lahir, insting kematian yang bisa dilepaskan dan mengalihkannya ke orang lain Brain, dalam Lorenz 1966. Sama halnya dengan Freud, Lorenz percaya bahwa agresi tidak
dapat dihindarkan, merupakan penerusan secara luas dari dorongan lahiriah. Lorenz 1966 mengemukakan salah satu teori etologis mengenai insting yang
sangat berpengaruh penting. Lorenz berpandangan bahwa beberapa pola perilaku individu merupakan warisan keturunan, dan perlu beberapa dorongan untuk
memunculkan perilaku tersebut. Ia menjelaskan bahwa perilaku agresi tidak hanya sebuah reaksi terhadap stimulus dari luar, melainkan juga hasil dari dorongan agresi atau
rangsangan dari dalam diri yang harus diekspresikan atau dikeluarkan tanpa menghiraukan ada tidaknya objek pelepasan Lorenz 1996. Brain 1986 menambahkan
bahwa agresi berasal dari insting menyerang yang dibawa sejak lahir dan umum ada pada semua manusia.
c. Teori Frustasi Agresi
Dalam hipotesi
frustasi-agresi
yang awal Dollard dkk., 1939, agresi dijelaskan sebagai hasil dari suatu dorongan yang dimaksudkan untuk mengakhiri keadaan
devprivasi, sedangkan frustasi disefenisikan sebagai interferensi eksternal terhadap perilaku yang diarahkan pada tujuan. Jadi, pengalaman frustasi mengaktifkan keinginan
bertindak agresi terhadap sumber frustasi yang, sebagai akibatnya, mencetuskan perilaku agresi. Tetapi tidak semua frustasi menimbulkan respon agresi. Individu mungkin akan
menarik diri dari situasi itu atau menjadi depresi. Selain itu tidak semua tindakan agresi merupakanhasil dari frustasi yang dialami sebelumnya. Miller 1941 menyatakan bahwa
frustasi menyebabkan sejumlah respon yang berbeda. Salah satu diantaranya adalah bentuk agresi tertentu. Kemungkinan frustasi akan memunculkan respon agresi
Universitas Sumatera Utara
bergantung pada pengaruh variabel-variabel moderator. Takut akan hukuman atas tindakan agresi atau ketiadaan penyebab frustasi merupakan variabel moderator yang
menghambat agresi.
d. Teori
Agressive-Cue
Teori ini dikemukakan oleh Berkowitz 1962. Ia berargumen bahwa frustasi adalah satu dari sejumlah stimulus tidak menyenangkan yang mungkin memancing reaksi
agresi. Stimulus tidak menyenangkan ini mungkin tidak secara langsung mengasilkan perilaku agresi, tetapi dapat menciptakan kesiapan untuk melakukan tindakan agresi. Hal
ini dapat meningkat jika ada stimulus dari lingkungan yang diasosiasikan dengan kemarahan pada saat itu atau sebelumnya.
Berkowitz pada tahun 1993 merevisi teori lamanya dengan teori
cognitive neoassociation model
. Pada teori ini ia menekankan bahwa frustasi atau stimulus tidak menyenangkan lain dapat memancing agresi jika tercipta perasaan
affect
negatif. Respon hanya ditentukan oleh interpretasi individu terhadap perasaan negatifnya.
Singkatnya, adanya hambatan dalam mencapai tujuan tidak akan menciptakan agresi jika individu tidak merasakan hal tersebut sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan.
Berkowitz 1993 berargumen bahwa rintangan atau hambatan dapat meinmbulkan agresi ketika individu mengalami perasaan negatif.
e. Teori
Social Learning
Teori
social learning perspective
e.g., Bandura, dalam Lorenz 1966 berawal dari sebuah ide bahwa manusia tidak lahir dengan sejumlah respons-respons agresi tetapi
mereka harus memperoleh respons ini dengan cara mengalaminya secara langsung
direct
Universitas Sumatera Utara
experience
atau dengan mengobservasi tingkah laku manusia lainnya Anderson Bushman, 2001; Bushman Anderson, 2002. Dengan demikian, berdasarkan
pengalaman masa lalu mereka dan kebudayaan dimana mereka tinggal, individu mempelajari: 1 berbagai cara untuk menyakiti yang lain, 2 kelompok mana yang tepat
untuk target agresi, 3 tindakan apa yang dibenarkan sebagai tindakan balas dendam, 4 situasi atau konteks apa yang mengizinkan seseorang untuk berperilaku agresi.
Singkatnya, teori
social learning
perspective
berusaha menjelaskan bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresi tergantung pada banyak faktor
situasional, yaitu: pengalaman masa lalu orang tersebut,
rewards
yang diasosiasikan dengan tindakan agresi pada masa lalu atau saat ini, dan sikap serta nilai yang
membentuk pemikiran orang tersebut mengenai perilaku agresi. Proses-proses belajar sosial yang dapat menimbulkan perilaku agresi adalah:
1
Classical conditioning.
Perilaku agresi terjadi karena adanya proses mengasosiasikan suatu stimulus dengan stimulus lainnya, 2
Opera nt Conditioning.
Perilaku agresi terjadi akibat adanya reward yang diperoleh setelah melakukan perilaku agresi tersebut.
Reward
tersebut bersifat
tangible
memperoleh sesuatu yang dia mau, sosial dikagumidisegani oleh kelompoknya, dan internal meningkatkan self-esteem orang tersebut, 3
Modelling
meniru. Perilaku agresi terjadi karena seseorang meniru seseorang yang ia kagumi, 4
Observational Learning.
Perilaku agresi terjadi karena seseorang mengobservasi individu lain melakukannya baik secara langsung maaupun tidak langsung, 5
Social Comparison.
Perilaku agresi terjadi karena seseorang membandingkan dirinya dengan kelompok atau orang lain yang disukai, 5
Learning by Experience.
Perilaku agresi terjadi karena pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh orang tersebut.
Universitas Sumatera Utara
f. Teori Agresi Buss