Proses Pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Proses Pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah

Pernikahan merupakan suatu upacara pengukuhan janji nikah yang dilakukan oleh dua orang untuk meresmikan ikatan perkawinannya. Dalam hal ini, pernikahan merupakan impian besar bagi sebagian besar pasangan yang ingin membangun hubungan rumah tangga. Bagi masyarakat Jawa sendiri, pernikahan merupakan suatu siklus daur hidup yang harus dijalani individu ketika beranjak dewasa, yang mana proses tersebut tidak dapat dilepaskan dari adat istiadat, mengingat hubungan intim antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah dianggap perbuatan yang memalukan. Hal ini, secara sosiologis menurut Horton dan Hunt dalam Narwoko dan Bagong, 2010 bahwa pernikahan merupakan pola sosial yang disetujui dengan cara dua orang atau lebih membentuk keluarga. Pola sosial yang disetujui disini, artinya adalah bahwa dengan pernikahan seseorang dapat melakukan hubungan suami-istri tanpa harus takut melanggar norma dan nilai yang ada di masyarakat, karena pada hakikatnya pernikahan merupakan suatu cara yang dilegalkan menurut adat, agama dan juga Negara. Dengan kata lain, pernikahan berfungsi sebagai suatu jalan untuk mengawali dorongan seks dalam masyarakat, tanpa adanya pengawasan dan pembatasan akan terjadi pertentangan sosial. Dalam hal ini, ada norma dan nilai yang mengatur tentang pernikahan, yang mana norma tersebut juga dimuati dengan sanksi sosial bagi yang Universitas Sumatera Utara melanggarnya, hal ini bertujuan untuk menjaga keteraturan dalam masyarakat di dusun Purwosari Bawah. Dari tahun 2007-2013 telah terjadi tiga kasus perselingkuhan di Dusun Purwosari Bawah, yang mana ketiga kasus tersebut terjadi kepada pasangan yang telah menikah, bahkan melibatkan seorang wanita yang telah memiliki gelar agama. Ketiga kasus tersebut, terjadi pada tahun 2007, 2012 dan terakhir pada tahun 2013. Dari kesemua kasus tersebut, pihak-pihak yang terlibat perselingkuhan mendapat sanksi sosial, berupa tindakan pengeroyokan, pengucilan dari pergaulan masyarakat dan juga kurungan penjara. Pada tahun 2013, kasus perselingkuhan yang terjadi membuat sang wanita dan selingkuhannya dimasukkan ke dalam penjara. Pelaksanaan pernikahan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pesta pernikahan Etnis Jawa di daerah asalnya. Hal ini dipertegas pada saat wawancara dengan ibu Jiyem yaitu: “pelaksanaan pernikahan etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pesta pernikahan di pulau Jawa. Pernikahan di daerah sini sangat kental budaya Jawa, baik sebelum dan saat resepsi pernikahan berlangsung. Seseorang yang tidak menggunakan adat Jawa dalam pernikahannya dianggap tidak mempunyai adat” wawancara 06 Desember 2013 Berdasarkan pernyataan tersebut, bagi etnis Jawa menjunjung tinggi adat istiadat merupakan suatu kewajiban, walaupun mereka berada jauh dari daerah asalnya, namun mereka tetap membawa identitas sebagai etnis Jawa, sebagaimana upacara pesta pernikahan yang merupakan salah satu wujud ekspresi untuk menujukkan suatu identitas etnis sebagai etnis Jawa. Menurut Lusiana, dkk 2012, proses terpenting dalam upacara pernikahan Etnis Jawa adalah ijab kobul, sesajen dan Universitas Sumatera Utara juga slameten. Ketiga hal tersebut, merupakan sesuatu yang sangat penting yang wajib dilakukan oleh semua kalangan status sosial ekonomi di masyarakat dan hanya bagi masyarakat yang memiliki kekayaan lebih yang dapat melaksanakan resepsi pesta pernikahan. Hal sebaliknya terjadi pada saat ini, masyarakat sekarang, khususnya orangtua merasa memiliki kewajiban untuk dapat melaksanakan pesta pernikahan anaknya. Dalam pelaksanaan pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah,digelar dengan sangat meriah, hal ini dikarenakan nama baik orangtua dipertaruhkan dalam menggelar hajatan besar seperti itu. Nama orangtua dari calon pengantin perempuan yang menjadi perbincangan di masyarakat, perihal pesta pernikahan anaknya. Hal ini juga yang melatarbelakangi orangtua untuk berusaha membuat pesta pernikahan mewah anaknya dan mereka juga tidak akan merasa rugi untuk mengeluarkan uang banyak dalam membiayai pesta pernikahan anaknya, karena mereka tidak ingin ada perasaan dibedakan. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara dengan ibu Siti: “ pelaksanaan pesta pernikahan merupakan kewajiban orangtua terhadap anaknya, ibu merasa ikhlas jika harus mengeluarkan uang sangat banyak untuk membiayai pesta pernikahan anak ibu, yang paling penting kebahagiaan anak ibu, karena pesta pernikahan itu merupakan sesuatu yang penting yang dirayakan satu kali seumur hidup bagi anak ibu. Kasian dia, jika tidak digelar pesta pernikahan seperti teman-teman yang lain, dia pasti akan merasa minder. Kalau digelar pesta kan dia bisa punya kenang- kenagan berupa foto untuk ditunjukkan kepada anak-anaknya” wawancara 07 Desember 2013. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa masyarakat etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, menempatkan masalah perkawinan sebagai masalah keluarga. Dalam pelaksanaanya, setiap perkawinan ke dua mempelai diselenggarakan Universitas Sumatera Utara dengan sangat meriah, mulai dari dekorasi pelaminan, tata rias pengantin, makanan dan juga hiburan. Perkawianan bagi etnis Jawa, tidak hanya meyatukan ke dua pengantin, melainkan keluarga besar yang dahulunya tidak begitu dekat, menjadi semakin dekat. Sebagaimana,menurut Hildred 1982, pernikahan merupakan pelebaran menyamping tali ikatan antara dua kelompok yang tidak bersaudara atau pengukuhan keanggotan kelompok secara endogam. Oleh sebab itu, apabila keluarga dari pihak wanita kekurangan biaya untuk menyelenggarakan pesta pernikahan, maka keluarga pihak laki-laki juga dapat membantu. Adapun tahapanproses yang harus dilalui untuk menuju sebuah pernikahan pada etnis Jawa di Dusun Purwosari bawah yaitu: 1. Tahap Penjajakan Tahap penjajakan sama dengan kencan, yang mana merupakan perjanjian sosial yang secara kebetulan dilakukan oleh dua orang individu yang berlainan jenis seksnya untuk mendapat kesenangan, dalam bahasa Jawanya dikenal dengan Babat Alas yang artinya membuka hutan. Tujuannya adalah agar kedua belah pihak saling mengenal sebelum menuju tahap yang lebih lanjut. Jika dahulunya penentuan jodoh ini ditentukan oleh orangtua, namun sekarang orangtua membebaskan anaknya untuk memilih pasangan sendiri, orangtua hanya memberikan nasehat kepada anaknya. Hal ini terungkap pada saat wawancara dengan ibu Siti: “ kalau dulu, nikahnya dijodohkan sama orangtua ibu, sedangkan ibu sama suami hanya kenal satu minggu dan setelah itu menikah. Namun, semua anak ibu, tidak ada yang dijodohkan mereka bebas untuk memilih pasangan Universitas Sumatera Utara masing-masing, orangtua hanya memberikan wejangan saja” wawancara, 07 Desember 2013 2. Tahap Peminangan Lamaran Kemudian setelah tahap pengenalan itu berjalan lancar dan kedua muda-mudi tersebut telah mantap dengan pasangannya, maka akan dilanjutkan dengan tahap peminangan yang disebut juga dengan lamaran, yang merupakan kunjungan resmi keluarga pihak laki laki-laki ke rumah keluarga pihak perempuan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah anak perempuan tersebut sudah ada yang memiliki atau tidak, jika tidak ada yang memiliki, maka keluarga pihak pria mengutarakan niatnya untuk mempersunting anak perempuan tersebut. Umumnya kedatangan pihak laki-laki akan disertai dengan membawa buah tangan, berupa makanan. Setelah lamaran diterima, maka akan dibicarakan mengenai hari pernikahan dan mas kawin. Untuk menentukan hari pernikahan keluarga pihak perempuan akan menanyakan kepada orangtua sesepuh adat mengenai hari pernikahan yang tepat, penentuan hari pernikahan ini didasarkan pada hari lahir kedua calon mempelai dalam tanggalan Masehi dihitung dari tanggal sepasaran Jawa tanggal mingguan dalam kalendar Jawa, penentuan hari pernikahan ini sangat penting, bahkan dapat mempengaruhi keberlanjutan pelaksanaan pesta pernikahan. Hal ini sesuai wawancaradengan ibu Susiyah: “ pencocokan tangal lahir sangat penting. Jika ternyata dari hasil perhitungan mereka dikatakan tidak cocok, maka lebih baik pernikahan tersebut dibatalkan, takutnya jika diteruskan dapat mendatangkan marabahaya. Kemarin anak laki-laki saya yang paling besar, sudah Universitas Sumatera Utara dilamar tinggal menentukan hari pernikahannya saja, namun ketika keluarga pihak perempuan mencocoknya tanggal mereka, eh ternyata, tidak cocok. Saya meminta pengertian anak saya untuk membatalkan pernikahan tersebut dan keluarga pihak perempuan juga menyetujuinya, sehingga pernikahannya dibatalkan”. wawancara 25 Desember 2013 Namun, ada juga masyarakat yang tidak begitu mempedulikan mengenai kecocokan tanggal lahir pasangan yang menikah, bagi mereka menjalani pernikahan merupakan sesuatu yang harus dijalani, kesenangan dan kesusahan dijalani secara bersama. Mereka mempercayai kalau memang jodoh, maka akan bersatu. Hal ini dipertegas oleh wawancara dengan ibu Jiyem yaitu: “pernikahan ibu dan suami tidak ada menanyakan ke orangtua mengenai kecocokan tanggal lahir, waktu itu ibu hanya berpikir, kalau memang jodoh ya dijalani saya, seandainya tidak berjodoh, maka akan berpisah juga. Walaupun begitu kakak-nya ibu yang pandai membaca tanggalan Jawa, melihat bahwa setelah kami menikah, maka pernikahan kami ibarat gelas yang sumpil sedikit, ya itu memang terbukti. Setelah satu bulan ibu menikah, mamak dari ibu meninggal” wawancara 06 Desember 2013 Berdasarkan hal tersebut, mencocokkan hari lahir kedua pasangan pengantin di Dusun Purwosari Bawah tergantung dengan kepercayaan masing-masing individu di Dusun Purwosari Bawah. 3. PertunanganPinengsetan Setelah penentuan tanggal pernikahan telah ditentukan, maka akan dilanjutkan dengan pinengsetan, yang merupakan pemberian seserahan kepada pihak wanita sebelum menuju pernikahan.Pemberian seserahan ini merupakan suatu bentuk penghargaan pihak pria terhadap wanita yang akan dinikahinya. Hal yang menjadi Universitas Sumatera Utara simbol dalam pinengsetan ini yaitu pakain lengkap wanita yang dalam bahasa Jawa- nya disebut sandangan sapangadek, perhiasan dan uang yang disebut dengan tukon. Selain itu, terdapat istilah baru dalam sebuah pertunangan yaitu tukar cincin. Makna tukar cincin ini yaitu sebagai simbol pengikat pihak calon pengantin pria terhadap calon pengantin perempuan. Fenomena tukar cincin ini terjadi pada era tahun 80-an ke atas, dimana sebelum tahun 80-an, era tukar cincin di Dusun Purwosari Bawah, tidak ada. Hal ini terungkap pada saat wawancaradengan ibu Susiyah di lapangan: “ pernikahan ibu waktu itu ada pada tahun 1979, pinengsetannya hanya diberi pakaian dan juga uang jahitnya, pada saat itu belum ada trent tukar cincin, baru setelah ibu nikah, di Dusun ini mulai trent mengenai tukar cincin”. wawancara 25 Desember 2013 Selanjutnya hal yang mendukung pernyataan ini juga disampaikan oleh Informan ibu Atik: “Ibu nikah tahun 1980, setelah tiga tahun pacaran dimulai dari tahun 1977, barulah kami memutuskan untuk menikah, pada saat pinengsetan, ibu diberi pakaian dan juga cincin sebagai simbol bahwa ibu sudah ada yang memiliki ”. Wawancara 11 Desember 2013 Dalam pelaksanaan perkawinan di Dusun Purwosari Bawah, adakalanya pada saat lamaran juga langsung dilakukan upacara tunangan dengan langsung memberikan seserahan, hal ini dilakukan jika pihak pria yakin bahwa perempuan telah positip menerima lamarannya. Universitas Sumatera Utara 4. Pernikahan Pernikahan merupakan suatu tahap akhir, dimana seseorang akan menerima status baru menjadi pasangan suami-istri. Secara umum proses dalam pernikahan ini yaitu: 1 Tahap sebelum pernikahan Sebelum pernikahan kedua mempelai akan dipingit selama 40 hari, namun sekarang pingitan ini hanya dilakukan 7 hari sebelum pesta pernikahan digelar. Tujuan dari pingitan ini adalah untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan yang terjadi kepada kedua calon pengantin. Hal ini juga dipertegas pada saat wawancaradengan ibu Arfain: “ pingitan itu merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan kedua mempelai mendekati hari pernikahan, selama 7 hari kedua mempelai dilarang ketemu bahkan keluar rumah, tujuannya adalah agar tidak ada marabahaya yang terjadi, seperti kecelakaan, karena menjelang hari penikahan itu merupakan bulan panas bagi kedua mempelai”.wawancara 25 Desember 2013 Selanjutnya hal yang sama juga disampaikan Informan Susiyah oleh: “ saat mendekati hari pernikahan kedua calon pengantin, melakukan ritual pingitan, bahkan perempuan dianjurkan untuk berpuasa, tujuannya agar pernikahannya dapat berjalan lancar”. wawancara Susiyah 25 Desember 2013 Kemudian beberapa hari sebelum pernikahan berlangsung, maka pihak perempuan akan berkunjung ke makam leluhur, tujuannya adalah sebagai penghormatan kepada leluhur yang sudah meninggal, sekaligus meminta do’a agar pesta pernikahan anak perempuan dapat berjalan lancar. Bahkan untuk memperlancar Universitas Sumatera Utara acara pernikahan,tersebut, masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, masih mempercayai tradisi memanggil pawang hujan, tujuannya agar pada saat pesta pernikahan digelar tidak ada hujan yang turun, sehingga banyak tamu yang datang ke pernikahannya. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara di lapangan: “ ya, ibu manggil pawang hujan, meminta agar pada saat pesta pernikahan yang digelar tidak hujan, hal itu merupakan langkah antisipasi. Turun tidak- nya hujan itu diserahkan lagi kepada yang Maha Kuasa”. wawancara Suarni, 10 Desember 2013 “ ya manggil pawang hujan juga, minta tolong sama Bapak Kateng , agar pada saat pesta pernikahan digelar tidak ada hujan, kalau hujan pesta pernikahan-nya tidak dapat berjalan lancar, kalau hujan itu semua-nya tambah semrawut”. wawancara Siti, 07 Desember 2013 Sedangkan orangtua dari pihak perempuan akan disibukkan dengan segala hal yang menyangkut mengenai pesta pernikahan, mulai dari menyebar kartu undangan, mengundang orang rewang sewa tratak, sewa pelaminan,sewa hiburan dan juga makanan, yang kesemua hal tersebut memerlukan persiapan yang matang, bahkan jauh sebelum hari pernikahan hal tersebut sudah dipikirkan. Satu hari menjelang pesta pernikahan, keluarga pihak perempuan akan mengirimkan utusan ke rumah calon pengantin laki-laki disertai dengan mambawa nasi rantang, disisi lain ketika utusan itu datang, calon pengantin laki-laki dan keluarganya telah siap untuk pergi ke rumah calon pengantin perempuan. Kedatangan keluarga calon pengantin laki-laki tersebut akan disambut dengan keluarga pihak laki-laki. Umumnya Kedatangan tersebut dilakukan pada sore hari, satu hari sebelum pesta pernikahan digelar, dan pada malam harinya akan diadakan ijab kobul, namun pelaksanaan ijab kobul bisa dilakukan sehari Universitas Sumatera Utara sebelum hari pernikahan ataupun pada pagi hari pada saat resepsi akan segera pernikahan digelar. Pada malam hari sebelum pesta pernikahan digelar akan diadakan acara slametan di rumah calon pengantin perempuan dengan mengundang laki-laki untuk datang kenduri, orang yang diundang kenduri tersebut akan memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pernikahan yang akan dilaksanakan dapat berjalan lancar dan mendapat berkah. Slametan ini juga dikenal dengan malam midodoremi, yang dipercayai bahwa pada malam tersebut akan turun bidadari-bidadari dari langit. Gambar 5.1. acara slametan Dari hasil observasi pada pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah, ketika para tamu kenduri telah datang, kedua calon pengantin dan juga bapak dari pihak perempuan akan menyalami semua tamu yang datang. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberitahukan kepada khalayak ramai, bahwa kedua calon mempelai tersebut akan resmi menjadi suami istri. Pada saat acara slametan tersebut para tamu akan disuguhkan dengan nasi tumpeng kuning yang akan dibagi rata oleh para tamu yang datang. Universitas Sumatera Utara 2 Resepsi Pesta Pernikahan Setelah malam midodoremi telah selesai, keesokan harinya merupakan acara puncak dari pernikahan yang dikenal dengan resepsi pesta pernikahan. Sebelum resepsi pesta pernikahan tersebut, kedua mempelai akan melakukan upacara adat Jawa yang dikenal dengan upacara panggih, yang mana ritual tersebut akan dipimpin oleh seorang dukun manten. Adakalanya pesta pernikahan yang diselenggarakan juga disertai dengan kedatangan ibu-ibu marhaban yang menyanyikan lagu-lagu shalawat nabi, yang tujuannya agar pernikahan yang akan dijalani kedua pengantin baru dapat berjalan lancar dan mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mengundang ibu-ibu marhaban memerlukan biaya, jadi tidak semua kalangan status sosial ekonomi mengundang mereka, hanya yang memiliki uang lebih yang mengundang ibu-ibu marhaban tersebut. Pada saat ibu-ibu marhaban mendendangkan lagu shalawat nabi, disisi lain kedua mempelai akan melakukan ritual tepung tawar yang dilakukan oleh keluarga kedua pengantin, dengan memercikkan kedua pengantian dengan air tepung yang bewarna kuning. Setelah acara tepung tawar kedua mempelai akan melakukan upacara kirab, yaitu kedua pengantian akan melakukan ritual ganti baju, yang mana dalam pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah pengantin akan berganti pakaian untuk beberapa kali. Universitas Sumatera Utara 3 Acara Setelah Resepsi Pernikahan Setelah acara resepsi pernikahan selesai, keesokan harinya keluarga yang baru menggelar hajatan masih disibukkan untuk membuat bubur sumsum, yang terbuat dari tepung beras yang dimasak dengan santan dan disajikan dengan siraman air gula merah. Tujuan dari pembuatan bubur sumsum ini adalah untuk menambah tenaga keluarga dari yang menggelar pesta dan juga orang yang telah datang untuk rewang. Setalah 5 hari pesta pernikahan berakhir, maka kedua pengantin akan diantarkan kerumah keluarga pihak laki-laki, yang disebut dengan sepasaran. Sebelum kedatangan tersebut, keluarga pihak laki-laki akan mengirimkan utusan ke rumah keluarga pihak perempuan dengan membawa nasi rantangan. Ritual ini sama dengan pada saat menjemput pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan. Kemudian, orangtua dari pihak laki-laki akan menyambut di depan rumah. Sebelum pengantin masuk ke dalam rumah, orangtua laki-laki akan memberikan air putihkepada kedua pengantin. Bapak laki-laki akan meminumkan air putih kepada anak laki-lakinya, sedangkan ibu dari pihak laki-laki akan meminumkan air putih pada menantunya. Pada saat acara sepasaran ini, umumnya juga akan diadakan acara slametan, apabila keluarga dari pihak laki-laki ingin melakukan ritual ngunduh mantusecara besar- besaran, maka kedua pengantin akan di dudukkan di pelaminan untuk kedua kalinya, perbedaannya adalah mereka tidak melakukan upacara panggih lagi, seperti pesta di rumah pihak perempuan. Dari hasil wawancara di Dusun Purwosari Bawah, ada beberapa alasan mengapa orang menyelenggarakan upacara ngunduh mantu : Universitas Sumatera Utara “ Ibu bikin pesta ngunduh mantu karena anak ibu adalah anak laki-laki satu- satunya, apalagi dia anak sulung. Lagian jarak ibu bikin pesta yang pertama sudah 12 tahun. Ya udah, maka-nya ibu bikin pesta ngunduh mantu” wawancara Sumini, 02 Januari 2014 “alasan ibu bikin acara ngunduh mantu karena menantu ibu itu masuk islam, di rumahnya sana dia tidak dipestakan. Pesta pernikahan itu kan sekali seumur hidup kasian kalau mereka tidak dipestakan, maka dari itu ibu bikin upacara ngunduh mantu”. wawancara Atik, 11 Desember 2013 Selanjutnya alasan lain juga disampaikan oleh: “alasan Bapak bikin acara ngunduh mantu karena di rumah anak perempuannya, baru saja ada kemalangan, ayah dari menantu Bapak baru meninggal. Pantang bagi orang kita Jawa, kalau bikin pesta saat baru kemalangan. Paling tidak nunggu setahun baru bisa bikin pesta, ya dari lama kali ya udah Bapak pesta kan. Lagi pula anaknya juga minta”. wawancara Bandi, 22 Desember 2013 Dalam pelaksanaanya, waktu upacara ngundo mantu ini dilakukan secara bebas, dapat dilakukan kapan saja. Namun pelaksanaan sepasaran, waktunya telah ditetapkan yaitu 5 hari setelah resepsi pernikahan di rumah pihak perempuan. Hal ini dipertegas pada saat wawancara dengan Bapak Bandi: “anak bapak itu nikahnya bulan 9 habis lebaran ini, ngundo mantunya kemaren bulan 12 tanggal 22, kan jaraknya sudah hamper 3 bulan itu, tapi pengantin perempuan kalau kerumah Bapak, ya 5 hari setelah nikah itu”. wawancara 22 Desember 2013 Adapun nilai yang terkandung dalam setiap prosesi pernikahan adat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah yang dapat disimpulkan peneliti, yaitu: 1. Penghargaan terhadap perempuan Dengan adanya pernikahan, perempuan memiliki derajat yang lebih tinggi, apalagi jika perempuan tersebut memperoleh uang seserahan yang besar, semakin Universitas Sumatera Utara besar uang seserahan yang diterima oleh perempuan, maka akan akan semakin tinggi penghargaan yang diberikan kepada wanita tersebut 2. Status Sosial Pernikahan menjadi ajang untuk memperlihatkan status sosial ekonmi seseorang di masyarakat. Semakin tinggi kedudukan ekonomi seseorang di masyarakat maka akan semakin besar juga pelaksanaan pesta pernikahannya. 3. Kekerabatan Pernikahan berfungsi untuk mempererat hubungan keluarga yang sebelumnya sudah terjalin, menjadi semakin erat karena pernikahan anaknya. Artinya pernikahan menyatukan dua keluarga. Selain itu, dalam pernikahan akan mengundang banyak tamu yang datang, mulai dari saudara, kerabat dan juga tetangga, dalam hal ini pesta pernikahan menjadi ajang silahturami 4. Gotong royong Pesta pernikahan juga menjadi tempat yang memperlihatkan nilai kebudayaan Indonesia yaitu gotong royong, salah satu yang terlihat dalam tradisi rewang yaitu tetangga yang punya pesta membantu untuk mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk membuat pesta berjalan lancar, seperti memasak makanan, melayani tamu bahkan sampai mencuci piring. Hal ini dilakukan tanpa mengharapkan imbalan apapun. Universitas Sumatera Utara 5.2.Komersialisasi Pesta Pernikahan di Dusun Purwosari Bawah Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sakral, dimana seorang laki-laki dan perempuan dipersatukan dalam ikatan janji perkawinan. Salah satu tujuan sakral dari pesta pernikahan adalah menyiarkan kepada khalayak ramai karena telah bersatunya sepasang insan manusia yang berlainan jenis dalam suatu perkawinan. Kedatangan para tamu undangan untuk menyaksikan pesta pernikahan yang digelar, secara tidak langsung telah mendatangkan keuntungan bagi para penyelenggara pesta pernikahan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, akibatnya hal tersebut, memunculkan kapitalisme melalui komodifikasi pesta pernikahan, dengan menjadi pesta pernikahan sebagai komoditi komersil. Pada era kapitalis saat ini, segala sesuatu baik itu berupa objek benda maupun budaya telah menjadi komoditi yang diperjualbelikan guna untuk memperoleh keuntungan. Menurut Barker dalam Mudana , 2012 bahwa objek, kualitas dan tanda telah berubah menjadi komoditas untuk memperoleh keuntungan. Dalam hal ini menurut Baudrillard dalam Martono, 2012 menyatakan bahwa produksi tidak lagi dilihat dari nilai guna suatu barang, melainkan melihat apakah objek tersebut dapat dipertukarkan di pasar dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Hal yang menjadi nilai jual adalah citra pesta pernikahan mewah. Penyelenggaraan pesta pernikahan mewah merupakan suatu produksi simbol untuk memperoleh keuntungan. Hal ini dipertegas oleh wawancara di lapangan dengan informan Jiyem: Universitas Sumatera Utara “ kalau pesta itu, ya ada untungnya, yang berasal dari sumbangan orang bestelan dan rewang. Bentuknya berupa uang, kado dan bahan pokok untuk pesta” wawancara 06 Desemeber 2013 Pernyataan ibu Jiyem tersebut, menjelaskan bahwa keuntungan pesta pernikahan berasal dari sumbangan para tamu yang rewang dan bestelan, yang disebut dengan tradisi nyumbang. Hal ini juga diperkuat dari hasil observasi, peneliti melihat bahwa di sudut tiang tratak, bahkan digantungkan amplop beserta pulpennya. Hal itu berfungsi apabila ada tamu yang tidak memiliki amplop, maka dia bisa mengambil amplop yang digantungkan tersebut. Gambar 5.2. ampop Hal ini menyiratkan betapa pentingnya tradisi nyumbang bagi penyelenggara pesta pernikahan. Jika dilihat dari tujuan awal tradisi nyumbang yaitu sebagai wujud tolong menolong sesama masyarakat untuk meringankan beban biaya bagi penyelenggara pesta, namun saat ini nilai sakral dari tradisi nyumbang ini telah berubah, menjadi semakin transaksional, bahkan tujuan awal dari mengundang tamu yaitu untuk mendo’akan kedua pengantin yang menikah, telah berubah menjadi tujuan Universitas Sumatera Utara ekonomi juga. Dalam hal ini, penyelenggara pesta dan juga masyarakat secara tidak sadar telah menyembunyikan makna sakral dari sebuah pesta pernikahan. Menurut Marx dalam Pilliang, 2012 bahwa produk telah mengalami mistifikasi, yaitu yang terlihat dari sebuah produk hanya sebuah tampilan palsu dan menyembunyikan tampilan sesungguhnya. Komersialisasi pesta pernikahan yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah, dalam hal ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan pasar juga ikut terkait dalam mengkemas pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah, menjadi pesta pernikahan mewah, dari segi penampilan dan bentuk. Munculnya jasa sewa pelaminan, tratak, hiburan, foto, undangan, bahkan jasa pawang hujan, yang turut andil dalam mengkemas pesta pernikahan semakin komersialisasi.Hal ini menurut Darmawan 2010 bahwa pesta pernikahan telah berubah menjadi industri yang melibatkan banyak orang, mulai dari jasa pelaminan, traktak, hiburan, undangan, foto pernikahan dan juga pawang hujan. Dalam pelaksanaan pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah, setengah bulan bahkan sebulan sebelum pesta pernikahan akan digelar, penyelenggara pesta akan meminta bantuan kepada orangtua sesepuh adat agar pada saat pesta pernikahan digelar, tidak terjadi hujan, karena apabila hujan, hal ini akan memberikan efek buruk bagi penyelenggara pesta pernikahan, salah satunya akan mengganggu kedatangan para tamu undangan. Hal ini juga dipertegas pada saat wawancara denganibu Suarni: “ ya, ibu manggil pawang hujan, meminta agar pada saat pesta pernikahan yang digelar tidak hujan, hal itu merupakan langkah antisipasi. Turun tidak- Universitas Sumatera Utara nya hujan itu diserahkan lagi kepada yang Maha Kuasa”. wawancara 10 Desember 2013 Selain itu, penyelenggara pesta juga mempertimbangkan waktu yang tepat dalam menyelenggarakan pesta pernikahan. Ada pantangan bagi orang Jawa dalam menyelenggarakan pesta yaitu pada bulan suro, selainya tidak ada pantangan bulan dalam menyelenggarakan pesta. Biasanya pesta pernikahan banyak diadakan pada hari sabtu dan juga minggu, hal ini dikarenakan pada hari tersebut para pekerja memperoleh gaji, sehingga mereka memiliki uang untuk menyumbang penyelenggara pesta, bahkan pada saat bulan bonusan, yaitu pada bulan 6 dan bulan 12, akan semakin banyak masyarakat etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah yang menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya. Pada saat bonusan para pekerja yang bekerja di Perkebunan PTPN IV Nusantara Dolok Ilir dan PT Bridgestone, akan memperoleh uang bonus yang besar bahkan sampai 6 juta. Dengan demikian, uang bonusan dapat mereka gunakan untuk menyumbang penyelenggara pesta pernikahan. Apabila waktu penyelenggara pesta pernikahan tidak pada waktu yang tepat diselenggarakan, maka hal tersebut dapat merugikan dari penyelenggara pesta pernikahan. Kemudian dari segi undangan, penyelenggara pesta memperhitungkan secara rinci mengenai jumlah orang yang diundang, semakin banyak tamu yang datang, maka akan semakin banyak jumlah orang yang diundang. Bagi orang Jawa, menghadiri undangan adalah suatu kewajiban sosial yang diperuntukkan kepada penyelenggara pesta pernikahan. Ada perinsip malu yang dipegang orang Jawa, apabila tidak menghadiri pesta pernikahan, akibatnya mereka akan datang ke pesta pernikahana, Universitas Sumatera Utara apabila sudah diundang. Bagi penyelenggara pesta pernikahan sebulan sebelum pesta pernikahan digelar mereka akan mempersiapkan berapa banyak jumlah undangan yang disebar, mulai dari saudara, kerabat dan juga tetangga. Dalam hal ini status ekonomi seseorang di masyarakat dusun Purwosari Bawah turut mempengaruhi seberapa besar jumlah tamu yang diundang. Harga undangan yang bervariasi, membuat masyarakat perlu selektif mengenai tamu yang diundang. Dalam hal ini, semakin tinggi kedudukan seseorang di masyarakat, maka akan semakin banyak jumlah tamu yang diundang. Menurut Darmawan 2010 pesta pernikahan merupakan arena untuk mengukuhkan siapa yang paing kaya dan memiliki jaringan yang lebih luas. Orang yang memiliki kedudukan tinggi di dusun Purwosari Bawah, dalam arti orang kaya, pesta pernikahannya akan dihadiri banyak tamu, jika dibandingkan orang menengah dan juga miskin. Hal ini dikarenakan orang kaya memiliki jaringan luas yang berasal dari teman bisnis tetangga maupun saudara. Selain itu, orang kaya di Dusun Purwosari Bawah, akan selalu aktif dalam menghadiri dan menyumbang pesta pernikahan tetangganya yang lain, karena mereka memiliki modal untuk menyumbang orang pesta yang lain. Sedangkan seseorang yang berkedudukan rendah di masayarakat, tamu yang diundang ke pesta pernikahannya relatif sedikit, hal ini karena harga undangan yang mahal. Jumlah tamu yang datang akan mempengaruhi terhadap keuntungan yang didapat, yang pada akhirnya orang miskin hanya memperoleh keuntungan yang sedikit jika dibandingkan dengan pesta pernikahan orang kaya dan menengah. Hiburan dalam pesta pernikahan juga turut andil dalam mengkomersialisasikan pesta pernikahan. Hiburan merupakan suatu media penghibur bagi penyeleggara pesta Universitas Sumatera Utara pernikahan juga para tamu undangan. Dalam hal ini, semakin menarik pesta pernikahan yang digelar, akan mempengaruhi terhadap jumlah tamu yang datang, bahkan para tamu yang datang tidak segan-segan untuk menyanyi di atas pentas bersama para biduan. Secara tidak langsung penyelenggara pesta pernikahan, menggelar hiburan di acara pesta pernikahannya adalah untuk menghibur para tamu undangan. Dalam kesehariannya tamu undangan adalah mereka yang bekerja, baik kepada perusahaan maupun berwiraswata, dengan adanya hiburan dalam pesta pernikahan, menjadi sarana bagi para tamu undangan untuk melepas sejenak kelelahan mereka setelah seharian bekerja, sehingga hiburan tersebut sering sekali menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat di dusun Purwosari Bawah. Dari hasil observasi, ada salah satu warga yaitu Bapak Bandi yang menampilkan hiburan berupa pertunjukkan keyboard gondang, yang merupakan kesenian dari masyarakat Batak.. Harga pertunjukkan reog itu sendiri saat ini di dusun Purwosari Bawah yaitu 1,8 juta rupiah. Pertunjukkan reog akan dilakukan dari siang hari sampai pada malam hari dan pada malam hari pertunjukkan tersebut semakin meriah, karena semakin banyak para pemain reog yang melakukan atraksi yang hebat. Seminggu sebelum pesta pernikahan digelar, telah tersebar kabar mengenai pertunjukkan yang akan digelar penyelenggara pesta pernikahan. Ketika masyarakat yang telah diundang mengetahui bahwa penyelenggara pesta pernikahan menyelenggarakan keyboard gondang, mereka akan datang pada malam hari dengan alasan, selain mereka bestelan mereka juga ingin menyaksikan pertunjukkan keyboard gondang. Dalam hal ini, orang datang ke pesta pernikahan karena adanya dipengaruhi Universitas Sumatera Utara hasrat yaitu hasrat untuk melihat hiburan dalam pesta pernikahan. Peneliti melihat bahwa pada saat hiburan yang menarik ditampilkan akan ada banyak orang pada malam hari yang datang untuk berkumpul di tempat penyelenggara pesta pernikahan. Dapat disimpulkan bahwa semakin meriah dan megah pesta pernikahan yang dibuat akan menarik minat tamu undangan yang datang untuk melihat kemegahan pesta pernikahan yang dibuat penyelenggara pesta pernikahan. Demikian sebaliknya, semakin sederhana pesta pernikahan yang dibuat akan mengurangi minat orang untuk datang ke pesta pernikahan, bahkan mereka lebih memilih untuk menitipkan uang sumbangan kepada kerabat lain yang datang ke pesta pernikahan tersebut. Menurut Baudrillard dalam Martono, 2012, dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekarang telah beralih masyarakat tontonan, yang hal ini sama dengan masyarkat konsumsi. Selain itu, dari hasil observasi di lapangan, peneliti melihat bahwa keberadaan hiburan itu sendiri telah membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, yaitu mulai bermunculan pedagang musiman seperti pedagang mainan anak dan juga makanan. Mereka memanfaatkan momentum pesta pernikahan untuk mencari rezeki. Hal ini juga membuat pesta pernikahan tersebut, semakin meriah, sehingga dalam hal ini para tamu undangan, selain bisa memenuhi kewajiban sosial yaitu, menghadiri undangan pesta pernikahan juga dapat menyaksikan hiburan. Selain itu mereka juga dapat membeli makanan ringan yang dijual para penjual makanan musiman tersebut. Bagi para penyelenggara pesta pernikahan menyediakan hiburan, undangan, tratak, satu set pelengkapan pelaminan dan juga biaya untuk membeli makanan, memerlukan biaya yang tidak sedikit, maka penyelenggara pesta melakukan strategi Universitas Sumatera Utara agar pesta pernikahan anaknya tidak mengalami kerugian yaitu dengan memberi sajian makanan ala kadanya. Hal ini juga diperkuat oleh wawancara dengan ibu Jiyem: “pesta pernikahan itu untung, ya kalau kita menyumbang 25 ribu, dapt nasi bontot-nya, berupa nasi, lauknya telur dan juga mie. Ya untung besar lah mereka” wawancara 06 Desember 2013 Dari pernyataan ibu Jiyem di atas, bahkan makanan menjadi ujung tolak ukur dari sumbangan para tamu yang datang, bahkan tidak ada perbedaan mengenai jumlah uang sumbangan yang diterima dengan makanan yang diberikan penyelenggara pesta pernikahan. Sajian nasi bungkus, yang berisi nasi ala kadarnya, merupakan strategi bagi penyelenggara pesta pernikahan agar pesta pernikahan yang digelar tidak mengalami kerugian. Dalam kenyataan di masyarakat, akan tampak terdapat perbedaan keuntungan yang didapat oleh mereka yang memiliki kedudukan tinggi,menengah dan rendah di masyarakat. Hal ini juga diperkuat pada saat wawancara di lapangan: “Waktu itu modal pesta ibu ada 25 juta ada kembalinya 32 juta itu lain kadonya”. wawancara Siti, 07 Desember 2013 “modal pestanya kira-kira 20 juta lebih, ibu dapat kembalinya hampir 30 juta, ya itu untuk beli mas dan juga dikasih sama anak perempuan ibu, yang nikah”wawancara Suarni, 10 Desember 2013 Selanjutnya hal yang sama juga disampaikan oleh informan yang berada di kelas menengah: “Rata-rata sumbangan orang 20 ribu, dari 1500 ratus undangan yang diundang 95 yang datang. Modal ibu untuk menyelenggarakan pesta itu balik, dan untungnya bisa untuk beli 1 ekor sapi wawancara Arfain, 25 Desember 2013 “modal ibu, kemaren hampir 20 juta ada, ya kalau ditanya untung, ya ada tapi sidikit lah”. wawancara Mubariyah, 13 Desember 2013 Universitas Sumatera Utara Selanjutnya pernyataan yang sama juga disampaikan oleh informan yang berada di kelas menengah bawah: “waktu itu ibu dapatnya 14 juta modalnya 10 juta” wawancara Atik, 11 Desember 2013 “waktu itu dapat uang lebih, digunakan untuk membayar hutang dan sisanya dikasihkan sama anak” wawancara Kasmini, 12 Desember 2013 Walaupun begitu tidak semua pesta yang ada di Dusun Purwosari Bawah memperoleh keuntungan. Sering kali seseorang yang berada di kelas Bawah berusaha untuk menggelar pesta besar-besaran menyerupai pesta kalangan menengah atas, sehingga mereka mengeluarkan modal yang besar, bahkan modal tersebut juga hasil meminjam, akibatnya mereka mengalami kerugian. Hal ini terungkap pada wawancara oleh Bapak Bandi di lapangan: “ pesta pernikahan anak saya yang kemarin menghabiskan dana 32 juta, sedangkan hasil sumbangan yang didapat 29 juta, ya itu tidak bisa dikatakan rugi juga, orang kurangnya hanya sedikit” wawancara 22 Desember 2013 Dari hasil observasi di lapangan, masyarakat Dusun Purwosari Bawah akan merasa malu, jika pesta pernikahan yang diselenggarakan rugi. Dalam hal ini, bapak Bandi tidak bersedia jika dikatakan pesta pernikahan anaknya yang baru digelar, dikatakan rugi. Bagi masyarakat di Dusun Purwosari Bawah, keuntungan lebih dari suatu pesta pernikahan menunjukkan identitas status sosial seseorang di masyarakat, bahkan apabila kelas menengah bawah memperoleh keuntungan yang banyak, dia bisa menggunakan uang tersebut untuk memperbaiki kehidupan status sosial ekonomi keluarganya. Hal ini terungkap dari wawancara dengan ibu Suminah: Universitas Sumatera Utara “ apabila suatu keluarga memperoleh keuntungan yang banyak dari sumbangan para tamu. Orang tersebut bisa berubah nasib. Uang tersebut bisa diputarkan untuk modal usaha”. wawancara 02 Januari 2014 Selain itu, apabila pesta pernikahan yang telah digelar berakhir, maka akan ada pembicaraan di masyarakat, mengenai keuntungan yang didapat dari penyelenggara pesta pernikahan, bahkan tetangga disekitar rumah tidak sungkan untuk bertanya berapa keuntungan yang didapat kepada penyelenggara pesta. Apabila penyelenggara pesta rugi, orangtua dari pengantin tersebut akan menjadi pembicaraan di masyarakat. Padahal, tidak jarang masyarakat miskin di Dusun Purwosari Bawah harus meminjam uang kepada sanak saudara maupun tetangga untuk membiayai pesta pernikahan anaknya, namun mereka tetap merugi, sehingga setelah pesta pernikahan selesai, mereka juga harus memikirkan lagi mengenai pembayaran hutang. Berdasarkan hal di atas, tradisi nyumbang di Dusun Purwosari Bawah telah menyebabkanmasyarakat menjadi semakin bersifat kapitalis, melihat segala sesuatu dari keuntungan yang didapat, bahkan hubungan sosial di masyarakat telah dinilai dari segi uang. Nilai sakral yang terkandung dalam tradisi nyumbang telah berganti menjadi nilai profan, secara tidak langsung telah mengubah hubungan sosial di dalam masyarakat Dusun Purwosari Bawah, bahkan pada penyelenggara pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah akan terlihat perbedaan pelayanan yang diberikan kepada mereka yang diharapkan memberikan uang sumbangan yang lebih besar. Hal ini juga diperkuat pada saat wawancara dengan ibu Suarni: “ kalau saudara maupun kerabat dekat, itu ya diistemawakan, mereka dijamu lebih khusus. Di suruh di dalam rumah nanti disediakan makanannya. Orang itu nyumbang juga beda, kalau tamu biasa paling hanya 25 ribu, tapi Universitas Sumatera Utara kalau saudara itu kan sampai 100 ribu lebih, kalau pulang nanti dibawain nasi bontot sama jenang, walaupun sudah makan disini. Kalau tamu biasa ya, apabila sudah makan jalan tidak dikasih lagi nasi bontot, kecuali mereka ada keluarga yang tidak nitip amplop ataupun tidak makan jalan, baru dikasih nasi bungkus”. wawancara 10 Desember 2013 Dari pernyataan tersebut, peneliti melihat bahwa terdapat perbedaan pelayanan yang dilakukan oleh masyarakat etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, jika dibandingkan dengan di daerah pulau Jawa, khususnya desa Kilensari. Dalam skripsi Zainy 2008, akan ada perbedaan waktu tamu yang diundang berdasarkan kelas sosial dan juga makanan yang akan diberikan di desa Kilensari. Namun di Dusun Purwosari Bawah, perbedaan pelayanan tersebut diberikan hanya terbatas pada saudara dan juga kerabat dekat. Jika saudara dijamu di dalam rumah dan dihidangkan dengan makanan yang lebih beragam, sedangkan tamu biasa diperlakukan secara sederhana, mereka ditempatkan diluar rumah dan dihidangkan dengan makanan yang ala kadarnya. Hal ini dikarenakan saudara maupun kerabat dekat akan memberikan sumbangan yang lebih besar, jika dibandingkan tamu biasa, bahkan perbedaan tersebut akan tampak pada saat 3 hari sebelum pesta pernikahan di gelar. Para saudara dan juga kerabat dekat akan diantarkan nasi tonjokan, yang lauknya berupa daging dan makanan istimewa lainnya. Pada masyarakat dusun Purwosari Bawah, apabila seseorang telah menerima nasi tonjokan, setidaknya suami-istri akan menyumbang yang punya hajatan sekitar 100 ribu. Menurut Damsar 2009, resiprositas merujuk pada gerakan di natara kelompok-kelompok yang saling berhubungan. Tradisi nyumbang merupakan salah satu bentuk dari resiprositas sebanding, yang mana bentuk tradisi ini merupakan suatu Universitas Sumatera Utara bentuk pemberian dan mengharapkan kembali dari pemberian yang telah diberikan. Dari hasil observasi di Dusun Purwosari bawah, penyelenggara pesta akan mencatat setiap orang yang telah menyumbang. Secara umum tujuan dari tradisi nyumbang adalah sebagai wujud tolong menolong masyarakat etnis Jawa. Dahulunya, bentuk tradisi ini bersifat sukarela, orang memberi, karena rasa ikhlas. Dalam arti, dahulunya tradisi nyumbang bersifat resiprositas umum. Namun karena modernisasi saat ini, apalagi ketika kapitalis telah menyentuh kehidupan masyarakat desa, secara tidak langsung hal ini mengubah bentuk interaksi sosial di masyarakat, akibatnya masyarakat memandang segala sesuatu berdasarkan untung dan rugi. Hal ini, menurut Blumer dalam Poloma, 2009 mengenai teori interaksionisme simbolik, yaitu manusia bertindak berdasarkan makna yang penting bagi mereka, dimana makna tersebut disempurnakan pada saat interaksi berlangsung. Dengan adanya interaksi tersebut, memungkinkan adanya perubahan simbol dalam masyarakat.Dalam hal ini, individu mengalami self indification, yaitu proses dalam konteks sosial dimana individu mencoba mengantisipasi tindakan orang lain. Tradisi nyumbang yang dahulunya bersifat sukarela, sekarang telah berubah sifat. Sekarang sudah menjadi kewajiban, apabila orang tersebut telah diundang, maka dia harus datang. Telah ada perubahan pemaknaan terhadap tradisi nyumbang, bahkan orang akan malu jika tidak menyumbang orang yang pesta. Universitas Sumatera Utara 5.3.Identitas Status sosial ekonomi dalam Penyelenggaraan Pesta Pernikahan di Dusun Purwosari Bawah Pesta pernikahan merupakan perhelatan besar yang besar yang dirasakan oleh kedua pengantin sekali seumur hidup, sebelum memasuki dunia rumah tangga, pada momentum seperti itu mereka akan menjadi objek perhatian semua orang karena mereka bagaikan menjadi raja dan ratu yang duduk disinggah sana. Dalam era kapitalis, pesta pernikahan telah menjadi komoditi tanda yang dikonsumsi penyelenggara pesta pernikahan. Menurut Baudrillard dalam Martono, 2012 bahwa budaya sekarang telah menjadi suatu objek materi simbol, akibatnya orang rela berkorban untuk meraihnya karena simbol tersebut menjadi penanda identitas status sosial ekonomi seseorang di masyarakat. Masyarakat etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah berusaha untuk menggelar pesta pernikahan meriah, karena tidak ingin merasa dikucilkan dalam pergaulan masyarakat sekitar. Menurut Lury 1996, dalam suatu masyarakat terbagi atas beberapa lapisan kelas, yaitu kelas atas, kelas menengah dan juga kelas bawah. Pembagian kelas tersebut menggambarkan pembagian hak dan kewajiban yang tidak seimbang, yang secara tidak langsung hal ini menunjukkan stratifiakasi sosial. Semakin kompleks suatu masyarakat, maka akan semakin kompleks pula pelapisan sosial dalam suatu masyarakat. Hal ini dikarenakan peneliti melihat bahwa pada masyarakat etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, pelapisan sosial ini tidak hanya terbatas pada pembagian kelas, kekuasaan, pengetahuan, status, melainkan juga gaya hidup. Universitas Sumatera Utara Stratifikasi sosial yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah terjadi dengan sendirinya, tidak terdapat institusi resmi yang sengaja dibentuk untuk membagi kekuasaan tersebut, melainkan kepemilikan harta kekayaan yang secara tidak langsung menyebabkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Kesenjangan ekonomi pada masyarakat etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, dapat dengan kontras kita bedakan, hal ini dapat kita lihat dari segi pemilikan rumah. Akan terlihat perbedaan rumah yang dimiliki orang kaya dengan rumah yang dimiliki orang miskin, bahkan di Dusun Purwosari bawah, masih terdapat rumah yang beratapkan bambu dan lantai rumahnya masih beralaskan tanah. Berbanding terbalik dengan kediaman orang kaya, yang rumahnya besar bahkan terdapat mobil dalam bagasi rumahya. Hal ini menunjukkan bahwa stratifikasi yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah memperlihatkan perbedaan kemampuan dan kesanggupan antara kelas atas, menengah dan juga bawah. Perbedaan ini juga semakin diperlihatkan pada saat penyelenggaraan pesta pernikahan, dalam suatu pesta pernikahan setiap orang berusaha untuk menunjukkan kepemilikahan hartanya dengan menggelar pesta pernikahan mewah. Secara tidak sadar, masyarakat di Dusun Purwosari Bawah melakukan proses konsumsi dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, dalam hal ini kegiatan konsumsi tidak dipahami sebagai kegiatan menghabiskan nilai guna suatu barang, melainkan konsumsi dipandang sebagai proses menggunakan atau mendestruksikan tanda-tanda yang terkandung pada suatu objek oleh para konsumer, dalam rangka menandai relasi-relasi sosial Pilliang, 2012. Dalam hal ini suatu objek yaitu pesta pernikahan dapat menentukan status, prestise dan simbol-simbol tertentu bagi pemiliknya. Universitas Sumatera Utara Penyelenggaraan pesta pernikahan mewah di dusun Purwosari Bawah diselenggarakan untuk menunjukkan status sosial seseorang di masyarakat. Menurut Baudrillard dalam Martono, 2012, konsumsi terhadap komoditi digunakan sebagai pencitraan dalam masyarakat, akibat pencitraan ini masyarakat di Dusun purwosari Bawah akan merasa malu, jika tidak menyelenggarakan pesta pernikahan. Seseorang yang tidak menyelenggarakan pesta pernikahan, akan dianggap memiliki status sosial ekonomi yang rendah dalam masyarakat, apalagi pada masyarakat di Dusun Purwosari Bawah, nama baik orangtua dari calon pengatin perempuan yang dipertaruhkan. Jika pesta pernikahan yang digelar lancar, maka hal ini akan mengangkat nama baik dari orangtua pengantin perempuan, bahkan akibat pencitraan ini orangtua tidak malu jika harus memestakan anaknya yang telah hamil diluar nikah, bahkan mereka di dudukkan di pelaminan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan terhadap anak gadis perawan dengan yang telah hamil di luar nikah. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara dengan ibu Jiyem: “ pada zaman sekarang, di desa ini banyak sekali remaja yang hamil di luar nikah, namun orangtua tetap menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, paling anak tersebut hanya akan menjadi gunjingan oleh masyarakat sini, namun pada saat pesta pernikahan digelar, orang yang menggunjing tersebut juga akan datang ke pesta pernikahan tersebut”. wawancara 06 Desember 2013 Berdasarkan pernyataan informan di atas terlihat jelas bahwa masyarakat di Dusun Purwosari Bawah sedang terseret jauh ke dalam arus pencitraan diri, akibanya setiap lapisan sosial di masyarakat berlomba-lomba untuk menyelenggarakan pesta pernikahan mewah. Universitas Sumatera Utara Dalam pelaksanaannya, setiap lapisan kelas masyarakat di Dusun Purwosari Bawah, memiki perbedaan kemampuan dalam menyelenggarakan pesta pernikahan mewah. Bagi kelas atas di Dusun Purwosari Bawah, menyelenggarakan pesta pernikahan mewah anaknya sangat mudah, begitu pula dengan kelas menengah. Namun, bagi kelas bawah menyelenggarakan pesta pernikahan mewah tidak mudah, apalagi dilihat dari segi kemampuan ekonomi mereka yang tidak berkecukupan. Hal ini sebagaimana menurut Jenkins 2004, kelas bawah dianggap kurang mampu untuk mengadopsi cara pandang estetis secara spesifik terhadap objek yang dibangun berdasarkan estetis. Namun hal terjadi sebaliknya, kelas bawah di dusun Purwosari Bawah juga berusaha menggelar pesta pernikahan anaknya dengan meriah, walaupun tidak semeriah pesta pernikahan kelas atas. Dapat dipahami bahwa gaya hidup dalam penyelenggaran pesta mewah bukan monopoli kelas atas saja, melainkan kelas bawah dapat menyelenggarakan pesta mewah, walaupun hanya bersifat meniru. Meniru dalam hal ini, kelas bawah dapat menyewa objek pesta pernikahan, seperti pelaminan, hiburan dan juga traktak, yang memiliki harga lebih murah, namun memiliki kegunaan yang sama. Jika kelas atas dengan kemampuan ekonominya, menyewa simbol-simbol pesta pernikahan dengan harga mahal dengan kualitas mutu yang bagus. Maka kelas bawah akan menyewa simbol pesta pernikahan dengan harga murah,sedangkan kualitas mutu dari simbol tersebut tidak begitu dipedulikan. Dalam buku Bondan 2008 dituliskan bahwa betapa sulitnya kehidupan petani Jawa di kampung kecil, namun mereka akan tidak akan lepas dari penyelenggaraan perhelatan besar yaitu perkawinan, mereka merasa martabatnya rendah jika tidak Universitas Sumatera Utara menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya. Hal ini juga yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah, walaupun mereka tidak memiliki uang lebih untuk menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya mereka akan tetap akan menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, hal ini karena mereka tidak ingin merasa diasingkan dalam pergaulan di masyarakat. Hal ini terungkap dengan ibu Kasmini: “waktu selesai pesta, uang yang didapat dari pesta pernikahan digunakan untuk membayar hutang untuk membiayai pesta pernikahan”. wawancara 11 Desember 2013 Hal ini juga didukung oleh wawancara dengan informan ibu Jiyem berikut: “Uang dibutuhkan untuk membiayai pesta pernikahan. kalau gak modal kan bisa minta tolong dahulu sama kedai , untuk hutang barang belanjaan seperti, sayuran, beras dan juga perlengkapan lainnya, nanti kalau pestanya sudah selesai bari kita bayar”. wawancara 06 Desember 2013 Dari hasil wawancara di atas, peneliti melihat bahwa tradisi hutang untuk menggelar pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah adalah hal yang biasa, bahkan para penjual dan tempat penyewaan alat-alat pernikahan membenarkan tindakan tersebut. Dalam hal ini, pasar memberikan kemudahan bagi penyelenggara pesta pernikahan untuk mengkemas penampilan pesta pernikahan yang akan digelar. Ada beberapa aspek yang menunjukkan perbedaan status ekonomi seseorang dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, yaitu: 1. Uang seserahan Pemberian uang seserahan dapat diartikan sebagai suatu bentuk simbol penghargaan yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan, yang dilakukan Universitas Sumatera Utara pada saat upacara pinengsetan. Dahulunya pemberian uang seserahan ini lebih dikenal dengan uang jahit untuk pakaian, karena pada hakikatnya masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah tidak pernah mengenal istilah uang seserahan. Pada dasarnya prinsip uang seserahan adalah tergantung kemampuan ekonomi pihak pria, namun sekarang pemberian uang seserahan ini sudah menjadi semacam kewajiban bagi masyarakat di Dusun Purwosari Bawah. Saat ini, pemberian seserahan ini tidak hanya dilihat dari kondisi ekonomi pria, melainkan juga melihat dari kondisi status pendidikan perempuan yang akan dinikahi. Dari segi pendidikan, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki wanita, maka akan semakin tinggi pula uang seserahan yang akan diminta. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara dengan ibu Siti: “ kalau zaman sekarang, uang angus untuk perempuan yang tamatan SMA di kampung ya sudah 10 juta, kalau perempuan kulia, ya lebih dari itu uang angusnya”. wawancara 07 Desember 2013 Dari pernyataan ibu Siti tersebut, memperlihatkan bahwa uang seserahan tersebut menjadi semakin penting, apabila pihak pria ingin mempersunting seorang wanita, bahkan pihak pria akan rela meminjam uang kepada sanak saudara, bahkan meminjam uang ke Bank untuk dapat memberikan uang seserahan, sesuai yang diminta keluarga pihak wanita. 2. Pelaminan Pelaminan merupakan suatu tempat dimana kedua pengantin duduk secara bersandingan, bagaikan menjadi raja dan ratu. Jika dahulu pelaminan bentuknya sangat sederhana bahkan terbuat dari kasur yang digulung yang dilapisi dengan kain Universitas Sumatera Utara kemudian di atasnya diberi hiasan bunga. Namun pada saat ini, pelaminan telah mengalami modifikasi, pengantin tidak lagi duduk di atas kasur, melainkan duduk di atas kursi jepara. Hal ini terungkap pada saat wawancara dengan ibu Siti: “kalau pernikahan wawak dulu, pelaminannya terbuat dari tilam yang dilapisi dengan kain jarek, atas pelaminan tersebut diberi kembang. Kalau zaman sekarang pelaminannya sudah berubah, pengantin duduk dikursi yang bagus dengan dihiasi dengan bermacam-macam aksesoris yang menambah keindahan pelaminan”. wawancara 07 Desember 2013 Dari segi harga, semakin mewah dan megah pelaminannya, maka akan semakin mahal harga pelaminan tersebut. Di Dusun Purwosari Bawah, harga pelaminan yang paling murah adalah 1,3 juta, yang sedang harganya yaitu 2,1 juta, dan yang paling mahal harganya 7 juta. Dalam hal ini, orang kaya, menengah dan miskin dapat memilih menyewa pelaminan, sesuai dengan kemampuan ekonominya. Dari segi kepemilikan harta, semakin kaya kedudukan orang tersebut di masyarakat, maka akan semakin mahal pelaminan yang akan disewanya. 3. Tukar cincin Tukar cincin merupakan simbol yang menunjukkan bahwa si perempuan telah ada laki-laki yang akan menikahinya. Dengan adanya simbol tersebut, diharapkan jika ada laki-laki lain, yang ingin berniat mendekati perempuan tersebut, maka niatnya dapat diurungkan. Cincin dalam upacara tunangan, merupakan suatu trend yang mulai berkembang pada tahun 80-an. Hal ini terungkap pada saat wawancara dengan ibu Susiyah: Universitas Sumatera Utara “ tukar cincin dalam sebuah acara tunangan merupakan trend dalam masyarakat, pada waktu ibu nikah pada tahun 1979, tukar cincin ini tidak dikenal dalam istilah masyarakat di desa ini, kemudian setelah ibu nikah, trend tukar cincin ini mulai berkembang”. wawancara 25 Desember 2013 Selanjutnya pernyataan yang mendukung juga disampaikan oleh informan ibu Atik berikut: “ pada waktu ibu nikah tahun 1980, saat itu pinengsetannya diberi baju dan juga cincin” wawancara 11 Desember 2013 Tukar cincin yang dilakukan oleh calon pengantin, juga dapat menunjukkan status sosial orang tersebut di masyarakat. Tidak ada ketentuan mengenai berapa gram cincin yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Namun pada saat ini, apabila pihak laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan tinggi di masyarakat, maka pihak laki-laki akan memberikan cincin dengan kadar mas murni 24 karat dan juga semakin berat cincin mas-nya. Sedangkan mereka yang memiliki kedudukan rendah di masyarakat, akan memberikan cincin dengan kadar mas yang tidak murni 24 karat, bahkan mereka tidak melakukan tradisi tukar cincin. 4. Tratak Tratak adalah tempat perlindungan bagi para tamu dari panasnya sinar matahari dan juga air hujan. Dahulunya tratak terbuat dari bambu, namun saat ini tratak sudah terbuat dari rangkaian besi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai tempat perlindungan. Tiga hari sebelum pelaksanaan pesta pernikahan, orang yang rewang, akan disibukkan dengan kegiatan memasang tratak. dari segi harga, semakin luas dan menarik design tratak, maka akan semakin mahal harga sewa tratak. Di dusun Purwosari Bawah, harga sewa tratak yang paling murah Universitas Sumatera Utara adalah 1,5 juta, yang sednag harganya 2,5 juta dan yang paling mahal harganya 3 juta. Dalam hal ini semakin tinggi, kedudukan status ekonomi seseorang di Dusun Purwosari Bawah, maka orang tersebut akan menyewa tratak yang paling bagus dengan harga mahal. 5. Kartu Undangan Kartu Undangan merupakan sebuah media yang dijadikan masyarakat untuk mengundang para tamu agar datang ke pesta pernikahan yang telah dibuat. Dahulunya masyarakat tidak menggunakan kartu undangan untuk mengundang para tamu, melainkan mendatangi rumahnya masing-masing. Namun pada saat ini, kartu undangan telah mengalami modifikasi, bentuk kartu undangan semkin beragam, sedangkan dari segi komposisi kartu undangan juga semakin tebal. Harga kartu undangan ini juga beragam-ragam, dilihat dari komposisi kertas dan juga designnya, semakin tebal komposisi kartu undangan, maka akan semakin mahal harga kartu undangan tersebut. Begitu pula, semakin meriah design kartu undangan, maka akan semakin mahal pula harga kartu undangan. Dari segi kemampuan ekonomi penyelenggara pesta, semakin tinggin kemampuan ekonomi seseorang di Dusun purwosari Bawah, maka dia akan membeli kartu undangan yang mahal, walaupun begitu mereka juga tetap membeli kartu undangan yang mudah. Tujuannya adalah kartu undangan yang murah diberikan kepada tamu undangan yang biasa, sedangkan tamu undangan yang istemewa, diberikan kartu undangan yang mahal. Universitas Sumatera Utara Selain itu, kedudukan seseorang di masyarakat juga menentukan mengenai berapa jumlah kartu undangan yang disebar. Dengan kemampuan ekonomi orang kaya yang melebihi orang miskin, maka orang kayaakan lebih banyak menyebar kartu undangan, karena memiliki uang lebih banyak untuk membeli kartu undangan, jika dibandingkan dengan orang menengah dan miskin. Dari hasil observasi di Dusun Purwosari Bawah, harga kartu undangan di mulai dari 500 rupiah dan yang paling mahal 5000 ribu rupiah. 6. Foto Pre-wedding Foto pre-wedding merupakan fenomena baru pada masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah. Dalam masyarakat, foto pre-wedding ini sendiri masih merupakan kontroversi, ada sebagian ulama yang menganggap foto pre-wedding merupakan suatu hal yang diharamkan, karena dalam foto pre-wedding akan menapilkan kemesraan kedua pengantin yang belum menikah. Pada masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah yang 100 beraga muslim, maka foto pre-wedding dapat dipandang sebagai fenomena yang menyimpan dari agama. Dari hasil obervasi di lapangan bahkan foto pre-wedding ini juga ditempelkan pada kartu undangan sebelum disebar, sehingga semua orang dapat melihat keintimin kedua calon pengantin yang belum menikah. Selain itu, foto pre-wedding juga dipajang di dekat pintu masuk dari tempat pesta. Di Dusun Purwosari Bawah, foto pre-wedding ini masih dilakukan dilakukan oleh orang terbatas. Dalam hal ini, fenomena foto pre-wedding ini masih dilakukan oleh orang kaya di Dusun Purwosari Bawah, sedangkan bagi kalangan menengah dan miskin foto pre-wedding belum ditemukan. Universitas Sumatera Utara Gambar 5.3. kartu undangan pernikahan 7. Papan Bunga Sama halnya dengan foto pre-wedding, papan bunga juga merupakan fenomena baru dalam pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah. Papan bunga ini berisi ucapan selamat yang diperuntukkan kepada kedua pengantin yang berasal dari saudara, kerabat, rekan bisnis dan juga orangtua penyelenggara pesta pernikahan. Dari segi harga, harga sewa 1 papan bunga di Dusun Purwosari Bawah yaitu 100 ribu. Dalam hal ini, semakin tinggi kedudukan seseorang di masyarakat Dusun Purwosari Bawah, maka akan semakin banyak papan bunga yang dipajang di depan rumah penyelenggara pesta pernikahan. Dalam pesta pernikahan orang kaya di Dusun Purwosari Bawah, akan terdapat lebih dari dua papan bunga, sedangkan kelompok menengah hanya terdapat 1 papan bunga di pesta pernikahan anaknya. Kemudian orang miskin, tidak terdapat papan bunga dalam pesta pernikahan anaknya. Universitas Sumatera Utara 8. Hiburan Hiburan merupakan suatu pelengkap dalam penyelenggaraan pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah, bahkan tanpa adanya hiburan, pesta pernikahan menjadi kurang menarik. Hiburan yang ditampilkan dalam pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah beragam, mulai dari kesenian daerah Jawa yaitu ludruk, jaran kepang, wayang dan juga reog. selain itu, ada hiburan lain yaitu keyboard. Dari segi harga, pertunjukkan kesenian daerah seperti wayang , ludruk dan reog, memiliki harga yang relatif mahal jika dibandingkan jarang kepang dan juga keyboard. Oleh karena itu banyak masyarakat di Dusun Purwosari Bawah, yang lebih gemar untuk menyelenggarakan hiburan keyboard dan juga jaran kepang. Pertunjukkan ludruk, wayang dan juga jarang kepang, hanya digelar pada saat pernikahan orang kaya di Dusun Purwosari Bawah. Berdasarkan beberapa aspek di atas, kita dapat melihat bahwa kalangan menengah dan juga miskin juga dapat menyelenggarakan pesta pernikahan yang hampir sama dengan pesta pernikahan orang kaya. Hal ini sama yang diungkapkan oleh Lury 1996 bahwa rangsangan untuk meniru merupakan salah satu permintaan konsumen tehadap komoditas. Dalam hal ini, jika orang kaya di Dusun Purwosari Bawah menyewa simbol-simbol pesta pernikahan dengan kualitas mutu nomor 1, kalangan menengah nomor 2, sedangkan orang miskin akan menyewa simbol pesta pernikahan dengan kualitas paling rendah. Selain itu, telah terjadi perubahan simbol yang menyangkut penyelenggaraan pesta pernikahan. Perubahan simbol tersebut terjadi akibat adanya interaksi individu dalam masyarakat. Menurut teori interaksionisme simbolik yang disampaikan oleh Universitas Sumatera Utara Blumer dalam Polomo, 2010, manusia bertindak berdasarkan makna yang penting bagi mereka yang mana makna tersebut disempurnakan pada saat interaksi berlangsung. Akibat adanya interaksi tersebut, memungkinkan terjadinya perubahan simbol dalam masyarakat, sesuatu yang dahulunya diangap tabu dapat menjadi realitas sosial yang dilakukan oleh individu secara kolektif. Dalam hal ini, foto pre-wedding dalam sebuah pesta pernikahan dahulu-nya merupakan sesuatu hal yang dianggap tabu dalam masyarakat, namun sekarang menjadi suatu gaya hidup yang dilakukan oleh individu menjelang pernikahannya. Menurut Soekanto 2009, perubahan sosial yang terjadi di masyarakat meliputi beberapa unsur yaitu nilai sosial, pola-pola prilaku, lembaga masyarakat dan juga lapisan sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai sosial yang telah berubah pada masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, dapat dilihat dari pola-pola tindakan individu yang menganggap hamil di luar nikah merupakan hal yang sudah biasa, bahkan mereka tetap menyelenggarakan pesta pernikahan secara besar-besaran. Lembaga masyarakat yang seharusnya mengontrol tindakan anggota dalam masyarakat, bahkan tidak lagi menganggap perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang menyimpang. 5.4.Perubahan dalam Penyelenggaraan Pesta Pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah Dalam memahami perubahan, kita harus mengingat bahwa hakikat dasar manusia yang bersifat dinamis, yang selalu berubah, tidak bisa diam. Perubahan yang terjadi ini akan mempengaruhi stuktur sosial dan pola kebudayaan dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara Perubahan dalam pesta pernikahan dapat diartikan sebagai pergeseran nilai-nilai dalam pesta pernikahan yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan juga internal, yang mana perubahan pesta pernikahan yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah terkait dengan komersialisasi pesta pernikahan dan juga identitas status sosial masyarakat di dusun Purwosari Bawah. Jika kita membicarakan mengenai perubahan sosial kebudayaan, maka kita akan membicarakan mengenai wujud kebudayaan itu sendiri. Dalam hal menurut Basrowi 2005, ada tiga wujud kebudayaan. Wujud kebudayaan yang pertama merupakan,ide, gagasan, nilai dan norma-norma dan peraturan sebagainya, yang mana wujud kebudayaan ini tidak didokumentasikan. Dalam hal ini terjadi perubahan nilai terkait dengan hubungan intim antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah di Dusun Purwosari Bawah. Jika dahulunya masyarakat Dusun Purwosari Bawah akan malu, jika ada anak gadisnya yang hamil di luar nikah, namun saat ini orangtua sudah tidak malu lagi untuk menikahkan, bahkan mendudukkan anaknya tersebut di pelaminan. Kemudian wujud kebudayaan yang kedua merupakan sesuatu yang kompleks dari tindakan berpola dari manusia dan hubungannya dengan sistem sosial. Perubahan wujud kebudayaan kedua ini dalam pesta pernikahan, dapat dilihat dari tradisi nyumbang. Ada perubahan pemaknaan nilai tradisi nyumbang, dalam hal ini semangat kapitalis telah memasuki nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi nyumbang. Tujuan awal dari tradisi nyumbang adalah sebagai wujud tolong menolong, untuk meringankan beban biaya penyelenggara pesta pernikahan. Namun saat ini, tradisi ini Universitas Sumatera Utara dimaknai sebagai sebuah momentum untuk memperoleh keuntungan, dengan medianya sendiri yaitu pesta pernikahan. Secara tidak langsung telah terjadi komodifikasi pesta pernikahan. Kemudian wujud kebudayaan yang ketiga merupakan hasil benda karya manusia, yang dapat dilihat dan didokumentasikan. Dalam hal ini simbol-simbol benda dalam pesta pernikahan seperti tratak, pelaminan, hiburan, makanan, merupakan bentuk dari wujud kebudayaan ketiga. Tratak, pelaminan, hiburan dan makananan dalam pesta pernikahan saat ini telah mengalami modifikasi, bahkan dari segi hiburan, penampilan pertunjukkan kesenian Jawa pada pesta pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, sudah jarang ditampilkan. Pada saat hiburan keyboard yang menampilkan biduan yang berpakain seksi, lebih banyak ditampilkan. Berbagai Perubahan simbol tersebut, terjadi akibat adanya interaksi individu dalam masyarakat. Menurut teori interaksionisme simbolik yang disampaikan oleh Blumer dalam Polomo, 2010, manusia bertindak berdasarkan makna yang penting bagi mereka yang mana makna tersebut disempurnakan pada saat interaksi berlangsung. Akibat adanya interaksi tersebut memungkinkan terjadinya perubahan simbol dalam masyarakat, sesuatu yang dahulunya diangap tabu dapat menjadi realitas sosial yang dilakukan oleh individu secara kolektif. Dalam hal ini, penyanyi keyboard yang berpakain seksi dalam sebuah pesta pernikahan dahulu-nya merupakan sesuatu hal yang dianggap tabuh dalam masyarakat, namun sekarang yang terjadi adalah keyboard dengan penyanyi berpakain seksi sudah menjamur dan telihat hampir di setiap pesta pernikahan di dusun Purwosari Bawah, dengan kata lain, hal tersebut Universitas Sumatera Utara sudah menjadi suatu gaya hidup yang dilakukan oleh individu menjelang pernikahannya.Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekanto 2009 bahwa penyebab perubahan di atas adalah toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang, yang mana perbuatan yang dahulunya merupakan suatu aib, namun sekarang merupakan hal yang wajar, yang dilakukan hampir setiap lapisan masyarakat. Adapun beberapa faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dalam pesta pernikahan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, yang pertama adalah kontak dengan kebudayaan lain. Dalam hal ini akan terjadi proses akulurasi yaitu apabila kebudayaan asli harus berhadapan dengan kebudayaan asing, maka mereka akan membaur, walaupun begitu masing-masing kebudayaan tersebut tidak kehilangan jati diri nya. Dari hasil observasi di lapangan, peneliti melihat bahwa telah terjadi perubahan kebudayaan Jawa akibat telah berbaur dengan kebuyaan Batak, salah satunya adalah hiburan dalam pesta pernikahan. Pada saat ini masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, sudah banyak yang menggelar keyboard gondangpada saat resepsi pesta pernikahan anaknya, padahal keyboard gondang tersebut bukanlah kebudayaan yang dimiliki oleh Etnis Jawa, namun saat ini kesenian tersebut telah membaur pada resepsi pesta pernikahan Etnis Jawa. Kemudian sistem pendidikan yang maju merupakan faktor pendorong perubahan sosial di Dusun Purwosari Bawah.Pendidikan mengajarkan aneka macam kemampuan terhadap individu, selain itu pendidikan juga memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya, serta menerima hal-hal yan baru dan juga menyaring sesuatu hal yang baru yang dianggap tidak cocok dengan Universitas Sumatera Utara kebudayaan yang dimiliki. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang, maka akan semakin kritis daya pikir orang tersebut. Bagi masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh perempuan akan berpengaruh terhadap besar kecilnya uang seserahan yang akan diterima. Hal ini dipertegas pada saat wawancara dengan ibu Jiyem: “ pendidikan perempuan yang tinggi akan berpengaruh terhadap uang seserahan yang diterima dari pihak laki-laki, paling tidak jika dia kulia, anak perempuan tersebut akan memperoleh uang seserahan paling sedikit di atas 15 juta”. wawancara 06 Desember 2013 Selain faktor tersebut, toleransi merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan sosial. Menurut Soekanto 2009, toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang merupakan salah satu faktor pendorong perubahan sosial, yang mana semakin cepat perubahan sosial budaya yang terjadi dikarenakan tingkat toleransi masyarakat yang semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari fenomena hamil di luar nikah di Dusun Purwosari Bawah. Dahulunya, di Dusun Purwosari Bawah, anak gadis yang hamil di luar nikah akan diasingkan ke daerah lain oleh orangtuanya, karena hal itu merupakan aib. Namun saat ini, orangtua tidak mengasingkan anak perempuannya yang telah hamil, sebelum menikah, yang terjadi saat ini orangtua sudah tidak malu untuk menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara dengan ibu Jiyem: “ kalau orang dulu, anak gadisnya hamil di luar nikah, ya diungsikan ke tempat lain. Tapi kalau sekarang ya gak gitu lagi, walaupun itu aib, orangtua akan tetap menyelenggarakan pesta nikah anaknya tersebut, masyarakat juga kelihatan sudah biasa terhadap hal begitu”. wawancara, 06 Desember 2013 Universitas Sumatera Utara Hal tersebut, memperlihatkan bahwa masyarakat telah menganggap hamil di luar nikah, bukan lagi sebagai suatu perbuatan menyimpang yang sangat memalukan.Kemudian faktor terakhir yang menyebabkan perubahan sosial budaya di Dusun Purwosari Bawah yaitu Sistem sosial yang terbuka. Hal ini memungkinkan adanya gerak sosial yang vertikal yang akan memberikan kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan sendiri. Dengan keadaan demikian inidividu akan mengadakan identifikasi dengan warga yang memiliki status sosial yang lebih tinggi, dengan adanya identifikasi tersebut seseorang akan tahu dimana lapisan kelas sosial ia berada. Seseorang yang merasa dirinya berada dalam kedudukan tinggi akan membentuk gaya hidup yang berbeda dengan mereka yang status sosial ekonomi yang lebih rendah, sedangkan bagi mereka yang berada di status sosial ekonomi rendah akan selalu merasa tidak puas dengan keadaannya. Akibat sistem sosial terbuka, menyebabkan masyarakat miskin di Dusun Purwosari Bawah, juga turut serta ingin menyelenggarakan pesta pernikahan Mewah, seperti orang kaya. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN