Pengaturan Hukum Tentang Udara dan Ruang Angkasa

BAB III KEDUDUDUKAN DAN PENGATURAN HUKUM DI WILAYAH UDARA

DAN RUANG ANGKASA NASIONAL INDONESIA TERHADAP BERBAGAI AKTIFITAS

A. Pengaturan Hukum Tentang Udara dan Ruang Angkasa

Sejak keberhasilan Uni Soviet meluncurkan Satelit Sputnik I pada tanggal 4 Oktober 1957 dan suksesnya Amerika Serikat mendaratkan Apollo 11 di bulan pada tanggal 20 Juli 1969, manusia telah beralih pada dimensi yang lebih spektakuler yakni dimensi pemanfaatan ruang angkasa. Kegiatan pemanfaatan ruang angkasa oleh berbagai negara itu, terutama oleh kedua Space Power yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi iptek, khususnya teknologi penerbangan di ruang angkasa. Akan tetapi patut disadari bahwa perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi penerbangan di ruang angkasa itu secara langsung telah menimbulkan suatu permasalahan baru dalam konstalasi global dengan segenap aspeknya. Betapa tidak, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan teknologi penerbangan di ruang angkasa pada khususnya telah memberi pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan politik internasional, ekonomi, sosial budaya, militer dan pada akhirnya juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan Hukum Internasional pada umumnya. Universitas Sumatera Utara Permasalahan yang muncul berkenaan dengan usaha pemanfaatan ruang angkasa, khususnya di bidang Hukum Internasional telah disadari sejak dini. Sejak keberhasilan Uni Soviet dalam peluncuran Satelit Sputnik I yang sukses itu. Bahwa keberhasilan itu akan menimbulkan berbagai perkembangan di bidang Huku m Internasional. 19 Setahun setelah peluncuran Satelit Sputnik I, tepatnya pada tanggal 13 Desember 1958, Majelis Umum PBB mengeluarkan sebuah resolusi, yakni Resolusi 1348 XIII dimana resolusi tersebut telah membentuk sebuah komite sementara, yakni Ad Hoc Committee on The Peaceful Uses of Outer Space. Komite ini mempunyai tugas untuk menyelidiki ruang angkasa, dimana Ad Hoc Proses pembentukan Hukum Ruang Angkasa didasarkan terutama pada Hukum Internasional dan kerjasama internasional. Oleh karena itu, peran Hukum Internasional sangat menentukan dimana Hukum Internasional yang telah ada dan yang berlaku dicoba diterapkan pada bagian-bagian yang masih kurang atau belum diatur mengenai kepentingan-kepentingan pihak-pihak yang saling berhubungan. Pembentukan Hukum Internasional mengenai kegiatan di ruang angkasa yang dewasa ini lebih dikenal dengan sebutan Hukum Ruang Angkasa ditandai dengan pengajuan serentetan resolusi oleh Majelis Umum PBB. Resolusi tersebut meliputi petunjuk-petunjuk dan cara-cara meningkatkan kerjasama internasional serta penerapan prinsip-prinsip dasar tentang peraturannya. 19 Wahyuni Bahar, Pertanggungjawaban Negara Terhadap Aktifitas Komersial di Ruang Angkasa, Hukum Angkasa dan Perkembangannya, Remadja Karya, Bandung, 1988, Hal. 28. Universitas Sumatera Utara Committee sebagai bagian dari Legal Sub Committee pada tahun 1959 telah melaporkan hasil penelitiannya, yaitu: 20 1. The extent to which there was established a general rule, though the practice of States in the satellite programs of the International Geophysical Year, that within the context of strictly peaceful uses Outer Space is freely available for exploration and use by all in accordance with existing of future international law or agreements. 2. The problem of liability for injury or damage caused by space vehicles. 3. The problem of allocation of radio frequencies to space vehicles. 4. The avoidance of interference between space vehicles and aircraft. 5. The identification and registration of space vehicles and the coordination of launching. 6. The problems associated with the reentry and landing of space vehicles. Jika kita perhatikan hasil keputusan dari Ad Hoc Committee yang dilaporkan pada tahun 1959, maka dapat diketahuilah bahwa prinsip-prinsip yang perlu ditekankan dalam kerangka pembentukan Hukum Internasional mengenai kegiatan di ruang angkasa, bahwa ruang angkasa yang menjadi objek baru dari kegiatan manusia dalam rangka peningkatan kualitas hidupnya di permukaan bumi ini haruslah bebas untuk dieksplorasi dan dieksploitasi. Juga laporan tersebut telah mampu memberikan gambaran bahwa aktifitas ruang angkasa juga dapat menimbulkan kerugian, baik di darat, ruang udara dan ruang angkasa itu sendiri. 20 Juajir Sumardi, Hukum Ruang Angkasa, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, Hal. 12- 13. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu perlu adanya mengenai pertanggungjawaban atas kelalaian atau kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh pesawat ruang angkasa. Di samping itu, laporan dari Ad Hoc Committee itu juga mencantumkan masalah penentuan frekuensi radio pesawat ruang angkasa, tanda kebangsaan dari pesawat tersebut beserta pendaftarannya dan diakhiri dengan masalah koordinasi peluncuran pesawat ruang angkasa dan masalah yang berhubungan dengan pengembalian serta pendaratan kembali pesawat ruang angkasa. Setelah adanya laporan dari Ad Hoc Committee hasil dari Resolusi Majelis Umum PBB 1348 XIII tanggal 13 Desember 1958, maka selanjutnya Majelis Umum PBB mengeluarkan suatu resolusi lanjutan, yaitu Resolusi 1472 XIV. Resolusi ini berhasil membentuk suatu komite, yakni Committee on The Peaceful Uses of Outer Space, 21 yang bertugas mempelajari dan menelaah masalah- masalah hukum yang timbul pada masa mendatang, sebagai akibat adanya eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa. Resolusi 1472 IV tanggal 12 Desember 1959 mempersoalkan kerjasama internasional dalam rangka penggunaan ruang angkasa untuk maksud-maksud damai, dimana dalam pelaksanaan kegiatan negara-negara di ruang angkasa haruslah selalu mendasarkan diri pada dua prinsip utama, yaitu: 22 1. International Law, including The Charter of United Nations, applies to outer space and celestial bodies. 21 E. Saefullah Wiradipradja Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Perkembangannya, Remadja Karya, Bandung, 1988, Hal. 24. 22 Juajir Sumardi, op. cit., Hal. 14. Universitas Sumatera Utara 2. Outer space and celestial bodies are free for exploration and use by all States in comformity with International Law and are not subject to national appropriation. Kedua prinsip yang diajukan oleh komite pemanfaatan ruang angkasa yang dibentuk untuk maksud damai yang dibentuk berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB 1472 XIV tersebut di atas selanjutnya dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembicaraan-pembicaraan selanjutnya. Mengenai rentetan persidangan dari Sub Komite Hukum maka Priyatna Abdurrasyid dalam bukunya Pengantar Hukum Ruang Angkasa dan Space Treaty 1967, menggambarkan bahwa dalam sidang pertama dan kedua yang masing- masing dilaksanakan pada tanggal dan tahun yang berbeda yakni tahun 1962 dan 1963 telah menerima usul baik dari pihak Amerika Serikat maupun dari pihak Uni Soviet. Usul yang diajukan oleh pihak Amerika Serikat yaitu menyangkut masalah pertolongan, pengembalian para awak dan pesawat ruang angkasa, serta masalah pertanggungjawaban atas kerugian yang diakibatkan oleh pesawat ruang angkasa. Sedangkan usulan dari pihak Uni Soviet adalah menyangkut deklarasi prinsip- prinsip dasar pengaturan negara-negara dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi ruang angkasa. Kedua usulan ini selanjutnya diserahkan oleh komite kepada Majelis Umum PBB dan setelah diberi pertimbangan dikembalikan lagi kepada komite pada tanggal 14 Desember 1963, dengan Resolusi 1802 XVII. Sidang-sidang yang membahas persoalan penggunaan ruang angkasa untuk maksud damai tersebut selanjutnya dilaksanakan pada tahun 1964 dan tahun Universitas Sumatera Utara 1965 setelah sebelumnya mengajukan usul Amerika Serikat dan Uni Soviet serta menggabungkan kedua usul tersebut dengan Resolusi 1884 XVIII menyangkut “Treaty Banning Nuclear Weapons Test in Atmosphere, in Outer Space and Under Water”, yakni pada tanggal 17 Oktober 1963. Pada sidang yang dilaksanakan pada tahun 1965, yaitu Resolusi 2130 XX yang menyangkut prinsip-prinsip hukum yang menguasai kegiatan di ruang angkasa. Selanjutnya pada tanggal 16 Juni 1966, atas usul Amerika Serikat dan Uni Soviet diajukan konsep “Treaty on Principles Governing The Activities of States in The Exploration and Use of Outer Space, The Moon and Other Celestial Bodies”. Dengan aklamasi Majelis Umum PBB tertanggal 9 Desember 1966 telah menerima sebuah treaty dalam Resolusi 2222 XX dan ditandatangani di Washington, London dan Moscow pada tanggal 27 Januari 1967. Sebanyak 60 negara menandatangani treaty tersebut termasuk Amerika Serikat, Uni Soviet dan Kerajaan Inggris. 23 23 Ibid, Hal. 15. Treaty yang ditandatangani pada tanggal 27 Januari 1967 tersebut mengatur tentang status ruang angkasa, bulan dan benda-benda langit lainnya, serta mengatur usaha-usaha dan kegiatan manusia di ruang angkasa sekaligus menetapkan segala hak dan kewajiban negara-negara. Treaty tersebut selanjutnya disebut Space Treaty 1967 yaitu “Treaty on Principles Governing The Activities of States in The Exploration and Use of Outer Space, including The Moon and Other Celestial Bodies, 1967”. Universitas Sumatera Utara Space Treaty 1967 inilah yang merupakan hukum dasar bagi penciptaan hukum dalam masalah aktifitas manusia di ruang angkasa termasuk bulan dan benda-benda langit lainnya. Atas dasar prinsip-prinsip yang terkandung dalam Space Treaty 1967 tersebut, hingga kini PBB melalui Komite Pemanfaatan Ruang Angkasa untuk Tujuan Damai United Nations Committee on The Peaceful Uses of Outer Space - UNCOPUOS telah menciptakan suatu aturan Hukum Internasional mengenai kegiatan di ruang angkasa, yaitu: 24 1. Agreement on The Rescue of Astronauts, The Return of Astronauts and The Return of Objects Launched into Outer Space, yang ditandatangani di London, Moscow dan Washington pada tanggal 22 April 1968. 2. Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects, yang ditandatangani pada tanggal 28 Maret 1972. 3. Convention Concerning The Registration of Objects Launched into Space for Exploration or Use of Outer Space, tahun 1975. 4. Moon Agreement, tahun 1980. Keseluruhan dari perjanjian Hukum Internasional mengenai aktifitas di ruang angkasa tersebut di atas merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip- prinsip hukum dan kerjasama internasional dalam rangka melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya ruang angkasa. 24 Ibid, Hal. 15-16. Universitas Sumatera Utara

B. Kedudukan Udara dan Ruang Angkasa dalam Hukum Nasional dan Internasional