BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia sering mendengar ataupun membaca dari media massa mengenai kemunculan geng-geng yang perilaku para anggotanya sangat meresahkan
masyarakat karena sering melakukan tindakan diluar batas-batas norma yang berlaku baik agama maupun sosial Satrya , 2006. Misalnya saja, kemunculan geng pelajar atau
geng nero yaitu sekelompok anak perempuan yang melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya dan sering menggencet orang-orang yang tidak mereka sukai. Salah satunya
adalah geng nero Juwana yang beranggotakan empat remaja putri di Juwana, sebuah kota kecil di Kabupaten Pati, sekitar 75 kilometer di sisi timur Semarang. Mereka sering
melakukan pelecehan, menampar atau meludahi korbannya yang dianggap lebih lemah dari mereka Herdjoko, 2007. Kelompok serupa yaitu Geng Gazper diadukan ke pihak
polisi oleh salah seorang murid SMA 34 ke Polsek Cilandak. Korbannya Muhammad Fadhil Harkasaputra yang terluka dan patah tulang karena dipaksa berkelahi dengan
orang yang lebih tua di Geng Gazper. Banyak lagi geng-geng lain yang bermunculan seperti yang terjadi di daerah
Bandung. Mereka sering melakukan kekerasan terhadap korbannya yang lebih lemah seperti
geng Antimo
Anak Timoho,
Brised Brigade
Senang Damai,
BazookaBaziingan Azoo Kabeh, BoseBocah Serangan, Gali Gabungan Anak Liar, GNB Gerakan Non Bojo, Gondes Gondrong nDeso GelitGembel Elit, Jojoba
Universitas Sumatera Utara
Jomblo-jomblo Bahagia, KansasKAmi Anak Nakal Suatu Saat Akan Sadar, Lapendoz Lelaki penuh dosa, PSIM, dan lain-lain Sastro, 2007.
Geng memiliki pengertian suatu kelompok yang memiliki kesamaan karakteristik seperti penampilan, tindakan, konflik dan perencanaan. Namun karena hasil
dari evolusi, kelompok ini akhirnya menjadi suatu bentuk gengster yang sering melakukan aktivitas yang becorak anti sosial Thrasher, 1963. Geng sangat jelas identik
dengan kehidupan berkelompok, hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekadar kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng
adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi secara rapi. Dalam konsep yang lebih moderat, geng merupakan sebuah kelompok kaum muda yang pergi secara
bersama-sama dan seringkali menyebabkan keributan Triyono Lukmantoro, 2007. Geng seringkali mengadopsi fitur-fitur tertentu yang dapat dilihat dengan jelas seperti cara
berpakaian, potongan rambut, atau lambang tertentu yang berfungsi memperkuat kohesivitas dalam geng dan mewakili citra kelompok koheren di mata kelompok-
kelompok lain. Pada fenomena dan realitas keberadaan geng sekarang ini pola terbentuknya
sebuah geng, dimulai dari sebuah ikatan kebersamaan dan emosional dari sebuah komunitas tertentu, misalnya komunitas sekolah atau komunitas otomotif Muliyani
Hasan, 2007 . Salah satu bentuk geng yang awalnya dimulai dari komunitas otomotif adalah geng motor. Geng motor merupakan kumpulan orang pencinta motor yang
menyukai kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai, semua membaur menjadi satu. Muliyani Hasan, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum muncul geng motor, ada beberapa geng yang terbentuk di kalangan siswa SMP, seperti geng
Tuji anak-anak SMP di daerah Medan Barat, GBR anak-anak SMP di sekitar Jln. L.L.R.E. Martadinata Bandung, Neo Nazi anak-anak SMP daerah
Buahbatu ke atas dan bawah, Ciwastra,Cirebon dan sekitarnya, serta STRG anak-anak SMP di sekitar Gegerkalong, Semarang.
Geng-geng itu bubar ketika lulus SMP, namun beberapa beberapa geng, seperti GBR Bandung dan STRG Semarang
tetap memiliki penerus dan mengubah gengnya menjadi geng-geng baru, salah satunya adalah Geng
Moonraker
M2R Satrya, 2007. Anggota M2R berasal dari berbagai sekolah, khususnya SMA. Kebanyakan anggota
memakai sepeda motor
Yamaha RX-King
. Nama
Moonraker
diambil dari judul film agen 007 James Bond pada dekade 1980-an.
Geng-geng motor lainnya bermunculan yaitu XTC di daerah Guruminda Semarang dan
Brigez
di SMAN 7 Bandung. Pemilihan nama-nama geng itu memiliki cerita masing-masing. Nama XTC misalnya, merupakan kepanjangan dari
Exalt to Coitus
yang bisa diartikan menyenangi segala sesuatu yang berbau seks. Geng Motor
Brigez
didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap Sakas Satuan Keamanan Sekolah,anggotanya siswa SMAN 7 Bandung, oleh karena itu disebut disebut
Brigez
alias
Brigade Seven
, kemudian meluas menjadi beberapa versi yaitu Brigade Setan atau Brigade Gestapu. Jumlah anggota geng motor tersebut kini mencapai ribuan. Geng XTC
dan Brigez berani mengklaim bahwa anggotanya juga ada yang tercatat di Sumatra, Kalimantan, dan Bali Satrya, 2007.
Menurut observasi yang dilakukan oleh peneliti di lapangan maka ada beberapa geng motor di Kota Medan yang perilaku anggotanya sering mengarah ke perilaku
Universitas Sumatera Utara
negatif, seperti tawuran antar geng atau pemukulan dan perkelahian dengan orang-orang di luar geng mereka yang tidak mereka senangi. Geng-geng itu diantaranya adalah geng
motor
RnR, Simple life,
TIB dan geng-geng motor lainnya. Tindakan yang dilakukan geng motor belakangan ini kian meresahkan warga.
Geng motor kini memang menjadi salah satu perhatian utama pihak berwenang karena tindakan mereka kian berani, seperti salah satu wacana di surat kabar harian Pikiran
Rakyat yang menyatakan bahwa perilaku geng motor di beberapa kota di Indonesia akhir- akhir ini bisa dianggap sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga dapat
dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial atau penyakit masyarakat yang perlu segera diobati Pikiran Rakyat, Juni, 2008
Banyak pemberitaan di media massa, terjadinya tawuran, dan perkelahian antar geng motor dipicu oleh hal-hal yang kurang rasional dan perilaku agresi yang dilakukan
oleh anggota geng motor menimbulkan banyak kerugian yang mesti ditanggung oleh masyarakat. Seperti yang diberitakan di Surat Kabar Harian Kompas November, 2007
tentang penyerbuan dan pengerusakan markas polisi di Jakarta timur yang diduga dilakukan oleh oknum komunitas motor. Kerusakan yang ditimbulkan menyebabkan
kerugian materiil yang cukup besar karena banyak kaca-kaca bangunan yang pecah, serta beberapa kendaraan patroli polisi yang juga menjadi obyek pelemparan batu oleh
mereka.Tindakan yang dilakukan oleh oknum ini terjadi karena telah terjadi penangkapan terhadap salah seorang anggota sebuah geng motor oleh polisi saat mereka terlibat dalam
kegiatan balap liar beberapa hari sebelumnya. Wiryo, dalam Kompas, November, 2007. Menurut Inspektur Polisi Wadi Sa’bani, Kepala Unit Reserse Kriminal Polisi
Sektor Bandung Tengah, kasus-kasus kriminal yang melibatkan geng sepeda motor
Universitas Sumatera Utara
belakangan ini jenis kejahatannya beragam, mulai pengrusakan tempat umum,kebut- kebutan di jalan umum, pencurian, tawuran antar geng motor, perampokan dengan
kekerasan. Banyak dari mereka yang membawa senjata tajam, Samurai, jenis golok berukuran panjang yang biasa digunakan oleh kelompok Ninja di Jepang, menjadi senjata
Pikiran Rakyat. 27 November 2007. Hal serupa juga terjadi di Kota Medan ,banyak bentuk-bentuk kekerasan yang
dilakukan oleh anggota geng motor seperti perkelahian antar geng motor, pemukulan yang dilakukan pada anggota geng motor lain yang tidak disukai, pemalakan atau
pemerasan yang dilakukan terhadap anak-anak sekolah, perkelahian dengan anak sekolah, mencaci maki orang-orang yang tidak disukai terutama yang berasal dari kelompok atau
geng lain Reno Nugraha, 2009. Bahkan beberapa dari anggota geng motor pernah dipenjarakan akibat melakukan
pengeroyokan dan pemukulan terhadap siswa SMA Adam, dalam Lagi, Anggota Geng Motor Berulah, 2009. Muliyani mengatakan bahwa perkelahian, kebut-kebutan, tawuran
dan perilaku kriminal lainnya adalah upaya anggota geng motor menunjukkan dari geng motor mana mereka berasal dan ingin membuat geng motor mereka menjadi yang terbaik
dari geng motor lainnya Muliyani, 2007. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara informal yang dilakukan peneliti kepada
Rimo bukan nama sebenarnya, salah seorang anggota geng motor
RnR
di Kota Medan: ”Aku udah pernah dipenjara Kak karena mukulin anak orang. Dia anggota geng
laen. Dendam aku sama dia Kak, karena dah pernah dijelek-jelekinnya geng kami. Katanya kami kebanyakan gaya aja, pengecut semua. Ya ku pukulkan lah dia”
Komunikasi Personal, 4 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
Psikolog sosial Ratna Djuwita 2007 berpendapat bahwa perilaku-perilaku kekerasan yang dilakukan oleh geng motor bisa disebut sebagai perilaku agresi, yang
dapat menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Triyono dalam Geng, Distorsi dalam Komunikasi menambahkan lagi anggota-anggota geng memiliki preferensi untuk
memaksa, dan setidaknya menggertak pihak yang dianggap lebih lemah untuk mengikuti kehendak mereka. Cara-cara kekerasan fisik dan verbal sengaja dilakukan untuk
menundukkan pihak yang dipandang tidak sejalan. Menurut Myers 1996, perilaku agresi merupakan perilaku fisik atau lisan yang
disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Begitu juga dengan Atkinson dan Hilgard 1999 yang menyatakan bahwa perilaku agresi adalah
perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain secara fisik atau verbal atau merusak harta benda.
Secara umum menurut Myers 1996 ada dua jenis agresi, yaitu agresi rasa benci atau agresi emosi hostile aggression dan agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan
lain instrumental agrgression. Agresi rasa benci atau agresi emosi, merupakan ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku jenis ini disebut juga dengan
agresi jenis panas. Akibat dari agresi ini tidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak menimbulkan kerugian daripada
manfaat. Lain halnya dengan agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain, yang pada umumnya tidak disertai emosi bahkan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada
hubungan pribadi, jadi tujuannya adalah untuk mencapai tujuan lain. Avin Faddilah 1998 menambahkan bahwa perilaku agresi juga sering kali
didasarkan oleh konflik antar kelompok. Seperti yang terjadi pada perkelahian atau
Universitas Sumatera Utara
tawuran antara dua geng motor. Konflik antar kelompok sering dipicu oleh perasaan in- group versus out group sehingga anggota kelompok diwarnai prasangka. Menurut salah
satu teori prasangka yaitu
Realistic Conflict Theory,
prasangka berakar dari kompetisi antar kelompok terhadap sejumlah komoditi atau peluang. Jika kompetisi ini berlanjut
maka akan memunculkan rasa permusuhan terhadap anggota kelompok lain yang memicu perilaku agresi.
Decker dan vin Winkle 1996 menjelaskan dinamika yang mendasari tindakan kekerasan geng berdasarkan signifikansi konstruk ancaman. Menurut pandangan ini, geng
seringkali lahir untuk merespons ancaman menurut persepsi yang bersangkutan atau yang sungguh-sungguh ada yang berasal dari individu-individu atau kelompok lain yang
berada diluar kelompoknya. Ancaman bisa diarahkan, atau dipersepsi diarahkan pada keselamatan fisik, wilayah kekuasaan, atau identitas psikologis para anggotanya. Bila
geng lawan mengadopsi persepsi yang sama mengenai ancaman dan mencoba mendahului menyerang maka kekerasaan geng berpotensi kuat untuk bereskalasi.
Salah satu faktor yang menyebabkan perilaku agresi adalah adanya pengaruh kelompok Sarwono, 1999. Seseorang dapat ikut terpengaruh oleh kelompok dalam
melakukan perilaku agresi. Pengaruh kelompok dalam perilaku agresi antara lain adalah menurunkan kendali moral. Adanya provokasi secara langsung dari pihak lain dalam
kelompok merupakan pendorong terjadi perilaku agresi. Seseorang akan mudah terpengaruh melakukan perilaku agresi pada saat mendapat provokasi secara langsung
dari kelompoknya. Selain itu adanya desakan dari kelompok dan identitas kelompok kalau tidak ikut melakukan dianggap bukan anggota kelompok dapat menyebabkan
seseorang melakukan perilaku agresi Sarwono, 1999.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Forsyth 1999 anggota-anggota dalam satu kelompok bisa bebas saling mempengaruhi satu sama lain jika terdapat kohesivitas dalam kelompok tersebut. Selain
itu anggota kelompok yang kohesif akan lebih menyadari identitasnya sebagai bagian dari kelompok. Forsyth 1999 menyatakan bahwa kelompok yang kohesif memiliki ciri-ciri
antara lain, masing-masing anggota timbul keterdekatan, sehingga bisa mempengaruhi satu sama lain, rasa toleran, saling membagi, saling mendukung terutama dalam
menghadapi masalah, keeratan hubungan, saling tergantung untuk tetap tinggal dalam kelompoknya. rasa saling percaya, timbul suasana yang nyaman merasa aman dalam
bekerja, untuk mengungkapkan pendapat berinteraksi, saling pengertian dan adanya kesadaran sebagai bagian dari kelompok. Forsyth 1999 menambahkan bahwa
kohesivitas merupakan derajat kekuatan ikatan dalam suatu kelompok yang mana masing-masing anggotanya saling tarik-menarik, saling tergantung dan saling
bekerjasama secara kompak, sehingga akan membentuk suatu “konformitas” yang akan meningkatkan kapasitas kelompok untuk mempertahankan keanggotaan para anggotanya
dalam mencapai tujuannya. Mc Shane dan Glinow 2003 menyatakan bahwa kohesivitas kelompok
merupakan perasaan daya tarik individu terhadap kelompok dan memotivasi mereka untuk tetap bersama kelompok, dimana hal tersebut menjadi faktor penting dalam
keberhasilan kelompok. Gibson 2003 mengungkapkan juga bahwa kohesivitas kelompok adalah kekuatan ketertarikan anggota yang tetap pada kelompoknya daripada
kelompok lain. mengikuti kelompoknya akan memberikan rasa kebersamaan dan rasa senang.
Universitas Sumatera Utara
Walgito 2007 juga menjelaskan mengenai adanya peran kohesivitas dalam mempengaruhi perilaku-perilaku anggota-anggota kelompok. Anggota kelompok yang
kohesif akan memberikan respon positif terhadap para anggota dalam kelompok. Secara teoritis, kelompok yang kohesif akan terdorong untuk menyesuaikan diri dengan norma
kelompok dan merespon positif terhadap perilaku anggota kelompok yang lain. Hal ini di dukung dengan penemuan Festinger, Schacter, dan Black dalam Shaw 1979 yang
mendapati bahwa anggota kelompok yang kohesif mempunyai opini yang seragam dan umumnya dalam tindakan menyesuaikan diri dengan standar atau keinginan kelompok.
Jadi
pressure
atau tekanan terhadap keseragaman naik searah atau sejajar dengan naiknya kohesi kelompok. Dalam hal ini kohesivitas dalam suatu kelompok menjadikan
anggotanya bersedia melakukan norma-norma atau perilaku yang diinginkan kelompok, termasuk perilaku agresi terhadap kelompok lain.
Oleh karena itu berdasakan uraian di atas peneliti berasumsi bahwa kohesivitas kelompok dalam hal ini geng motor akan berhubungan dengan perilaku agresi anggota
geng motor terhadap orang lain ataupun anggota geng motor lain untuk mempertahankan dan melindungi kelompoknya. Pada penelitian ini peneliti tertarik untuk melihat apakah
terdapat hubungan antara kohesivitas geng motor dengan perilaku agresi
B. Rumusan Masalah