19 inventaris departemen Etnomusikologi dan menggunakan handphone untuk
merekam wawancara yang penulis lakukan.
1.5.3 Penelitian Lapangan
Penulis melakukan penelitian lapangan secara intensif dimulai dari pertengahan bulan Juli sampai awal September tahun 2013 di wilayah utara
Jakarta. Selama penulis di lokasi penelitian penulis melakukan wawancara rutin sebanyak empat kali dalam seminggu. Sebagai informan kunci penulis memilih
Bapak Guido Quiko yang merupakan generasi ke empat sejak terbentuknya kelompok Keroncong Tugu dan sekaligus juga sebagai pimpinan Kelompok
Keroncong Tugu Cafrinho sejak orang tuanya Samuel Quicko meninggal dunia. Selain melakukan wawancara dengan informan kunci, penulis juga melakukan
wawancara dengan anggota dari kelompok Keroncong Tugu Cafrinho untuk memperkaya informasi yang penulis butuhkan.
1.5.4 Kerja Laboratorium
Setelah mengumpulkan data dari lapangan, maka penulis melanjutkan ke tahap pengolahan data di laboratorium. Penulis melakukan proses seleksi data,
analisa data, dan mengklasifikasikan data berdasarkan kelompoknya sesuai dengan informasi yang penulis harapkan.
Untuk data yang bersifat audio rekaman yang bersifat musikal, penulis melakukan transkripsi dan analisa dengan jalan mengubah data audio tadi dalam
bentuk tertulis di atas kertas dengan bentuk notasi. Dalam melakukan
20 transkripsi ini penulis berpegangan dengan ketentuan yang ditawarkan oleh Nettl
1964:99 yaitu pendekatan preskriptif pencatatan terhadap hal-hal bagian yang menonjol yang biasa dipahami oleh sesama pemusik saja dan pendekatan
deskriptif pencatatan secara lengkap detail-detail yang ada pada lagu. Proses yang penulis lakukan dalam mentranskripsi adalah dengan
mendengar potongan-potongan melodi dari lagu yang akan ditranskripsi dan berusaha mengahafal melodi serta pola ritemnya. Penulis menggunakan software
Sibelius untuk membantu penulis agar lebih mudah dalam proses pengerjaan trasnkripsi. Potongan-potongan yang penulis hafalkan kemudian penulis
pindahkan ke dalam program Sibelius. Satu persatu potongan melodi penulis pindahakan ke dalam program Sibelius, dan setelah selsesai penulis penulis
cetak dengan menggunakan mesin printer.
1.5.5 Lokasi Penelitian
Dalam menentukan lokasi penelitian, penulis memilih Keroncong Tugu sebagai objek penelitian. Keroncong Tugu Cafrinho beralamat di Jalan Raya
Tugu No 28 RT 003 RW 014 Tuggu Utara Koja, Jakarta Utara.
1.5.6 Tinjauan Pustaka
Pada sebuah penelitian ilmiah, tinjauan pustaka menjadi sesuatu hal yang sangat penting dan sangat menentukan hasil akhir dari tulisan tersebut. Tinjauan
pustaka pada sebuah tulisan ilmiah dapat berfungsi sebagai pengontrol pembahasan yang akan dieksplorasi oleh penulis, sehingga penulis memiliki
21 batasan-batasan sejauh mana dan hal-hal apa saja yang perlu dimuat dan dibahas
pada tulisan ilmiah tersebut. Selain itu tinjauan pustaka juga akan memuat uraian yang sistematis tentang informasi yang didapat penulis dari hasil penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya yang relevan dan berkaitan tentang pembahasan yang ditulis oleh penulis.
Manfaat lain dari dimuatnya tinjauan pustaka pada sebuah tulisan ilmiah adalah, di dalam tinjauan pustaka juga akan dimuat tentang kelebihan dan
kekurangan yang mungkin ada pada penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai argumen bahwa tulisan yang akan ditulis mengenenai penelitian yang
akan dilakukan adalah bersifat menyempurnakan atau juga mengembangkan penelitian terdahulu. Selain itu tinjauan pustaka juga akan memuat landasan teori
yang berupa rangkuman dari teori-teori yang akan menjadi pedoman dan juga tentunya teori-teori lain yang masih berhubungan dengan penelitian yang akan
dilakukan penulis. Adapun selama pengamatan penulis, topik yang membahas tentang
tradisi keroncong tugu sebagai identitas bagi masyarakat Kampung Tugu belum pernah ada. Dengan demikian topik penelitian ini baru pertama kali dilakukan.
Meskipun sudah ada beberapa tulisan yang membahas tentang musik keroncong dan keroncong tugu, namun bukan membahas tentang musik keroncong tugu
yang dijadikan sebgai identitas budaya bagi masyarakat Kampung Tugu. Dengan demikian penulis menyatakan bahwa penelitian ini orisinil karena belum pernah
dilakukan sebelumnya.
22 Berikut ini beberapa tinjauan pustaka yang akan digunakan untuk menjawab
permasalahan topik tersebut di atas. 1. Buku yang berjudul Diseminasi musik Barat di Timur: Studi Historis
Penyebaran Musik Barat di Indonesia dan Jepang Lewat Aktivitas Misionaris Pada Abad Ke-16 yang ditulis oleh Triono Bramantyo
membahas tentang bagaimana proses penyebaran musik Barat di Indonesia, dan di dalam salah satu bab dalam buku itu dia membahas tentang musik
keroncong tugu yang keberadaannya dipengaruhi oleh bangsa Portugis. Buku ini memberikan banyak infromasi kepada penulis tentang sejarah
musik keroncong tugu serta perkembangannya, namun dalam buku ini tidak dibahas mengenai musik keroncong tugu yang digunakan sebagai identitas
bagi masyarakat Kampung Tugu. 2. Buku yang berjudul Krontjong Toegoe yang ditulis oleh Victor Ganap.
Dalam bukunya ini, Victor Ganap membahas cukup detail tentang musik keroncong tugu, baik secara historisnya, maupun diskusi musiknya yang
memberikan wawasan baru bagi penulis khususnya tentang musik keroncong tugu. Akan tetapi dalam buku ini penukis tidak mendapati ada
sebuah pembahasan khusus mengenai musik keroncong tugu dijadikan sebgai identitas budaya.
3. Tulisan Philip Yampolsky dalam buku Musik Populer yang membahas
tentang perjalanan musik keroncong dan perkembangannya dalam beberapa dekade yang diawali dari zaman kolonial hingga tahun 1950-an. Dalam
tulisan ini dia hanya membahas sedikit tentang musik keroncong tugu, yaitu
23 hanya membahas tentang musik keroncong tugu yang merupakan tradisi
musikal mardijekrs dan keturunannya yang bermukim di Kampung Tugu. Tentu saja tulisan ini juga sangat bermanfaat bagi penulis sebagai refrensi,
namun tulisan ini tidak membahas tradisi itu dijadikan sebgai identitas bagi masyarakat Kampung Tugu.
4. R. Agoes Sri Widjajadi membuat sebuah tulisan yaitu “Menelusuri Sarana
Peyebaran Musik Keroncong” yang dimuat dalam jurnal Humaniora: Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni. Fokus pembahasan tulisan ini lebih
mengarah kepada sarana yang digunakan dalam penyebaran musik keroncong sehingga musik keroncong tetap eksis khususnya di dunia seni
pertunjukan. Meskipun memberikan informasi baru kepada penulis tentang musik keroncong, namun lagi-lagi tulisan ini tidak membahas tentang musik
keroncong tugu sebgai identitas budaya masyarakat Kampung Tugu. 5.
Abdul Rachman juga membuat sebuah tulisan mengenai musik keroncong yaitu Bentuk dan Analisis Musik Keroncong Tanah Airku Karya Kelly
Puspito. Tulisan ini membahas tentang musik keroncong yang dikembangkan dengan harmonisasi atau progesi akord. Hal ini dilakukan
karena kurangnya minat generasi muda khususnya para remaja terhadap musik keroncong. Sehingga, dengan dilakukannya inovasi ini diharapkan
para remaja tertarik mendengar musik keroncong. Tulisan ini tentu juga meanambah wawasan bagi penulis tentang musik keroncong.
6. Tulisan dari Pinta Resty Ayunda, Susi Gustina, dan Henry Virgan ini
mendeskripsikan hasil penelitian dari Gaya Menyanyi pada Musik
24 Keroncong Tugu Analisis Gaya Saartje Margaretha Michiels. Penelitian
ini memaparkan gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels, difokuskan kepada pengetahuan musikal Saartje yang mempengaruhi gaya
menyanyinya. Objek penelitian ini adalah salah satu dari lagu Keroncong Tugu, yaitu Gatu Du Matu. Hasil penemuan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa gaya menyanyi Saartje dipengaruhi oleh beragam unsur dalam lingkungan sosialnya, seperti keluarga, pertemanan, religi, juga
komunitas keroncong, khususnya komunitas Keroncong Tugu. Gaya menyanyi Saartje diaplikasikan dan disesuaikan dengan kondisi atau
konteks sosial dan penonton di setiap penampilannya. Meski demikian, nyanyian Saartje tetap memperlihatkan keunikan gaya yang berbeda dari
penyanyi keroncong lainnya, dan hal tersebut sangat memperlihatkan identitas gaya menyanyi Keroncong Tugu. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah tentang gaya menyanyi Saartje Margaretha Michiels yang dipengaruhi oleh beragam pengalaman musikal dan non musikal yang
konkrit di dalam lingkungan sosialnya. Gaya menyanyi Saartje diaplikasikan dan disesuaikan dengan kondisi atau konteks sosial dan
penonton di setiap penampilannya untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap Keroncong Tugu. Tulisan ini sangat bermanfaat bagi penulis
karena ini mendukung tulisan yang akan dikaji penulis. Namun apa yang menjadi pokok dari penelitian tulisan ini hanya berfokus kepada teknik
vokal dari seorang penyanyi tugu.
25 7.
Sebuah tulisan yang ditulis oleh Magdalia Alfian yaitu Keroncong Music Reflects the Identity of Indonesia. Dalam tulisan ini diceritakan bahwa
musik keroncong merupakan musik yang sangat populer di tahun 70-an hingga 80-an, dan kepopuleran musik keroncong menjadi identitas yang
menggambarkan Indonesia. Namun karena kemajuan teknologi kepopulerannya mulai berkurang sehingga dilakukan berbagai cara agar
musik keroncong tetap eksis. Salah satu yang dilakukan generasi muda terhadap pelestarian musik keroncong adalah dengan memasukkan unsur
dari genre-genre musik lain. Keberhasilan musik keroncong bertahan hingga sekarang memberikan banyak kontribusi terhadap Indonesia sehingga sangat
wajar dianggap sebagai warisan dunia. 8.
Sebuah tulisan yang berjudul The Dynamics of Keroncong Music in Indonesia yang ditulis oleh Linda Sunarti dan Wiwin Trinarti. Tulisan ini
memaparkan tentang perjalanan musik keroncong di Indonesia dan dari analisis mereka didapatkan hasil bahwa musik keroncong di Indonesia
mampu terus bertahan dan dipopulerkan dengan membuat promosi melalui media seperti televisi dan radio sehingga masyarakat menjadi familiar
terhadap musik keroncong. Selain itu dalam tulisan ini juga disimpulkan bahwa para seniman keroncong harus melakukan inovasi untuk menarik
minat lebih banyak orang. 9.
Tulisan lain yang tentang keroncong ditulis oleh Gilang Ryand Prakoso dan Slamet Haryono, yaitu tentang improvisasi permainan cello pada permainan
jenis langgam Jawa grup orkes keroncong Harmoni Semarang. Hasil
26 penelitian dari tulisan ini menunjukkan bahwa pola improvisasi permainan
instrumen cello keroncong dalam irama jenis langgam Jawa grup Orkes Keroncong Harmoni Semarang memiliki banyak kemiripan dengan pola
permainan instrumen kendang pada musik karawitan. 10.
Sebuah tulisan terakhir adalah tulisan dari Chysanti Arumsari yaitu Keroncong Tugu: The Beat of Nationalism from Betawi, Jakarta, Indonesia.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa keroncong tugu adalah seni musik Betawi yang harus dikembangkan karena musik keroncong tugu punya
karakter tersendiri. Selain itu, meskipun musik keroncong tugu sudah disahkan sebagai kebudayaan betawi namun tidak ada rasa kepemilikan
serta masih banyak warga DKI yang tidak mengenal dan tidak perduli terhadap musik keroncong tugu.
Dari tulisan-tulisan di atas meskipun sudah banyak yang mengkaji mengenai musik keroncong, keroncong tugu namun belum ada penelitian yang mengkaji
mengenai musik keroncong tugu sebagai identitas bagi kelompok masyarakat Kampung Tugu.
27
BAB II
DARI PORTUGIS KE NUSANTARA HINGGA
MENJADI KERONCONG TUGU
Pada Bab II ini akan dikaji keberadaan musik Keroncong Tugu. Kajian ini dilatarbelakangi oleh sejarah lahirnya musik keroncong di Indonesia, yakni
ketika Portugis mulai melakukan pelayaran ke wilayah Timur. Musik Keroncong yang dimaksudkan penulis dalam pembahasan ini adalah musik Keroncong Tugu
yang juga menjadi awal lahirnya musik keroncong pertama di Indonesia yang masih tetap hidup dan mempertahankan ciri khasnya sehingga musik Keroncong
Tugu djadikan sebagai identitas bagi kebudayaan orang-orang keturunan Portugis di Kampung Tugu yang tetap mempertahankan keaslian musiknya serta
menjadi kelompok musik keroncong tertua yang tetap eksis dalam kancah musik populer Indonesia hingga sekarang.
2.1 Kedatangan Bangsa Portugis ke Indonesia