di Dusun Purwosari Bawah dapat dilihat pada tabel berikut ini :
(27)
Tabel 4.7. Keadaan Sarana Kesehatan
No KATEGORI JUMLAH
1 Posyandu 2
2 Puskesmas 1
3 Apotik 1
Sumber:Data Kependudukan Desa Padang Mainu 2013
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa sarana dan prasarana kesehatan yang ada di dusun Purwosari Bawah dapat dikatakan baik yaitu terdiri dari 2 Posyandu, 1 Puskesmas dan ada 1 Apotik yang juga dalam kondisi baik.Dengan adanya sarana dan prasarana kesehatan yang memadai berpengaruh terhadap kualitas dari masyarakat dusun Purwosari Bawah.
4.2. Karakteristik Informan
Informan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam penelitian ini, yang merupakan salah satu kunci bagi peneliti untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti membagi informan dalam beberapa kategori yaitu informan dengan kategori kelas atas, menengah dan juga bawah yang pernah dan akan menyelenggarakan pesta pernikahan, tujuanya adalah untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran perbedaan kelas tersebut dalam menyelenggarakan pesta pernikahan di Desa Purwosari Bawah, Kelurahan Nagori Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun. Untuk lebih jelasnya maka peneliti akan mendeskripsikan karakteristik informan sebagai berikut:
(28)
4.2.1. Informan berdasarkan Kelas Menengah Atas 1) Ibu Siti Aminah
Ibu siti Aminah adalah seorang wanita yang berusia 55 tahun, Beliau lahir pada tahun 1958 di Jawa, dan saat dia masih bayi, orangtuanya pindah ke Sumatera utara, tepatnya di daerah Tanjung Balai. Ibu Siti sudah lebih dari 40 tahun tinggal di daerah Purwosari Bawah, lebih tepatnya sejak dia menikah, ibu Siti tinggal di daerah Purwosari Bawah.
Ibu Siti hanya memperoleh pendidikan sampai Sekolah Dasar, itu pun tidak sampai tamat.Saat berusia 16 tahun, Ibu Siti Menikah karena dijodohkan oleh orangtuanya.Setelah 1 minggu kenalan, Ibu Siti kemudian menikah, pernikahnya juga sederhana. Untuk pinengsetannya saja hanya kain panjang. Setahun setelah menikah, Ibu Siti dikarunia anak laki-laki dan total semua anak ibu Siti yaitu 4 orang
Pekerjaan sehari-hari Ibu Siti adalah sebagai ibu rumah tangga, namun terkadang beliau membuat emping melinjo untuk dijual, alasannya karena disekitarrumahnya banyak pohon melinjo, sedangkan Suami ibu Siti sendiri adalah seorang pensiunan di PTPN IV, yang setiap bulan menerima uang pensiun. Walaupun suaminya sudah pensiun, pendapatan keluarga ibu Siti adalah lebih dari 3 juta rupiah. Ibu Siti juga mempunyai ladang seluas 1 hektar yang ditanami rambung, dan itu menjadi pekerjaan sehari-hari suami ibu Siti untuk untuk menambah pemasukan keluarga, dan setiap harinya getah rambung tersebut dijual kepada agen.
(29)
Selain itu, ibu Siti mempunyai dua rumah, rumah yang pertama untuk dia tinggali bersama keluarganya, dan rumah yang kedua disewakan. Kemudian ibu Siti memiliki hewan ternak berupa sapi yang berjumlah 16 ekor dan juga kolam ikan lele. Dahulunya ibu Siti juga beternak ayam Broiler, namun pada tahun 2011 harga ayam broiler turun dan itu membuat ibu Siti mengalami kerugian besar dan memutuskan untuk tidak beternak ayam lagi. Dari segi kendaraan, ibu Siti memiliki 2 sepeda motor dan juga 1 buah mobil.
Ibu Siti sudah dua kali menyelenggarakan pesta pernikahan anak perempuan, pertama pada tahun 1966 dan yang terakhir pada tahun 2011. Menyelenggarakan pesta pernikahan, menurut ibu Siti adalah sebagai kewajiban orangtua terhadap anak dan sekaligus menyiarkan pernikahan anaknya kepada khalayak ramai.
2) Ibu Suarni
Ibu Suarni adalah seorang wanita bersuku Jawa yang lahir pada tahun 1966, dan usianya sekarang adalah 47 tahun. Dia lahir di desa Bahung Kahean, letaknya tidak jauh dari dusun Purwosari Bawah, karena menikah dengan pria yang berasal dari dusun Purwosari Bawah, maka ibu Suarni tinggal di dusun Purwosari Bawah. Ibu Suarni sendiri sudah 19 tahun, menetap di dusun Purwosari Bawh,sebelumnya dia dan suamitinggal di pondok afdeling V milik PTPN IV Nusantara selama 5 tahun
Ibu Suarni menikah ketika dia berusia 16 tahun dan dia bertemu dengan suami karena suaminya sering pergi berkunjung ke daerahnya. Setelah 4 bulan berpacaran, mereka memutuskan untuk menikah dengan uang mahar berupa pakain wanita. Setelah
(30)
setahun menikah, ibu Suarni memiliki anak, dan sekarang anak bu Suarni ada tiga, yang semuanya adalah anak perempuan. Anak pertama ibu Suarni telah menikah, dan waktu itu pesta pernikahannya digelar secara besar-besaran lengkap dengan hiburannya, kemudian anak ke-dua ibu Suarni bekerja sebagai pegawai salon, sedangkan anak bungsu ibu Suarni masih duduk di kelas 2 bangku Sekolah Menengah Pertama.
Suami ibu Suarni bekerja sebagai satpam, di perumahan staff milik perkebunanPTPN IV Nusantara Dolok Ilir, sedangkan ibu Suarni membuka kedai sayuran di rumahnya. Penghasilan suami ibu Suarni adalah 3 juta, sedangkan penghasilan ibu Suarni sendiri dari kedainya dalam sebulan adalah 2 juta rupiah. Ibu Suarni tinggal di rumah gedong, dan memiliki ladang seluas 8 rante, ada 4 kendaraan sepeda motor, 1 mobil pribadi dan juga 4 ekor sapi.
3) Ibu Susiyah
Ibu Susiyah lahir pada tahun 1959 di Purwosari Bawah dan menikah pada bulan September tahun 1979, setahun setelah pacaran.pinengsetannya sendiri pada saat itu, berupa pakain dan uang. Menurut ibu Susiyahpada saat itu perkawinan di dusun Purwosari Bawah, belum ada acara tukar cincin, baru setelah menikah tukar cincin menjadi trend.
Pernikahan ibu Susiyah dan suami saat itu diselenggarakan dengan meriah dengan menggelar hiburan wayang kulit dan juga band, sama halnya dengan pernikahan anaknya yang juga meriah saat digelar baru-baru ini, pernikahan anak
(31)
perempuan ibu Susiyah yang terakhir digelar tahun 2011, pesta pernikahan anaknya dengan mengundang keyboard Mak Lampir,yang ditonton oleh banyak orang,yang khusus datang untuk menyaksikan pertunjukkan keyboard mak Lampir tersebut. Pernikahan Menurut ibu Susiyah sendiri yaitu untuk menyatukan dua keluarga dari pihak calon pengantin perempuan dan juga pihak calon pengantin laki-laki untuk menjadi suatu keluarga.Ibu Susiyah memiliki 4 orang anak, 3 diantaranya telah menikah dan tinggal 1 anak perempuan yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas.
Pekerjaan ibu Susiyah sehari-hari adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja sebagai petani rambung dan juga beternak sapi. Ladang rambung ibu Susiyah sendiri ada 1 ½ hektar dan sapi yang dimiliki ibu Susiyah berjumlah 8 ekor, penghasilan keluarga ini dalam sebulan rata-rata adalah lebih dari 3 juta. Selain itu ibu Susiyah memiliki 2 sepedan motor dan juga 1 mobil pribadi
4.2.2.Informan Berdasarkan Kelas Menengah 1) Ibu Arfain
Ibu Arfain lahir pada tahun 1943 di Jawa dan menikah pada usia 18 tahun.Sebelum menikah pekerjaan sehari-hari ibu Arfain adalah guru di Sekolah Dasar, mengajar pelajaran anak kelas empat dan kelas lima. Setelah menikah ibu Arfain mengikuti suami pindah ke Sumatera untuk mencari kehidupan yang lebih baik dibanding di Jawa. Awalnya beliau merasa sedih karena berpisah dari tanah kelahiran yaitu Jawa, apalagi saat pindah ke Sumatera beliau tidak mengajar lagi, saat melihat
(32)
guru lain pergi mengajar,ibu Arfain menangis, karena beliau ingin mengajar seperti saat dia di Jawa.
Suami bagi ibu Arfain adalah kepala rumah tangga. Perkawinan baginya adalah sesuatu ikatan hidup yang disahkan untuk membina hubungan rumah tangga yang tentram bersama suami dan anak-anak. Maka oleh sebab itu, saat suaminya mengajak untuk pindah ke Sumatera,ibu Arfain mengikutinya, walau hatinya tidak ingin.
Pekerjaan ibu Arfain sehari-hari adalah sebagai penganyam bambu, mulai membuat tampa, irik, bakul dan anyaman bambu lainnya. Hasil anyamannya, kemudian dijual keliling di sekitar daerah Purwosari Bawah, sedangkan suaminya bekerja sebagai petani. Penghasilan sebulan ibu Arfain adalah 1,5 juta. Hasil kerja keras ibu Arfain selama ini digunakan untuk membangun rumah menjadi gedong dan digunakan untuk membeli hewan ternak (sapi) sebagai investasi di usia yang sudah tua.
Ibu Arfain telah 5 kali menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, mulai dari menikahkan anak perempuannya sampai dengan pesta ngunduh mantu. Pesta pernikahan yang terakhir, diselenggarakan pada tahun 2012. Itu adalah pesta pernikahan anak perempuannya yang nomor 4, sedangkan pernikahan anak perempuannya yang nomor lima pada tahun 2000. Pesta pernikahan semua anaknya diselenggarakan dengan meriah, mulai dari pernikahan anaknya yang pertama sampai yang ke lima.
(33)
2) Ibu Mubariyah
Ibu Mubariyah lahir pada tahun 1970 di Dolok Ilir, setelah dia berusia 18 tahun orangtuanya pindah ke Purwosari Bawah. Setahun setelah beliau pindah ke Purwosari Bawah, tepatnya pada tahun 1989, ibu Mubariyah menikah dan setahun kemudian lahir anak perempuannya yang pertama.
Perkawinan ibu Mubariyah dengan suaminya diselenggarakan dengan sederhana, pinengsetannya hanya pakaian. Bagi ibu Mubariyah, perkawinan adalah ikatan antara laki-laki dan perempuan yang telah diresmikan secara sah oleh lembaga agama dengan tujuan memperoleh kebahagian di masa depan bersama suami dan anak-anak.
Pekerjaan ibu Mubariyah sehari-hari adalah sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja di Perkebunan PTPN IV sebagai pekerja lapangan. Penghasilan sebulan suami ibu Mubariyah adalah 1,5 juta dan pada saat bonusan dari perkebunan penghasilan mereka bisa mencapai 10 juta dalam sebulannya. Dari penghasilannya tersebut, ibu Mubariyah mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus SMA dan juga membangun rumah gedong.
Ibu Mubariyah telah dua kali menyelenggarakan pesta pernikahan anak perempuannya, pesta pernikahan anak perempuannya yang pertama pada tahun 2009 dan pesta pernikahannya anak perempuannya yang terakhir pada tahun 2011. Kedua pesta pernikahan anak perempuannya tersebut diselenggarakan dengan meriah dan lengkap dengan hiburannya.
(34)
3) Ibu Suminah
Ibu Suminah lahir pada tahun 1945 di Jawa, beliau sekarang berusia 68 tahun .Pada saat berumur 15 tahun bu Suminah menikah, karena dijodohkan oleh orangtuanya.Ibu Suminah dan suami adalah seorang pensiunan dari PTPN IV Dolok Ilir, dan setelah pensiun, pekerjaan sehari-hari ibu Suminah adalah sebagai penganyam bambu dan juga membuka kios pulsa di depan rumahnya dan setiap bulannya anak-anaknya juga memberi dia uang, sehingga penghasilan rata-rata ibu Suminah dalam sebulannya dalah 2 juta Rupiah.
Ibu Suminah memiliki 8 orang anak, 5 anak laki-laki dan tiga anak perempuan, ibu Suminah sendiri sudah tiga kali menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, semua pesta pernikahan anaknya diselenggarakan dengan meriah, berbeda terbalik dengan pesta pernikahan ibu Suminah saat itu yang digelar secara sederhana, hanya menggelar acara selametan dengan mengundang orang kenduri di rumah orangtuanya saat itu.
Pernikahan bagi bu Suminah adalah hubungan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan untuk membina hubungan rumah tangga dengan tujuan membina rumah tangga yang bahagia dan untuk meneruskan keturunan. Sedangkan pesta pernikahan baginya adalah merupakan wujud syukur kepada Allah sekaligus merupakan kewajiban orangtua terhadap anak, orangtua jika belum menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, maka belum tuntas kewajibannya.
(35)
4) Ibu Susanti
Ibu Susanti lahir pada tanggal 9 Oktober tahun 1989 di Batu Selangit dan bersuku Jawa.Setelah menikah dengan Suaminya, ibu Susanti tinggal di daerah Purwosari Bawah.Pernikahan ibu Susanti dan suami diselenggarakan secara besar-besaran dengan mengundang 2000 tamu dengan hiburannya berupa keyboard hantu yang harganya mencapai 5 juta rupiah.
Pertemuannya dengan suaminya terjadi saat suaminya jalan-jalan ke kampungnya, mereka berkenalan kemudian pacaran, setelah setengah tahun pacaran, ibu Susanti dilamar oleh suaminya, lamaran tersebut disertai dengan pinengsetannya. Saat itu, ibu Susanti masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, dan setelah lulus mereka langsung menikah.
Pekerjaan sehari-hari ibu Susanti adalah sebagai ibu rumah tangga, dan suaminya bekerja sebagai petani sekaligus agen lembu. Kebun sawit dari ibuSusanti sendiri seluas ¼ hektar, dan lembunya berjumlah 4 ekor. Penghasilan rata-rata sebulan keluarga ibu Susanti dalam sebulan rata-rata adalah 1,5 juta.
5) Ibu Sumini
Ibu Sumini adalah seorang wanita yang lahir pada tahun 1959 di Dolok Ilir. Saat ini usia ibu Sumini adalah 55 tahun. Setelah orangtuanya pensiun dari perkebunan, ibu Sumini dan keluarga pindah ke Purwosari Bawah.
(36)
Ibu Sumini menikah ketika dia berusia 16 tahun, setahun setelah dia pacaran baru dia memutuskan untuk menikah.Dari pernikahannya tersebut ibu Sumini dikarunia tiga orang anak, 1 anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Anak pertama dan kedua-nya telah bekerja, sedangkan anak bungsunya masih duduk di bangku akhir kelas menengah atas
Pekerjaan ibu Sumini sehari-hari adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan suaminya telah pensiun dari PTPN IV Dolok Ilir. Selain dari gaji pensiun, ibu Sumini memperoleh pemasukan dari kebun sawitnya seluas 6 rante . Beliau juga memiliki 6 ekor lembu yang dapat digunakan sebagai simpanan ketika dia harus mengeluarkan uang banyak.Beliau juga tinggal di rumah yang masih berdinding papan.
Ibu sumini pernah menyelenggarakan pesta pernikahan ngunduh mantu anak laki-lakinya.Alasan dia menggelar pesta tersebut adalah ibu Sumini belum pernah menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, apalagi yang mau di pestakan tersebut adalah anak pertama.
6) Ibu Jiyem
Dia adalah seorang wanita yang berusia 52 tahun. Ibu jiyem dilahirkan pada tahun 1962 di afdeling VI, setengah tahun setelah dia dilahirkan Ibu Jiyem beserta Keluarga pindah ke daerah Purwosari bawah. Ibu Jiyem bersuku Jawa, orangtua ibu Jiyem berasal dari Jawa, waktu itu orangtua ibu Jiyem, oleh pihak Belanda dipindahkan ke Sumatera untuk bekerja sebagai buruh perkebunan. Ketika ibu Jiyem
(37)
remaja dan ayahnya telah pensiun, orangtua ibu Jiyem mengajaknya untuk kembali ke Jawa, tapi ibu Jiyem memilih untuk tetap tinggal di Purwosari Bawah.
Ibu Jiyem telah menikah dua kali, pernikahannya yang pertama adalah ketika dia berusia 16 tahun. Pernikahan Ibu Jiyem yang pertama karena dijodohkan oleh orangtua. Pesta pernikahannya sendiri pada saat itu diselenggarakan secara besar-besaran, dimana orangtua ibu Jiyem saat itu sampai menjual sapinya untuk membiayai pesta pernikahan anak bungsunya tersebut. Namun, setelah enam bulan pernikahan itu berjalan, kemudian ibu Jiyem memutuskan untuk meninggalkan suaminya, karena dia merasa bahwa dia tidak mencintai suaminya. Selama menjanda ibu Jiyem bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kota, setelah 11 tahun bekerja di kota ibu Jiyem memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Dusun Purwosari Bawah untuk menjaga ke-dua orangtuanya yang sudah tua. Selama di kampung, ibu Jiyem bekerja sebagai buruh harian lepas di perkebunan PT. Bridgestone dan ditempat bekerjanya tersebut,ibu Jiyem bertemu dengan suaminya yang sekarang.
Setelah 6 bulan pacaran, ibu Jiyem dan suami memutuskan untuk menikah. Pernikahan ibu Jiyem dan suaminya yang kedua pada saat itu tidak semeriah pesta pernikahan ibu Jiyem yang pertama. Pernikahan ibu Jiyem yang kedua hanya membuat slametan biasa dengan mengundang orang kenduri. Ibu Jiyem malu jika harus membuat pesta pernikahan lagi, karena takut pernikahannya yang kedua gagal lagi. Selain alasan tersebut, ibu Jiyem juga tidak mempunyai uang, karenaorangtua ibu Jiyem tidak membiayai pesta pernikahannya yang kedua tersebut. Pada saat itu, ibu Jiyem tidak mengharapkan bahwa akan ada tamu undangan yang datang ke
(38)
pernikahannya, namun ternyata tetangga ibu Jiyem banyak yang datang bestelan ke pernikahannya.
Pernikahan bagi ibu Jiyem merupakan sesuatu hal yang sakral dimana dua orang yang berbeda menjadi satu dalam menyelesaikan suatu masalah. Selain itu, Pernikahan bagi ibu Jiem juga merupakan suatu siklus kehidupan, dimana setelah anak-anak, kita beranjak dewasa, setelah dewasa kita akan menikah dan setelah menikah kita akan mengharapkan keturunan dan lahirlah anak. Kemudian setelah anak-anak lahir maka kita akan membiayai anak-anak yang dimiliki sampai anak-anak menikah, begitu pula anak-anak yang menikah akan mengalami siklus yang sama. Selain itu, alasan seseorang menikah menurut ibu Jiyem adalah untuk mempunyai teman hidup, seseorang pasti akan tua dan lumpuh, maka oleh sebab itu menurut ibu Jiyem seseorang memerlukan teman hidup untuk menemani dia kelak ketika dia tua dan lumpuh.
Pekerjaan sehari-hari bu Jiyem adalah sebagai ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai pedagang perabot rumah tangga dan juga agen anyaman bambu. Penghasilan ibu Jiyem dalam sebulan adalah3 juta rupiah, uang tersebut dialokasikannya untuk membayar tarik’an, wirid, belanja kebutuhan sehari-hari dan membayar anak sekolah.Ibu Jiyem memiliki dua anak perempuan yang masih sekolah.Ibu Jiyem tinggal di rumah warisan milik orangtuanya, dan memiliki ladang 8 rante, dan juga memiliki 2 kendaraan bermotor.Selain itu, ibu Jiyem memiliki 5 ekor sapi.
(39)
Ibu Jiyem pernah mengadakan Slametan untuk pernikahan keponakannya, karena ibu Jiyem belum pernah memestakan anaknya, maka menurut kepercayaan Jawa, famali bagi ibu jiyem untuk memestakan pernikahan keponakannya.
4.2.1. Informan berdasarkan golongan kelas Bawah 1) Ibu Atik
Ibu Atik lahir pada tahun 1959 dan umurnya sekarang adalah 54 tahun.Beliau lahir di tanjung balai dan bersuku Jawa.Ibu Atik tinggal di daerah Purwosari Bawah mulai tahun 1984, setahun setelah dia melahirkan anaknya yang pertama ibu Atik kemudian pindah ke daerah Purwosari Bawah, ikut suami untuk mengurus kedua orangtua dari suaminya.
Ibu Atik hanya memperoleh pendidikan sampai Sekolah Dasar dan itu pun tidak sampai tamat. Beranjak gadis,ibu Atik pergi merantau ke kota dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Di perantauan, ibu Atik bertemu dengan suaminya, mereka berpacaran pada tahun 1977 dan pada tahum 1980, mereka memutuskan untuk menikah. Mas Kawin yang diberikan suami ibu Atik saat itu adalah cincin dan berupa pakain. Pernikahan ibu Atik saat itu diselenggarkan dengan sangat sederhana dan hanya menggelar marhaban.
Ibu Atik memiliki dua orang anak laki-laki, yang mana anak laki-lakinya pertama sampai saat ini belum menikah dan sedang merantau, sedangkan anak ke-dua ibu Atik telah menikah dengan perempuan bersuku Batak Toba yang masuk Islam. Pernikahan anak laki-laki ibu Atik, diselengarakan di rumahnya, mulai dari ijab
(40)
kobulsampai dengan resepsi. Alasan ibu Atik menggelar pesta pernikahan anak laki-lakinya tersebut, karena di rumah keluarga yang perempuan tidak dipestakan.
Keseharian, ibu Atik bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah tetangganya dan penghasilan sebulan adalah 450 ribu, sedangkan pendapatan dari suami ibu Atik tidak ada lagi karena suaminya telah meninggal. Ibu Atik tinggal di rumah sepetak, yang setengah dindingnya batu dan setengahnya lagi papan dan luas ladangnya yang dimiliki ibu Atik tidak lebih dari 2 rante.
2) Ibu Kasmini
Ibu Kasmini lahir pada tahun 1967 dan usianya sekarang adalah 46 tahun dan beliau bersuku Jawa.Ibu Kasmini tinggal di daerah Purwosari Bawah sejak lahir.Pendidikan terakhir ibu Kasmini adalah Sekolah Dasar dan dia menikah ketika dia berusia 16 tahun. Pernikahannya tersebut, digelar dengan sederhana.Ibu Kasmini memiliki tiga orang anak wanita dan kesemuanya telah menikah.Pernikahan anak pertama ibu kasmini diselenggarakan dengan menggelar pesta pernikahan yang sederhana, dan pernikahan anak kedua dan anak ketiga bu Kasmini, hanya menggelar slametan.
Pekerjaan ibu Kasmini sehari-hari tidak menentu, kadang dia bekerja sebagai buruh harian lepas di PTPN IV Dolok Ilir dan terkadang dia menganyam bambu milik tetangga dekat rumahnya, sedangkan suaminya bekerja sebagai Penjahit. Ibu Kasmini tinggal di rumah yang sederhana dengan dinding setengahnya batu dan setengahnya
(41)
lagi papan, kendaraan bermotor ibu Kasmini juga sudah tidak terawat. Luas lahan yang dimiliki bu Kasmini adalah 1 rante
3) Bapak Bandi
Bapak bandi adalah seorang pria yang lahir pada tahun 1964, saat ini usia beliau 50 tahun. Keberadaan bapak Bandi di Dusun Purwosari Bawah, sudah sejak dia lahir.Bapak Bandi menikah ketika dia berusia 24 tahun, dari pernikahannya tersebut bapak Bandi dikaruniai 5 orang anak.Anak pertama sampai anak ketiga bapak Bandi telah menikah, sedangkan anak keempat dan kelima bapak Bandi masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Pekerjaan sehari-hari bapak Bandi adalah sebagai pedagang keliling dengan membawa barang dagangan agen di kampungnya.Dari pekerjaan tersebut, penghasilan bapak Bandi tidak menentu, bahkan terkadang dia harus meminjam uang kepada agennya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.Bapak Bandi tinggal di rumah warisan milik orangtuanya, dengan rumah yang lantainya masih beralaskan tanah dan rumah itu berdiri di atas tanah yang tidak lebih dari 2 rante.Pak Bandi tidak memiliki hewan ternak dan hanya memiliki 1 sepeda motor.
Bapak bandi telah dua kali menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya. Pesta pertama menikahkan anak perempuannya, sedangkan pesta terakhir yaitu pesta ngundo mantu.
(42)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Proses Pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah
Pernikahan merupakan suatu upacara pengukuhan janji nikah yang dilakukan oleh dua orang untuk meresmikan ikatan perkawinannya. Dalam hal ini, pernikahan merupakan impian besar bagi sebagian besar pasangan yang ingin membangun hubungan rumah tangga. Bagi masyarakat Jawa sendiri, pernikahan merupakan suatu siklus daur hidup yang harus dijalani individu ketika beranjak dewasa, yang mana proses tersebut tidak dapat dilepaskan dari adat istiadat, mengingat hubungan intim antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah dianggap perbuatan yang memalukan. Hal ini, secara sosiologis menurut Horton dan Hunt dalam (Narwoko dan Bagong, 2010) bahwa pernikahan merupakan pola sosial yang disetujui dengan cara dua orang atau lebih membentuk keluarga. Pola sosial yang disetujui disini, artinya adalah bahwa dengan pernikahan seseorang dapat melakukan hubungan suami-istri tanpa harus takut melanggar norma dan nilai yang ada di masyarakat, karena pada hakikatnya pernikahan merupakan suatu cara yang dilegalkan menurut adat, agama dan juga Negara.
Dengan kata lain, pernikahan berfungsi sebagai suatu jalan untuk mengawali dorongan seks dalam masyarakat, tanpa adanya pengawasan dan pembatasan akan terjadi pertentangan sosial. Dalam hal ini, ada norma dan nilai yang mengatur tentang pernikahan, yang mana norma tersebut juga dimuati dengan sanksi sosial bagi yang
(43)
melanggarnya, hal ini bertujuan untuk menjaga keteraturan dalam masyarakat di dusun Purwosari Bawah. Dari tahun 2007-2013 telah terjadi tiga kasus perselingkuhan di Dusun Purwosari Bawah, yang mana ketiga kasus tersebut terjadi kepada pasangan yang telah menikah, bahkan melibatkan seorang wanita yang telah memiliki gelar agama. Ketiga kasus tersebut, terjadi pada tahun 2007, 2012 dan terakhir pada tahun 2013. Dari kesemua kasus tersebut, pihak-pihak yang terlibat perselingkuhan mendapat sanksi sosial, berupa tindakan pengeroyokan, pengucilan dari pergaulan masyarakat dan juga kurungan penjara. Pada tahun 2013, kasus perselingkuhan yang terjadi membuat sang wanita dan selingkuhannya dimasukkan ke dalam penjara.
Pelaksanaan pernikahan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pesta pernikahan Etnis Jawa di daerah asalnya. Hal ini dipertegas pada saat wawancara dengan ibu Jiyem yaitu:
“pelaksanaan pernikahan etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pesta pernikahan di pulau Jawa. Pernikahan di daerah sini sangat kental budaya Jawa, baik sebelum dan saat resepsi pernikahan berlangsung. Seseorang yang tidak menggunakan adat Jawa dalam pernikahannya dianggap tidak mempunyai adat” (wawancara 06 Desember 2013)
Berdasarkan pernyataan tersebut, bagi etnis Jawa menjunjung tinggi adat istiadat merupakan suatu kewajiban, walaupun mereka berada jauh dari daerah asalnya, namun mereka tetap membawa identitas sebagai etnis Jawa, sebagaimana upacara pesta pernikahan yang merupakan salah satu wujud ekspresi untuk menujukkan suatu identitas etnis sebagai etnis Jawa. Menurut Lusiana, dkk (2012), proses terpenting dalam upacara pernikahan Etnis Jawa adalah ijab kobul, sesajen dan
(44)
juga slameten. Ketiga hal tersebut, merupakan sesuatu yang sangat penting yang wajib dilakukan oleh semua kalangan status sosial ekonomi di masyarakat dan hanya bagi masyarakat yang memiliki kekayaan lebih yang dapat melaksanakan resepsi pesta pernikahan.
Hal sebaliknya terjadi pada saat ini, masyarakat sekarang, khususnya orangtua merasa memiliki kewajiban untuk dapat melaksanakan pesta pernikahan anaknya. Dalam pelaksanaan pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah,digelar dengan sangat meriah, hal ini dikarenakan nama baik orangtua dipertaruhkan dalam menggelar hajatan besar seperti itu. Nama orangtua dari calon pengantin perempuan yang menjadi perbincangan di masyarakat, perihal pesta pernikahan anaknya. Hal ini juga yang melatarbelakangi orangtua untuk berusaha membuat pesta pernikahan mewah anaknya dan mereka juga tidak akan merasa rugi untuk mengeluarkan uang banyak dalam membiayai pesta pernikahan anaknya, karena mereka tidak ingin ada perasaan dibedakan. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara dengan ibu Siti:
“ pelaksanaan pesta pernikahan merupakan kewajiban orangtua terhadap anaknya, ibu merasa ikhlas jika harus mengeluarkan uang sangat banyak untuk membiayai pesta pernikahan anak ibu, yang paling penting kebahagiaan anak ibu, karena pesta pernikahan itu merupakan sesuatu yang penting yang dirayakan satu kali seumur hidup bagi anak ibu. Kasian dia, jika tidak digelar pesta pernikahan seperti teman-teman yang lain, dia pasti akan merasa minder. Kalau digelar pesta kan dia bisa punya kenang-kenagan berupa foto untuk ditunjukkan kepada anak-anaknya” ( wawancara 07 Desember 2013).
Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa masyarakat etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, menempatkan masalah perkawinan sebagai masalah keluarga. Dalam pelaksanaanya, setiap perkawinan ke dua mempelai diselenggarakan
(45)
dengan sangat meriah, mulai dari dekorasi pelaminan, tata rias pengantin, makanan dan juga hiburan. Perkawianan bagi etnis Jawa, tidak hanya meyatukan ke dua pengantin, melainkan keluarga besar yang dahulunya tidak begitu dekat, menjadi semakin dekat. Sebagaimana,menurut Hildred (1982), pernikahan merupakan pelebaran menyamping tali ikatan antara dua kelompok yang tidak bersaudara atau pengukuhan keanggotan kelompok secara endogam. Oleh sebab itu, apabila keluarga dari pihak wanita kekurangan biaya untuk menyelenggarakan pesta pernikahan, maka keluarga pihak laki-laki juga dapat membantu.
Adapun tahapan/proses yang harus dilalui untuk menuju sebuah pernikahan pada etnis Jawa di Dusun Purwosari bawah yaitu:
1. Tahap Penjajakan
Tahap penjajakan sama dengan kencan, yang mana merupakan perjanjian sosial yang secara kebetulan dilakukan oleh dua orang individu yang berlainan jenis seksnya untuk mendapat kesenangan, dalam bahasa Jawanya dikenal dengan Babat Alas yang artinya membuka hutan. Tujuannya adalah agar kedua belah pihak saling mengenal sebelum menuju tahap yang lebih lanjut. Jika dahulunya penentuan jodoh ini ditentukan oleh orangtua, namun sekarang orangtua membebaskan anaknya untuk memilih pasangan sendiri, orangtua hanya memberikan nasehat kepada anaknya. Hal ini terungkap pada saat wawancara dengan ibu Siti:
“ kalau dulu, nikahnya dijodohkan sama orangtua ibu, sedangkan ibu sama suami hanya kenal satu minggu dan setelah itu menikah. Namun, semua anak ibu, tidak ada yang dijodohkan mereka bebas untuk memilih pasangan
(46)
masing-masing, orangtua hanya memberikan wejangan saja” (wawancara, 07 Desember 2013)
2. Tahap Peminangan/ Lamaran
Kemudian setelah tahap pengenalan itu berjalan lancar dan kedua muda-mudi tersebut telah mantap dengan pasangannya, maka akan dilanjutkan dengan tahap peminangan yang disebut juga dengan lamaran, yang merupakan kunjungan resmi keluarga pihak laki laki-laki ke rumah keluarga pihak perempuan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah anak perempuan tersebut sudah ada yang memiliki atau tidak, jika tidak ada yang memiliki, maka keluarga pihak pria mengutarakan niatnya untuk mempersunting anak perempuan tersebut.
Umumnya kedatangan pihak laki-laki akan disertai dengan membawa buah tangan, berupa makanan. Setelah lamaran diterima, maka akan dibicarakan mengenai hari pernikahan dan mas kawin. Untuk menentukan hari pernikahan keluarga pihak perempuan akan menanyakan kepada orangtua (sesepuh adat) mengenai hari pernikahan yang tepat, penentuan hari pernikahan ini didasarkan pada hari lahir kedua calon mempelai dalam tanggalan Masehi dihitung dari tanggal sepasaran Jawa (tanggal mingguan dalam kalendar Jawa), penentuan hari pernikahan ini sangat penting, bahkan dapat mempengaruhi keberlanjutan pelaksanaan pesta pernikahan. Hal ini sesuai wawancaradengan ibu Susiyah:
“ pencocokan tangal lahir sangat penting. Jika ternyata dari hasil perhitungan mereka dikatakan tidak cocok, maka lebih baik pernikahan tersebut dibatalkan, takutnya jika diteruskan dapat mendatangkan marabahaya. Kemarin anak laki-laki saya yang paling besar, sudah
(47)
dilamar tinggal menentukan hari pernikahannya saja, namun ketika keluarga pihak perempuan mencocoknya tanggal mereka, eh ternyata, tidak cocok. Saya meminta pengertian anak saya untuk membatalkan pernikahan tersebut dan keluarga pihak perempuan juga menyetujuinya, sehingga pernikahannya dibatalkan”. (wawancara 25 Desember 2013)
Namun, ada juga masyarakat yang tidak begitu mempedulikan mengenai kecocokan tanggal lahir pasangan yang menikah, bagi mereka menjalani pernikahan merupakan sesuatu yang harus dijalani, kesenangan dan kesusahan dijalani secara bersama. Mereka mempercayai kalau memang jodoh, maka akan bersatu. Hal ini dipertegas oleh wawancara dengan ibu Jiyem yaitu:
“pernikahan ibu dan suami tidak ada menanyakan ke orangtua mengenai kecocokan tanggal lahir, waktu itu ibu hanya berpikir, kalau memang jodoh ya dijalani saya, seandainya tidak berjodoh, maka akan berpisah juga. Walaupun begitu kakak-nya ibu yang pandai membaca tanggalan Jawa, melihat bahwa setelah kami menikah, maka pernikahan kami ibarat gelas yang sumpil sedikit, ya itu memang terbukti. Setelah satu bulan ibu menikah, mamak dari ibu meninggal” ( wawancara 06 Desember 2013)
Berdasarkan hal tersebut, mencocokkan hari lahir kedua pasangan pengantin di Dusun Purwosari Bawah tergantung dengan kepercayaan masing-masing individu di Dusun Purwosari Bawah.
3. Pertunangan/Pinengsetan
Setelah penentuan tanggal pernikahan telah ditentukan, maka akan dilanjutkan dengan pinengsetan, yang merupakan pemberian seserahan kepada pihak wanita sebelum menuju pernikahan.Pemberian seserahan ini merupakan suatu bentuk penghargaan pihak pria terhadap wanita yang akan dinikahinya. Hal yang menjadi
(48)
simbol dalam pinengsetan ini yaitu pakain lengkap wanita yang dalam bahasa Jawa-nya disebut sandangan sapangadek, perhiasan dan uang yang disebut dengan tukon.
Selain itu, terdapat istilah baru dalam sebuah pertunangan yaitu tukar cincin. Makna tukar cincin ini yaitu sebagai simbol pengikat pihak calon pengantin pria terhadap calon pengantin perempuan. Fenomena tukar cincin ini terjadi pada era tahun 80-an ke atas, dimana sebelum tahun 80-an, era tukar cincin di Dusun Purwosari Bawah, tidak ada. Hal ini terungkap pada saat wawancaradengan ibu Susiyah di lapangan:
“ pernikahan ibu waktu itu ada pada tahun 1979, pinengsetannya hanya diberi pakaian dan juga uang jahitnya, pada saat itu belum ada trent tukar cincin, baru setelah ibu nikah, di Dusun ini mulai trent mengenai tukar cincin”. (wawancara 25 Desember 2013)
Selanjutnya hal yang mendukung pernyataan ini juga disampaikan oleh Informan ibu Atik:
“Ibu nikah tahun 1980, setelah tiga tahun pacaran dimulai dari tahun 1977, barulah kami memutuskan untuk menikah, pada saat pinengsetan, ibu diberi pakaian dan juga cincin sebagai simbol bahwa ibu sudah ada yang memiliki ”. ( Wawancara 11 Desember 2013) Dalam pelaksanaan perkawinan di Dusun Purwosari Bawah, adakalanya pada saat lamaran juga langsung dilakukan upacara tunangan dengan langsung memberikan seserahan, hal ini dilakukan jika pihak pria yakin bahwa perempuan telah positip menerima lamarannya.
(49)
4. Pernikahan
Pernikahan merupakan suatu tahap akhir, dimana seseorang akan menerima status baru menjadi pasangan suami-istri. Secara umum proses dalam pernikahan ini yaitu:
1) Tahap sebelum pernikahan
Sebelum pernikahan kedua mempelai akan dipingit selama 40 hari, namun sekarang pingitan ini hanya dilakukan 7 hari sebelum pesta pernikahan digelar. Tujuan dari pingitan ini adalah untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan yang terjadi kepada kedua calon pengantin. Hal ini juga dipertegas pada saat wawancaradengan ibu Arfain:
“ pingitan itu merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan kedua mempelai mendekati hari pernikahan, selama 7 hari kedua mempelai dilarang ketemu bahkan keluar rumah, tujuannya adalah agar tidak ada marabahaya yang terjadi, seperti kecelakaan, karena menjelang hari penikahan itu merupakan bulan panas bagi kedua mempelai”.(wawancara 25 Desember 2013)
Selanjutnya hal yang sama juga disampaikan Informan Susiyah oleh:
“ saat mendekati hari pernikahan kedua calon pengantin, melakukan ritual pingitan, bahkan perempuan dianjurkan untuk berpuasa, tujuannya agar pernikahannya dapat berjalan lancar”. (wawancara Susiyah 25 Desember 2013)
Kemudian beberapa hari sebelum pernikahan berlangsung, maka pihak perempuan akan berkunjung ke makam leluhur, tujuannya adalah sebagai penghormatan kepada leluhur yang sudah meninggal, sekaligus meminta do’a agar pesta pernikahan anak perempuan dapat berjalan lancar. Bahkan untuk memperlancar
(50)
acara pernikahan,tersebut, masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, masih mempercayai tradisi memanggil pawang hujan, tujuannya agar pada saat pesta pernikahan digelar tidak ada hujan yang turun, sehingga banyak tamu yang datang ke pernikahannya. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara di lapangan:
“ ya, ibu manggil pawang hujan, meminta agar pada saat pesta pernikahan yang digelar tidak hujan, hal itu merupakan langkah antisipasi. Turun tidak-nya hujan itu diserahkan lagi kepada yang Maha Kuasa”. (wawancara Suarni, 10 Desember 2013)
“ ya manggil pawang hujan juga, minta tolong sama Bapak Kateng , agar pada saat pesta pernikahan digelar tidak ada hujan, kalau hujan pesta pernikahan-nya tidak dapat berjalan lancar, kalau hujan itu semua-nya tambah semrawut”. (wawancara Siti, 07 Desember 2013)
Sedangkan orangtua dari pihak perempuan akan disibukkan dengan segala hal yang menyangkut mengenai pesta pernikahan, mulai dari menyebar kartu undangan, mengundang orang rewang sewa tratak, sewa pelaminan,sewa hiburan dan juga makanan, yang kesemua hal tersebut memerlukan persiapan yang matang, bahkan jauh sebelum hari pernikahan hal tersebut sudah dipikirkan. Satu hari menjelang pesta pernikahan, keluarga pihak perempuan akan mengirimkan utusan ke rumah calon pengantin laki-laki disertai dengan mambawa nasi rantang, disisi lain ketika utusan itu datang, calon pengantin laki-laki dan keluarganya telah siap untuk pergi ke rumah calon pengantin perempuan. Kedatangan keluarga calon pengantin laki-laki tersebut akan disambut dengan keluarga pihak laki-laki. Umumnya Kedatangan tersebut dilakukan pada sore hari, satu hari sebelum pesta pernikahan digelar, dan pada malam harinya akan diadakan ijab kobul, namun pelaksanaan ijab kobul bisa dilakukan sehari
(51)
sebelum hari pernikahan ataupun pada pagi hari pada saat resepsi akan segera pernikahan digelar.
Pada malam hari sebelum pesta pernikahan digelar akan diadakan acara slametan di rumah calon pengantin perempuan dengan mengundang laki-laki untuk datang kenduri, orang yang diundang kenduri tersebut akan memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pernikahan yang akan dilaksanakan dapat berjalan lancar dan mendapat berkah. Slametan ini juga dikenal dengan malam midodoremi, yang dipercayai bahwa pada malam tersebut akan turun bidadari-bidadari dari langit.
Gambar 5.1. acara slametan
Dari hasil observasi pada pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah, ketika para tamu kenduri telah datang, kedua calon pengantin dan juga bapak dari pihak perempuan akan menyalami semua tamu yang datang. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberitahukan kepada khalayak ramai, bahwa kedua calon mempelai tersebut akan resmi menjadi suami istri. Pada saat acara slametan tersebut para tamu akan disuguhkan dengan nasi tumpeng kuning yang akan dibagi rata oleh para tamu yang datang.
(52)
2) Resepsi Pesta Pernikahan
Setelah malam midodoremi telah selesai, keesokan harinya merupakan acara puncak dari pernikahan yang dikenal dengan resepsi pesta pernikahan. Sebelum resepsi pesta pernikahan tersebut, kedua mempelai akan melakukan upacara adat Jawa yang dikenal dengan upacara panggih, yang mana ritual tersebut akan dipimpin oleh seorang dukun manten.
Adakalanya pesta pernikahan yang diselenggarakan juga disertai dengan kedatangan ibu-ibu marhaban yang menyanyikan lagu-lagu shalawat nabi, yang tujuannya agar pernikahan yang akan dijalani kedua pengantin baru dapat berjalan lancar dan mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mengundang ibu-ibu marhaban memerlukan biaya, jadi tidak semua kalangan status sosial ekonomi mengundang mereka, hanya yang memiliki uang lebih yang mengundang ibu-ibu marhaban tersebut. Pada saat ibu-ibu marhaban mendendangkan lagu shalawat nabi, disisi lain kedua mempelai akan melakukan ritual tepung tawar yang dilakukan oleh keluarga kedua pengantin, dengan memercikkan kedua pengantian dengan air tepung yang bewarna kuning.
Setelah acara tepung tawar kedua mempelai akan melakukan upacara kirab, yaitu kedua pengantian akan melakukan ritual ganti baju, yang mana dalam pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah pengantin akan berganti pakaian untuk beberapa kali.
(53)
3) Acara Setelah Resepsi Pernikahan
Setelah acara resepsi pernikahan selesai, keesokan harinya keluarga yang baru menggelar hajatan masih disibukkan untuk membuat bubur sumsum, yang terbuat dari tepung beras yang dimasak dengan santan dan disajikan dengan siraman air gula merah. Tujuan dari pembuatan bubur sumsum ini adalah untuk menambah tenaga keluarga dari yang menggelar pesta dan juga orang yang telah datang untuk rewang.
Setalah 5 hari pesta pernikahan berakhir, maka kedua pengantin akan diantarkan kerumah keluarga pihak laki-laki, yang disebut dengan sepasaran. Sebelum kedatangan tersebut, keluarga pihak laki-laki akan mengirimkan utusan ke rumah keluarga pihak perempuan dengan membawa nasi rantangan. Ritual ini sama dengan pada saat menjemput pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan. Kemudian, orangtua dari pihak laki-laki akan menyambut di depan rumah. Sebelum pengantin masuk ke dalam rumah, orangtua laki-laki akan memberikan air putihkepada kedua pengantin. Bapak laki-laki akan meminumkan air putih kepada anak laki-lakinya, sedangkan ibu dari pihak laki-laki akan meminumkan air putih pada menantunya. Pada saat acara sepasaran ini, umumnya juga akan diadakan acara slametan, apabila keluarga dari pihak laki-laki ingin melakukan ritual ngunduh mantusecara besar-besaran, maka kedua pengantin akan di dudukkan di pelaminan untuk kedua kalinya, perbedaannya adalah mereka tidak melakukan upacara panggih lagi, seperti pesta di rumah pihak perempuan. Dari hasil wawancara di Dusun Purwosari Bawah, ada beberapa alasan mengapa orang menyelenggarakan upacara ngunduh mantu :
(54)
“ Ibu bikin pesta ngunduh mantu karena anak ibu adalah anak laki-laki satu-satunya, apalagi dia anak sulung. Lagian jarak ibu bikin pesta yang pertama sudah 12 tahun. Ya udah, maka-nya ibu bikin pesta ngunduh mantu” ( wawancara Sumini, 02 Januari 2014)
“alasan ibu bikin acara ngunduh mantu karena menantu ibu itu masuk islam, di rumahnya sana dia tidak dipestakan. Pesta pernikahan itu kan sekali seumur hidup kasian kalau mereka tidak dipestakan, maka dari itu ibu bikin upacara ngunduh mantu”. (wawancara Atik, 11 Desember 2013)
Selanjutnya alasan lain juga disampaikan oleh:
“alasan Bapak bikin acara ngunduh mantu karena di rumah anak perempuannya, baru saja ada kemalangan, ayah dari menantu Bapak baru meninggal. Pantang bagi orang kita Jawa, kalau bikin pesta saat baru kemalangan. Paling tidak nunggu setahun baru bisa bikin pesta, ya dari lama kali ya udah Bapak pesta kan. Lagi pula anaknya juga minta”. (wawancara Bandi, 22 Desember 2013)
Dalam pelaksanaanya, waktu upacara ngundo mantu ini dilakukan secara bebas, dapat dilakukan kapan saja. Namun pelaksanaan sepasaran, waktunya telah ditetapkan yaitu 5 hari setelah resepsi pernikahan di rumah pihak perempuan. Hal ini dipertegas pada saat wawancara dengan Bapak Bandi:
“anak bapak itu nikahnya bulan 9 habis lebaran ini, ngundo mantunya kemaren bulan 12 tanggal 22, kan jaraknya sudah hamper 3 bulan itu, tapi pengantin perempuan kalau kerumah Bapak, ya 5 hari setelah nikah itu”. (wawancara 22 Desember 2013)
Adapun nilai yang terkandung dalam setiap prosesi pernikahan adat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah yang dapat disimpulkan peneliti, yaitu:
1. Penghargaan terhadap perempuan
Dengan adanya pernikahan, perempuan memiliki derajat yang lebih tinggi, apalagi jika perempuan tersebut memperoleh uang seserahan yang besar, semakin
(55)
besar uang seserahan yang diterima oleh perempuan, maka akan akan semakin tinggi penghargaan yang diberikan kepada wanita tersebut
2. Status Sosial
Pernikahan menjadi ajang untuk memperlihatkan status sosial ekonmi seseorang di masyarakat. Semakin tinggi kedudukan ekonomi seseorang di masyarakat maka akan semakin besar juga pelaksanaan pesta pernikahannya.
3. Kekerabatan
Pernikahan berfungsi untuk mempererat hubungan keluarga yang sebelumnya sudah terjalin, menjadi semakin erat karena pernikahan anaknya. Artinya pernikahan menyatukan dua keluarga. Selain itu, dalam pernikahan akan mengundang banyak tamu yang datang, mulai dari saudara, kerabat dan juga tetangga, dalam hal ini pesta pernikahan menjadi ajang silahturami
4. Gotong royong
Pesta pernikahan juga menjadi tempat yang memperlihatkan nilai kebudayaan Indonesia yaitu gotong royong, salah satu yang terlihat dalam tradisi rewang yaitu tetangga yang punya pesta membantu untuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk membuat pesta berjalan lancar, seperti memasak makanan, melayani tamu bahkan sampai mencuci piring. Hal ini dilakukan tanpa mengharapkan imbalan apapun.
(56)
5.2.Komersialisasi Pesta Pernikahan di Dusun Purwosari Bawah
Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sakral, dimana seorang laki-laki dan perempuan dipersatukan dalam ikatan janji perkawinan. Salah satu tujuan sakral dari pesta pernikahan adalah menyiarkan kepada khalayak ramai karena telah bersatunya sepasang insan manusia yang berlainan jenis dalam suatu perkawinan. Kedatangan para tamu undangan untuk menyaksikan pesta pernikahan yang digelar, secara tidak langsung telah mendatangkan keuntungan bagi para penyelenggara pesta pernikahan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, akibatnya hal tersebut, memunculkan kapitalisme melalui komodifikasi pesta pernikahan, dengan menjadi pesta pernikahan sebagai komoditi komersil.
Pada era kapitalis saat ini, segala sesuatu baik itu berupa objek benda maupun budaya telah menjadi komoditi yang diperjualbelikan guna untuk memperoleh keuntungan. Menurut Barker dalam ( Mudana , 2012) bahwa objek, kualitas dan tanda telah berubah menjadi komoditas untuk memperoleh keuntungan. Dalam hal ini menurut Baudrillard dalam (Martono, 2012) menyatakan bahwa produksi tidak lagi dilihat dari nilai guna suatu barang, melainkan melihat apakah objek tersebut dapat dipertukarkan di pasar dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Hal yang menjadi nilai jual adalah citra pesta pernikahan mewah. Penyelenggaraan pesta pernikahan mewah merupakan suatu produksi simbol untuk memperoleh keuntungan. Hal ini dipertegas oleh wawancara di lapangan dengan informan Jiyem:
(57)
“ kalau pesta itu, ya ada untungnya, yang berasal dari sumbangan orang bestelan dan rewang. Bentuknya berupa uang, kado dan bahan pokok untuk pesta” (wawancara 06 Desemeber 2013)
Pernyataan ibu Jiyem tersebut, menjelaskan bahwa keuntungan pesta pernikahan berasal dari sumbangan para tamu yang rewang dan bestelan, yang disebut dengan tradisi nyumbang. Hal ini juga diperkuat dari hasil observasi, peneliti melihat bahwa di sudut tiang tratak, bahkan digantungkan amplop beserta pulpennya. Hal itu berfungsi apabila ada tamu yang tidak memiliki amplop, maka dia bisa mengambil amplop yang digantungkan tersebut.
Gambar 5.2. ampop
Hal ini menyiratkan betapa pentingnya tradisi nyumbang bagi penyelenggara pesta pernikahan. Jika dilihat dari tujuan awal tradisi nyumbang yaitu sebagai wujud tolong menolong sesama masyarakat untuk meringankan beban biaya bagi penyelenggara pesta, namun saat ini nilai sakral dari tradisi nyumbang ini telah berubah, menjadi semakin transaksional, bahkan tujuan awal dari mengundang tamu yaitu untuk mendo’akan kedua pengantin yang menikah, telah berubah menjadi tujuan
(58)
ekonomi juga. Dalam hal ini, penyelenggara pesta dan juga masyarakat secara tidak sadar telah menyembunyikan makna sakral dari sebuah pesta pernikahan. Menurut Marx dalam (Pilliang, 2012) bahwa produk telah mengalami mistifikasi, yaitu yang terlihat dari sebuah produk hanya sebuah tampilan palsu dan menyembunyikan tampilan sesungguhnya.
Komersialisasi pesta pernikahan yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah, dalam hal ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan pasar juga ikut terkait dalam mengkemas pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah, menjadi pesta pernikahan mewah, dari segi penampilan dan bentuk. Munculnya jasa sewa pelaminan, tratak, hiburan, foto, undangan, bahkan jasa pawang hujan, yang turut andil dalam mengkemas pesta pernikahan semakin komersialisasi.Hal ini menurut Darmawan (2010) bahwa pesta pernikahan telah berubah menjadi industri yang melibatkan banyak orang, mulai dari jasa pelaminan, traktak, hiburan, undangan, foto pernikahan dan juga pawang hujan.
Dalam pelaksanaan pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah, setengah bulan bahkan sebulan sebelum pesta pernikahan akan digelar, penyelenggara pesta akan meminta bantuan kepada orangtua (sesepuh adat) agar pada saat pesta pernikahan digelar, tidak terjadi hujan, karena apabila hujan, hal ini akan memberikan efek buruk bagi penyelenggara pesta pernikahan, salah satunya akan mengganggu kedatangan para tamu undangan. Hal ini juga dipertegas pada saat wawancara denganibu Suarni:
“ ya, ibu manggil pawang hujan, meminta agar pada saat pesta pernikahan yang digelar tidak hujan, hal itu merupakan langkah antisipasi. Turun
(59)
tidak-nya hujan itu diserahkan lagi kepada yang Maha Kuasa”. (wawancara 10 Desember 2013
Selain itu, penyelenggara pesta juga mempertimbangkan waktu yang tepat dalam menyelenggarakan pesta pernikahan. Ada pantangan bagi orang Jawa dalam menyelenggarakan pesta yaitu pada bulan suro, selainya tidak ada pantangan bulan dalam menyelenggarakan pesta. Biasanya pesta pernikahan banyak diadakan pada hari sabtu dan juga minggu, hal ini dikarenakan pada hari tersebut para pekerja memperoleh gaji, sehingga mereka memiliki uang untuk menyumbang penyelenggara pesta, bahkan pada saat bulan bonusan, yaitu pada bulan 6 dan bulan 12, akan semakin banyak masyarakat etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah yang menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya. Pada saat bonusan para pekerja yang bekerja di Perkebunan PTPN IV Nusantara Dolok Ilir dan PT Bridgestone, akan memperoleh uang bonus yang besar bahkan sampai 6 juta. Dengan demikian, uang bonusan dapat mereka gunakan untuk menyumbang penyelenggara pesta pernikahan. Apabila waktu penyelenggara pesta pernikahan tidak pada waktu yang tepat diselenggarakan, maka hal tersebut dapat merugikan dari penyelenggara pesta pernikahan.
Kemudian dari segi undangan, penyelenggara pesta memperhitungkan secara rinci mengenai jumlah orang yang diundang, semakin banyak tamu yang datang, maka akan semakin banyak jumlah orang yang diundang. Bagi orang Jawa, menghadiri undangan adalah suatu kewajiban sosial yang diperuntukkan kepada penyelenggara pesta pernikahan. Ada perinsip malu yang dipegang orang Jawa, apabila tidak menghadiri pesta pernikahan, akibatnya mereka akan datang ke pesta pernikahana,
(60)
apabila sudah diundang. Bagi penyelenggara pesta pernikahan sebulan sebelum pesta pernikahan digelar mereka akan mempersiapkan berapa banyak jumlah undangan yang disebar, mulai dari saudara, kerabat dan juga tetangga. Dalam hal ini status ekonomi seseorang di masyarakat dusun Purwosari Bawah turut mempengaruhi seberapa besar jumlah tamu yang diundang. Harga undangan yang bervariasi, membuat masyarakat perlu selektif mengenai tamu yang diundang. Dalam hal ini, semakin tinggi kedudukan seseorang di masyarakat, maka akan semakin banyak jumlah tamu yang diundang.
Menurut Darmawan (2010) pesta pernikahan merupakan arena untuk mengukuhkan siapa yang paing kaya dan memiliki jaringan yang lebih luas. Orang yang memiliki kedudukan tinggi di dusun Purwosari Bawah, dalam arti orang kaya, pesta pernikahannya akan dihadiri banyak tamu, jika dibandingkan orang menengah dan juga miskin. Hal ini dikarenakan orang kaya memiliki jaringan luas yang berasal dari teman bisnis tetangga maupun saudara. Selain itu, orang kaya di Dusun Purwosari Bawah, akan selalu aktif dalam menghadiri dan menyumbang pesta pernikahan tetangganya yang lain, karena mereka memiliki modal untuk menyumbang orang pesta yang lain. Sedangkan seseorang yang berkedudukan rendah di masayarakat, tamu yang diundang ke pesta pernikahannya relatif sedikit, hal ini karena harga undangan yang mahal. Jumlah tamu yang datang akan mempengaruhi terhadap keuntungan yang didapat, yang pada akhirnya orang miskin hanya memperoleh keuntungan yang sedikit jika dibandingkan dengan pesta pernikahan orang kaya dan menengah.
Hiburan dalam pesta pernikahan juga turut andil dalam mengkomersialisasikan pesta pernikahan. Hiburan merupakan suatu media penghibur bagi penyeleggara pesta
(61)
pernikahan juga para tamu undangan. Dalam hal ini, semakin menarik pesta pernikahan yang digelar, akan mempengaruhi terhadap jumlah tamu yang datang, bahkan para tamu yang datang tidak segan-segan untuk menyanyi di atas pentas bersama para biduan. Secara tidak langsung penyelenggara pesta pernikahan, menggelar hiburan di acara pesta pernikahannya adalah untuk menghibur para tamu undangan. Dalam kesehariannya tamu undangan adalah mereka yang bekerja, baik kepada perusahaan maupun berwiraswata, dengan adanya hiburan dalam pesta pernikahan, menjadi sarana bagi para tamu undangan untuk melepas sejenak kelelahan mereka setelah seharian bekerja, sehingga hiburan tersebut sering sekali menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat di dusun Purwosari Bawah. Dari hasil observasi, ada salah satu warga yaitu Bapak Bandi yang menampilkan hiburan berupa pertunjukkan keyboard gondang, yang merupakan kesenian dari masyarakat Batak.. Harga pertunjukkan reog itu sendiri saat ini di dusun Purwosari Bawah yaitu 1,8 juta rupiah. Pertunjukkan reog akan dilakukan dari siang hari sampai pada malam hari dan pada malam hari pertunjukkan tersebut semakin meriah, karena semakin banyak para pemain reog yang melakukan atraksi yang hebat.
Seminggu sebelum pesta pernikahan digelar, telah tersebar kabar mengenai pertunjukkan yang akan digelar penyelenggara pesta pernikahan. Ketika masyarakat yang telah diundang mengetahui bahwa penyelenggara pesta pernikahan menyelenggarakan keyboard gondang, mereka akan datang pada malam hari dengan alasan, selain mereka bestelan mereka juga ingin menyaksikan pertunjukkan keyboard gondang. Dalam hal ini, orang datang ke pesta pernikahan karena adanya dipengaruhi
(62)
hasrat yaitu hasrat untuk melihat hiburan dalam pesta pernikahan. Peneliti melihat bahwa pada saat hiburan yang menarik ditampilkan akan ada banyak orang pada malam hari yang datang untuk berkumpul di tempat penyelenggara pesta pernikahan. Dapat disimpulkan bahwa semakin meriah dan megah pesta pernikahan yang dibuat akan menarik minat tamu undangan yang datang untuk melihat kemegahan pesta pernikahan yang dibuat penyelenggara pesta pernikahan. Demikian sebaliknya, semakin sederhana pesta pernikahan yang dibuat akan mengurangi minat orang untuk datang ke pesta pernikahan, bahkan mereka lebih memilih untuk menitipkan uang sumbangan kepada kerabat lain yang datang ke pesta pernikahan tersebut. Menurut Baudrillard dalam (Martono, 2012), dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekarang telah beralih masyarakat tontonan, yang hal ini sama dengan masyarkat konsumsi.
Selain itu, dari hasil observasi di lapangan, peneliti melihat bahwa keberadaan hiburan itu sendiri telah membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, yaitu mulai bermunculan pedagang musiman seperti pedagang mainan anak dan juga makanan. Mereka memanfaatkan momentum pesta pernikahan untuk mencari rezeki. Hal ini juga membuat pesta pernikahan tersebut, semakin meriah, sehingga dalam hal ini para tamu undangan, selain bisa memenuhi kewajiban sosial yaitu, menghadiri undangan pesta pernikahan juga dapat menyaksikan hiburan. Selain itu mereka juga dapat membeli makanan ringan yang dijual para penjual makanan musiman tersebut.
Bagi para penyelenggara pesta pernikahan menyediakan hiburan, undangan, tratak, satu set pelengkapan pelaminan dan juga biaya untuk membeli makanan, memerlukan biaya yang tidak sedikit, maka penyelenggara pesta melakukan strategi
(63)
agar pesta pernikahan anaknya tidak mengalami kerugian yaitu dengan memberi sajian makanan ala kadanya. Hal ini juga diperkuat oleh wawancara dengan ibu Jiyem:
“pesta pernikahan itu untung, ya kalau kita menyumbang 25 ribu, dapt nasi bontot-nya, berupa nasi, lauknya telur dan juga mie. Ya untung besar lah mereka” (wawancara 06 Desember 2013)
Dari pernyataan ibu Jiyem di atas, bahkan makanan menjadi ujung tolak ukur dari sumbangan para tamu yang datang, bahkan tidak ada perbedaan mengenai jumlah uang sumbangan yang diterima dengan makanan yang diberikan penyelenggara pesta pernikahan. Sajian nasi bungkus, yang berisi nasi ala kadarnya, merupakan strategi bagi penyelenggara pesta pernikahan agar pesta pernikahan yang digelar tidak mengalami kerugian.
Dalam kenyataan di masyarakat, akan tampak terdapat perbedaan keuntungan yang didapat oleh mereka yang memiliki kedudukan tinggi,menengah dan rendah di masyarakat. Hal ini juga diperkuat pada saat wawancara di lapangan:
“Waktu itu modal pesta ibu ada 25 juta ada kembalinya 32 juta itu lain kadonya”. (wawancara Siti, 07 Desember 2013)
“modal pestanya kira-kira 20 juta lebih, ibu dapat kembalinya hampir 30 juta, ya itu untuk beli mas dan juga dikasih sama anak perempuan ibu, yang nikah”(wawancara Suarni, 10 Desember 2013)
Selanjutnya hal yang sama juga disampaikan oleh informan yang berada di kelas menengah:
“Rata-rata sumbangan orang 20 ribu, dari 1500 ratus undangan yang diundang 95 % yang datang. Modal ibu untuk menyelenggarakan pesta itu balik, dan untungnya bisa untuk beli 1 ekor sapi (wawancara Arfain, 25 Desember 2013)
“modal ibu, kemaren hampir 20 juta ada, ya kalau ditanya untung, ya ada tapi sidikit lah”. (wawancara Mubariyah, 13 Desember 2013)
(1)
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Komersialisasi Pesta Pernikahan dan Identitas Status Sosial Ekonomi Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripasi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU
2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU
3. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M. Si, selaku Sekertaris Departemen Sosiologi FISIP USU
(2)
4. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si, selaku Dosen Pembimbing dan wali penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada beliau atas kesediaannya dalam memberika pengarahan-pengarahan ataupun masukkan bagi skripsi penulis 5. Bapak Drs. Sismudjito, M. Si, selaku dosen ketua penguji penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen FISIP USU, khususnya Dosen Departemen Sosiologi atas ilmu yang selama ini telah diberikan kepada penulis.
7. Kepada kedua orangtua dan keluarga besar penulis atas dukungan do’a dan dananya selama ini, sehingga penulisdapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga penulis dapat membanggakan kedua orangtua penulis.
8. Kepada Kepala Desa Padang Mainu yakni Bapak Cipto, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di dusun Purwosari Bawah.
9. Para Informan yang ada di dusun Purwosari Bawah yang bersedia memberikan waktunya untuk memberikan informasi mengenai Komersialisai Pesta Pernikahan dan Identitas Status Sosial Ekonomi Etnis Jawa, terimakasih untuk pengertiannya yang telah bersedia menerima kehadiran penulis selama proses penyelesaian skripsi ini
10.Teman dekat penulis Sugianto dan keluarga, yang selalu membantu dan memberikan semangat, motivasi kepada penulis dan juga memberikan banyak pengorban buat penulis baik tenaga dan pikirannya.
11.Kepada teman penulis yakni Destrianna dan Winandar Yoga yang selalu menemani penulis untuk mencari referensi dalam penulis skripsi ini.
(3)
12.Buat teman-teman stambuk penulis di Departeman Sosiologi FISIP USU yakni Fitriyati, Siti Sadrianti, Rida Pasaribu, Yulia Hardianty dan Afriyani, yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk dapat menyelasaikan skripsi ini.
13.Kepada senior di Departemen Sosiologi FISIP USU yakni kak Elisabeth, Kak Bertha, Kak Sugi, kak Siska, Bang Reza, Bang syahrul dan juga Bang Rudi. Terimakasih telah memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
14.Semua pihak yang turut membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Atas dukungan berbagai pihak tersebut, penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi berbagai pihak yang membutuhkan.
Medan, 13 Maret 2014
DEFI AYUNI Penulis
(4)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Tabel Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin… ... 41
Tabel 4.2. Tabel Penduduk Berdasarkan etnis... ... 42
Tabel 4.3. Penduduk Berdasarkan Pekejaan… ... 43
Tabel 4.4. Tabel Penduduk Berdasarkan pendidikan… ... 44
Tabel 4.5. Tabel sarana dan Prasarana Beribadah… ... 46
Tabel 4.6. Tabel sarana dan Prasarana Pendidikan… ... 47
(5)
DAFTAR ISI
Abstrak …... i
Kata Pengantar… ... ii
Daftar Tabel… ... vi
Daftar Isi… ... vii
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.Rumusan Penelitian ... 9
1.3.Tujuan Penelitian ... 9
1.4.Manfaat penelitian ... 10
1.5.Definisi Konsep ... 11
Bab II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan mengenai Perkawinan dan Pesta Pernikahan ... 14
2.2. Komersialisasi Pesta pernikahan… ... 15
2.3. Perubahan Sosial dan Kebudayaan ... 17
2.4. Resiprositas… ... 20
2.3. Interaksionisme Simbolik ... 21
2.4. Stratifikasi Sosial dan Gaya Hidup ... 24
2.5. Identitas Sosial ... 29
Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 33
3.2. Lokasi Penelitian ... 33
3.3. Unit Analisis dan Informan ... 34
3.4. Teknik pengumpulan Data ... 35
3.5. Interprestasi Data ... 37
3.6. Jadwal penelitan ... 38
Bab IV Deskripsi Lokasi dan Informan Penelitian 4.1. Gambaran umum dusun Purwosari Bawah… ... 39
4.2. Karakteristik Informan… ... 48
Bab V Hasil dan Pembahasan 5.1. Proses Pernikahan etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah…... 64
5.2. Komersialisasi Pesta pernikahan di dusun Purwosari Bawah... 78
5.3. Identitas Status Sosial etnis Jawa dalam pesta pernikahan… ... 90
5.4. Perubahan pesta pernikahan etnis Jawa.. ... 102
Bab VI Kesimpulan dan Saran 6.1. Kesimpulan… ... 108
(6)
Daftar Pustaka… ... 111 LAMPIRAN…... 115