f. Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung
Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi
targetnya, seperti menyebar fitnah, mengadu domba, dan sebgainya. g.
Agresi Verbal Pasif Langsung Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara
berhadapan dengan individu atau kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak berbicara, bungkam dan sebagainya.
h. Agresi Verbal Pasif Tidak Langsung
Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan
tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti tidak memberikan dukungan, tidak menggunakan hak suara, dan sebagainya.
4. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Agresi
Sarwono 2002, menyatakan rangsangan atau pengaruh terhadap perilaku agresi dapat datang dari luar diri sendiri yaitu dari kondisi lingkungan atau pengaruh kelompok
atau dari pelaku sendiri yaitu pengaruh kondisi fisik dan kepribadian. a.
Kondisi Lingkungan Rasa sakit pada hewan dapat memicu agresi. Pada manusia, bukan hanya sakit fisik
yang dapat memicu agresi, melainkan juga sakit psikis. Adanya serangan juga cenderung memicu agresi karena pihak yang diserang cenderung membalas.
Universitas Sumatera Utara
b. Pengaruh Kelompok
Pengaruh kelompok terhadap perilaku agresi , antara lain adalah menurunkan kendali moral. Adanya provokasi secara langsung dari pihak lain merupakan salah satu faktor
pendorong terjadi perilaku agresi. Seseorang akan mudah terpengaruh melakukan perilaku agresi pada saat mendapat provokasi secara langsung dari pihak lain dalam
kelompok, penelitian laboratorium telah menunjukkan bahwa hal ini dapat terjadi baik karena provokasi verbal maupun fisik.
Selain karena faktor ikut terpengaruh, perilaku agresi juga disebabkan karena adanya perancuan tanggung jawab tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan
beramai-ramai, ada desakan kelompok dan identitas kelompok karena kalau tidak ikut dianggap bukan anggota kelompok, dan ada deindividuasi identitas sebagai
individu tidak akan dikenal. c.
Pengaruh Kepribadian dan Kondisi Fisik Salah satu faktor kepribadian yang berpengaruh terhadap perilaku agresi adalah peran
jenis kelamin. Pria yang maskulin pada umumnya lebih agresif daripada wanita yang feminin. Gejala ini ada hubungannya dengan faktor kebudayaan, yaitu pada umumnya
wanita diharapkan oleh norma masyarakat untuk lebih mengekang perilaku agresi. Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi tingkat dan bentuk perilaku agresi,
dimana laki-laki diasumsikan lebih agresif dari wanita Nasution, 1990. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bandura dalam Nasution, 1990 yang menemukan
bahwa anak laki-laki menunjukkan perilaku agresi yang lebih dari anak perempuan. Begitu juga dengan Rahardjo dalam Nasution, 1990 yang mengatakan bahwa laki-
laki lebih agresif dari perempuan. Maccoby dan Jacklin 1974 menemukan bahwa
Universitas Sumatera Utara
pria lebih agresif secara fisik, demikian juga dengan Glaude 1991 yang menemukan bahwa tingkatan yang lebih tinggi dalam agresi yang nyata atau tampak pada pria
dibandingkan dengan wanita. Selain karena pengaruh dari faktor kepradian, perilaku agresi juga selalu saja ada
keterkaitannya dengan situasi-situasi sesaat yang merupakan indikasi bahwa perilaku agresi lebih disebabkan oleh faktor situasi daripada faktor kepribadian. Faktor situasi
selain dapat berasal dari kondisi lingkungan dan pengaruh kelompok, dapat juga disebabkan oleh kondisi diri atau fisik seseorang.
B. Kohesivitas 1. Definisi Kohesivitas
Menurut George Jones 2002 kohesivitas adalah anggota kelompok yang memiliki daya tarik satu sama lain. Kelompok yang kohesivitasnya tinggi adalah saling
tertarik pada setiap anggota, kelompok yang kohesivitasnya rendah adalah tidak saling tertarik satu sama lain. Mcshane Glinow 2003 mengatakan kohesivitas dalam
kelompok merupakan perasaan daya tarik individu terhadap kelompok dan motivasi mereka untuk tetap bersama kelompok dimana hal tersebut menjadi faktor penting dalam
keberhasilan kelompok. Anggota kelompok merasa kompak adalah ketika mereka percaya kelompok mereka membantu tujuan mereka, saling mengisi kebutuhan mereka,
atau memberikan dukungan sosial selama masa krisis. Greenberg 2005 menyatakan bahwa kohesivitas kelompok adalah perasaan dalam
kebersamaan antar anggota kelompok. Tingginya kohesivitas kelompok berarti tiap anggota dalam kelompok saling berinteraksi satu sama lain, mendapatkan tujuan mereka,
Universitas Sumatera Utara