Dasar mengenai dapatnya dikategorikan Indonesia sebagai negara peluncur tercantum di dalam artikel I ayat c Space Liability Convention 1972,
yaitu:
34
1. A state which launches or procures the launching of a space object.
The Term of Launching State means:
Artinya: Suatu negara yang meluncurkan atau yang ikut meluncurkan suatu benda angkasa.
2. A state from whose territory or facility a space object is launched.
Artinya: Suatu negara dimana wilayah atau yang memfasilitasi suatu benda angkasa diluncurkan.
Menyadari kemungkinan tuntutan negara lain terhadap Indonesia, maka seyogianyalah jika Indonesia mempelajari atau menguasai dengan seksama
bentuk-bentuk asuransi ruang angkasa yang masih merupakan hal baru, hal ini dimaksudkan demi kepentingan Indonesia bila suatu ketika harus membayar ganti
rugi terhadap pihak penuntut.
D. Kedudukan Indonesia dalam Perjanjian Internasional Tentang Udara dan Ruang Angkasa
Menyadari timbulnya kemungkinan yang dapat terjadi dari jatuhnya benda-benda angkasa buatan manusia yang diluncurkan ke ruang angkasa di
permukaan bumi, maka PBB melalui UNCOPUOS telah menciptakan dan mensahkan konvensi yang khusus mengatur tanggung jawab negara atau kerugian
34
Ibid, Hal. 59.
Universitas Sumatera Utara
yang disebabkan oleh satelit atau benda-benda angkasa buatan manusia lainnya yang disebut dengan: Convention on International Liability of Damage Caused by
Space Object 1972, yang disingkat menjadi Space Liability Convention 1972.
35
Pembahasan selanjutnya mengenai hal ini dilakukan oleh PANTARNAS ANTARIKSA, yaitu pada persiapan sidang-sidang UNCOPUOS sejak tahun 1978
sampai tahun 1985. Selanjutnya dapat disebutkan bahwa usaha-usaha kelompok kerja PANTARNAS ANTARIKSA telah mencatat adanya pertimbangan untuk
Indonesia selaku subjek Hukum Internasional hingga kini belum meratifikasi atau turut serta dalam konvensi pertanggungjawaban internasional
kegiatan ruang angkasa tersebut. Pada periode 1972 sampai dengan 1983 belum ada usaha-usaha yang konkret oleh pihak Indonesia untuk meratifikasi Space
Liability Convention 1972. Demikian pula pengkajian secara mendalam yang bersifat lintas sektoral dalam membahas konvensi tersebut.
Baru setelah periode tersebut di atas ada usaha-usaha pembahasan oleh tim kerja NPS Nuclear Power Sources dari Panitia Sementara Nasional
Keantariksaan PANTARNAS ANTARIKSA dalam rangka persiapan pedoman delegasi Republik Indonesia ke Sidang Sub Komite Hukum UNCOPUOS, panitia
tersebut beranggotakan instansi-instansi pemerintah, perguruan tinggi, swasta dan para ahli perorangan. Prakarsa terbentuknya panitia ini semula adalah gagasan
Prof. Dr. Priyatna Abdurrasyid, SH. LLM., Curt. IISL. Dipl.IAA, pada tahun 1975 di DEPANRI dan diperkuat oleh berbagai pihak di Seminar Hukum Antariksa di
LAPAN tahun 1977 yang tercatat dalam saran serta hasil seminar.
35
Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara di Rumah Udara, Rajawali, Jakarta, Hal. 9
Universitas Sumatera Utara
mengadakan amandemen terhadap Convention on International Liability for Damage Caused by Space Object, sebagai berikut:
36
1. Menambah amandemen ke dalam Liability Convention 1972.
“Liability Convention 1972 dapat diterima, tetapi untuk akibat penggunaan NPS, masih diperlukan penambahan beberapa ketentuan yang tidak tercantum di dalam
Liability Convention tersebut. Khususnya yang menyangkut istilahpengertian kerugian damage dan batas
waktu pengajuan tuntutan, maka untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada dalam Liability Convention tersebut, dapat diambil alternatif sebagai berikut:
2. Membuat peraturan tersendiri.”
Pertimbangan di atas sehubungan dengan usaha Indonesia untuk mendukung usul Kanada dalam Sidang Sub Komite Hukum UNCOPUOS agar
diadakan perubahan atas Liability Convention atau menambah ketentuan internasional yang mengatur objek ruang angkasa bermuatan nuklir.
Usul Kanada tersebut didasarkan atas musibah yang pernah menimpanya, yaitu jatuhnya Satelit Cosmos 954 milik Uni Soviet yang menggunakan Uranium
– 235 seberat kurang lebih 100 pounds pada tahun 1978. untuk menanggulanginya telah dilakukan operasi darurat dalam dua tahap, dari operasi itu ditemukan
kepingan-kepingan satelit yang mengandung radioaktif kadar tinggi yang dapat menimbulkan efek kefatalan yang serius terhadap manusia dan lingkungannya.
Di Indonesia suatu kejadian yang terjadi yaitu jatuhnya pecahan satelit di Desa Biau, Kecamatan Sumalatan Daerah Tingkat II Gorontalo pada tahun 1981,
36
Juajir Sumardi, op. cit., Hal. 68.
Universitas Sumatera Utara
dan juga pada tanggal 10 Februari 1983 sekitar jam 19.30 WIB telah ditemukan benda aneh yang jatuh di daerah Kanagarian Palangki, Kecamatan Empat Nagari,
Kabupaten Sawah Lunto Sijunjung, telah mengakibatkan luka bakar pada beberapa orang anak. Benda tersebut diduga berasal dari pecahan COSMOS 1402
yaitu satelit mata-mata milik Uni Soviet yang diluncurkan pada tanggal 30 Agustus 1982 dan mengalami kerusakan di orbit pada tanggal 28 Desember 1983.
Untuk Space Liability Convention 1972, maka menurut hemat penulis sudah waktunya untuk melakukan ratifikasi, untuk itu maka kini perlu ditinjau
apakah konvensi tersebut membuka kemungkinan untuk diratifikasi oleh pihak Indonesia.
Di dalam artikel XXIII ayat 2 dari Space Liability Convention 1972 dinyatakan bahwa:
37
Ini berarti bahwa tidak ada satu pun ketentuan yang terdapat di dalam konvensi tersebut yang mencegah atau melarang kehendak negara dalam perjanjian
internasional yang dibuat guna melakukan penyempurnaan, penambahan ataupun “No provision of this convention shall prevent states from concluding
international agreement reafferming, suplementing or extending its provisions.”
Artinya: “tidak adanya tindakan pencegahan pada konvensi ini akan melindungi negara dari pemutusan perjanjian internasional, melengkapi
atau memperluas tindakan pencegahan.”
37
Ibid, Hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
perubahan terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Liability Convention 1972.
Selanjutnya di dalam ketentuan yang terkandung dalam konvensi tersebut terdapat suatu jaminan untuk melakukan amandemen dimana ketentuan itu dapat
dijadikan dasar bagi pihak Indonesia untuk mencoba melakukan amandemen terhadap pasal-pasal tertentu dari konvensi. Jaminan untuk melakukan
amandemen ini tercantum di dalam artikel XXV, yaitu:
38
38
Ibid, Hal. 69.
“Any state party to this convention may propose amandement to this convention. Amandement shall enter into force for each state party to the
convention accepting the amandements upon their acceptance by a majority of the states parties to the convention and thereafter for each
remaining states party to the convention on the date of acceptance by it.”
Artinya: “Setiap negara peserta lainnya pada konvensi ini dapat mengajukan perubahan terhadap konvensi ini. Perubahan yang akan
memasukkan kekuatan untuk setiap negara peserta menerima perubahan konvensi di atas menerimanya seperti kebanyakan negara
peserta konvensi dan untuk setiap negara peserta konvensi pada waktu penerimaan konvensi tersebut.”
Dengan demikian jelaslah bahwa setiap negara peserta konvensi ini dapat
mengusulkan penyempurnaan amandemen terhadap ketentuan yang terdapat dalam konvensi.
Penyempurnaanperubahan demikian dapat berlaku terhadap masing- masing peserta konvensi, setelah mereka menyetujui perubahan tersebut melalui
penerimaan mayoritas negara peserta konvensi dapat menerima sejak tanggal penyempurnaan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Kemungkinan untuk meratifikasi suatu perjanjian internasional didasarkan pada Pasal 14 Konvensi Wina 1969 yang menyatakan bahwa persetujuan suatu
negara diberikan melalui proses ratifikasi apabila:
39
1. Perjanjian tersebut menetapkan demikian.
2. Negara mana yang ikut berunding menyetujui perlu adanya ratifikasi.
3. Utusan suatu negara telah menandatangani perjanjian tersebut dengan syarat
ratifikasi diperlukan oleh negara yang bersangkutan. 4.
Full powers delegasi tersebut menyatakan diperlukan adanya ratifikasi atau dinyatakan demikian oleh para utusan selama perundingan berlangsung.
Sementara Pasal 15 Konvensi Wina 1969 mengatur tentang aksesi atau persetujuan untuk turut serta bagi negara non signatory negara yang tidak
menandatangani saat perjanjian dibuat dapat dilakukan apabila:
40
1. Perjanjian internasional tersebut menyatakan secara tegas.
2. terbukti negara-negara yang turut merundingkan perjanjian tersebut
menginginkan demikian. Kini kita tinjau isi Space Liability Convention 1972 yang mengatur tentang
proses ratifikasi dan aksesi. Dalam artikel XXIV ayat 1 dinyatakan bahwa: “This convention shall be open to all states for signature. Any state which
does not sign this convention before its entry into accede to it at any time.”
39
Ibid, Hal. 70.
40
Ibid, Hal. 70-71.
Universitas Sumatera Utara
Artinya: “Konvensi ini akan terbuka bagi semua negara untuk menandatanganinya. Setiap negara yang tidak menandatanganinya
sebelum ikut masuk, dapat menandatanganinya di lain waktu.” Dengan demikian konvensi ini memberikan suatu ketegasan bahwa konvensi
tersebut akan terbuka bagi semua negara untuk melakukan penandatanganan. Bagi negara yang tidak menandatanganinya sebelum konvensi mempunyai kekuatan
mengikat sesuai dengan paragraf 3 pasal 24 tersebut di atas, maka negara tersebut dapat melakukan penandatanganan terhadap Liability Convention tersebut setiap
saat. Kemudian dalam artikel XXIV ayat 2 dinyatakan bahwa:
“This convention shall be subject to ratification by signatory states …” Jadi, Liability Convention 1972 dapt dijadikan subjek ratifikasi penandatanganan
negara terhadap konvensi tersebut. Dengan melihat ketentuan yang terkandung dalam konvensi
pertanggungjawaban di atas maka kemungkinan Indonesia untuk meratifikasi konvensi tersebut masih terbuka. Menurut hemat penulis, sudah seyogianya kalau
konvensi tersebut diratifikasi, oleh karena konvensi tersebut memberikan perlindungan terhadap negara kolong yang tertimpa satelit atau objek ruang
angkasa buatan manusia lainnya.
Universitas Sumatera Utara
E. Pengaturan Hukum Tentang Jatuhnya Satelit atau Benda-benda Angkasa di Wilayah Republik Indonesia